• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Data penelitiannya adalah seluruh kasus aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial yang berobat di RSUP H. Adam Malik selama periode lima tahun yaitu sejak Januari 2006 sampai dengan Desember 2010.

4.1 Hasil Statistik Deskriptif

4.1.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial. Jenis Kelamin N % Laki-laki 36 72 Perempuan 14 28 Total 50 100

Distribusi proporsi jenis kelamin terbanyak menderita aspirasi benda asing adalah laki-laki sebanyak 36 penderita (72%) dan perempuan sebanyak 14 penderita (28%).

4.1.2 Distribusi proporsi kelompok umur pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial. Umur n % 0 - 3 thn 14 28 > 3-6 thn 16 32 >6 - 9 thn 4 8 >9 - 12 thn 10 20 > 12 thn 6 12 Total 50 100

Dari tabel diatas terlihat kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur >3-6 tahun sebanyak 16 penderita (32%) dan kelompok umur >0–3 tahun sebanyak 14 penderita (28%), dengan rata-rata umur 3,4 tahun.

4.1.3 Distribusi proporsi keluhan utama pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial. Keluhan Utama n % Sesak Nafas 2 4 Nyeri Dada 1 2 Batuk 1 2

Terhirup Benda Asing 46 92

Total 50 100

Distribusi proporsi keluhan utama terbanyak penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah terhirup benda asing sebanyak 46 penderita (92%).

4.1.4 Distribusi proporsi gejala pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Dari

tabel diatas terlihat gejala yang paling banyak terjadi yaitu batuk sebanyak 44 (88%), disusul oleh tersedak 33 (66%).

Status

Positif Negatif Total

Gejala N % n % n % Batuk 44 88 6 12 50 100 Tercekik 13 26 37 74 50 100 Sesak nafas 26 52 24 48 50 100 Tersedak 33 66 17 34 50 100 Demam 13 26 37 74 50 100

4.1.5 Distribusi proporsi tanda fisik pada penderita aspirasi benda asing di traktus

trakeobronkhial.

Status Tanda

Positif Negatif Total

n % n % n %

Sianosis 1 2 49 98 50 100

Stridor 16 32 34 68 50 100

Palpatorythud 0 0 50 100 50 100

Diminished air entry 31 62 19 38 50 100

Audible slap 0 0 50 100 50 100

Wheezing 12 24 38 76 50 100

Krepitasi 0 0 50 100 50 100

Ronki 13 26 37 74 50 100

Distribusi proporsi tertinggi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan tanda fisik adalah pada auskultasi terdengar berkurangnya udara pada sisi paru yang terhirup benda asing yaitu 31 penderita (62%).

4.1.6 Distribusi proporsi jenis benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Jenis Benda Asing n % Organik Biji Sawo 1 2 Kacang 10 20 Anorganik Jarum 5 10 Tutup Pulpen 2 4 Anting 1 2 Batu 1 2 Gigi Palsu 1 2 Mainan 29 58 Total 50 100

Distribusi proporsi tertinggi jenis benda asing penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah mainan, sebanyak 29 penderita (58%).

4.1.7 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan durasi Durasi n % < 24 Jam 10 20 1 - 7 hari 24 48 8 - 14 hari 7 14 15 - 21 hari 5 10

22 - 31 hari 2 4

> 1 bulan 2 4

Total 50 100

Distribusi proporsi terbanyak penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan durasi adalah 1-7 hari, dimana dialami oleh 24 penderita (48%).

4.1.8 Distribusi proporsi gambaran radiologi pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Foto Thorak n %

Normal 42 84

Gambaran Benda asing 6 12

Pneomonia+Atelektasis 1 2

Kolaps Paru 1 2

Total 50 100

Distribusi proporsi gambaran radiologi foto thorak terbanyak adalah gambaran normal, sebanyak penderita (80%).

4.1.9 Distribusi lokasi benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Lokasi Benda Asing n %

Trakhea 4 8 B. Kiri 17 34 B. Kanan 25 50 Karina 4 8 Total 50 100

Distribusi proporsi lokasi benda asing terbanyak pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah bronkus kanan yaitu sebanyak 25 penderita(50%).

