• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kalangan remaja untuk :

a. Meningkatkan pengetahuan baik siswa SMA maupun remaja putus sekolah terhadap bahaya merokok.

b. Membangun rasa peduli terhadap bahaya kandungan rokok dan asap rokok bagi kesehatan, terutama di kalangan remaja.

d. Dapat memanfaatkan penelitian ini untuk mengetahui penyebab perilaku merokok di kalangan remaja.

e. Dapat mengetahui kepribadian, tingkah laku, serta pola fikir yang berbeda di antara kalangan remaja SMA, dan juga remaja putus sekolah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

2.1.1 Defenisi Remaja

Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, Kliegman & Jenson, 2004).

Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda. Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997). Menurut Pardede (2002), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.

Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas. Remaja merupakan suatu masa peralihan baik secara

fisik, psikis, maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007).

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002). Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.

2.1.2 Tahapan Remaja

Masa remaja merupakan masa yang sulit, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang pesat dalam ukuran dan bentuk, dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan mulai terlihat, sehingga masa remaja sering disebut masa kritis (critical phasse) bagi kehidupan seseorang (WHO,1997). Terdapat banyak pendapat mengenai batasan usia remaja tetapi pada umumnya bervariasi antara 10 sampai 24 tahun. WHO membaginya dalam 3 kategori yaitu :

a. Remaja awal(early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dengan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa. Usia pada tahap ini antara 10 sampai 14 tahun. b. Remaja madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan. Usia pada tahap ini antara 15 sampai 17 tahun.

c. Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu :

• Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

• Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

• Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

• Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum. Pada tahap ini usia antara 18 sampai 21 tahun.

Sedangkan BKKBN (2001) membagi remaja berdasarkan tahapan usia sebagai berikut :

a. Remaja sehat usia antara 11-13 tahun yang ditandai dengan adanya masa akil baligh/pubertas.

b. Remaja sehat usia 14-18 tahun yang ditandai dengan dimulainya hubungan dengan lawan jenis/pacaran.

c. Remaja sehat usia antara 19-21 yang ditandai dengan kematangan fisik, mental dan sosial.

2.1.3 Perubahan-Perubahan pada Masa Remaja

Pada umunya perubahan remaja baik laki-laki maupun perempuan terjadi pada saat memasuki masa pubertas yaitu sekitar usia 9-15 tahun (BKKBN & Yayasan Mitra Inti, 2001). Pubertas dalam hal ini diartikan sebagai masa akhir masa anak-anak dan awal masa remaja yang ditandai dengan munculnya tanda seks sekunder (Konseng, 1995). Sesungguhnya masa yang tepat kapan dimulainya pubertas tidak sama pada setiap individu, terlebih bila dikaitkan dengan faktor sosial budaya setempat.

Menurut BKKBN (2001), bahwa remaja akan mengalami beberapa perubahan yang terjadi pada masa remaja yaitu :

1. Fisik

a. Pertumbuhan berat badan dan tinggi badan masih berlangsung. b. Organ seks (alat kelamin) makin matang.

c. Perbandingan ukuran tubuh mulai seimbang. 2. Perkembangan mental

3. Perkembangan kecerdasan/kognitif.

a. Daya pikir kritis yang ditujukan terhadap lingkungan sekitar.

b. Rasa ingin tahu makin meningkat dan mencari informasi tentang seks. c. Daya pikir abstrak sehingga kurang berpegang pada kenyataan. 4. Perkembangan sosial

a. Jangkauan pergaulan lebih luas dan pergaulan dengan teman lain jenis. b. Hubungan dengan senasib lebih diutamakan.

5. Perkembangan afektif/emosi.

a. Perasaan masih belum stabil, cepat berubah dan sulit konsentrasi. b. Ada rasa bersaing serta merasa banyak masalah.

6. Perubahan sikap dan tingkah laku.

a. Mulai menyadari kekuatan diri sendiri dan menemukan hal yang baru. b. Merasakan diri mampu melakukan sesuatu dan ingin menikmati hal

yang baru.

c. Memperoleh pengalaman yang baru.

d. Berpegang teguh pada pendirian sehingga sering mengabaikan kewibawaan orang tua dan guru.

