PERUBAHAN NILAI INDEKS PROBABILITAS
GRAMLING PADA PASIEN MALOKLUSI KLAS II
YANG DIRAWAT DENGAN PENCABUTAN DAN
TANPA PENCABUTAN DI RSGMP FKG USU
TESIS
SANDRA MEGA
097160004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERUBAHAN NILAI INDEKS PROBABILITAS
GRAMLING PADA PASIEN MALOKLUSI KLAS II
YANG DIRAWAT DENGAN PENCABUTAN DAN
TANPA PENCABUTAN DI RSGMP FKG USU
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Ortodonti (Sp.Ort) Dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Oleh
SANDRA MEGA
097160004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
Judul Tesis : : Perubahan Nilai Indeks s
Nama mahasiswa : Sandra Mega
Nomor Induk Mahasiswa : 097160004
Program studi : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti
Menyetujui
Pembimbing :
Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K) Amalia Oeripto, drg., MS.,Sp.Ort (K) Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Sekretaris Program Studi, Dekan,
Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort(K) Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort Perubahan Nilai Indeks Probabilitas Gramling pada
Pasien Maloklusi Klas II yang Dirawat dengan
Pencabutan dan Tanpa Pencabutan Di RSGMP
Tanggal Lulus :
Telah diuji
Pada Tanggal : 29 Oktober 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Penguji I : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K)
Penguji II : Amalia Oeripto, drg., MS., Sp.Ort(K)
Penguji III : Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort(K)
PERNYATAAN
PERUBAHAN NILAI INDEKS PROBABILITAS
GRAMLING PADA PASIEN MALOKLUSI KLAS II
YANG DIRAWAT DENGAN PENCABUTAN DAN
TANPA PENCABUTAN DI RSGMP FKG USU
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak pernah terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 29 Oktober 2014
Sandra Mega
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Gigi dari Universitas Sumatera
Utara.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
2. Erna Sulistyawai, drg., Sp,Ort(K) selaku pembimbing utama penulis yang
telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan
kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Amalia Oeripto, drg., MS., Sp.Ort(K) selaku pembimbing anggota yang
telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan
kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Muslim Yusuf, drg., Sp,Ort(K) dan Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K)
selaku tim penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis
5. Dr. Putri Chairani Eyanoer, MS., CM-FM atas bantuan dan bimbingannya
dalam analisa statistik hasil penelitian.
6. Teman-teman Angkatan VI yaitu Christian, Tannadi Yudi, Dortia dan
Salviah. Teman-teman terbaik yang selalu memberikan dukungan dan semangat:
Adianti, Meity, Hilda Shandika, Lanna, dan seluruh PPDGS angkatan 2010-2014.
7. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Gusril Gaus dan Ibunda Mesdewati Chaidir
yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat
dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
suami Moch. Ichsan Erwin, SE, ananda tersayang Siti Syabillandra Ichsan dan Siti
Fatimah Ichsan atas kasih sayang, kesabaran dan doa, dukungan dan semangatnya
hingga tesis ini selesai. Kakanda (alm) Yati Purnama Sari, Adinda Budi Hendrawan
dan M. Reza Abdi serta segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Kedokteran gigi.
Medan, 29 Oktober 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Sandra Mega
Keterangan Pribadi
Alamat Tempat Tinggal : Jl Hokki no 30 Medan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Kontak : 0819641794
Nama Ayah : Gusril Gaus
Nama Ibu : Mesdewati Chaidir
Suami : Moch. Ichsan Erwin, SE
Anak ke-1 : Siti Syabillandra Ichsan
Anak ke-2 : Siti Fatimah Ichsan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Golongan / Pangkat : III-c
NIP : 19810224 201001 2 015
Sekolah Dasar : SD Swasta Al-Ulum Medan (1987-1993)
Pendidikan Formal
Sekolah Menengah : SMP Negeri 3 Medan
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Medan
Fakultas Kedokteran Gigi : Universitas Sumatera Utara (1999-2004)
ABSTRAK
Maloklusi Klas II merupakan maloklusi yang paling sulit dalam perawatan ortodonti. Penanganannya dapat dilakukan dengan cara modifikasi pertumbuhan, perawatan kamuflase dan kombinasi dengan bedah ortognati. Evaluasi hasil perawatan dapat dinilai dengan menggunakan berbagai indeks salah satunya adalah Indeks Probabilitas Gramling. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan skor Indeks Probabilitas Gramling sebelum dan sesudah perawatan dengan pencabutan dan tanpa pencabutan. Sampel penelitian adalah radiografi sefalometri dari pasien maloklusi Klas II pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan yang telah selesai dirawat. Indeks Probabilitas Gramling sebelum dan sesudah perawatan diukur melalui lima sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL, dan SNB dan kemudian dibandingkan. Hasil uji T menunjukkan bahwa pada kasus pencabutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.770. Sedangkan pada kasus tanpa pencabutan hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.031(p<0.05). Dengan demikian Indeks Probabilitas Gramling dapat digunakan dalam proses diagnosis dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan.
ABSTRACT
Class II malocclusion was the most difficult malocclusion to be treated. Its treatment can be done by growth modification, camouflage treatment and combination with orthognatic surgery. Treatment evaluation can be measured with various of Index including Probability Index of Gramling.The aim of this study was to compare score of Probability Index of Gramling before and after treatment with and without extraction. Sample of this study was cephalometric radiograph of Class II malocclusion patient that have finished their treatment with and without extraction. The Probability Index of Gramling before and after treatment were measured through by five selected angle FMA, ANB, FMIA, OCC PL and SNB, and compared it. T-test dependent showed that were no significant differences in extraction case (p=0,770). Non extraction case showed a significant differences with p=0,031(p<0,05). It can be concluded that Probability Index of Gramling can be used in diagnostic process, prognosis, and treatment result evaluation
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Gigi dari Universitas Sumatera
Utara.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak
mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
8. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
9. Erna Sulistyawai, drg., Sp,Ort(K) selaku pembimbing utama penulis yang
telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan
kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
10. Amalia Oeripto, drg., MS., Sp.Ort(K) selaku pembimbing anggota
yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan
kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
11. Muslim Yusuf, drg., Sp,Ort(K) dan Nurhayati Harahap, drg.,
Sp.Ort(K) selaku tim penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan
12. dr. Putri Chairani Eyanoer, MS., CM-FM yang telah membantu dan
membimbing dalam analisa statistik dan hasil penelitian.
13. Teman-teman Angkatan VI yaitu Christian, Tannadi Yudi, Dortia dan
Salviah. Teman-teman terbaik yang selalu memberikan dukungan dan semangat:
Adianti, Meity, Hilda Shandika, Lanna, dan seluruh PPDGS angkatan 2010-2014.
14. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Gusril Gaus dan Ibunda Mesdewati
Chaidir yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa,
semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada suami Moch. Ichsan Erwin, SE, ananda tersayang Siti Syabillandra Ichsan dan
Siti Fatimah Ichsan atas kasih sayang, kesabaran dan doa, dukungan dan semangatnya
hingga tesis ini selesai. Kakanda (alm) Yati Purnama Sari, adinda Budi Hendrawan
dan M. Reza Abdi serta segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Kedokteran gigi
khususnya bidang ortodonti.
Medan, 29 Oktober 2014
RIWAYAT HIDUP
Nama : Sandra Mega
Keterangan Pribadi
Alamat Tempat Tinggal : Jl Hokki no 30 Medan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Kontak : 0819641794
Nama Ayah : Gusril Gaus
Nama Ibu : Mesdewati Chaidir
Suami : Moch. Ichsan Erwin, SE
Anak ke-1 : Siti Syabillandra Ichsan
Anak ke-2 : Siti Fatimah Ichsan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Golongan / Pangkat : III-c
NIP : 19810224 201001 2 015
Sekolah Dasar : SD Swasta Al-Ulum Medan (1987-1993)
Pendidikan Formal
Sekolah Menengah : SMP Negeri 3 Medan
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Medan
Fakultas Kedokteran Gigi : Universitas Sumatera Utara (1999-2004)
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN ………..
1.1 Latar Belakang ………. 1.2 Rumusan Masalah ……… 1.3 Hipotesa Penelitian ……… 1.4 Tujuan Penelitian ………. 1.5 Manfaat Penelitian………
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……….
