• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

A.Study Kasus dan Analisa Surat Perintah POLRES Tangerang No. Pol. : Sprin. Han/ 134-a/ VIII/ 2009/ Narkoba

1. Kronologis Perkara

Senin. Tanggal 17 Agustus 2009 sekitar jam 14.00 WIB di pinggir jalan tepatnya di JL. KH. Dewantoro RT. 03 RW. 04 Gondrong Kec. Cipondoh Kota Tangerang. Penagkapan dilakukan oleh serang polisi yang berpakaian preman, ditangkan seorang diri, tersangka ditangkap sedang berdiri dengan maksud akan menjual barang yang ada ditangan saya yaitu Narkotika jenis daun ganja sebanyak satu bungkus yang dilakban warna cokelat, yang dimasukkan ke dalam plastik warna hitam yang dijual kepada pembeli yang ternyata adalah polisi yang menyamar menjadi preman. Kemudian saya disuruh membuka lakban warna cokelat tersebut dan berisikan narkotika jenis daun ganja. Kemudian, dilakukan penggeledahan di rumah tempat tinggal saya, saya kedapatan menyimpan narkotika jenis daun ganja sebanyak 30 bungkus yang dilakban cokelat yang dimasukkan ke dalam kardus yang berada di atas plapon rumah tempat tinggal saya. Saya mendapatkan narkotika jenis daun ganja dari seorang laki-laki yang bernama Arman Ibrahim yang ciri-cirinya kuli sawo matang, rambut lurus, tinggi sekitar 155 CM, agama Islam, pada hari sabtu, tanggal 25 juli 2009, sekitar jam 23.30 WIB disebuah pom bensin di jembatan dua Jakarta Barat, dengan cara

saudara Arman Ibrahim menghubungi saya kemudian bertemu di Pesing Jakarta Barat dan setelah bertemu saya pergi bersama saudara Arman menemui seorang laki-laki yang tidak saya kenal lalu memberikan dua bungkus kardus yang tidak saya ketahui isinya untuk saya simpan di rumah saya, sesampainya saya di rumah saya baru ketahui kardus itu berisi narkotika jenis daun ganja sebanyak 40 bungkus yang dilakban warna cokelat, kemudian saudara Arman menghubungi saya untuk mengirim narkotika jenis daun ganja sebanyak 9 bungkus yang dilakban warna cokelat. Hingga narkotika jenis daun ganja tersisa 31 bungkus yang dilakban warna cokelat kedapatan pada tersangka sewaktu ditangkap.

2. Isi Surat Perintah

Surat Pembantaran Penahanan No. Pol. : Sprin.Han/134-a/VIII/2009/Narkoba yang dalam isinya adalah mengenai perkembangan kondisi kesehatan tersangka bahwa berdasarkan keterangan dokter di rawat inap (opname) rumah sakit di luar tahanan, maka perlu dikeluarkan surat perintah ini.

Berdasarkan :

1. Pasal 17 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 24 ayat (1) KUHAP.

2. UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Surat edaran Mahkamah Agung Nomor: 1 Tahun 1989, tanggal 15 Maret 1989, tentang pembantaran penahanan.

4. Laporan polisi No. Pol. : SP. Han/134/VIII/2009/Nkb. Tgl 18 Agustus 2009.

5. Surat perintah penahanan No. Pol.: SP.Han/134/VIII/2009/Nkb, Tgl 18 Agustus 2009.

6. Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: B-515/0.6.11/Eo.1/9/2009/Narkoba, Tgl 02 September 2009.

Selanjutnya diperintahkan kepada:

1. ACH. SUGANDI BRIPTU PENYIDIK

2. M. RISDIANTO BRIPKA PENYIDIK PEMBANTU 3. PURWANTI BRIPKA PENYIDIK PEMBANTU 4. HERI DWI S BRIGADIR PENYIDIK PEMBANTU 5. M. SYAHRONI BRIPTU PENYIDIK PEMBANTU 6. CRISTIAN EKA. P BRIPTU PENYIDIK PEMBANTU Untuk melakukan pembantaran penahanan terhadap tersangka:

Nama : HARUN AL-RASYID Als GERET Bin. H. Nurhasan Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tgl lahir : Tangerang, 10 Juni 1982 Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : JL. Kenanga RT 05/04 Kel. Kenanga Kec. Cipondoh Kota. Tangerang

Selama yang bersangkutan dirawat di rumah sakit kepolisian pusat R.S. Sukanto (Kramat Jati) Jakarta, Mulai tanggal 25 agustus s/d sembuh. Mengawasi dan mengamankan tersangka selama rawat inap di RS.