Perkembangan fisik pada masa remaja mengalami perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik yang berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Akibat aktivitas kelenjar pituitary pada masa ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa tubuh mendekati tinggi. Dorongan pertumbuhan terjadi lebih awal pada wanita yang juga menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara seksual daripada pria. Pencapaian kematangan seksual pada wanita ditandai oleh kehadiran menstruasi dan pada pria ditandai dengan produksi semen. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita.

2.2. Rokok

2.2.1 Defenisi Rokok

Rokok biasanya berbentuk silinder terdiri dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm, berwarna putih dan coklat. Biasanya berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah, ditambah sedikit racikan seperti cengkeh, saus rokok, serta racikan lainya untuk menikmati sebatang rokok, perlu dilakukan pembakaran pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujungnya yang lain.

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen: komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikurat. Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut

mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang diembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke dapat mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Sitepoe. Mangku.2000).

2.2.2 Kandungan dalam Rokok

Racun utama di dalam rokok, diantaranya: a. Tar

Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan bahan organik lainnya yang dibakar. Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol

atau minyak cengkeh juga diklasifikasikan sebagai tar. Tetapi pabrik rokok kretek Indonesia selalu menyatakan Eugenol tidak termasuk tar. Didalam tar dijumpai karsinogenik : polisiklinik hidrokarbon aromatis yang memicu kanker paru. Selain itu juga dijumpai Nitrosoamine nikotin didalam rokok yang berpotensi besar sebagai karsinogenik terhadap jaringan paru. Bahan ini terdapat dalam tembakau, tetapi tidak dijumpai dalam cengkeh. (Sitepoe, 2000).

b. Nikotin

Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan distolik mengalami peningkatan, denyut jantung bertambah, dan kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin juga meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin juga mengakibatkan seseorang ketagihan rokok. (Sitepoe, 2000).

Akibat adanya nikotin seseorang menjadi perokok dan selalu ingin merokok lagi atau ketagihan terhadap rokok. Sebaliknya, merokok yang hanya sekali-sekali belum tentu akan terganggu kesehatannya. Benowitz NL (1994) menyatakan kadar nikotin 5 mg perhari dari rokok yang dihisap akan menimbulkan ketagihan.

c. Gas Karbon monoksida (CO)

Menurut Guidotti Te et al (1989), CO adalah gas yang bersifat toksik dan bertolak belakang dengan gas oksigen dalam transport haemoglobin. Dalam rokok terdapat 2-6% gas CO pada saat merokok, sedangkan gas CO yang dihisap oleh perokok paling rendah 400 ppn (part permillion) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-haemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Apabila keadaan terus berjalan maka terjadi policitemia yang akan memepengaruhi fungsi syaraf pusat. Kandungan kadar karbon monoksida didalam rokok kretek lebih rendah daripada kandungan kadar karbon monoksida dalam rokok putih. (Sitepoe, 2000).

d. Timah Hitam (Pb)

Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Bila seseorang menghisap satu bungkus perhari (10 batang) berarti menghasilkan 10 mikrogram perhari dan apabila seseorang menghisap rokok lebih dari 20

batang perhari maka kadar Pb dalam tubuh mencapai 20 mikrogram perhari. (Sitepoe, 2000).

e. Phenol

Merupakan campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan, karena phenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.

f. Eugenol

Seperti yang dikatakan oleh Guidotti (1989), eugenol hanya dijumpai di dalam rokok kretek dan tidak dijumpai pada rokok putih. Eugenol dapat ditemukan dalam cengkeh yang dapat memberikan bintik minyak pada rokok kretek sehingga memberikan pandangan yang kurang menyenangkan. Eugenol

dapat dijumpai baik didalam rokok yang sedang dihisap, didalam asap rokok yang dihisap, maupun di dalam rokok kretek yang tidak dihisap. Eugenol atau minyak cengkeh adalah cairan yang tidak berwarna atau juga berwarna kekuning-kuningan dan tidak larut dalam air. Eugenol digunakan sebagai

antiseptik, anastetik, dan juga sebagai antipiretik. Zat ini belum diketahui efek

karsinogeniknya. (Sitepoe, 2000).