2.1 Maloklusi Klas II ……….. 2.2 Etiologi Maloklsi Klas II…….………. 2.3 Klasifikasi Maloklusi Klas II ………
2.3.1 Maloklusi Klas II divisi 1………. 2.3.2 Maloklusi Klas II divisi 2……….. ……….. 2.4 Penatalaksanaan Maloklusi Klas II ……….…… 2.5 Indeks Probabilitas Gramling……….. 2.6 Titik dan Garis yang digunakan pada Indeks Probabiltas……….. 2.7 Sudut yang digunakan dalam pengukuran Indeks Probablitas
Gramling ………. 2.7.1 FMA (Frankfort Mandibular Angle) …………... 2.7.2 ANB ……… 2.7.3 FMIA (Frankfort Mandibular Incisor Angle) ……… 2.7.4 OCC PL ( Occlusal Plane )…….……..……….. 2.7.5 SNB ………..………... 2.8 Kerangka Teori ………. 2.9 Kerangka Konsep………..
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN……….
3.1 Desain Penelitian ………. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 3.3.1 Populasi Penelitian ………. 3.5 Hubungan Antar Variabel ………. 3.6 Definisi Operasional ………. 3.7 Alat dan Bahan ………. 3.7.1 Alat ……… 3.7.2 Bahan ……… 3.8 Cara Penelitian ……….. 3.9 Analisa data ………
BAB 4. HASIL PENELITIAN………..
BAB 5. PEMBAHASAN………..
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………..
DAFTAR TABEL
Halaman
No. Judul
1. Indeks Probabilitas Gramling ...…………...
2. Kriteria Indeks Probabilitas Gramling...…………...
3. Contoh perhitungan Indeks Probabilitas Gramling ………
4. Proporsi besar sampel maloklusi Klas II pada pasien dewasa kasus
pencabutan dan tanpa pencabutan berdasarkan jenis kelamin ………
5. Proporsi besar sampel maloklusi Klas II pada pasien dewasa kasus
pencabutan dan tanpa pencabutan berdasarkan usia……….
6. Nilai Rerata dan simpangan baku indeks probabilitas sebelum dan
sesudah perawatan ………..
7. Nilai Rerata dan simpangan baku indeks probabilitas sebelum dan
sesudah perawatan pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan……….
8. Rerata perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB
sebelum dan sesudah perawatan kasus pencabutan ……….
9. Rerata perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB
sebelum dan sesudah perawatan kasus tanpa pencabutan………
DAFTAR GAMBAR
Halaman
No. Judul
1. Klas II Angle ……..………...
2. Klas II skeletal... ………..
3. Sudut-sudut yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling…...
4. Titik-titik referensi pada sefalogram lateral yang digunakan pada indeks
Probabilitas Gramling ... ...
5. Bidang pada sefalogram lateral lateral yang digunakan pada indeks
Probabilitas Gramling ... ...
6. FMA (Frankfort Mandibular Angle), FMIA (Frankfort Mandibular
Incisor Angle), IMPA (Incisor Mandibular Plane Angle)………..
7. Nilai normal sudut ANB 1-5°……….
8. FMIA. Tweed menggunakan FMIA sebagai indikator keseimbangan wajah....
9. Nilai normal OCC PL adalah 8°-12°±2° ………
10. Nilai normal SNB 78°-82°………...
11. Bahan dan alat penelitian………..………..
12. Pengukuran sefalometri metode Gramling ……….
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
No. Judul
1. Data hasil penelitian ………
2. Hasil Uji Statistik ………
3. Hasil Uji T-test……… 48
50
ABSTRAK
Maloklusi Klas II merupakan maloklusi yang paling sulit dalam perawatan ortodonti. Penanganannya dapat dilakukan dengan cara modifikasi pertumbuhan, perawatan kamuflase dan kombinasi dengan bedah ortognati. Evaluasi hasil perawatan dapat dinilai dengan menggunakan berbagai indeks salah satunya adalah Indeks Probabilitas Gramling. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan skor Indeks Probabilitas Gramling sebelum dan sesudah perawatan dengan pencabutan dan tanpa pencabutan. Sampel penelitian adalah radiografi sefalometri dari pasien maloklusi Klas II pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan yang telah selesai dirawat. Indeks Probabilitas Gramling sebelum dan sesudah perawatan diukur melalui lima sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL, dan SNB dan kemudian dibandingkan. Hasil uji T menunjukkan bahwa pada kasus pencabutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.770. Sedangkan pada kasus tanpa pencabutan hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.031(p<0.05). Dengan demikian Indeks Probabilitas Gramling dapat digunakan dalam proses diagnosis dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan.
ABSTRACT
Class II malocclusion was the most difficult malocclusion to be treated. Its treatment can be done by growth modification, camouflage treatment and combination with orthognatic surgery. Treatment evaluation can be measured with various of Index including Probability Index of Gramling.The aim of this study was to compare score of Probability Index of Gramling before and after treatment with and without extraction. Sample of this study was cephalometric radiograph of Class II malocclusion patient that have finished their treatment with and without extraction. The Probability Index of Gramling before and after treatment were measured through by five selected angle FMA, ANB, FMIA, OCC PL and SNB, and compared it. T-test dependent showed that were no significant differences in extraction case (p=0,770). Non extraction case showed a significant differences with p=0,031(p<0,05). It can be concluded that Probability Index of Gramling can be used in diagnostic process, prognosis, and treatment result evaluation
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan
rencana perawatan yang tepat untuk mendapatkan hasil maksimal. 1-5 Maloklusi Klas
II merupakan maloklusi yang paling sering dijumpai dalam perawatan ortodonti yang
ditandai dengan prognasi maksila dan mandibula normal, retrognasi mandibula dan
maksila normal, ataupun kombinasi dari keduanya. Profit mengatakan sekitar 80%
dari ras Kaukasia pada pasien maloklusi Klas II memiliki mandibula yang retrognasi,
sedangkan sekitar 20% maksila yang prognasi. 1,2,5-7
Penanganan maloklusi Klas II dapat dilakukan dengan cara modifikasi
pertumbuhan yaitu menghambat pertumbuhan maksila dan di saat yang sama
merangsang pertumbuhan mandibula. Perawatan ini hanya dapat dilakukan pada
masa pertumbuhan dengan piranti fungsional. Pada pasien dewasa diskrepansi
skeletal dapat dikamuflase dengan pergerakan gigi secara ortodonti dengan atau tanpa
pencabutan. Pada kasus dengan diskrepansi yang sangat berat, pilihan perawatan
terbaik adalah kombinasi perawatan ortodonti dengan bedah ortognatik. 3,7-11
Pada umumnya pasien menolak dilakukan perawatan pembedahan, walaupun
terdapat diskrepansi sagital yang berat sehingga tindakan pencabutan gigi merupakan
pilihan perawatan untuk menutupi diskrepansi skeletal. Dengan dilakukan tindakan
perubahan profil wajah, bibir yang kompeten, stabilitas hasil perawatan dan
peningkatan kepercayaan diri pasien serta kualitas hidup. 6,7
Klasifikasi maloklusi diperlukan untuk mengelompokkan maloklusi agar lebih
mudah mengingat gambaran suatu maloklusi, namun demikian klasifikasi maloklusi
tidak dapat menggambarkan kompleksitas maloklusi secara objektif. Kesulitan suatu
kasus dipengaruhi oleh keilmuan, pengalaman dan keterampilan operator, serta
piranti dan teknik yang digunakan. Diperlukan suatu indeks untuk dapat
menggambarkan kompleksitas suatu maloklusi secara objektif berupa kategori atau
numerik. 5,12
Gramling mengembangkan suatu indeks yang dinamakan Indeks Probabilitas
yang merupakan suatu metode untuk meningkatkan suatu diagnosis dan prognosis
serta evaluasi hasil perawatan berdasarkan pada pengamatan dan perhitungan
terperinci dari gambaran sefalometri.13 Penelitian Gramling menggunakan lima
pengukuran sefalometri kranial dan dental. Lima sudut yang dipilih adalah (1) sudut
dataran mandibula Frankfort (FMA); (2) sudut titik A-Nasion-titik B (ANB); (3)
sudut dataran oklusal, dataran Frankfort; (4) sudut Frankfort-Insisivus mandibula
(FMIA) (5) sudut sella-nasion-titik B. Gramling menyatakan nilai rerata untuk
keberhasilan suatu perawatan yaitu FMA harus memiliki nilai 20-30°; ANB 6° atau
kurang; OCC PL 7° atau kurang; FMIA 60° atau lebih dan SNB 80° atau lebih.13-15
Penelitian Gramling menunjukkan distribusi Indeks Probabilitas pada
enam memiliki indeks lebih besar dari 80. Rerata Indeks Probabilitiasnya
adalah 54.13,14
Distribusi Indeks Probabilitas pada 40 sampel Klas II yang kurang berhasil
dikoreksi, terdapat 16 kasus lebih besar dari 100 dengan Indeks Probabilitas tertinggi
adalah 222. Dua pertiga dari kasus tersebut memiliki Indeks Probabilitas lebih dari
80. Rerata Indeks Probabilitasnya adalah 98. 13,15
Observasi lain menemukan rerata Indeks Probabilitas di sampel berhasil
berubah dari 54 menjadi 36 melalui perawatan ortodonti atau perbaikan 65%.