SUKANTO (Kramat Jati) Jakarta serta berkoordinasi dengan dokter yang merawatnya dan memantau perkembangan kondisi kesehatan tersangka. Segera melaporkan pelaksanaan dan berita acara pembantaran penahanan. Dikeluarkan di Tangerang tanggal 25 Agustus 2009 dan ditanda tangani

a/n KAPOLRES METRO TANGERANG KABUPATEN KASAT NARKOBA selaku penyidik yaitu Rusdi Raumin sebagai KOMISARIS POLISI. Hari selasa tanggal 25 Agustus 2009 surat perintah ini telah diserahkan oleh penyidik dan telah diterima tersangka dan tembusannya kepada keluarga yaitu yang menerima HARUN AL RASYID Als GARET Bin H. Nurhasan (tersangka), Hikmawati (keluarga tersangka), ACH. SUGANDI yang menyerahkan.

3. Analisis Surat Perintah

Berdasarkan isi surat perintah di atas, bahwa dalam isi surat perintah tersebut :

Pertama, mengenai yang menjadi dasar dikeluarkannya surat perintah tersebut karena tersangka mengidap HIV DAN AIDS adalah:

1. Pasal 17 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 24 ayat (1) KUHAP.

Pasal 11 ” Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut

dalam pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik”.

Pasal 20

Ayat (1) ” untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik

pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal

11 berwenang melakukan penahanan”.

Ayat (2) ” untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang

melakukan penahanan atau penahanan lanjutan”.

Ayat (3) ” untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan”.

Pasal 21

Ayat (1) “ Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan

terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.

Ayat (2) “ Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik

atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan

alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang

dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan”.

Ayat (3) “ Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan

lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

harus diberikan kepada keluarganya ”.

Ayat (4) “ Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap

tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3086) ”.

Pasal 22

(1) Jenis penahanan dapat berupa : a. penahanan rumah tahanan negara; b. penahanan rumah;

c. penahanan kota.

(2) Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

(3) Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. (4) Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya

dari pidana yang dijatuhkan.

(5) Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.

Pasal 24

(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.1

Dalam pasal-pasal diatas mengenai hal-hal yang menyangkut dengan kewenangan penyidik telah sesuai dengan aturan KUHAP, namun ada baiknya ditambahkan lebih spesifik mengenai hal-hal tentang pembantaran penahanan yaitu mencantumkan pasal 29 ayat (1) huruf a bahwa Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:

tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Serta pasal mengenai dikeluarkannya penangguhan penahanan tersebut yaitu pasal 123 KUHAP menjelaskan, bahwa:

1) Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu.

1

2) Untuk itu penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu.

3) Apabila dalam waktu tiga hari permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik, tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik.

4) Untuk itu atasan penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis tahanan tertentu.

5) Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut di atas dapat mengabulkan pennintaan dengan atau tanpa syarat.

2. UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengenai UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan dasar hukum dikeluarkannya surat perintah pembantaran penahanan, dinilai terlalu umum, akan lebih baik mencantumkan lebih spesifik lagi pasal-pasal yang berkenaan dengan surat perintah ini. Seperti tentang kewenangan polisi sebagai penyidik terdapat dalam pasal 13, 14, 16 ayat 1 dan 2.

3. Surat edaran Mahkamah Agung Nomor: 1 Tahun 1989, tanggal 15 Maret 1989, tentang pembantaran penahanan.

Dalam edaran surat Mahkamah Agung, menegaskan bahwa seorang tersangka tidak hanya mengalami gangguan jiwa tetapi mengalami sakit apapun yang harus dirawat di rumah sakit luar tahanan Negara Republik Indonesia, diziinkan atas izin instansi yang berwenang.

4. Laporan polisi No. Pol. : SP. Han/134/VIII/2009/Nkb. Tgl 17 Agustus 2009.

Laporan polisi mengenai penangkapan tersangka untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana maka perlu dikeluarkannya surat perintah ini, dan telah sesuai dengan aturan KUHP pasal 7 ayat (1) butir d. Kekurangannya adalah tidak ditandatanganinya surat penangkapan tersebut oleh penyidik pembantu yaitu Christian E. P selaku pihak yang menyerahkan surat itu kepada tersangka ketika melakukan penangkapan, seharusnya surat tersebut ditandatangani untuk meyakinkan bahwa benar Christian E. P yang menyerahkan surat tersebut dan melakukan penangkapan.