2.2.3. Bahaya Rokok

Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronkitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya. Selain itu adalah kanker mulut, tenggorokan, pankreas, dan kandung kemih, penyakit pembuluh darah,

ulkus peptikum dan lain-lain. Satu-satunya penyakit yang menunjukkan asosiasi negatif dengan kebiasaan merokok, yaitu kanker paru, bronkitis kronik dan emfisema, penyakit jantung iskemik dan penyakit kardiovaskular lain, ulkus peptikum, kanker mulut, kanker tenggorokan, penyakit pembuluh darah otak dan gangguan janin dalam dalam kandungan. Selanjutnya masih

menurut Aditama, Doll dan Hill, dua orang peneliti dari Inggris membagi hubungan antara penyakit dan kebiasaan merokok sebagai berikut: Penyakit yang disebabkan oleh merokok adalah: kanker paru, kanker kerongkongan, kanker saluran nafas lainnya, bronkitis kronik, dan emfisema. Penyakit yang mungkin seluruhnya atau sebagian disebabkan oleh merokok yaitu: penyakit jantung iskemik, aneurisma atau pelebaran aorta, kerusakan miokard jantung, trombosis pembuluh darah otak, arteriosklerosis, tuberkulosis, pneumonia, ulkus peptikum, hernia, dan kanker kandung kemih. (Aditama, 1997).

a. Penyakit kardiovaskular

Merokok adalah salah satu faktor resiko utama timbulnya morbiditas dan mortalitas kardiovaskular yaitu meningkatnya kadar kolesterol serum, penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah perifer. (Sitepoe, 2000).

b. Kanker paru

Penyakit kanker paru ini lebih berbahaya dari pada penyakit TBC paru, apalagi kalau kanker sudah dalam keadaan lanjut. Penyakit ini banyak ditemukan pada kaum pria. Di Amerika Serikat diperkirakan bahwa 80-90% kanker paru pada pria dan 70% pada wanita disebabkan oleh kebiasaan merokok. Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa sekitar 87% kematian akibat kanker paru. Sementara itu, paparan asap rokok pada mereka yang tidak merokok atau perokok pasif ternyata meningkatkan terjadinya kanker paru 30% lebih tinggi. Penyakit kanker paru ini sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok sebagai penyebab utamanya. Hal ini telah dibuktikan pada berbagai penelitian di dalam dan di luar negeri. (Aditama, 1997).

c. Penyakit gangguan perkembangbiakan

Seperti yang dikatakan oleh Chanoine J.P (1991), merokok akan mengurangi terjadinya konsepsi atau memiliki anak, fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan, wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan dengan wanita yang

bukan perokok. Merokok juga dapat menimbulkan impotensi.

(Sitepoe,2000).

d. Gangguan alat pencernaan

Seperti yang dikatakan Harisson (1987), sakit maag atau gastritis lebih banyak dijumpai pada mereka yang merokok, dibandingkan dengan yang bukan perokok. Merokok mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung atas dan ujung bawah lambung sehingga mempercepat terjadinya sakit maag. Pencernaan protein terhambat bagi mereka yang merokok, merokok juga mengurangi rasa lapar atau nafsu makan. (Sitepoe,2000).

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Remaja Merokok 1. Pengaruh Orangtua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,Pengantar psikologi, 1999:294).

2. Pengaruh teman.

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991)

3. Faktor Kepribadian.

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson,1999).

4. Pengaruh Iklan.

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991).

2.4. Perilaku Merokok Anak Putus Sekolah

Anak putus sekolah merupakan sebuah masalah sosial yang perlu mendapat perhatian. Anak adalah generasi penerus estafet bangsa, yang perlu mendapatkan pendidikan memadai sehingga tumbuh menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat dan negara. Jika banyak anak yang mengalami putus sekolah tentu akan menurunkan kualitas bangsa di kemudian hari. Fenomena anak putus sekolah seringkali berkaitan dengan kebiasaan merokok. Waktu luang dan lingkungan pergaulan membuat mereka dekat dengan kebiasaan merokok. (Yunindyawati, 2008).

