• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.9. Pengobatan Malaria

Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pengobatan pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi dan pengobatan untuk mencegah transmisi / penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah.10

17

17

Gambar 3. Aksi obat-obat antimalaria17 Sumber: N Engl J Med 2005; 352:1565-77

2.9.1. Artesunat

Artesunat adalah garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik dalam air tetapi tidak stabil dalam larutan.18 Obat ini diabsorbsi dengan cepat dengan kadar puncak dalam waktu 1 jam dan memiliki waktu paruh 4 jam. Dikarenakan waktu paruhnya yang singkat, obat ini tidak digunakan untuk profilaksis.14

Gambar 4. Rumus bangun artesunat19 Sumber: postgrad. Med. J. 2005; 81:71-8

Artesunat tidak mempunyai efek pada stadium hati dari parasit dan tidak dapat mengobati relaps dari malaria. Dosis artesunat adalah 4 mg/kgbb sekali sehari selama 3 hari berturut-turut. 20 Obat ini mempunyai efek gametositosid yaitu membunuh gametosit yang berada dalam eritrositt sehingga transmisinya ke nyamuk dihambat.18 Adapun efek sampingnya dapat berupa nyeri perut, diare, namun obat ini tidak boleh digunakan pada ibu hamil. Sampai saat ini belum ada laporan tentang resistensi plasmodium terhadap obat ini.14

Artemisinin dan derivatnya sekarang ini sudah secara luas dipergunakan sebagai obat antimalaria pada daerah-daerah endemis. Proses penggunaan obat-obat ini bervariasi. Dibeberapa negara, keputusan dalam memakai obat ini tergantung dari situasi epidemiologi pada negara tersebut.

Beberapa negara seperti Banglades dan Philipina, mereka tidak memiliki masalah dalam hal resistensi malaria, sehingga negara itu tidak mendaftarkan obat ini dan juga belum tersedia dipasaran.20

Myanmar dan Vietnam menghadapi masalah tentang resistensi obat dan ada beberapa populasi masyarakatnya yang tidak bisa mengunjungi para ahli medis atau tempat pelayanan kesehatan. Sehingga artemisinin dapat diperoleh secara bebas. Thailand adalah negara pertama disamping Cina dan Vietnam yang menggunakan obat ini. Thailand menghadapi masalah resistensi obat awal tahun 1990an terhadap klorokuin, sulfadoksin / pirimetamin. Selain itu monoterapi kinin juga tidak efektif lagi serta angka kegagalan meflokuin dilaporkan mencapai 50% dibeberapa daerah.20

Penelitian di Ghana ( Ehrhardt dkk. 2002; Koram 2002 ) dimana sejak dilaporkannya Plasmodium falciparum telah resisten terhadap klorokuin pada akhir tahun 1980an ( Neequaye 1986 ), mereka merubah pengobatan lini pertama untuk malaria dari monoterapi klorokuin menjadi kombinasi artesunat.21

2.9.2. Amodiakuin

Amodiakuin digunakan untuk mengobati malaria falsiparum tanpa komplikasi yang telah resisten terhadap klorokuin. Adapun efek sampingnya berupa mual, muntah, nyeri perut dan diare. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif dan gangguan hati.5 Obat ini mempunyai efek gametositosid yaitu membunuh gametosit yang berada dalam eritrositt sehingga transmisinya ke nyamuk dihambat.18 Penelitian yang dilakukan oleh Osorio dkk pada tahun 2007 mendapatkan bahwa monoterapi amodiakuin

memiliki respon terapeutik sebesar 97,2%. Jika dibandingkan dengan penambahan artesunat terhadap amodiakuin, maka efikasi terapeutiknya mencapai 100%.22

Gambar 5. Rumus bangun amodiakuin14 Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850 2.9.3. Kombinasi Artesunat – Amodiakuin

Sebagai respon terhadap adanya peningkatan derajat resistensi terhadap obat antimalaria, WHO merekomendasikan pemakaian terapi kombinasi, lebih diutamakan derivat artemisinin untuk malaria falsiparum.23 Kombinasi derivat artemisinin sekarang ini telah digunakan di Asia Tenggara dikarenakan adanya laporan tentang resistensi obat.5

Derivat artemisinin yang dikombinasikan adalah : : 1. Artesunat – kloroproguanil - dapson