sedangkan pada sampel kurang berhasil rerata Indeks Probabilitas sebelum perawatan
adalah 98 dan sesudah perawatan adalah 96. Hanya sedikit terjadi perubahan dari
hasil perawatan ortodonti. 13-15
Gramling menyimpulkan Indeks Probabilitas tidak hanya berguna dalam
memprediksi kemampuan perbaikan suatu maloklusi Klas II, namun juga bermanfaat
dalam mengevaluasi kinerja ortodontis dalam perawatan ortodonti Klas II.
Singkatnya, semakin besar pengurangan Indeks Probabilitas dari suatu maloklusi
Klas II, semakin baik metode perawatannya. 13
Pada penelitian ini penulis ingin melihat perubahan skor Indeks Probabilitas
sebelum perawatan dan sesudah perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan
sesudah perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas II yang dirawat
di RSGMP FKG USU dengan pencabutan.
2. Bagaimana perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan
sesudah perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas II yang dirawat
di RSGMP FKG USU tanpa pencabutan.
3. Bagaimana perbedaan perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan
dan sesudah perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas II yang
dirawat di RSGMP FKG USU dengan pencabutan dan tanpa pencabutan.
1.3 Hipotesa Penelitian
1. Ada perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan sesudah
perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas II yang dirawat di
RSGMP FKG USU dengan pencabutan.
2. Ada perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan sesudah
perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas II yang dirawat di
3. Ada perbedaan perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan
sesudah perawatan berdasarkan 5 sudut pada maloklusi Klas II yang dirawat
di RSGMP FKG USU dengan pencabutan dan tanpa pencabutan.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan
sesudah perawatan pada maloklusi Klas II yang dirawat di RSGMP FKG USU
dengan pencabutan.
2. Mengetahui perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan dan
sesudah perawatan pada maloklusi Klas II yang dirawat di RSGMP FKG USU
tanpa pencabutan.
3. Mengetahui perbedaan perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum perawatan
dan sesudah perawatan pada maloklusi Klas II yang dirawat di RSGMP FKG
USU dengan pencabutan dan tanpa pencabutan
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan menganalisa hasil perawatan maloklusi Klas II, diharapkan hasil ini
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Membantu dalam menegakkan prosedur diagnosis.
2. Sebagai acuan dalam panduan prosedur perawatan.
3. Melihat dan mengevaluasi hasil perawatan ortodonti yang dilakukan di
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan
susunan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan
seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi pengunyahan maupun fungsi
bicara. Maloklusi bukan merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari
perkembangan normal. 1,2,5 Graber (1962) membagi faktor etiologi maloklusi menjadi
faktor umum dan faktor lokal. Faktor umum terdiri dari herediter, kelainan bawaan,
malnutrisi, kebiasaan buruk, postur tubuh, trauma dan faktor lokal terdiri dari
kelainan jumlah, bentuk dan ukuran gigi, premature loss, prolonged retention dan
karies gigi desidui. 1,3,7,16
Maloklusi Klas II merupakan maloklusi yang paling sulit dalam perawatan
ortodonti yang ditandai dengan prognasi maksila dan mandibula normal, retrognasi
mandibula dan maksila normal, ataupun kombinasi dari keduanya. Profit mengatakan
bahwa sekitar 80% dari ras Kaukasia pada pasien maloklusi Klas II memiliki
mandibula yang retrognasi, sedangkan sekitar 20% maksila yang prognasi. 1,2,5-7
2.1 Maloklusi Klas II
Menurut klasifikasi Angle, maloklusi Klas II ditandai dengan tonjol mesio
bukal molar pertama permanen maksila letaknya lebih ke mesial daripada bukal
atau mandibula dengan lengkung giginya terletak lebih ke distal terhadap maksila
(Gambar 1). 1,2,6,11,16,17
Gambar 1: Klas II Angle. 6,11
Relasi skeletal dari maloklusi Klas II ditandai dengan mandibula pada
keadaan oklusi, terletak lebih ke distal daripada maksila. (Gambar 2).18
Gambar 2: Klas II skeletal. 11,18
2.2Etiologi maloklusi Klas II 2-6,18
Kemungkinan akan sulit untuk menentukan secara pasti faktor etiologi dari
setiap tipe maloklusi, faktor yang mungkin berperan terhadap terjadinya maloklusi
Klas II dibagi menjadi 4 bagian yaitu: faktor pre-natal, faktor natal, faktor post natal
• Faktor pre-natal.
1. Genetik dan kongenital : Penelitian yang dilakukan pada orang tua dan
anaknya yang memiliki tipe maloklusi yang sama menunjukkan bahwa
dimensi wajah pada dasarnya ditentukan secara herediter melalui gen. Dengan
demikian dimensi tulang basal yang berperan pada maloklusi Klas II skeletal
merupakan hal yang diwariskan.
2. Obat-obatan tertentu yang diberikan saaat kehamilan dapat menyebabkan
perkembangan yang abnormal yang mengarah pada maloklusi Klas II.
3. Terapi radiasi selama masa kehamilan dapat menjadi faktor penyebab
maloklusi Klas II.
4. Posisi janin pada saat dalam kandungan misalnya tangan yang diletakkan
didepan wajah janin tampaknya akan mempengaruhi pertumbuhan
kraniofasial terutama bila terjadi pada mandibula.
• Faktor Natal
Aplikasi forceps yang tidak tepat saat melahirkan dapat menyebabkan
kerusakan atau fraktur dari kondilus sehingga terjadi pendarahan pada area sendi dan
mungkin dapat menjadi ankilosis atau fibrosis pada daerah temporo mandibular joint
yang mengarah pada terhambatnya pertumbuhan mandibula.
• Faktor Post Natal
Kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan normal
1. Kebiasaan tidur dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dari rahang.
2. Kebiasaan buruk seperti mengisap jari dan menggigit bibir bawah juga dapat
menjadi penyebab maloklusi Klas II.
3. Trauma saat bermain. Setiap trauma pada mandibula yang dapat menyebabkan
kerusakan pada daerah kondilus memiliki potensi untuk menghambat
pertumbuhan mandibula.
4. Terapi radiasi jangka panjang.
5. Penyakit-penyakit tertentu seperti Rheumatoid arthritis juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan mandibula.
6. Penyakit-penyakit lain yang dapat menjadi presdiposisi yang mungkin dapat
mempengaruhi pertumbuhan normal termasuk tonsilitis akut, rhinitis alergi
dan polip nasal.
7. Anomali gigi geligi juga dapat menyebabkan terjadinya maloklusi Klas II,
misalnya kehilangan gigi secara kongenital, malformasi bentuk gigi,
kehilangan dini gigi desidui, dan persistensi.
8. Pada maloklusi Klas II divisi 2, mandibula tidak dapat berkembang karena
retroklinasi insisivus maksila.
• Faktor Fungsional
Berdasarkan teori fungsional matriks ada hubungan antara bentuk anatomis
dan fungsi fisiologis, sehingga kelainan pada hubungan tersebut terutama selama
maloklusi, misalnya bila terjadi kerusakan pada fungsi yang normal seperti fungsi
pernafasan, pola penelanan, posisi lidah dan posisi bibir dapat berperan pada
terjadinya maloklusi.16
2.2 Klasifikasi Maloklusi Klas II
Berdasarkan inklinasi insisivus maloklusi Klas II dibagi atas maloklusi Klas II
divisi 1 dan maloklusi Klas II divisi 2.