5. Surat Perintah Penahanan No. Pol.: SP.Han/134/VIII/2009/Nkb, Tgl 18 Agustus 2009.

6. Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor : B-515/0.6.11/E.o.1/9/2009/Narkoba, Tanggal 02 Agustus 2009.

Kedua, bahwa tersangka diduga seorang bandar NARKOBA yang menjual narkotika jenis ganja yang dalam ketentuan UU No. 22 Tahun 1997 adalah sebagai berikut:

Dalam bab XII pasal 78 ayat (1) huruf a dan b yaitu ” memiliki,

menyimpan, untuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman dipidana penjara paling 10 tahun dan denda paling banyak 500.000.000,00-” .

Dan dalam pasal 82 ayat (1) huruf a adalah ” mengimpor, mengekspor,

menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara, dalam jual beli atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling

banyak 1.000.000.000,00 ”. Dan ketentuan lainnya dalam pasal 78-100 yang dapat dipidana minimal 2 tahun dan maksimal hukuman mati.

Tersangka memang telah menjadi pengedar selama tiga minggu dan selama itu dia bertransaksi dengan lancar, kenapa setelah ditangkap mendadak dia menjadi jatuh sakit, dan langsung dihentikan penyidikannnya sementara sampai dia sembuh dan hanya dikenakan wajib lapor.

Karena dalam hal perkara ini telah dikeluarkannya surat perintah pembebasan, jadi tersangka masih dalam asas praduga tak bersalah apakah benar tersangka seorang pengedar atau bukan, karena dalam hal ini proses beracara dalam pidana polisi berwenang melakukan penahanan jangka pendek atau untuk melakukan penahanan.2 Selain itu polisi juga berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan dalam proses penyidikan polisi berwenang melakukan

2

Hulsman, Sistem Peradilan Pidana dalam Perspektif Perbandingan Hukum, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984), h. 135.

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara, barang bukti yang selanjutnya diserahkan tanggung jawab secara penuh kepada penuntut umum.3

Dan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 ayat (1,3,4), pasal 4, pasal 5 ayat (1 dan 2), pasal 7 ayat (1), pasal 8, dijelaskan bahwa polisi bertugas sebagai penyelidik dan penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, dan diwajibkan membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan seluruh tanggung jawab atas tersangka, barang bukti kepada penuntut umum.

Kemudian berdasarkan hasil penelitian, saya memberikan kesimpulan bahwa prosedur dikeluarkannya surat perintah pembantaran penahanan oleh penyidik telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku (KUHAP). Namun, ada titik lemah yang saya temukan yaitu kurang spesifik dalam mencantumkan pasal-pasal yang menjadi dasar dikeluarkannya surat perintah pembantaran penahanan. Nampaknya akan lebih baik jika dicantumkan pasal-pasal yang lebih spesifik dalam hal pembantaran penahanan. Karena, sifat dalam aturan hukum kita adalah jelas dan kongkrit serta dapat difahami. Selain itu, kemudian akan lebih baik

3

Lilik, Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 53.

pihak kepolisian atau penyidik memeriksakan tersangka ke rumah sakit lain untuk mendapatkan hasil bandingan tentang tes yang dilakukan sehingga hasil pemeriksaan tersebut lebih meyakinkan dan dapat dipercaya menghindari adanya kekeliruan. Karena sering kita dengar seseorang yang sudah kritispun yang harus segera dioperasi dari pihak keluarga tidak sembarangan mengiyakan mereka kebanyakan bertanya kebeberapa dokter untuk membandingkan mana keputusan yang terbaik yang harus diambil.

60 BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan dari perumusan masalah sebagai penutup dari skripsi ini penulis mencoba memberikan jawaban atas masalah yang telah penulis rumuskan adalah sebagai berikut:

Alasan dikeluarkannya surat perintah pembantaran penahanan No. Pol. : Sprin. Han/134-a/VIII/2009/Narkoba oleh penyidik karena tersangka mengidap HIV/AIDS adalah;

1. Berdasarkan ketentuan pasal 17 ayat 1, pasal 11, pasal 20 ayat 1 KUHAP yaitu mengenai kewenangan penyidik melakukan penahanan.

2. Berdasarkan ketentuan pasal 123 KUHAP penyidik berwenang melakukan penangguhan/pembantaran penahanan

3. Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat 1 KUHAP yaitu mengenai perpanjangan penahanan bagi tersangka yang menderita gangguan fisik dengan dibuktikan surat keterangan dokter.

4. Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1989 tanggal 15 Maret 1989 tentang pembantaran penahanan.

Dikeluarkannya surat perintah pembantaran penahanan oleh pihak kepolisian telah sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh aturan hukum yang berlaku (KUHAP). Namun ada sedikit titik lemah dalam surat perintah pembantaran penahanan, yaitu dalam hal seharusnya penyidik juga mencantumkan pasal-pasal yang lebih spesifik lagi yang mengarah pada alasan dikeluarkannya surat perintah pembantaran penahanan karena dimaksudkan agar lebih jelas dan dapat difahami dengan benar.

2. Saran-saran

Pada akhir tulisan ini penulis menyarankan kepada pihak kepolisian atau penyidik agar dapat lebih meyakinkan bahwa tersangka benar-benar mengidap HIV/AIDS karena dilihat tersangka seorang Bandar narkoba maka akan lebih baik penyidik melakukan tes ke rumah sakit lain untuk dijadikan perbandingan dan lebih meyakinkan apakah tersangka tersebut benar-benar terbukti mengidap HIV/AIDS.

Sebaiknya agar lebih baik lagi jika dalam surat keputusan itu menncantumkan hal-hal yang lebih spesifik mengenai apa yang mendasari dikeluarkannya surat keputusan itu, agar benar-benar mengarah pada hal yang dimaksud, karena aturan hokum di Negara kita bersifat jelas dan dapat difahami.

DAFTAR PUSTAKA

.

Ali Yuswandi, Penuntutan, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995.

Amriel, Indragiri, Reza, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Jakarta: Salemba Humanika, 2008.

Barda Nawawi Arif, Barda, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana Media Group, 2006.

Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa di Tengah-tengah Masyarakat, Jakarta: Bina Indonesia, 1985.

Hakim, Arief, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah, Mengatasi, Melawan, Bandung: Nuansa, 1998.

Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000. Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Perkara Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Hermawans, Rachman, Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja, Bandung: PT. Eresco, 1986.

KUHAP, Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 disertai penjelasannya, Jakarta: Titik Terang, 1995

Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

M. Karyadi dan Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar, Bandung: PT. Karya Nusantara, 1988.

Ma’ruf, M. Ridho, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, Jakarta: CV. Marga Jaya, 1976.

Ma’sum, Sumarno, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1999, Cet. Ke-1.

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Roda Karya, 2004. Mulyanah W. Kusumah, Kejahatan, Penjahat, dan Reaksi Sosial, Bandung: Alumni,

1982.

Nasution, Zoelkarnaen, dkk, Kompilasi Perundang-undangan tentang Narkotika, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Partodihardjo, Subagyo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, Jakarta: Erlangga, 2006.

Pengawasan Serta Peran Aktif Orang Tua dan Aparat Dalam Penanggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba, Badan Kerjasama Sosial Pembinaan Warga Tama, 2005.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. R. Soesilo, Kriminalistik Ilmu Penyidikan Kejahatan, Bogor: Politea, 1976.

R. Soesilo, Taktik dan Tehnik Penyidikan Perkara Kriminil, Bogor: Politeai, 1980. Ratna Nurul Afifah, Pra Peradilan dan Ruang lingkupnya, Jakarta: Akadmika

Presindo, 1986.

Sitanggang, B. A, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Jakarta: Karya Utama, 1981.

Skripsi Hukum Pidana, Situasi Permasalahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, Pdf.com

Soedjono. D, Kriminalitas dan Ilmu Forensik, Bandung: PT. Tribisana Karya, 1976. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, cet.

Ke-3.

Soekanto, Soerjono, Mamuji, Sri, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. Ke-4.

Sunarno, Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahannya, Semarang: PT. Bengawan Ilmu, 2007.

Sunarno, Siswantoro, Penegakan Hukum Psikotropika (Dalam Kajian Sosiologi Hukum), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997.

Supramono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, 2000. Supramono, Gatot, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009. Tambunan, Kitab Undang-undang Acara Pidana, Jakarata: Bina Cipta, 1986 UU Kesehatan dan UU Praktek Kedokteran, Jakarta: Karya Gemilang, 2010. UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Jakarta: Sinar Grafika, 1999. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

UU RI No.2 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah RI Tahun 2010 tentang Kepolisian , Bandung: Citra Umbara, 2010.

Yuswandi, Ali, Penuntutan, Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Dokumen terkait