4.1.10Distribusi proporsi komplikasi pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Komplikasi akibat benda asing terjadi pada em at kasus dari seluruhp jumlah penderita aspirasi benda

terjadi akibat tindakan juga terjadi pada tiga kasus, yaitu dua kasus mengalami kegagalan mengeluarkan benda asing saat dilakukan bronkoskopi, satu kasus mengalami spasme trakea. Salah satu kasus yang gagal tersebut juga mengalami komplikasi akibat benda asing yaitu pneumonia dan atelektasis. Total penderita yang mengalami komplikasi akibat benda asing maupun akibat tindakan yang dilakukan pada kelompok sampel adalah enam orang.

Komplikasi Benda Asing n %

Pneumonia+atelektasis 1 2 Asfiksia 1 2 Leukositosis 1 2 Kolaps Paru 1 2 Tanpa komplikasi 46 92 Total 50 100 Komplikasi Tindakan Gagal 2 4 Spasme Trakea 1 2 Tanpa Komplikasi 47 94 Total 50 100

4.1.11 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Total Gejala N % n % n % Batuk 9 20,45 35 79,55 44 100 Tercekik 2 15,38 11 84,62 13 100 Sesak 8 30,77 18 69,23 26 100 Tersedak 8 24,24 25 75,76 33 100 Demam 5 38,46 8 61,54 13 100

Distribusi proporsi jenis benda asing anorganik lebih banyak menyebabkan gejala batuk yaitu 35 penderita (79,55%) dan tersedak 25 penderita (75,76%).

4.1.12 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik. Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Total Tanda fisik n % n % n % Sianosis 1 100.0 0 0 0 1 100

Stridor 5 31,25 11 68,75 16 100

Diminished air entry 6 19,35 25 80,65 31 100

Wheezing 3 25,00 9 75,00 12 100

Ronki 8 61,54 5 38,46 13 100

Jenis benda asing anorganik lebih banyak menyebabkan tanda fisik berkurangnya udara pada sisi paru yang terhirup benda asing dibandingkan dengan jenis benda asing jenis organik, yaitu 25 penderita (80,65%) .

4.2 Hasil statistik analitik

4.2.1 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala batuk.

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Gejala Batuk n % n % Nilai P Positif (+) 9 20,45 35 79,55 Negatif (-) 2 33,33 4 66,67 Total 11 22,00 39 78,00 0,475

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala batuk (P=0,475).

4.2.2 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala tercekik.

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Gejala Tercekik n % n % Nilai P Positif (+) 2 15,38 11 84,62 Negatif (-) 9 24,32 28 75,68 Total 11 22,00 39 78,00 0,503

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala tercekik (P=0,503).

4.2.3 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala sesak nafas

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Nilai P Gejala sesak nafas n % n % Positif (+) 8 30,76 18 69,24 Negatif (-) 4 16,67 20 83,33 Total 12 24,00 38 76,00 0,057

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala sesak nafas (P=0,057).

4.2.4 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala tersedak

Jenis Benda Asing Organik Anorganik Nilai P Gejala tersedak n % n % Positif (+) 8 24,24 25 75,76 Negatif (-) 3 17,65 14 82,35 Total 11 22,00 39 78,00 0,593

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala tersedak (P=0,593).

4.2.5 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala demam

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Gejala demam n % n % Nilai P Positif (+) 5 38,46 8 61,54 0,095

Negatif (-) 6 16,22 31 83,78

Total 11 22,00 39 78,00

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala demam (P=0,095).

4.2.6 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik sianosis

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Tanda fisik Sianosis n % n % Nilai P Positif (+) 1 2,00 0 0 Negatif (-) 49 98,00 0 0 Total 50 100,00 0 0 0,119

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik

dengan tanda fisik sianosis (P=0,119)

4.2.7 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik stridor

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Nilai P Tanda fisik Stridor n % n % Positif (+) 7 43,75 9 56,25 0,011

Negatif (-) 4 11,76 30 88,24

Total 11 22,00 39 78,00

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P<0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna secara statistik pada aspirasi benda asing terhadap jenis benda

asing organik dan anorganik dengan tanda fisik stridor (P=0,011).