2.3.1 Maloklusi Klas II divisi 1
Gambaran khas maloklusi Klas II divisi 1 ditandai dengan hubungan
distooklusi disertai dengan proklinasi insisivus maksila dan retroklinasi insisivus
mandibula. 1-3,6,7,
A. Karakteristik gambaran klinis maloklusi Klas II divisi 1
- Insisivus maksila protrusi
- Mandibula dalam posisi distal sehingga terdapat overjet yang menyolok.
- Adanya gigitan dalam
- Lengkung maksila yang sempit dan palatumnya tinggi.
- Gigi insisivus mandibula yang supraversi, dan jika dalam keadaan oklusi
sentrik terlihat gigi-gigi insisivus mandibula mengenai gingiva di bagian
palatinal dari gigi insivus maksila.
- Relasi bibir yang ditandai dengan keadaan bibir atas terangkat.
- Curve of Spee dalam.
- Relasi molar pertama permanen biasanya Klas II.
- Relasi kaninus permanen Klas II.
B. Gambaran Sefalometri Maloklusi Klas II divisi 1
Maloklusi Klas II divisi 1 ditandai dengan posisi mandibula yang lebih
posterior (retrognasi) dan maksila normal atau maksila yang lebih anterior ( prognasi)
atau kombinasi keduanya sedangkan mandibula normal.18,19 Pertumbuhan maksila
berlebihan atau prognasi ditandai dengan sudut SNA yang lebih besar dari 82°. Pada
Klas II, mandibula kurang berkembang atau retrognasi dengan sudut SNB lebih kecil
dari 80° dan sudut ANB lebih besar dari 4°. Selain penyimpangan rahang, maloklusi
Klas II divisi 1 memiliki kondisi gigi insisivus yang khas berupa proklinasi insisivus
maksila, retroklinasi insisivus mandibula yang dilihat pada pengukuran sudut dan
garis dari I-NA dan I-NB serta sudut interinsisal. Besar sudut I-NA lebih besar dari
22° dan pengukuran linier I-NA memiliki nilai lebih besar dari 4mm. Sedangkan pada
insisivus mandibula sudut I-NB lebih kecil dari 25° serta pengukuran linier I-NB
lebih kecil dari 4mm. Sudut interinsisal memiliki nilai lebih kecil dari 130°.4
2.3.2 Maloklusi Klas II divisi 2
Gambaran maloklusi Klas II divisi 2 yaitu insisivus sentral atas retroklinasi
sedangkan insisivus lateral bisa retrokliniasi ataupun proklinasi.
A. Karakteristik gambaran klinis maloklusi Klas II divisi 2
-
Gummy smile.-
Gigitan dalam.-
Bibir biasanya kompeten dengan garis bibir bawah yang lebih tinggi.-
Relasi bibir tertutup.-
Bentuk lengkung maksila besar dan biasanya berbentuk oval.-
Bentuk wajah biasanya brachifasial.-
Profil wajah cenderung lurus sampai sedikit cembung.B. Gambaran Sefalometri Maloklusi Klas II divisi 2
Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki diskrepansi skeletal ringan ditandai
dengan sudut FMA yang kecil dan dihubungkan dengan pola pertumbuhan
horizontal. Pada arah vertikal tinggi wajah bagian bawah rendah, sudut nasolabial
besar, dan rotasi mandibula berlawanan jarum jam. 5,16
2.4 Penatalaksanaan maloklusi Klas II
Penanganan maloklusi Klas II dapat dilakukan dengan cara modifikasi
pertumbuhan yaitu menghambat pertumbuhan maskila dan disaat yang sama
merangsang pertumbuhan mandibula. Perawatan ini hanya dapat dilakukan pada
masa pertumbuhan dengan piranti fungsional. Pada pasien dewasa diskrepansi
skeletal dapat dikamuflase dengan pergerakan gigi secara ortodonti dengan atau tanpa
pencabutan. Pada kasus dengan diskrepansi yang sangat berat, pilihan perawatan
terbaik adalah kombinasi perawatan ortodonti dengan bedah ortognatik. 5
1. Dengan pencabutan: Pencabutan dibutuhkan untuk retraksi insisivus maksila
yang protrusi. Ini biasanya dicapai dengan pencabutan kedua premolar pertama
maksila untuk menggerakkan gigi anterior ke posterior.20 Keputusan klinisi untuk
melakukan pencabutan dalam perawatan ortodonti adalah: adanya crowding, insisivus
yang proklinasi, dibutuhkan perubahan profil wajah, adanya anomali ukuran gigi,
pergeseran garis median, overjet yang besar, dan kestabilan hasil perawatan.21
Pencabutan premolar menyebabkan perubahan profil jaringan lunak, dalam beberapa
kasus perubahan ini meningkatkan estetik wajah tetapi di lain pihak hal yang tidak
diinginkan juga dapat terjadi pada wajah.22
2. Tanpa pencabutan: Dapat dilakukan dengan cara pergeseran gigi di kedua
lengkung yaitu distalisasi gigi geligi maksila dan mesialisasi gigi geligi mandibula.
Dalam perawatan dengan pesawat cekat, hal ini dicapai melalui pemakaian headgear,
distal jet maupun alat distalisasi lainnya. Dalam perawatan tanpa pencabutan, dapat
juga dibantu dengan pemakaian elastik Klas II. Respons tipikal dari elastik Klas II
atau ekuivalennya, adalah sedikit retraksi lengkung maksila pergeseran lengkung
mandibula ke depan, flaring insisivus bawah, elongasi insisivus atas dan molar
bawah serta rotasi bagian anterior searah jarum jam dan bagian posterior berlawanan
jarum jam.4,8
Ada dua masalah utama dengan melakukan hal tersebut, yaitu hasilnya
mungkin tidak stabil atau tidak dapat diterima secara estetis. Pertama, menggerakkan
lengkung mandibula ke depan akan menempatkan insisivus dalam posisi tidak stabil,
Kedua, pergerakan gigi cenderung memperjelas penampilan tak berdagu pasien,
karena bibir bawah bergerak ke depan tetapi jaringan lunak dagu biasanya bergerak
ke belakang saat mandibula berotasi ke bawah dan ke belakang. Ketiga, ekstrusi
insisivus atas akibat pemakaian elastik Klas II akan menyebabkan rotasi maksila ke
bawah dan ke belakang sehingga mengakibatkan gummy smile. 3,7,9,20
Berdasarkan alasan tersebut di atas, pemakaian elastik Klas II hampir tidak
pernah memberikan hasil yang baik. Selain hasilnya tidak stabil, cara ini gagal
menyamarkan deformitas yang mendasarinya dan dapat menyebabkan deformitas
semakin jelas. Penerapan genioplasti untuk menggerakkan dagu ke depan terkadang
diperlukan agar perawatan dapat lebih baik secara estetis.30
2.5 Indeks ProbabilitasGramling
Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai indikator
untuk menerangkan suatu keadaan tertentu. Probabilitas adalah kemungkinan.
Dengan menggunakan suatu indeks dapat dinilai beberapa hal yang menyangkut
maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi dan hasil perawatan. Indeks
maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategorik atau numerik
sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif. 5
Merrifield dan Gebbeck (1989) mengemukakan penelitiannya pada perawatan
maloklusi Klas II skeletal, bahwa tinggi wajah anterior (AFH) dan tinggi wajah
posterior (PFH) berhubungan erat dengan respons mandibula selama perawatan.
