• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enampuluh orang pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria penelitian dikumpulkan dari Unit Gawat Darurat dan Poliklinik Psikiatri BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan randomisasi untuk menentukan pasien mana yang akan memperoleh aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular. Pasien yang diikutsertakan pada penelitian ini adalah pasien yang datang berobat dalam periode 1 Juli 2010 sampai dengan 31 Oktober 2010.

Tabel 4.1. Distribusi subyek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin Karakteristik demografi Aripiprazol i.m. Haloperidol i.m. n (%) n (%) P Umur (tahun) 15- 3 (10) 1 (3,3) 20- 9 (30) 7 (23,3) 25- 7 (23,3) 3 (10) 30- 6 (20) 7 (23,3) 0,319 35- 2 (6,7) 4 (13,3) 40. 3 (10) 8 (26,7) Jumlah 30 (100) 30 (100) Jenis Kelamin Laki-laki 22 (73,3) 24 (80) Perempuan 8 (26,7) 6 (20) 0,542 Jumlah 30 (100) 30 (100)

Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik demografi dari kelompok subyek yang mendapatkan aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular. Dari uji statistik pada kelompok umur terhadap pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil P = 0,319 (P > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan bermakna proporsi kedua kelompok berdasarkan umur.

Tabel 4.1 juga memperlihatkan bahwa subyek penelitian yang mendapatkan aripiprazol intramuskular berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (73,3%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang (26,7%). Selanjutnya pada subyek penelitian yang mendapatkan haloperidol intramuskular yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (80%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (20%). Dari uji statistik pada jenis kelamin terhadap pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil P = 0,542 (P > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan bermakna proporsi kelompok terapi berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.2. Karakteristik berat badan dan BMI pada penggunaan aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular

Aripiprazol i.m. Haloperidol i.m. P

n Mean SD n Mean SD

Berat badan 30 56,6 8,3 30 58,3 7,8 0,415 BMI 30 21,3 1,7 30 21,5 1,8 0,580

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap berat badan pada pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular diperoleh nilai rerata berat badan pada kelompok subyek yang mendapatkan aripiprazol intramuskular adalah 56,6 (SD 8,3) kg dan rerata berat badan pada kelompok subyek yang mendapatkan haloperidol intramuskular 58,3 (SD 7,8) kg dengan nilai P = 0,415 (P >0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan proporsi berat badan yang bermakna pada kelompok yang mendapatkan aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular.

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap BMI diperoleh nilai rerata BMI pada kelompok subyek yang mendapatkan aripiprazol intramuskular 21,3 (SD

1,7) dan rerata BMI pada kelompok subyek yang mendapatkan haloperidol intramuskular 21,5 (SD 1,8) dengan P = 0,580 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan BMI yang bermakna terhadap kelompok yang mendapat aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular.

Tabel 4.3. Karakteristik skor PANSS-EC saat pertama kali diperiksa

Aripiprazol i.m Haloperidol i.m P

0 jam n mean SD n mean SD

PANSS-EC 30 29,4 2,8 30 28,3 2,6 0,130

Tabel 4.3. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi yang mendapatkan aripiprazol intramuskular adalah sebesar 29,4 (SD 2,8) sedangkan yang mendapatkan haloperidol intramuskular adalah sebesar 28,3 (SD 2,6).

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi pada saat pertama sekali diperiksa diperoleh nilai P = 0,130(P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan yang bermakna terhadap skor PANSS-EC pada saat pertama sekali pasien skizofrenik dengan agitasi diperiksa pada masing-masing kelompok.

Tabel 4.4. Karakteristik tingkat keparahan agitasi saat pertama kali diperiksa Tingkat keparahan

Agak berat Berat Sangat berat 0 jam

n (%) n (%) n (%)

P

Aripiprazol i.m. 3 (10) 18 (60) 9 (30)

Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa tingkat keparahan agitasi subyek penelitian yang akan mendapat aripiprazol intramuskular dengan kategori agak berat sebanyak 3 orang (10%), berat sebanyak 18 orang (60%), dan sangat berat sebanyak 9 orang (30%). Sedangkan pada tingkat keparahan agitasi subyek penelitian yang mendapat haloperidol intramuskular dengan kategori agak berat sebanyak 4 orang (13,3%), berat sebanyak 21 orang (70%), dan sangat berat sebanyak 5 orang (16,7%). Dengan menggunakan uji statistik chi-square test terhadap tingkat keparahan agitasi saat pertama sekali diperiksa didapatkan hasil P = 0,468 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan bermakna tingkat keparahan agitasi pada pasien skizofrenik yang akan mendapat aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular.

Tabel 4.5. Rerata dosis aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular

Rerata dosis (mg) SD Aripiprazol intramuskular

Haloperidol intramuskular

9,75 0 6 2,03

Tabel 4.5. memperlihatkan bahwa rerata dosis aripiprazol intramuskular adalah sebesar 9,75 mg (SD 0), sedangkan rerata dosis haloperidol intramuskular sebesar 6 mg (SD 2,03).