4.2.8 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik auskultasi

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Tanda Auskultasi n % n % Nilai P Positif (+) 6 19,35 25 80,65 Negatif (-) 5 26,32 14 73,68 Total 11 22,00 39 78,00 0,564

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P>0,05, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan tanda fisik auskultasi (P=0,564).

4.2.9 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik wheezing

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Tanda fisik wheezing N % n % Nilai P Positif (+) 3 25,00 9 75,00 Negatif (-) 8 21,05 30 78,95 Total 11 22,00 39 78,00 0,77 3

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan tanda fisik wheezing (P=0,773).

4.2.10 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik ronki

Jenis Benda Asing

Organik Anorganik Tanda Ronki n % n % Nilai P Positif (+) 8 61,54 5 38,46 Negatif (-) 3 8,11 34 91,89 Total 11 22,00 39 78,00 0,000

Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P<0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna secara statistik pada aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan

anorganik dengan tanda fisik ronki (P=0,000).

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Departemen THT-KL FK USU bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik didapatkan data penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial selama 5 tahun terakhir (2006-2010) adalah sebanyak 50 penderita.

Gambar 5.1.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Dari gambar 5.1.1 didapatkan bahwa jenis kelamin terbanyak menderita aspirasi benda asing adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 36 penderita (72%) sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 14 penderita (28%). Hal ini mungkin terjadi karena sifat alamiah anak laki-laki yang lebih berani dan lebih aktif dibandingkan anak perempuan.

Beberapa penelitian lain melaporkan hal yang sama yaitu sebuah studi retrospektif dengan jumlah sampel adalah 112 pasien aspirasi benda asing yang dilakukan bronkoskopi selama 20 tahun di sebuah rumah sakit di Belgia, terdapat 60,8% laki-laki dan 39,2% perempuan. (Baharloo dkk 1999)

Rehman dkk (2000) melaporkan hasil yang serupa yaitu suatu penelitian deskriptif selama lima tahun (1996-2000) di sebuah rumah sakit di India, 40 pasien aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, 70% adalah anak laki-laki.

Swanson dkk (2002) melaporkan 39 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial selama 11 tahun dimana terdapat 71,7% kasus adalah laki-laki.

Kaur dkk (2002) melaporkan aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial selama satu tahun terdapat 50 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, dimana perbandingan laki-laki dengan perempuan 1,5: 1.

Ayed dkk (2003) melaporkan studi deskriptif selama 5 tahun, terdapat 235 kasus dengan rentang usia 7 bulan sampai 15 tahun yang menjalani bronkoskopi dengan dugaan aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, 206 kasus benda asing berhasil dikeluarkan, sedangkan 29 kasus tidak ditemukan benda asing saat dilakukan bronkoskopi, terdapat 74,4% jenis kelamin laki-laki.

Tomaske dkk (2006) melaporkan penelitian deskriptif 370 kasus anak-anak yang dilakukan bronkoskopi kaku pada ruang emergensi di sebuah rumah sakit di Swiss selama 13 tahun. Mereka melaporkan karakteristik pasien yaitu dua pertiga dari kasus merupakan laki-laki.

Hazdiras dkk (2006) melaporkan 1035 kasus bronkoskopi pada anak yang dicurigai terhirup benda asing di sebuah rumah sakit di Turkey selama 18 tahun, terdapat 911 (88%) merupakan kasus benda asing di traktus trakeobronkhial dimana lebih setengah dari sampel merupakan laki-laki.

Mahyar dkk (2006) melaporkan karakteristik 101 kasus aspirasi benda asing selama 10 tahun di sebuah rumah sakit di Iran, dimana terdapat 65,3% laki-laki.

Mahafza dkk (2007) melaporkan suatu penelitian deskriptif pada 524 pasien yang dicurigai mengalami aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial di sebuah rumah sakit di Jordania selama 10 tahun, terdapat 386 (73,7%) kasus yang di diagnosis sebagai aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial dengan rasio laki-laki dan perempuan adalah 3:2.

Cataneo dkk ( 2008 ) melaporkan suatu penelitian deskriptif dari 164 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, 57,5% adalah laki-laki.

Huang dkk (2008) melaporkan suatu penelitian deskriptif periode 2004-2006 terdapat 11 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, 81,8% adalah laki-laki.