Klas II. Horn (1992) dalam penelitiannya pada perawatan maloklusi Klas II skeletal
didapat bahwa tinggi wajah posterior dan tinggi wajah anterior berhubungan dengan
reaksi mandibula yang terjadi selama perawatan. Reaksi mandibula akan
mempengaruhi perubahan dimensi vertikal wajah. Oleh karena itu Horn
memperkenalkan indeks tinggi wajah (FHI) dalam perawatan ortodonti sebagai upaya
untuk menetapkan hubungan antara AFH dan PFH. Indeks ini juga dapat
menggambarkan besarnya sudut FMA (Frankfort Mandibular Angle) yang dapat
digunakan untuk membantu perencanaan maupun evaluasi perawatan. 9,13,23,24
Gramling mengumpulkan banyak sampel dari maloklusi Klas II yang berhasil
dirawat dan yang tidak berhasil dirawat dan dibandingkan.Tujuannya untuk mencari
suatu metode dalam memprediksi keberhasilan atau kegagalan pada perawatan
maloklusi Klas II serta evaluasi hasil perawatan. Gramling mengembangkan suatu
indeks yang dinamakan Indeks Probabilitas yang bertujuan untuk meningkatkan suatu
diagnosis dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan berdasarkan pada pengamatan
dan perhitungan terperinci dari radiografi sefalometri. Penelitian ini menggunakan
lima pengukuran sefalometri kranial dan dental (Gambar 3). Lima sudut tersebut
Gambar 3. Sudut-sudut yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling 1,5,8
2.6 Titik dan garis yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling
Beberapa titik yang dijadikan referensi dalam gambaran sefalometri.
Titik-titik referensi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. 4,18-20
- S (Sella): titik tengah ruang sella tursika.
- N (Nasion): titik paling anterior dari sutura fronto nasalis atau sutura antara
ruang frontal dan tulang nasal.
- Or (Orbitale): titik terendah pada tepi rongga mata.
- Po (Porion): titik paling superior dari meatus acusticus eksternus .
- titik A (Subspinal): titik paling cekung pada kontur premaksila di antara spina
nasalis anterior dan gigi insisivus maksila.
- titik B (Submentale): titik paling cekung dari lengkung yang dibentuk antara
infra dental dan pogonion.
- Go (Gonion): titik persimpangan antara garis singgung ramus dan korpus
mandibula.
Gambar 4. Titik-titik referensi pada sefalogram lateral yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling. 4,18-20
Pada umumnya garis-garis referensi dibuat dengan menghubungkan titik-titik
pada gambaran sefalometri lateral. Garis-garis referensi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5. 4,18-20
- Garis basis kranium (SN) : garis yang menghubungkan Sella dan Nasion
- Garis Frankfort (FHP) : garis yang menghubungkan Porion dan Orbita.
- Garis Oklusal (OCC PL) : adalah garis yang melalui oklusi dari gigi molar
pertama dan gigi insisivus maksila dan mandibula.
Gambar 5. Bidang pada sefalogram Lateral yang digunakan pada Indeks Probabilitas Gramling.7,18,19
2.7 Sudut yang digunakan dalam pengukuran Indeks Probabilitas Gramling 2.7.1 FMA (Frankfort - Mandibular Angle)
Sudut pertama adalah FMA yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan antara
garis Frankfort dan garis mandibula yang dikenal sebagai salah satu kriteria
sefalometri terpenting dalam diagnosis, prognosis dan perencanaan perawatan
(Gambar 6). Sudut ini mengindikasikan arah pertumbuhan wajah bawah, baik
horizontal dan vertikal. 7 Nilai normal untuk sudut ini adalah 22˚ - 28˚. FMA di atas
nilai normal menunjukkan pertumbuhan vertikal yang lebih besar, sementara FMA di
bawah nilai normal mengindikasikan pertumbuhan vertikal yang kecil. Sudut ini
merupakan parameter yang baik dari kontrol vertikal selama mekanoterapi sehingga
harus diperhatikan dengan baik selama perawatan. Peningkatan FMA yang terjadi
selama perawatan pada pasien dengan nilai FMA yang sedang sampai besar akan
Gambar 6. FMA ( Frankfort Mandibular Angle ), FMIA (Frankfort Mandibular Incisor Angle), IMPA (Incisor Mandibular Plane Angle ).7
2.7.2 ANB
Sudut kedua adalah sudut ANB, yang juga merupakan kriteria yang telah
dikenal ortodontis. ANB adalah sudut yang secara spesifik mengklasifikasikan suatu
maloklusi dan merupakan indikator yang digunakan untuk mengkaji disharmoni
hubungan antara maksila dan mandibula yang didapat dari sudut SNA dikurangi
sudut SNB. 3,4,13,18-20
ANB menunjukkan hubungan langsung anteroposterior dari maksila terhadap
mandibula. Nilai ANB berkisar 1˚ - 5˚ (Gambar 7). Nilai ANB lebih besar dari 10°
biasanya membutuhkan kombinasi perawatan bedah sebagai tambahan untuk
mendapatkan perawatan yang tepat. 4,7,13,18-20
2.7.3 FMIA ( Frankfort - Mandibular Incisor Angle )
Sudut ketiga adalah sudut Frankfort - insisivus mandibula, yaitu sudut yang
diambil dari perpotongan garis Frankfort dan garis aksis insisvus mandibula
(Gambar 8). Sudut ini merupakan sudut yang paling penting yang menggambarkan
protrusi insisivus mandibula. FMIA tidak hanya menggambarkan hubungan protrusi
insisivus mandibula terhadap mandibula, namun juga menghubungkan protrusi
insisivus mandibula terhadap wajah. 13,16,19
Nilai normal FMIA adalah 68˚ dengan FMA 22˚ - 28˚. Jika nilai FMIA 65˚
diharapkan nilai FMA 30˚ atau lebih. Tweed mengatakan bahwa nilai FMIA
mengindikasikan derajat keseimbangan dan harmonisasi di antara wajah bawah dan
batas anterior dari pertumbuhan gigi, sehingga bila nilai FMIA berada dikisaran
normal akan terdapat hubungan wajah yang baik ideal. 8,14,15,19,20
Gambar 8. FMIA. Tweed menggunakan FMIA sebagai indikator keseimbangan wajah. 7
2.7.4 OCC PL ( Occlusal Plane )
Garis oklusal yang diukur terhadap garis Frankfort telah lama dianggap
sebagai penentu atas kualitas gaya ortodonti, dan merupakan sudut keempat dalam
suatu koreksi ortodonti karena maloklusi dikoreksi di sepanjang garis oklusal. Dalam
penelitian pada 150 maloklusi Klas II didapat bahwa maloklusi Klas II dengan sudut
dataran yang tinggi terbukti paling sulit dikoreksi. 3,4,13,18-20
Nilai normal dari garis OCC PL ke garis FH adalah 8°-12° ± 2° pada pasien
laki-laki dan perempuan. Kecuraman rata-rata pada OCC PL laki-laki dan perempuan
adalah 9° dan 11° (Gambar 9). Nilai di atas dan di bawah rentang normal
mengindikasikan tingkat kesulitan dalam perawatan. Peningkatan kecuraman OCC
PL selama perawatan mengindikasikan kehilangan kontrol vertikal dan
kecenderungan untuk memperoleh hasil perawatan yang kurang stabil karena sudut
OCC PL menentukan keseimbangan otot, terutama otot-otot mastikasi. 7,13,18-20
Gambar 9. Nilai normal OCC PL 8°-12°±2°. Rata-rata kecuraman OCC PL pada laki-laki 9° dan perempuan 11°.19
2.7.5 SNB
Sudut kelima yang digunakan dalam Indeks Probabilitas adalah sudut SNB.
Sudut ini paling tepat dalam menggambarkan hubungan anteroposterior mandibula
anteroposterior mandibula yang normal. Nilai yang kurang dari 74° menyatakan
retrognasi mandibula mengindikasikan bahwa bedah ortognati akan menjadi sangat
bermanfaat untuk perawatan. 7,13,18-20
Gambar 10. Nilai normal SNB 78°-82°.19
Gramling melakukan pengelompokan berdasarkan nilai normal
masing-masing sudut, dimana jika lebih besar atau pun lebih kecil dari nilai normal akan
memberikan prediksi keberhasilan atau kegagalan perawatan. Namun setelah
dianalisis sudut-sudut tersebut memiliki nilai prediktif yang rendah dan tidak valid
bila masing-masing dinilai secara terpisah. Jika kelima sudut diukur secara bersamaan
dan digabungkan maka hasil pengukuran tersebut ditemukan memiliki kemampuan
prediktif dalam menentukan apakah suatu kasus sesuai untuk perbaikan Klas II.
Dari latar belakang tersebut Gramling memformulasikan suatu Indeks
Probabilitas. Yaitu dengan cara menetapkan faktor kesulitan dan diberikan nilai
spesifik dari titik-titik untuk setiap variabel dengan tujuan (1) meningkatkan prosedur
diagnostik, (2) panduan prosedur perawatan, (3) memprediksi kemungkinan
memisahkan maloklusi Klas II yang membutuhkan prosedur perawatan alternatif dari
kasus-kasus yang membutuhkan koreksi bedah untuk mencapai oklusi yang baik.