Tabel 4.6. Perubahan skor PANSS-EC setelah 2 jam diinjeksi PANSS-EC

2 jam n Mean SD P

Aripiprazol i.m. 30 13,1 1,8

Haloperidol i.m 30 15,8 4,0 0,001

Dari tabel 4.6. dapat dilihat bahwa rerata skor PANSS-EC pada pasien yang mendapatkan aripiprazol intramuskular adalah sebesar 13,1 (SD 1,8) sedangkan haloperidol intramuskular

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 2 jam pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular diperoleh nilai P = 0,001 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah pemberian aripiprazol intramuskular dibandingkan dengan pemberian haloperidol intramuskular setelah 2 jam.

Tabel 4.7. Perubahan tingkat keparahan agitasi dalam 2 jam setelah injeksi Tingkat keparahan

Ringan Sedang Agak berat 2 jam

n (%) n (%) n (%)

P

Aripiprazol i.m. 28 (93,3) 2 (6,7) 0 0

Haloperidol i.m. 20 (66,7) 4 (13,3) 6 (20) 0,018

Tabel 4.7. memperlihatkan bahwa dalam waktu 2 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat aripiprazol intramuskular, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 28 orang (93,3%) dan tingkat keparahan sedang menjadi 2 orang (6,7%), sedangkan 30 orang pasien yang mendapat haloperidol intramuskular jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 20 orang (66,7%), tingkat keparahan sedang menjadi 4 orang (13,3%) dan tingkat keparahan agak berat menjadi 6 orang (20%). Dengan menggunakan uji statistik chi-square test

terhadap perubahan tingkat keparahan agitasi dalam waktu 2 jam setelah pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular didapatkan hasil P = 0,018 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 2 jam setelah diberikan aripiprazol intramuskular dijumpai perubahan tingkat keparahan agitasi yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol intramuskular.

Tabel 4.8. Perubahan skor PANSS-EC setelah 4 jam diinjeksi PANSS-EC 4 jam n Mean SD P Aripiprazol i.m. 30 8,1 1,1 Haloperidol i.m 30 9,3 1,9 0,006

Dari tabel 4.8. dapat dilihat bahwa rerata skor PANSS-EC pada pasien yang mendapatkan aripiprazol intramuskular adalah sebesar 8,1 (SD 1,1) sedangkan haloperidol intramuskular adalah sebesar 9,3 (SD 1,9).

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 4 jam pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular diperoleh nilai P = 0,006 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah pemberian aripiprazol intramuskular dibandingkan dengan pemberian haloperidol intramuskular setelah 4 jam.

Tabel 4.9. Perubahan tingkat keparahan agitasi dalam 4 jam setelah injeksi Tingkat keparahan Minimal Ringan 4 jam n (%) n (%) P Aripiprazol i.m. 26 (86,7) 4 (13,3) Haloperidol i.m. 19 (63,3) 11 (36,7) 0,037

Tabel 4.9. memperlihatkan bahwa dalam waktu 4 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat aripiprazol intramuskular, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal sebesar 26 orang (86,7%) dan tingkat keparahan ringan menjadi 4 orang (13,3%), sedangkan 30 orang pasien yang mendapat haloperidol intramuskular, jumlah pasien dengan tingkat keparahan

minimal sebesar 19 orang (63,3%) dan tingkat keparahan ringan menjadi 11 orang (36,7%). Dengan menggunakan uji statistik chi-square test terhadap perubahan tingkat keparahan agitasi dalam waktu 4 jam setelah pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular didapatkan hasil P = 0,037 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 4 jam setelah diberikan aripiprazol intramuskular dijumpai perubahan tingkat keparahan agitasi yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol intramuskular.

Tabel 4.10. Perubahan skor PANSS-EC setelah 24 jam diinjeksi PANSS-EC

24 jam n Mean SD P

Aripiprazol i.m. 30 6,8 0,8

Haloperidol i.m 30 7,5 1,1 0,012

Dari tabel 4.10. dapat dilihat bahwa rerata skor PANSS-EC pada pasien yang mendapatkan aripiprazol intramuskular adalah sebesar 6,8 (SD 0,8) sedangkan haloperidol intramuskular adalah sebesar 7,4 (SD 1,1).

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 24 jam pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular diperoleh nilai P = 0,012 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah pemberian aripiprazol intramuskular dibandingkan dengan pemberian haloperidol intramuskular setelah 24 jam.

Tabel 4.11. Perubahan tingkat keparahan agitasi dalam 24 jam setelah injeksi Tingkat keparahan

Minimal 24 jam

Aripiprazol i.m. 30 (100) Haloperidol i.m. 30 (100)

Tabel 4.11. memperlihatkan bahwa dalam waktu 24 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat aripiprazol intramuskular, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 30 orang (100%) , sama halnya dengan 30 orang pasien yang mendapat haloperidol intramuskular, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 30 orang (100%) . Data ini tidak dianalisis karena setelah 24 jam pemberian aripiprazol intramuskular dan haloperidol intramuskular menunjukkan hasil yang sama yaitu tingkat keparahan minimal.

Tabel 4.12. Efek samping distonia akut setelah diberi injeksi

Aripiprazol i.m. Haloperidol i.m. Efek samping

n (%) n (%) Ada 0 (0) 7 (100) Tidak ada 30 (56,6) 23 (43,4)

Tabel 4.12. memperlihatkan bahwa dari 30 orang yang mendapatkan aripiprazol intramuskular tidak ada satupun yang menunjukkan efek samping distonia akut, sedangkan dari 30 orang yang mendapatkan haloperidol intramuskular yang mengalami efek samping distonia akut sebesar 7 orang (100%).

Dokumen terkait