Gambar 5.1.2 Distribusi proporsi kelompok umur pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Dari gambar 5.1.2 distribusi proporsi tertinggi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan kelompok umur terbanyak adalah usia dibawah 6 tahun, dimana >3–6 tahun sebanyak 16 penderita (32%) dan >0–3 tahun sebanyak 14 penderita (28%), dengan rata-rata umur 3,4 tahun. Penderita termuda yaitu umur 10 bulan dan tertua umur 25 tahun. Tingginya angka kejadian pada kelompok umur tersebut oleh karena anak-anak cenderung mempunyai kebiasaan untuk memasukkan benda-benda yang ditemukan ke dalam mulut untuk mengetahui tekstur dan rasanya, yang kemudian dapat tersangkut saat makan sambil tertawa, bicara, menangis dan berlari. Faktor gigi geligi yang belum lengkap juga sangat berperan terjadinya aspirasi benda asing pada anak-anak.

Beberapa penelitian lain melaporkan hal sama yaitu Emir dkk (2001) melaporkan studi deskriptif selama 10 tahun pada 698 kasus bronkoskopi, usia paling muda bayi umur 1

hari dan yang paling tua adalah umur 16 tahun, dan kelompok umur yang tersering adalah usia 1-5 tahun sampai 53,8%.

Hazdiras dkk (2006) melaporkan 1035 kasus bronkoskopi pada anak yang dicurigai terhirup benda asing di sebuah Rumah Sakit di Turkey selama 18 tahun terdapat 911 (88%) kasus benda asing di traktus trakeobronkhial dimana usia rata-rata adalah 4,1 tahun.

Saragih (2007) di RS H.Adam Malik Medan melaporkan 21 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial selama kurun waktu 5 tahun, kasus terbanyak pada kelompok umur 0-5 tahun.

Gambar 5.1.3 Distribusi proporsi keluhan utama pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Dari gambar 5.1.3 distribusi proporsi keluhan utama terbanyak penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah terhirup benda asing sebanyak 46 penderita (92%). Hal ini terjadi karena hampir semua kasus mengetahui dengan pasti dan menyaksikan saat terjadi aspirasi benda asing.

Penelitian deskriptif lain melaporkan hal yang sama alasan utama pasien datang ke rumah sakit dan dilakukan bronkoskopi adalah riwayat aspirasi benda asing yang disertai

sesak nafas ( 85%), riwayat infeksi paru-paru yang resisten(11,6%) dan kondisi klinis seperti asma bronkhial (1,7%) yang tidak sembuh dengan pengobatan, gambaran radiologi yang abnormal (1%) dan hemoptysis (0,38%) (Hazdiraz dkk 2006).

Gambar 5.1.4 Distribusi proporsi gejala pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Dari gambar 5.1.4 distribusi proporsi tertinggi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan gejala adalah batuk yaitu sebanyak 44 (88%), disusul oleh tersedak 33 penderita (66%) dan sesak nafas 26 penderita (52%). Hal ini terjadi karena saat benda asing melewati laring dan trakea, terjadi reflek batuk dan tersedak, sesak nafas dapat terjadi jika benda asing tersangkut di trakea atau menutup karina. Keadaan pneumonia akibat benda asing juga dapat menyebabkan sesak nafas.

Penelitian deskriptif lain melaporkan hal yang serupa yaitu gejala dan tanda yang sering terjadi pada pasien dengan aspirasi benda asing pada traktus trakeobronkhial disebut “ penetrated syndrome” yaitu rasa tercekik tiba-tiba yang dikuti oleh batuk, bisa disertai muntah atau tidak. (Emir dkk 2001; Srppnath dkk 2002; Tomaske dkk 2006; Mahyar dkk 2006; Cataneo dkk 2008).