Indeks Probabilitas Gramling menyatakan bahwa kontrol kelima sudut yaitu FMA,
ANB, FMIA, OCC PL dan SNB adalah kunci apakah koreksi ortodonti maloklusi
Klas II sukses atau gagal.13
Tabel 1. Indeks Probabilitas Gramling.
Faktor kesulitan Hasil sefalometri Indeks Probabilitas
Tabel diatas menunjukkan nilai kisaran dimana keberhasilan perbaikan
maloklusi Klas II muncul ketika nilai sudut jatuh pada kisaran tersebut. Nilai rerata
untuk keberhasilan perawatan tersebut yaitu FMA harus memiliki nilai 20-30°; ANB
6° atau kurang; OCC PL 7° atau kurang; FMIA 60° atau lebih dan SNB 80° atau
lebih.
Tabel 2. Kriteria Indeks Probabilitas Gramling.
> 100
tidak mungkin berhasil tanpa bedah sangat buruk
buruk sedang
Tabel 3. Contoh perhitungan Indeks Probabilitas Gramling.
Faktor kesulitan Hasil sefalometri Indeks Probabilitas FMA 20°-30° 5 35 25 ANB 6 atau kurang 15 8 30 FMIA 60° atau lebih 2 54 12 OOC PL 7° atau kurang 3 10 9
SNB 80° atau lebih 5 75 25 Total 101
Tabel 3 di atas menunjukkan contoh dari pemakaian Indeks Probabilitas untuk
sampel maloklusi Klas II. Cara perhitungannya sangat sederhana, jika sudut FMA 35°
maka nilai di luar kisaran indeks adalah 5°, kemudian 5° dikalikan dengan 5, maka
Indeks Probabilitas untuk FMA adalah 25. Variabel lainnya dikalkulasikan dengan
cara yang sama dan dijumlahkan. Pada contoh ini menghasilkan Indeks Probabilitas
sebesar 101, artinya kasus maloklusi Klas II ini memiliki nilai >100. Dengan
demikian kasus tersebut termasuk dalam kategori prognosis tidak mungkin berhasil
tanpa pembedahan (Tabel 2).13
Gramling menyimpulkan Indeks Probabilitas tidak hanya berguna dalam
memprediksi hasil perawatan suatu maloklusi Klas II, namun juga bermanfaat dalam
mengevaluasi kinerja ortodontis dalam perawatan ortodonti Klas II. Singkatnya,
semakin besar pengurangan Indeks Probabilitas dari suatu maloklusi Klas II, semakin
2.8 Kerangka Teori
Perawatan Maloklusi Klas II
Modifikasi pertumbuhan Kamuflase
Pencabutan
Tanpa pencabutan
Bedah ortognatik
2.9 Kerangka Konsep
Faktor kesulitan Hasil sefalometri Indeks Probabilitas
tidak mungkin berhasil tanpa bedah
sangat buruk buruk sedang
baik sangat baik Perawatan Maloklusi Klas II
Pencabutan
pengukuran sefalometri sebelum dan sesudah perawatan
pengukuran sefalometri sebelum dan sesudah perawatan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis Quasi
Experimental.
3.2Tempat dan Waktu Penelitian
Klinik Spesialis Ortodonti RSGMP FKG USU. Penelitian dilakukan selama 3
bulan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah pasien maloklusi Klas II yang telah selesai dirawat dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan di klinik Ortodonti RSGMP FKG USU.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria
inklusi. Gambaran sefalometri dari pasien dengan kasus maloklusi Klas II dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan di klinik Ortodonti RSGMP FKG USU akan
digunakan untuk menilai hasil perawatan.
Besar sampel diambil dengan cara consecutive sampling yaitu data diambil
dari seluruh kasus maloklusi Klas II yang telah selesai dirawat di RSGMP FKG USU.
Berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi didapat 18 sampel tanpa pencabutan dan 22
Sampel yang dipilih pada penelitian ini ditentukan kriteria sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1. Relasi rahang Klas II dengan besar sudut ANB > 4°.
2. Pasien usia 18-30 tahun.
3. Catatan ortodonti sebelum dan sesudah perawatan lengkap.
4. Pasien yang berkunjung ke klinik Ortodonti RSGMP FKG USU antara tahun
2004-sekarang.
5. Alat cekat menggunakan braket standard Edgewise slot 0.018.
Kriteria Eksklusi:
1. Anomali dentofasial seperti celah bibir dan palatum.
2. Pasien yang sudah pernah dirawat ortodonti.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah perawatan maloklusi Klas II dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan.
3.4.2 Variabel Terpengaruh
Indeks Probablitas Gramling yang dilihat dari lima sudut yaitu sudut FMA,
ANB, FMIA, OCC PL, SNB.
3.4.3 Variabel Terkendali
1. Maloklusi Klas II dengan sudut ANB >4 °.
3. Alat cekat menggunakan braket standard Edgewise slot 0.018.
4. Usia pasien 18-30 tahun.
5. Pasien telah selesai dilakukan perawatan kamuflase Klas II.
3.4.4 Variabel tak terkendali
1. Lama perawatan.
2. Variasi dalam berat ringannya kasus Klas II.
3. Pemakaian elastik Klas II.
3.5 Hubungan Antar Variabel
4.
Indeks Probablitas Gramling yang
dilihat dari lima sudut yaitusudut
FMA, ANB, FMIA, OCC PL, SNB.
Variabel Terkendali
• Lama perawatan.
• Variasi dalam berat ringannya kasus Klas II.
• Pemakaian elastik Klas II.
Variabel Tak Terkendali
• Lama perawatan.
• Variasi dalam berat ringannya kasus
maloklusi Klas II.
3.6 Definisi Operasional
1. Maloklusi Klas II adalah suatu keadaan dengan lengkung mandibula terletak
lebih ke distal dari lengkung maksila sebesar minimal setengah lebar premolar
atau satu tonjol premolar permanen, insisivus maksila yang proklinasi dan
sudut ANB > 4°.
2. Perawatan kamuflase maloklusi Klas II adalah perawatan yang dilakukan pada
pasien dewasa dalam mengoreksi maloklusi skeletal dengan perawatan secara
dental untuk memperoleh hasil optimum dengan cara pencabutan maupun
tanpa pencabutan gigi geligi maksila.
3. Hasil perawatan maloklusi Klas II adalah pasien dengan maloklusi Klas II
yang sudah melakukan perawatan dengan pencabutan atau tanpa pencabutan
menggunakan pesawat cekat dan sudah dilakukan pemasangan retainer.
4. Indeks Probabilitas Gramling adalah sebuah angka atau bilangan yang
dikembangkan oleh Gramling untuk menilai kemungkinan dan keberhasilan
perawatan maloklusi Klas II dengan pengukuran 5 sudut yaitu FMA, FMIA,
ANB, OCC PL dan SNB.
a) FMA: sudut yang dibentuk dari perpotongan garis Frankfort dan garis
mandibula. Sudut ini menginterpretasikan arah pertumbuhan wajah.
b) ANB: perbedaan antara sudut SNA dan SNB dan menyatakan relasi
c) FMIA: sudut yang dibentuk dari perpotongan garis Frankfort dan
perpanjangan aksis gigi insisivus mandibula. Sudut ini menginterpretasikan
inklinasi gigi insisivus mandibula terhadap dataran Frankfort .
d) OCC PL : garis yang melalui oklusi dari gigi molar pertama dan gigi
insisivus maksila dan mandibula.
e) SNB: sudut yang dibentuk oleh garis SN dan titik B yang menyatakan
kedudukan mandibula terhadap garis kranial.
3.7 Alat dan bahan (Gambar 11) 37.1 Alat
1. Tracing box.
2. Kertas acetat tracing (tebal 0,0003 inchi, 8x10 inchi) merek Ortho Organizer.
3. Pensil 4H dan penghapus faber castel.
4. Penggaris dan busur derajat (cephalometri protactor).
3.7.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sefalogram lateral pasien dari
Gambar 11. Bahan dan alat penelitian: A.Tracing Box, B. Penggaris dan busur derajat, pensil 4H dan penghapus, C. Kertas asetat, D. Foto Röntgen
sefalometri lateral
3.8 Cara Penelitian
1. Pengumpulan foto sefalomteri lateral dari kasus maloklusi Klas II skeletal
sebelum dan sesudah perawatan berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi.
