TINJAUAN PUSTAKA
B. Gambaran Sefalometri Maloklusi Klas II divisi 2
2.7 Sudut yang digunakan dalam pengukuran Indeks Probabilitas Gramling .1 FMA (Frankfort - Mandibular Angle)
Sudut pertama adalah FMA yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan antara
garis Frankfort dan garis mandibula yang dikenal sebagai salah satu kriteria
sefalometri terpenting dalam diagnosis, prognosis dan perencanaan perawatan
(Gambar 6). Sudut ini mengindikasikan arah pertumbuhan wajah bawah, baik
horizontal dan vertikal. 7 Nilai normal untuk sudut ini adalah 22˚ - 28˚. FMA di atas nilai normal menunjukkan pertumbuhan vertikal yang lebih besar, sementara FMA di
bawah nilai normal mengindikasikan pertumbuhan vertikal yang kecil. Sudut ini
merupakan parameter yang baik dari kontrol vertikal selama mekanoterapi sehingga
harus diperhatikan dengan baik selama perawatan. Peningkatan FMA yang terjadi
selama perawatan pada pasien dengan nilai FMA yang sedang sampai besar akan
Gambar 6. FMA ( Frankfort Mandibular Angle ), FMIA (Frankfort Mandibular Incisor Angle), IMPA (Incisor Mandibular Plane Angle ).7
2.7.2 ANB
Sudut kedua adalah sudut ANB, yang juga merupakan kriteria yang telah
dikenal ortodontis. ANB adalah sudut yang secara spesifik mengklasifikasikan suatu
maloklusi dan merupakan indikator yang digunakan untuk mengkaji disharmoni
hubungan antara maksila dan mandibula yang didapat dari sudut SNA dikurangi
sudut SNB. 3,4,13,18-20
ANB menunjukkan hubungan langsung anteroposterior dari maksila terhadap
mandibula. Nilai ANB berkisar 1˚ - 5˚ (Gambar 7). Nilai ANB lebih besar dari 10° biasanya membutuhkan kombinasi perawatan bedah sebagai tambahan untuk
mendapatkan perawatan yang tepat. 4,7,13,18-20
2.7.3 FMIA ( Frankfort - Mandibular Incisor Angle )
Sudut ketiga adalah sudut Frankfort - insisivus mandibula, yaitu sudut yang
diambil dari perpotongan garis Frankfort dan garis aksis insisvus mandibula
(Gambar 8). Sudut ini merupakan sudut yang paling penting yang menggambarkan
protrusi insisivus mandibula. FMIA tidak hanya menggambarkan hubungan protrusi
insisivus mandibula terhadap mandibula, namun juga menghubungkan protrusi
insisivus mandibula terhadap wajah. 13,16,19
Nilai normal FMIA adalah 68˚ dengan FMA 22˚ - 28˚. Jika nilai FMIA 65˚ diharapkan nilai FMA 30˚ atau lebih. Tweed mengatakan bahwa nilai FMIA mengindikasikan derajat keseimbangan dan harmonisasi di antara wajah bawah dan
batas anterior dari pertumbuhan gigi, sehingga bila nilai FMIA berada dikisaran
normal akan terdapat hubungan wajah yang baik ideal. 8,14,15,19,20
Gambar 8. FMIA. Tweed menggunakan FMIA sebagai indikator keseimbangan wajah. 7
2.7.4 OCC PL ( Occlusal Plane )
Garis oklusal yang diukur terhadap garis Frankfort telah lama dianggap
sebagai penentu atas kualitas gaya ortodonti, dan merupakan sudut keempat dalam
suatu koreksi ortodonti karena maloklusi dikoreksi di sepanjang garis oklusal. Dalam
penelitian pada 150 maloklusi Klas II didapat bahwa maloklusi Klas II dengan sudut
dataran yang tinggi terbukti paling sulit dikoreksi. 3,4,13,18-20
Nilai normal dari garis OCC PL ke garis FH adalah 8°-12° ± 2° pada pasien
laki-laki dan perempuan. Kecuraman rata-rata pada OCC PL laki-laki dan perempuan
adalah 9° dan 11° (Gambar 9). Nilai di atas dan di bawah rentang normal
mengindikasikan tingkat kesulitan dalam perawatan. Peningkatan kecuraman OCC
PL selama perawatan mengindikasikan kehilangan kontrol vertikal dan
kecenderungan untuk memperoleh hasil perawatan yang kurang stabil karena sudut
OCC PL menentukan keseimbangan otot, terutama otot-otot mastikasi. 7,13,18-20
Gambar 9. Nilai normal OCC PL 8°-12°±2°. Rata-rata kecuraman OCC PL pada laki-laki 9° dan perempuan 11°.19
2.7.5 SNB
Sudut kelima yang digunakan dalam Indeks Probabilitas adalah sudut SNB.