Studi lain melaporkan gejala dan tanda yang paling sering terjadi adalah batuk (90,4%) dan sesak nafas (Ayed dkk 2003), Saragih dkk (2007) melaporkan sesak nafas 42,8% dari 21 kasus

Gambar 5.1.5 Distribusi proporsi tanda fisik penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Dari gambar di atas tanda fisik yang paling sering dialami oleh penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah pada auskultasi terdengar berkurangnya udara pada sisi paru yang terhirup benda asing yaitu 31 penderita (62%) di ikuti oleh

stridor 16 penderita (32%.), ronki 13 penderita (26%) dan wheezing 12 penderita

(24%). Hal ini dapat terjadi karena benda asing menyumbat bronkus sehingga pasase udara ke paru-paru pada sisi benda asing berada menjadi berkurang. Sifat dan lokasi benda asing mempengaruhi gejala yang timbul.

Penelitian lain melaporkan hal yang serupa yaitu tanda fisik yang sering terjadi yaitu berkurangnya suara pernafasan dan wheezing (66,7%) ( Baharloo dkk 1999; Ayed dkk 2003)

Gambar 5.1.6 Distribusi proporsi jenis benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Dari diagram diatas distribusi proporsi tertinggi jenis benda asing penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan jenis benda asing yang terhirup adalah dari kelompok benda asing anorganik yaitu mainan, sebanyak 29 penderita (58%), disusul oleh kacang 10 penderita (20%). Jenis benda asing kacang lebih banyak terhirup oleh kelompok umur 0-3 tahun, sedangkan pada kelompok umur >3-6 tahun lebih banyak terhirup jenis benda asing mainan, seperti pluit sepatu. Hal ini mungkin terjadi karena kelompok umur >0-3 tahun belum mempunyai gigi geligi yang lengkap dan kelompok umur >3-6 tahun lebih banyak waktu dan variasi permainan yang melibatkan benda-benda kecil seperti pluit sepatu.

Beberapa studi deskriptif lain melaporkan hal yang serupa yaitu jenis benda asing terbanyak adalah benda asing anorganik yaitu pluit plastik (Rehman dkk, 2000), sama halnya yang dilaporkan oleh Nurbaiti dkk 2003 jenis benda asing yang terbanyak dari jenis benda asing anorganik yaitu jarum pentul 53,6% dari 41 kasus. Penelitian deskriptif lain melaporkan jenis benda asing anorganik lain seperti mainan plastik dan peniti (Tomaske dkk 2006).

Berbeda dengan yang dilaporkan oleh Emir dkk 2001, benda asing yang terbanyak yaitu jenis organik seperti hazelnut, biji bunga matahari, dan urutan selanjutnya adalah jenis anorganik seperti jarum pentul, tutup pulpen. Saragih dkk 2007 melaporkan jenis benda asing organik seperti kacang tanah 38%, selebihnya tulang ayam,biji sawo, jarum pentul, pluit sepatu anak-anak, peniti,tutup pulpen,

Berbeda dengan hasil penelitian lain yang melaporkan jenis benda asing yang paling banyak terhirup adalah jenis organik, merupakan 90% dari seluruh kasus, dimana lebih dari 50% berupa kacang (Baharloo dkk 1999), biji-bijian, kacang-kacangan (26,8%) dan sayuran (25,3%) (Ayed dkk 2003; Mahafza dkk 2007), 85,1% biji-bijian, kacang almond dan kenari (Mahyar dkk 2006).

Gambar 5.1.7 Distribusi proporsi durasi pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.

Dari gambar di atas terlihat distribusi proporsi durasi tersering pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah 1-7 hari, dimana dialami oleh 24 penderita (48%). Hal ini dapat terjadi karena aspirasi benda asing dapat bersifat asimptomatik atau gejala dan tanda terlambat muncul terutama jenis benda asing anorganik sehingga terlambat datang ke rumah sakit. Faktor lain adalah tidak ada yang menyaksikan saat aspirasi terjadi.

Srppnath dkk (2002) melaporkan hal yang hampir sama, hampir semua kasus datang terlambat ke rumah sakit, 32% datang 7-14 hari setelah terjadi aspirasi.

Berbeda dengan yang dilaporkan oleh Ayed dkk (2003), mereka melaporkan 87% kasus datang sebelum 24 jam dan 13% datang setelah 24 jam. Rata-rata durasi waktu antara saat terjadi aspirasi dengan saat ditegakkan diagnosis adalah 48 jam.

Emir dkk (2001) melaporkan 46,3% kasus datang pada hari saat terjadi aspirasi, 27% pada hari ke 2-7, dan 26,7% setelah hari ke delapan.