2. Artesunat - sulfadoksin – pirimetamin 3. Artesunat – amodiakuin

3. Artesunat – pironaridin

4. Artesunat / dihidroartemisinin-piperakuin 24

Derivat artemisinin adalah obat antimalaria dengan kerja paling cepat.25 Kombinasi artesunat dengan obat antimalaria lainnya dapat

meningkatkan angka penyembuhan, memperlambat resistensi dan menurunkan resistensi,26 namun data klinis yang mendukung data ini masih terbatas.27

Oyakhirome (2007) mendapatkan bahwa pengobatan kombinasi artesunat dan amodiakuin pada anak di Gabon berusia kurang dari 30 bulan yang menderita malaria falsiparum tanpa komplikasi didapatkan terjadinya penurunan risiko gagal pengobatan. Didapatkan dari hasil penelitian ini cure

rate sebesar 86%. Kombinasi artesunat-amodiakuin juga ditoleransi dengan

baik, tidak didapatkan adanya efek samping yang serius selama masa studi.28 Penelitian lain (2006) di Kongo, didapatkan hasil pada hari ke-28, kombinasi artesunat-amodiakuin didapatkan memiliki efikasi yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi artesunat- sulfadoksin-pirimetamin. Sehingga dengan adanya penelitian ini, maka kombinasi artesunat-amodiakuin dijadikan sebagai lini pertama dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi di Kongo.29

2.9.4. Kinin

Kinin merupakan derivat alkaloid dari akar pohon cinchona, telah digunakan untuk pengobatan malaria lebih dari 300 tahun.14 Kinin mengandung gugus kuinolin yang terikat pada cincin kuinuklidin melalui ikatan alkohol sekunder, juga mengandung rantai samping metoksi dan vinil.18 Kinin merupakan obat dengan efektifitas yang tinggi namun obat ini ditoleransi dengan buruk jika pemakaiannya terlalu lama. Kinin adalah obat yang mempunyai efektifitas yang tinggi tetapi tidak baik dikonsumsi dalam waktu yang lama dan biasanya

diberikan dengan penambahan obat lain.30 Obat ini juga murah tetapi sekarang ini kinin kurang popular dibandingkan obat-obat artemisinin.31

Gambar 6. Rumus bangun kinin14 Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850

Kinin diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah suatu dosis tunggal. Kira-kira 70% dari kinin dalam plasma terikat pada protein, dan ini menjelaskan rendahnya kadar kina dalam CSF yaitu kira-kira 2-5% kadarnya dalam plasma. Distribusinya luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, ginjal dan limpa, Kinin juga melewati sawar uri. Alkaloid sinkona diekskresi terutama melalui urin dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung, empedu, dan liur. Ekskresi lengkap dalam 24 jam.14 Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit ( fase eritrosit ). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik.18

Dosis terapi kinin sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salisismus yaitu tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual. 18

Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan susunan saraf pusat seperti bingung, gelisah dan delirium.18

2.9.5. Klindamisin

Klindamisin ( 7-chloro-lincomycin ) merupakan derivat semisintetik dari lincomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik.13 Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit ( fase eritrosit ). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik.18

Rumus bangun klindamisin mirip dengan linkomisin. Perbedaanya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti dengan atom klorida. Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya kira-kira 2,7 jam. Klindamisin didistribusi dengan baik keberbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin, sejumlah kecil melalui feses. Diare dilaporkan terjadi pada 2-20% penderita yang mendapat obat ini.32 Sebagai obat dengan onset

aksi yang lambat, klindamisin baik jika dikombinasikan dengan obat antimalaria yang bekerja cepat.33

Gambar 7. Rumus bangun klindamisin14 Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850

2.9.6. Kombinasi Kinin – Klindamisin

Kombinasi obat antimalaria telah diteliti dan diterapkan lebih dari tiga puluh tahun. Sekarang ini telah direkomendasikan perlunya terapi kombinasi yang berisikan artemisinin. Ada beberapa alasan mengapa obat artemisinin tidak seharusnya diberikan sebagai monoterapi. Sejak diperkenalkannya artemisinin, didapatkan bahwa rekrudensi dapat terjadi jika artemisinin diberikan secara monoterapi. Hal ini mungkin bisa disebabkan karena setelah pemakaian dosis ulangan, konsentrasi artemisinin dalam plasma akan menurun, dimana hal ini dapat membatasi efikasi penggunaan monoterapi artemisinin itu sendiri.31

Sejauh ini, terapi kombinasi yang rasional berdasarkan atas adanya kombinasi obat dengan waktu paruh yang pendek dengan masa kerja yang cepat digabungkan dengan obat yang masa waktu paruhnya lebih lama namun masa kerjanya lebih lambat.34

BAB III

Dokumen terkait