• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subjek penelitian ini adalah 40 pasien dewasa yang telah selesai melakukan

perawatan ortodonti Klas II. Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok pencabutan sebanyak 22 sampel, 4 orang laki-laki (18,20%) dan 18 orang

perempuan (81,80%), dan kelompok tanpa pencabutan sebanyak 18 sampel, 3 orang

laki-laki (16,70%) dan 15 orang perempuan (83,30%), seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Proporsi besar sampel maloklusi Klas II pasien dewasa kasus pencabutan dan tanpa pencabutan berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin

Kelompok

Total Pencabutan Tanpa Pencabutan

n % n % n %

Laki-laki 4 18.20 3 16.70 7 17.50 Perempuan 18 81.80 15 83.30 33 82.50 Total 22 100.00 18 100.00 40 100.00

Tabel 5. Proporsi besar sampel maloklusi Klas II pasien dewasa kasus pencabutan dan tanpa pencabutan berdasarkan usia

Usia (tahun)

Kelompok

Total Pencabutan Tanpa Pencabutan

n % n % n % 18 9 40.90 8 44.40 17 42.50 19 4 18.20 2 11.10 6 15.00 20 1 4.50 4 22.20 5 12.50 21 3 13.60 1 5.60 4 10.00 22 1 4.50 0 0.00 1 2.50 23 2 9.10 0 0.00 2 5.00 24 1 4.50 3 3.00 4 10.00 26 1 4.50 0 0.00 1 2.50 Total 22 100.00 18 100.00 40 100.00

Pada masing-masing sampel dilakukan perhitungan perubahan Indeks

Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan dari hasil pengukuran 5 sudut yaitu

FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan.

Perhitungan dilakukan oleh dua operator yang berbeda untuk melihat seberapa besar

tingkat keakuratan peneliti dalam menilai gambaran sefalometri. Penapakan

dilakukan satu kali pada kelima sudut tersebut. Dari keseluruhan sampel, kemudian

dilakukan uji reabilitas diantara kedua operator dan diperoleh angka 0,94

menunjukkan bahwa pengukuran operator pertama dan operator kedua tidak jauh

berbeda.

Untuk mengetahui distribusi normal dari data yang diperoleh, dilakukan uji

normalitas Shapiro-Wilk Test. Hasilnya menunjukkan bahwa data kelompok

pencabutan dan tanpa pencabutan terdistribusi normal. Data deskripitif dengan

perhitungan derajat kemaknaan α=0,05. Analisa data dengan uji T-test dilakukan untuk data secara keseluruhan dengan menggunakan program SPSS (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai Rerata dan simpangan baku Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan

Variabel N Perlakuan Selisih

Rerata p Sebelum X ± SD (°) Sesudah X ± SD (°)

Indeks

Probabilitas 40 47.975 ± 29.9303 54.386 ± 30.8977 -6.411 0.221

*Keterangan p<0.05

Pada Tabel di atas didapat rerata Indeks Probabilitas sebelum perawatan

47.975 ± 29.9303 dan sesudah perawatan 54.386 ± 30.8977 dan hasil tersebut

dan sesudah perawatan. Selanjutnya dilakukan uji T-test untuk melihat perbedaan

rerata dan simpangan baku Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan pada

kasus pencabutan dan tanpa pencabutan (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai Rerata dan simpangan baku Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan.

Variabel n Perlakuan Selisih Rerata p Sebelum X ± SD (°) Sesudah X ± SD (°) Pencabutan 22 55.432 ± 35.1731 54.386 ± 30.8977 1.046 0.770 Tanpa Pencabutan 18 38,861 ± 19.1563 47.361 ±22.8433 -8.5 0.031* *Keterangan p<0.05

Pada Tabel 7 rerata Indeks Probabilitas dan simpangan baku sebelum dan

sesudah perawatan pada kasus pencabutan adalah 55.432 ± 35.1731 dan 54.386 ±

30.8977. Hasil uji T-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

antara rerata Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan dengan nilai

p=0.770. Pada kasus tanpa pencabutan didapat rerata Indeks Probabilitas sebelum dan

sesudah perawatan yaitu 38,861 ± 19.1563 dan 47.361 ± 22.8433 dan hasilnya

menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.031(p<0.05).