Gambar 5.1.8 Distribusi proporsi gambaran foto thorak penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Dari gambar 5.1.8 terlihat bahwa distribusi proporsi gambaran radiologi foto thorak terbanyak adalah gambaran normal, sebanyak 40 penderita (80%) disusul gambaran radioopak yang menunjukkan gambaran benda asing jarum pentul dan anting-anting pada enam penderita (12%) dan selebihnya menunjukkan gambaran komplikasi benda asing terhadap paru-paru yaitu pneumonia, atelektasis dan kolaps paru.

Berbeda dengan hasil penelitian lain yang melaporkan gambaran radiologi pada dua kelompok, kelompok anak-anak dan kelompok dewasa, yang paling sering pada kelompok

anak-anak adalah terperangkapnya udara (64%), sedangkan atelektasis merupakan gambaran radiologi tersering pada kelompok dewasa (50%). Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok dengan uji chi-square yaitu P<0,005. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara gambaran radiologi dan penanganan yang terlambat. Demam dijumpai pada 77% kasus dengan gambaran radiologi pneumonia dan 31% pada gambaran radiologi normal. Terdapat perbedaan yang signifikan dengan uji chi-square, P= 0,016. (Baharloo dkk 1999).

Studi lain melaporkan emfisema obstruktif dan jika benda asing sudah lama berada di bronkus maka sering tampak gambaran kolaps paru unilateral pada gambaran radiologi. Juga bisa tampak gambaran pneumonia persisten dan abses paru (Emir dkk 2001), unilateral overdistensi, atelektasis dan radioopak, (Tomaske dkk 2006), gambaran radiologi normal 21,3%, atelektasis 40,9%, hiperinsuflasi 17,1%,radioopak 20,7%(Cataneo dkk 2008). Nurbaiti dkk (2003) melaporkan 60,1% kasus yang menunjukkan gambaran benda asing, dengan jenis benda asing terbanyak yaitu jarum pentul.

Gambar 5.1.9 Distribusi proporsi lokasi benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Dari diagram 5.1.9 di atas tampak distribusi proporsi lokasi benda asing terbanyak pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah bronkus kanan yaitu sebanyak 25 penderita (50%) di susul bronkus kiri sebanyak 17 penderita (34%).

Hal ini dapat terjadi karena bronkus utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama kanan. Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu ke kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus kiri.

Penelitian deskriptif lain melaporkan hal yang sama oleh Baharloo dkk (1999), mereka melaporkan distribusi benda asing pada traktus trakheobronkial saat dilakukan bronkoskopi pada dua kelompok yaitu kelompok anak-anak 52,5% benda asing berada di bronkus kanan dan 47,5% berada pada bronkus kiri (tidak terdapat perbedaan yang signifikan). Pada kelompok dewasa 69% benda asing terdapat pada bronkus kanan, dan 31% pada bronkus kiri, (signifikan dengan uji chi-square P<0.005). Studi lain melaporkan lokasi tersering adalah bronkus utama kanan 60,9% dari 524 kasus (Mahafza dkk 2007),75,6% dari 86 kasus (Mise dkk 2009 ), 55,7% dari 370 kasus(Tomaske dkk 2006), 50,4% dari 101 kasus(Mahyar dkk 2006), trakhea 52,4% dari 21 kasus (Saragih dkk 2007). Di bagian THT RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan 10 kasus aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial selama 1 tahun (1998), 5 di bronkus kanan, 1 di bronkus kiri sisanya di laring dan trakhea.

Gambar 5.1.10 Distribusi proporsi komplikasi akibat benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

Komplikasi akibat benda asing terjadi pada empat kasus dari seluruh jumlah penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, yaitu satu kasus mengalami pneumonia dan atelektasis, satu kasus mengalami asfiksia, satu kasus mengalami leukositosis dan kasus terakhir mengalami kolaps paru. Komplikasi yang terjadi akibat tindakan terjadi pada tiga kasus, yaitu dua kasus mengalami kegagalan mengeluarkan benda asing saat dilakukan bronkoskopi, satu kasus mengalami spasme trakea. Salah satu kasus yang gagal tersebut juga

Dokumen terkait