Sudut ini paling tepat dalam menggambarkan hubungan anteroposterior mandibula
anteroposterior mandibula yang normal. Nilai yang kurang dari 74° menyatakan
retrognasi mandibula mengindikasikan bahwa bedah ortognati akan menjadi sangat
bermanfaat untuk perawatan. 7,13,18-20
Gambar 10. Nilai normal SNB 78°-82°.19
Gramling melakukan pengelompokan berdasarkan nilai normal
masing-masing sudut, dimana jika lebih besar atau pun lebih kecil dari nilai normal akan
memberikan prediksi keberhasilan atau kegagalan perawatan. Namun setelah
dianalisis sudut-sudut tersebut memiliki nilai prediktif yang rendah dan tidak valid
bila masing-masing dinilai secara terpisah. Jika kelima sudut diukur secara bersamaan
dan digabungkan maka hasil pengukuran tersebut ditemukan memiliki kemampuan
prediktif dalam menentukan apakah suatu kasus sesuai untuk perbaikan Klas II.
Dari latar belakang tersebut Gramling memformulasikan suatu Indeks
Probabilitas. Yaitu dengan cara menetapkan faktor kesulitan dan diberikan nilai
spesifik dari titik-titik untuk setiap variabel dengan tujuan (1) meningkatkan prosedur
diagnostik, (2) panduan prosedur perawatan, (3) memprediksi kemungkinan
memisahkan maloklusi Klas II yang membutuhkan prosedur perawatan alternatif dari
kasus-kasus yang membutuhkan koreksi bedah untuk mencapai oklusi yang baik.
Indeks Probabilitas Gramling menyatakan bahwa kontrol kelima sudut yaitu FMA,
ANB, FMIA, OCC PL dan SNB adalah kunci apakah koreksi ortodonti maloklusi
Klas II sukses atau gagal.13
Tabel 1. Indeks Probabilitas Gramling.
Faktor kesulitan Hasil sefalometri Indeks Probabilitas FMA 20°-30° 5
ANB 6 atau kurang 15 FMIA 60° atau lebih 2 OOC PL 7° atau kurang 3 SNB 80° atau lebih 5
Total
Tabel diatas menunjukkan nilai kisaran dimana keberhasilan perbaikan
maloklusi Klas II muncul ketika nilai sudut jatuh pada kisaran tersebut. Nilai rerata
untuk keberhasilan perawatan tersebut yaitu FMA harus memiliki nilai 20-30°; ANB
6° atau kurang; OCC PL 7° atau kurang; FMIA 60° atau lebih dan SNB 80° atau
lebih.
Tabel 2. Kriteria Indeks Probabilitas Gramling.
> 100 90 – 99 80 - 89 70 – 79 60 – 69 50 <
tidak mungkin berhasil tanpa bedah sangat buruk
buruk sedang
baik sangat baik
Tabel 3. Contoh perhitungan Indeks Probabilitas Gramling.
Faktor kesulitan Hasil sefalometri Indeks Probabilitas FMA 20°-30° 5 35 25 ANB 6 atau kurang 15 8 30 FMIA 60° atau lebih 2 54 12 OOC PL 7° atau kurang 3 10 9
SNB 80° atau lebih 5 75 25 Total 101
Tabel 3 di atas menunjukkan contoh dari pemakaian Indeks Probabilitas untuk
sampel maloklusi Klas II. Cara perhitungannya sangat sederhana, jika sudut FMA 35°
maka nilai di luar kisaran indeks adalah 5°, kemudian 5° dikalikan dengan 5, maka
Indeks Probabilitas untuk FMA adalah 25. Variabel lainnya dikalkulasikan dengan
cara yang sama dan dijumlahkan. Pada contoh ini menghasilkan Indeks Probabilitas
sebesar 101, artinya kasus maloklusi Klas II ini memiliki nilai >100. Dengan
demikian kasus tersebut termasuk dalam kategori prognosis tidak mungkin berhasil
tanpa pembedahan (Tabel 2).13
Gramling menyimpulkan Indeks Probabilitas tidak hanya berguna dalam
memprediksi hasil perawatan suatu maloklusi Klas II, namun juga bermanfaat dalam
mengevaluasi kinerja ortodontis dalam perawatan ortodonti Klas II. Singkatnya,
semakin besar pengurangan Indeks Probabilitas dari suatu maloklusi Klas II, semakin