Foto sefalometri lateral diperoleh dari rekam medis pasien klinik spesialis
ortodonti RSGMP FKG USU dari tahun 2004-2014.
2. Pada sefalogram lateral sebelum dan sesudah perawatan dilakukan penapakan
landmark pada kertas asetat di atas kotak illuminator menggunakan pensil 4H.
3. Penentuan titik-titik dan garis referensi.
4. Penapakan pada foto sefalometri dilakukan berdasarkan pengukuran sudut
yang diambil dari dua garis menurut definisi operasional (Gambar 12)
A
C
B
5. Setelah itu dilakukan pengukuran FMA, FMIA, ANB, SNB, OCC PL sebelum
dan sesudah perawatan.
6. Setiap kasus dihitung masing-masing Indeks Probabilitas Gramling sebelum
dan sesudah perawatan, serta perubahan skor Indeks Probabilitas sebelum dan
sesudah perawatanrankfort
7. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian diolah datanya dan
dianalisis.
Gambar 12. Pengukuran sefalometri metode Gramling.
3.9 Analisa Data
Perhitungan dilakukan satu kali oleh dua operator yang berbeda untuk melihat
validitas dari suatu hasil, dan dicari nilai Kappa dari kedua operator, dimana
dinyatakan valid bila nilai tersebut lebih besar dari 75%.
Seluruh data disajikan dalam bentuk rerata dan simpangan baku. Data diuji
normalitas dan homogenitasnya dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test. Bila
terdistribusi normal dilakukan uji T-test untuk melihat perbedaan antara dua
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah 40 pasien dewasa yang telah selesai melakukan
perawatan ortodonti Klas II. Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok pencabutan sebanyak 22 sampel, 4 orang laki-laki (18,20%) dan 18 orang
perempuan (81,80%), dan kelompok tanpa pencabutan sebanyak 18 sampel, 3 orang
laki-laki (16,70%) dan 15 orang perempuan (83,30%), seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Proporsi besar sampel maloklusi Klas II pasien dewasa kasus pencabutan dan tanpa pencabutan berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Kelompok
Total Pencabutan Tanpa Pencabutan
n % n % n %
Laki-laki 4 18.20 3 16.70 7 17.50 Perempuan 18 81.80 15 83.30 33 82.50 Total 22 100.00 18 100.00 40 100.00
Tabel 5. Proporsi besar sampel maloklusi Klas II pasien dewasa kasus pencabutan dan tanpa pencabutan berdasarkan usia
Usia (tahun)
Kelompok
Total Pencabutan Tanpa Pencabutan
Pada masing-masing sampel dilakukan perhitungan perubahan Indeks
Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan dari hasil pengukuran 5 sudut yaitu
FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan.
Perhitungan dilakukan oleh dua operator yang berbeda untuk melihat seberapa besar
tingkat keakuratan peneliti dalam menilai gambaran sefalometri. Penapakan
dilakukan satu kali pada kelima sudut tersebut. Dari keseluruhan sampel, kemudian
dilakukan uji reabilitas diantara kedua operator dan diperoleh angka 0,94
menunjukkan bahwa pengukuran operator pertama dan operator kedua tidak jauh
berbeda.
Untuk mengetahui distribusi normal dari data yang diperoleh, dilakukan uji
normalitas Shapiro-Wilk Test. Hasilnya menunjukkan bahwa data kelompok
pencabutan dan tanpa pencabutan terdistribusi normal. Data deskripitif dengan
perhitungan derajat kemaknaan α=0,05. Analisa data dengan uji T-test dilakukan
untuk data secara keseluruhan dengan menggunakan program SPSS (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai Rerata dan simpangan baku Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan
Variabel N Perlakuan Selisih
Rerata p Sebelum X ± SD (°) Sesudah X ± SD (°)
Indeks
Probabilitas 40 47.975 ± 29.9303 54.386 ± 30.8977 -6.411 0.221
*Keterangan p<0.05
Pada Tabel di atas didapat rerata Indeks Probabilitas sebelum perawatan
47.975 ± 29.9303 dan sesudah perawatan 54.386 ± 30.8977 dan hasil tersebut
dan sesudah perawatan. Selanjutnya dilakukan uji T-test untuk melihat perbedaan
rerata dan simpangan baku Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan pada
kasus pencabutan dan tanpa pencabutan (Tabel 7).
Tabel 7. Nilai Rerata dan simpangan baku Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan.
Variabel n Perlakuan Selisih Rerata
p Sebelum X ± SD (°) Sesudah X ± SD (°)
Pencabutan 22 55.432 ± 35.1731 54.386 ± 30.8977 1.046 0.770 Tanpa
Pencabutan 18 38,861 ± 19.1563 47.361 ±22.8433 -8.5 0.031*
*Keterangan p<0.05
Pada Tabel 7 rerata Indeks Probabilitas dan simpangan baku sebelum dan
sesudah perawatan pada kasus pencabutan adalah 55.432 ± 35.1731 dan 54.386 ±
30.8977. Hasil uji T-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara rerata Indeks Probabilitas sebelum dan sesudah perawatan dengan nilai
p=0.770. Pada kasus tanpa pencabutan didapat rerata Indeks Probabilitas sebelum dan
sesudah perawatan yaitu 38,861 ± 19.1563 dan 47.361 ± 22.8433 dan hasilnya
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.031(p<0.05).
Selanjutnya pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan dilakukan uji T-test
untuk melihat perbedaan dari pengukuran lima sudut yaitu FMA, ANB, FMIA,
OCC PL dan ANB yang diukur dalam menentukan nilai Indeks Probabilitas (Tabel 8
Tabel 8. Rerata perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB sebelum dan sesudah perawatan kasus pencabutan
Variabel n Perlakuan Selisih
Rerata p
Keterangan : *signifikan (p<0,05)
Pada kasus pencabutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara
kelima sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL, ANB sebelum dan sesudah perawatan
(p<0.05).
Tabel 9. Rerata perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB sebelum dan sesudah perawatan kasus tanpa pencabutan
Variabel n Perlakuan Selisih Rerata
Pada kasus tanpa pencabutan terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata
perubahan sudut FMIA sebelum dan sesudah perawatan yaitu 53.278 ± 4.0737 dan
48.278 ± 4.8026 dengan nilai p=0.000 (p<0.05). Sementara ke empat sudut lainnya
tidak menunjukkan rerata perubahan sudut yang signifikan (p<0.05).
Gambar 13 adalah diagram yang menggambarkan perubahan dari kelima
sudut antara kasus pencabutan dan tanpa pencabutan sebelum dan sesudah perawatan
kenaikan sedangkan pada kasus pencabutan FMIA menjadi lebih kecil setalah
dilakukan perawatan. Perubahan juga terlihat pada kasus tanpa pencabutan OCC PL
setelah perawatan menjadi lebih besar dari pada sebelum perawatan.