Selanjutnya pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan dilakukan uji T-test

untuk melihat perbedaan dari pengukuran lima sudut yaitu FMA, ANB, FMIA,

OCC PL dan ANB yang diukur dalam menentukan nilai Indeks Probabilitas (Tabel 8

Tabel 8. Rerata perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB sebelum dan sesudah perawatan kasus pencabutan

Variabel n Perlakuan Selisih

Rerata p Sebelum X ± SD (°) Sesudah X ± SD (°) FMA 22 28.477 ± 5.7971 28.273 ± 5.6521 0.204 0.626 ANB 22 5.955 ± 1.1538 5.614 ± 1.4136 0.341 0.122 FMIA 22 49.705 ± 6.5149 49.727 ± 5.9676 -0.022 0.988 OCC PL 22 9.864 ± 3.5193 10.114 ± 3.0897 -0.247 0.552 SNB 22 78.273 ± 2.3741 78.409 ± 2.3886 -0.135 0.540 Keterangan : *signifikan (p<0,05)

Pada kasus pencabutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara

kelima sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL, ANB sebelum dan sesudah perawatan

(p<0.05).

Tabel 9. Rerata perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB sebelum dan sesudah perawatan kasus tanpa pencabutan

Variabel n Perlakuan Selisih Rerata p Sebelum X ± SD (°) Sesudah X ± SD (°) FMA 18 26.889 ± 6.2745 26.139 ± 5.7081 0.75 0.114 ANB 18 5.028 ± 0.6746 4.972 ± 1.1940 0.056 0.767 FMIA 18 53.278 ± 4.0737 48.278 ± 4.8026 5 0.000* OCC PL 18 10.111 ± 3.2293 9.722 ± 2.5965 0.389 0.442 SNB 18 79.639 ± 2.8636 79.694 ± 2.8447 -0.01 0.848 Keterangan : *signifikan (p<0,05)

Pada kasus tanpa pencabutan terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata

perubahan sudut FMIA sebelum dan sesudah perawatan yaitu 53.278 ± 4.0737 dan

48.278 ± 4.8026 dengan nilai p=0.000 (p<0.05). Sementara ke empat sudut lainnya

tidak menunjukkan rerata perubahan sudut yang signifikan (p<0.05).

Gambar 13 adalah diagram yang menggambarkan perubahan dari kelima

sudut antara kasus pencabutan dan tanpa pencabutan sebelum dan sesudah perawatan

kenaikan sedangkan pada kasus pencabutan FMIA menjadi lebih kecil setalah

dilakukan perawatan. Perubahan juga terlihat pada kasus tanpa pencabutan OCC PL

setelah perawatan menjadi lebih besar dari pada sebelum perawatan.

Gambar 13. Diagram batang perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan ANB sebelum dan sesudah perawatan pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 pencabutan tanpa pencabutan be sar su du t

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain eksperimental Kuasi.26

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan Indeks Probabilitas sebelum

dan sesudah perawatan dari kasus pencabutan dan tanpa pencabutan dengan

pengukuran lima sudut yaitu FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan ANB serta

perubahannya sebelum dan sesudah perawatan dengan menggunakan radiografi

sefalometri lateral. Penelitian ini mengacu pada riset yang dilakukan Jim Gramling

yang merupakan direktur riset dari yayasan Charles H. Tweed. Gramling

mengumpulkan banyak sampel maloklusi Klas II yang berhasil dan tidak berhasil

dirawat, yang semuanya dirawat oleh anggota dari yayasan tersebut dan dari hasil

risetnya dia memformulasikan suatu Indeks Probabilitas. Indeks Probabilitas

Gramling didasarkan pada pemikiran bahwa pengendalian sudut FMA, ANB, FMIA,

dataran oklusal dan sudut SNB adalah kunci bagi keberhasilan atau kegagalan

perawatan ortodonti pada maloklusi Klas II 13,20

Indeks Probabilitas Gramling merupakan suatu metode untuk meningkatkan

suatu diagnosis dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan berdasarkan pada

pengamatan dan perhitungan terperinci dari radiografi sefalometri. Singkatnya,

semakin besar pengurangan Indeks Probabilitas dari suatu maloklusi Klas II, semakin

baik metode perawatannya. Pada penelitian ini didapat penurunan indeks probablitas

35.1731 dan rerata Indeks Probabilitas sesudah perawatan 54.386 ± 30.8977, disini

terjadi pengurangan Indeks Probabilitas sebesar 1.046, sedangkan pada kasus tanpa

pencabutan terjadi peningkatan nilai rerata Indeks Probabilitas dari 38,861 ± 19.1563

menjadi 47.361 ± 22.8433 terjadi kenaikan sebesar 8,5. Namun dari peningkatan

rerata Indeks Probabilitas yang terjadi masih dalam kategori prognosis baik. Ini

menandakan bahwa rata-rata kasus Klas II yang dirawat di Klinik FKG Ortodonti

memiliki kriteria ringan-sedang.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini didapat bahwa rerata Indeks Probabilitas