Yunindyawati dalam penelitiannya (2008), mengemukakan perilaku merokok anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Lingkungan internal berkaitan dengan kondisi pribadi anak dan faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan. Kondisi pribadi anak seperti usia anak, alasan anak/individu merokok, pengetahuan tentang rokok, serta keinginan berhenti merokok merupakan berbagai faktor internal yang mempengaruhi perilaku merokok

anak. Faktor keluarga yang bisa mempengaruhi merokok antara lain; siapa anggota keluarga yang merokok, jumlah anggota keluarga yang merokok, tahu tidaknya orang tua, ada tidaknya sanksi dari orang tua, pendidikan orang tua. Faktor lingkungan pergaulan meliputi; informasi tentang merokok, bagaimana aktifitas perilaku merokok anak.

a. Faktor individu

Anak-anak putus sekolah memiliki alasan pribadi untuk merokok. Biasanya merokok di kalangan anak-anak menunjuk pada sifat macho, keren, jantan, tidak banci dan biar dianggap dewasa. Kondisi ini membentuk sistem nilai pada diri anak yang akhirnya akan menentukan keputusan anak untuk memilih merokok. Namun sering kali keputusan anak ini tidak didasari pertimbangan yang kuat dan matang.

Ada semacam ketakutan anak kehilangan lingkungan pergaulan jika mereka tidak berperilaku merokok seperti yang dilakukan teman-teman sebaya mereka yang merokok. Peran teman sebaya sebagai acuan (reference group) yang secara langsung maupun tidak dijadikan perantara (agen) proses sosialisasi merokok anak.

Di kalangan anak putus sekolah ternyata pengaruh teman yang paling menonjol mempengaruhi perilaku merokok mereka. Hal ini bisa dipahami karena mereka memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk bertemu karena sudah tidak terikat waktu sekolah.

Selain faktor pengaruh teman, faktor iseng dan ingin mencoba menjadi alasan mereka merokok. Anak putus sekolah memiliki tipe kepribadian yang rentan dipengaruhi lingkungan pergaulan mereka. Keterbukaan mereka memberi peluang untuk terlibat interaksi lebih luas, sehingga mereka lebih cepat meniru (imitasi) perilaku teman mereka.

Dalam sehari anak putus sekolah bisa menghabiskan 6-15 batang rokok. Jumlah ini cukup banyak untuk ukuran merokok di usia anak-anak.

b. Faktor keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil, seperangkat peran dan fungsi melekat dalam keluarga. Fungsi keluarga tersebut antara lain; biologis atau reproduksi, proteksi/perlindungan, ekonomi, edukasi, sosialisasi, afeksi, religi, rekreasi dan pengendalian sosial.

Orang tua memiliki peran besar dalam melaksanakan fungsi keluarga. Orang tua dijadikan figure yang banyak dicontoh oleh anak-anaknya. Artinya, anak-anak melakukan proses imitasi terhadap orang tua mereka. Selain itu keluarga merupakan agen sosialisasi dan internalisasi yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Oleh kerena itu, perilaku merokok anak bisa terjadi karena mencontoh perilaku orang tuanya. Perilaku ayah merokok dijadikan panutan dalam aktivitas peniruan perilaku anak. Anak merupakan kelompok umur yang masih dan sedang mencari jati diri. Unsur coba-coba dan keingintahuan yang tinggi membuat anak lebih cepat meniru apa yang ada didekat mereka. Celakanya jika mereka mempunyai persepsi bahwa orang tua dan saudaranya merokok jadi dia juga boleh merokok dan merokok menjadi kebiasaan “gaya hidup” keluarga mereka.

Selain itu ada yang berbeda tentang pengaruh ayah dan saudara merokok, seperti hasil penelitiannya di kecamatan Lempuing ada semacam nilai tradisi atau budaya yang masih mereka anut. Hal ini dapat terlihat dari kebiasaan mereka mengajari anak merokok pada saat anak laki-laki mereka sirkumsisi.

Dokumen terkait