Gambar 13. Diagram batang perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan ANB sebelum dan sesudah perawatan pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
pencabutan
tanpa pencabutan
be sar
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain eksperimental Kuasi.26
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan Indeks Probabilitas sebelum
dan sesudah perawatan dari kasus pencabutan dan tanpa pencabutan dengan
pengukuran lima sudut yaitu FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan ANB serta
perubahannya sebelum dan sesudah perawatan dengan menggunakan radiografi
sefalometri lateral. Penelitian ini mengacu pada riset yang dilakukan Jim Gramling
yang merupakan direktur riset dari yayasan Charles H. Tweed. Gramling
mengumpulkan banyak sampel maloklusi Klas II yang berhasil dan tidak berhasil
dirawat, yang semuanya dirawat oleh anggota dari yayasan tersebut dan dari hasil
risetnya dia memformulasikan suatu Indeks Probabilitas. Indeks Probabilitas
Gramling didasarkan pada pemikiran bahwa pengendalian sudut FMA, ANB, FMIA,
dataran oklusal dan sudut SNB adalah kunci bagi keberhasilan atau kegagalan
perawatan ortodonti pada maloklusi Klas II 13,20
Indeks Probabilitas Gramling merupakan suatu metode untuk meningkatkan
suatu diagnosis dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan berdasarkan pada
pengamatan dan perhitungan terperinci dari radiografi sefalometri. Singkatnya,
semakin besar pengurangan Indeks Probabilitas dari suatu maloklusi Klas II, semakin
baik metode perawatannya. Pada penelitian ini didapat penurunan indeks probablitas
35.1731 dan rerata Indeks Probabilitas sesudah perawatan 54.386 ± 30.8977, disini
terjadi pengurangan Indeks Probabilitas sebesar 1.046, sedangkan pada kasus tanpa
pencabutan terjadi peningkatan nilai rerata Indeks Probabilitas dari 38,861 ± 19.1563
menjadi 47.361 ± 22.8433 terjadi kenaikan sebesar 8,5. Namun dari peningkatan
rerata Indeks Probabilitas yang terjadi masih dalam kategori prognosis baik. Ini
menandakan bahwa rata-rata kasus Klas II yang dirawat di Klinik FKG Ortodonti
memiliki kriteria ringan-sedang.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini didapat bahwa rerata Indeks Probabilitas
pada kasus pencabutan sebelum dan sesudah perawatan tidak berbeda secara
signifikan. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan tetapi pada kasus
pencabutan Indeks Probabilitas menurun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
perubahan yang positif dari perawatan maloklusi Klas II dengan pencabutan. Hasil ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gramling bahwa pada sampel
yang berhasil terjadi pengurangan Indeks Probabilitas, semakin besar
pengurangannya semakin baik metode perawatan yang digunakan.13
Germec dkk menyatakan bahwa pada kasus maloklusi Klas II kelompok
pencabutan menunjukkan posisi bibir atas dan bibir bawah lebih retrusif 1-1,5mm
dibandingkan dengan kelompok tanpa pencabutan. Kelompok pencabutan juga
menunjukkan insisivus bawah yang lebih retroklinasi. 27
Sedangkan pada kasus tanpa pencabutan Indeks Probabilitas sebelum dan
seginifikan. Didapat perbedaan yang signifikan antara rerata perubahan sudut FMIA
sebelum dan sesudah perawatan yaitu 53.278 ± 4.0737 dan 48.278 ± 4.8026 dengan
nilai p=0.000 (p<0.05). Hal ini disebabkan karena perawatan tanpa pencabutan hanya
mengoreksi dental dan perbaikan lengkung, sehingga untuk mendapatkan ruangan
akan memaksa gigi insisivus lebih flaring. Tweed mengatakan bahwa nilai normal
FMIA adalah 68˚ yang didapat dari aksis insisivus mandibula terhadap dataran
Frankfort.8 FMIA berfungsi sebagai indikator yang baik dari kesimbangan fasial
yang telah dibuktikan selama 50 tahun. Sudut FMIA juga berkaitan dengan sudut
IMPA yang merupakan panduan dalam mempertahankan atau memposisikan gigi
insisivus mandibula pada dasar tulang basal. Sudut IMPA standar adalah 87˚ -90˚
mengindikasikan posisi insisivus mandibula yang tegak dan normal serta
menunjukkan keseimbangan dan harmonisasi profil wajah bawah. Jika IMPA
semakin besar maka sudut FMIA semakin kecil maka stabilitas perawatan kurang
baik. 4,8,24
Paquette dkk dalam penelitiannya membandingkan hasil perawatan antara
kasus pencabutan dan tanpa pencabutan menunjukkan bahwa kelompok tanpa
pencabutan terjadi peningkatan posisi insisivus yang lebih protrusi sejauh 2 mm pada
insisivus atas dan insisivus bawah.28 Sedangkan Tweed memperkenalkan filosofi
penegakan insisivus mandibula untuk mempertahankan stabilitas gigi geligi setelah
perawatan agar tercapai keseimbangan dan harmonisasi wajah yang baik. Dia juga
kesehatan dan fungsi geligi, dengan kata lain sebaiknya insisivus mandibula tidak
diproklinasikan saat mengoreksi crowding atau perbaikan kurva Spee. 8,14,15,19,20,24
Dapat diasumsikan bahwa pada kasus maloklusi Klas II yang dirawat tanpa
pencabutan akan menghasilkan gigi yang lebih flaring sehingga memiliki
kecenderugan hasil perawatan menjadi kurang stabil bila dibandingkan dengan
perawatan dengan pencabutan. Namun Stephen dkk mengatakan bahwa relaps yang
terjadi tidak dapat dilihat melalui pengukuran sefalometri, karena relaps yang terjadi
lebih kepada irreguleritas dari insisivus rahang bawah yang hanya dapat terlihat
melalui pemeriksaan klinis dan model studi. Hal ini kemungkinan lebih banyak
terjadi pada kasus tanpa pencabutan, karena posisi insisivus yang dipaksakan.29
Untuk masing-masing perubahan sudut FMA, ANB, FMIA, OCC PL dan SNB
pada kasus pencabutan dan tanpa pencabutan didapat bahwa pada kasus pencabutan
FMA tetap, ANB tetap, FMIA sedikit meningkat, OCC PL sedikit meningkat dan
SNB tetap. Sedangkan pada kasus tanpa pencabutan FMA tetap, ANB tetap, FMIA
menurun dan SNB tetap (Tabel 7). Pada penelitian Gramling, hasil penelitian dari
perawatan yang berhasil dan gagal diperbandingkan terlihat bahwa pada sampel yang
berhasil, FMA berkurang, FMIA meningkat, dan IMPA menurun. Pada sampel yang
gagal, FMA meningkat, FMIA menurun dan IMPA meningkat, sudut SNB tetap sama
untuk kedua sampel.4,13 Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Levern Merrifield dkk,
1994 yang mengatakan maloklusi Klas II berhasil dikoreksi ketika FMA
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian didapat bahwa
1. Pada kasus pencabutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari indeks
probabilitas sebelum dan sesudah perawatan dengan nilai p=0.770. Rerata
Indeks Probabilitas sebelum perawatan 55.432±35.1731, sesudah perawatan
54.386±30.8977, terjadi pengurangan Indeks Probabilitas sebesar 1,046.
2. Pada kasus tanpa pencabutan terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai
p=0.031. Rerata Indeks Probabilitas pada kasus tanpa pencabutan sebelum
perawatan 38,861±19.1563, sesudah perawatan 47.361±22.8433, terdapat
peningkatan sebesar 8,5.
3. Pada kasus pencabutan terjadi pengurangan Indeks Probabilitas sebesar 1,046,
sedangkan pada kasus tanpa pencabutan terjadi peningkatan rerata Indeks
Probabilitas sebesar 8,5.
4. Berdasarkan hasil penelitian Indeks Probabilitas dapat digunakan dalam
proses diagnosis dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan.
6.2 Saran
Seperti yang dikatakan oleh Gramling, semua klinisi diundang untuk menguji
validitas dan reliabilitas dari Indeks Probabilitas ini. Penelitian ini juga memerlukan
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusnoto H. Orthodonti III. Oklusi dari gigi geligi. Edisi 5. Diktat bagian
ortodonti FKG Trisakti, Jakarta 1978: 13-19, 130-135.
2. Tjut R. Penuntun kuliah ortodonti I. Oklusi, maloklusi dan etiologi maloklusi.
Diktat bagian ortodonti FKG USU, Medan, 1997; 38-80.
3. Loh P. Basic guides in orthodontic diagnosis. Fourways Printing Inc, San Juan,
Metro Manila. 13-27.
4. Jacobson A. Radiography cephalometry; from basic to 3D imaging. 2nd ed.,
Quintessence Int 2006; 125-136.
5. Rahardjo P. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press, 2009;
70-4, 90-3, 167-9, 198-204.
6. Bishara SE. Treatment of malocclusion, textbook of orthodontics. Philadelpia:
WB Saunders Co, 2001; 56-7, 98-104, 115-120.
7. Graber TM. Diagnosis and treatment planning: Current principles and
technique. St Louis: CV Mosby Co, 2005; 414-15, 458-66, 647-69.
8. Tweed CH. Clinical orthodontics. St Louis : CV Mosby Co1966; 6-12, 41-42,
53-54, 58-60, 234-40.
9. Tukasan PC, Magnani MBBA, Nouer DF, Nouer PRA, Pereira Neto JS, Garbui
IU. Craniofacial analysis of the Tweed Foundation in Angle Class II, division 1