pada kasus pencabutan sebelum dan sesudah perawatan tidak berbeda secara

signifikan. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan tetapi pada kasus

pencabutan Indeks Probabilitas menurun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi

perubahan yang positif dari perawatan maloklusi Klas II dengan pencabutan. Hasil ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gramling bahwa pada sampel

yang berhasil terjadi pengurangan Indeks Probabilitas, semakin besar

pengurangannya semakin baik metode perawatan yang digunakan.13

Germec dkk menyatakan bahwa pada kasus maloklusi Klas II kelompok

pencabutan menunjukkan posisi bibir atas dan bibir bawah lebih retrusif 1-1,5mm

dibandingkan dengan kelompok tanpa pencabutan. Kelompok pencabutan juga

menunjukkan insisivus bawah yang lebih retroklinasi. 27

Sedangkan pada kasus tanpa pencabutan Indeks Probabilitas sebelum dan

seginifikan. Didapat perbedaan yang signifikan antara rerata perubahan sudut FMIA

sebelum dan sesudah perawatan yaitu 53.278 ± 4.0737 dan 48.278 ± 4.8026 dengan

nilai p=0.000 (p<0.05). Hal ini disebabkan karena perawatan tanpa pencabutan hanya

mengoreksi dental dan perbaikan lengkung, sehingga untuk mendapatkan ruangan

akan memaksa gigi insisivus lebih flaring. Tweed mengatakan bahwa nilai normal

FMIA adalah 68˚ yang didapat dari aksis insisivus mandibula terhadap dataran

Frankfort.8 FMIA berfungsi sebagai indikator yang baik dari kesimbangan fasial

yang telah dibuktikan selama 50 tahun. Sudut FMIA juga berkaitan dengan sudut

IMPA yang merupakan panduan dalam mempertahankan atau memposisikan gigi

insisivus mandibula pada dasar tulang basal. Sudut IMPA standar adalah 87˚ -90˚ mengindikasikan posisi insisivus mandibula yang tegak dan normal serta

menunjukkan keseimbangan dan harmonisasi profil wajah bawah. Jika IMPA

semakin besar maka sudut FMIA semakin kecil maka stabilitas perawatan kurang

baik. 4,8,24

Paquette dkk dalam penelitiannya membandingkan hasil perawatan antara

kasus pencabutan dan tanpa pencabutan menunjukkan bahwa kelompok tanpa

pencabutan terjadi peningkatan posisi insisivus yang lebih protrusi sejauh 2 mm pada

insisivus atas dan insisivus bawah.28 Sedangkan Tweed memperkenalkan filosofi

penegakan insisivus mandibula untuk mempertahankan stabilitas gigi geligi setelah

perawatan agar tercapai keseimbangan dan harmonisasi wajah yang baik. Dia juga

kesehatan dan fungsi geligi, dengan kata lain sebaiknya insisivus mandibula tidak

diproklinasikan saat mengoreksi crowding atau perbaikan kurva Spee. 8,14,15,19,20,24

Dapat diasumsikan bahwa pada kasus maloklusi Klas II yang dirawat tanpa

pencabutan akan menghasilkan gigi yang lebih flaring sehingga memiliki

kecenderugan hasil perawatan menjadi kurang stabil bila dibandingkan dengan

perawatan dengan pencabutan. Namun Stephen dkk mengatakan bahwa relaps yang

terjadi tidak dapat dilihat melalui pengukuran sefalometri, karena relaps yang terjadi

lebih kepada irreguleritas dari insisivus rahang bawah yang hanya dapat terlihat

melalui pemeriksaan klinis dan model studi. Hal ini kemungkinan lebih banyak

terjadi pada kasus tanpa pencabutan, karena posisi insisivus yang dipaksakan.29

Untuk masing-masing perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB

pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan didapat bahwa pada kasus pencabutan

FMA tetap, ANB tetap, FMIA sedikit meningkat, OCC PL sedikit meningkat dan

SNB tetap. Sedangkan pada kasus tanpa pencabutan FMA tetap, ANB tetap, FMIA

menurun dan SNB tetap (Tabel 7). Pada penelitian Gramling, hasil penelitian dari

perawatan yang berhasil dan gagal diperbandingkan terlihat bahwa pada sampel yang

berhasil, FMA berkurang, FMIA meningkat, dan IMPA menurun. Pada sampel yang

gagal, FMA meningkat, FMIA menurun dan IMPA meningkat, sudut SNB tetap sama

untuk kedua sampel.4,13 Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Levern Merrifield dkk,

1994 yang mengatakan maloklusi Klas II berhasil dikoreksi ketika FMA

BAB 6

Dokumen terkait