PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS
TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010
TESIS
OLEH: dr. FADHLIA
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Oleh:
dr. FADHLIA
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, April 2011
Tesis dengan judul
PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010
Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua
dr. Ida Sjailandrawati, Sp.THT-KL NIP: 195206031979122001
Anggota
dr. Linda I.Adenin,Sp.THT-KL dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL NIP: 195604041983032001 NIP: 195310041980111002
Diketahui oleh Diketahui oleh Ketua Departemen THT-KL Ketua Progran Studi
Prof. dr. Abdul Rachman S, Sp. THT-KL (K) dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Bismillahirrahmannirrahim, saya panjatkan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi karena dengan rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan tulisan karya
ilmiah dalam bentuk tesis yang berjudul PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN
2006-2010
Tulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Saya sangat menyadari bahwa tulisan ini mungkin masih jauh dari sempurna baik isi
maupun bahasannya, dengan semua keterbatasan tersebut, saya berharap mendapat masukan yang bermanfaat demi kebaikan kita semua.
Dengan berakhirnya masa pendidikan Magister saya, maka pada kesempatan yang
berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
Yang terhormat Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan,
yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja dilingkungan Rumah Sakit ini.
Yang terhormat Prof. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp THT-KL (K), Sebagai Kepala
Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat baik sebagai Kepala Departemen dan sebagai guru selama
saya mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik
Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya.
Yang terhormat dr. Ida Sjailandrawati Harahap, Sp. THT-KL sebagai ketua pembimbing Tesis saya, dr. Linda Irwani Adenin, Sp. THT-KL dan dr. Muzakkir Zamzam, Sp. THT-KL(K) sebagai anggota pembimbing tesis, yang telah banyak memberikan petunjuk
perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis Magister ini. Saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan
bimbingan yang telah diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
Yang terhormat Guru Saya dijajaran THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan Sp. THT-KL (K), dr. Yuritna Haryono, Sp. THT-KL (K), Prof.
dr. Askaroellah Aboet, Sp. THT-KL(K), dr T. Sofia Hanum, Sp. THT-KL (K), dr. Mangain Hasibuan Sp. THT-KL, Dr. dr. Delfitri Munir, Sp. THT-KL (K), dr. Hafni, Sp. THT-KL (K),
dr. Rizalina A. Asnir, Sp. THT-KL (K), dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL, dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL, dr. Andrina YM. Rambe, Sp. THT-KL, dr. Harry A. Asroel, Sp. THT-KL, dr. Farhat, Sp. THT-KL, dr. Aliandri, Sp. THT-KL, dr. Ashri Yudhistira, Sp. THT-KL, dr.
THT-KL yang telah banyak memberikan bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan dibidang
THT-KL, baik secara teori maupun keterampilan yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya dikemudian hari.
Yang terhormat dr. Putri C. Eyanoer, MS. Epi. Ph.D, yang yang telah banyak
memberikan petunjuk perhatian serta bimbingan di bidang Metodologi Penelitian, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis Magister ini. Saya mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingannya.
Yang Mulia Ayahanda H.Mahyiddin, HB.SH dan Ibunda Dra.Hj. Sufni Yusuf dengan segala daya upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih
sayang semenjak kecil sehingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT,
ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terimakasih juga saya tujukan kepada kakak saya, Kurniati Mahyiddin M.Env.Sci, dan adik-adik saya Alfi Mushaitir S.TP, S.Hi, dr.Desi Maghfirah,
yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.
Yang terhormat kedua mertua saya Alm.H.Ridwan Rani, S.H dan Dra.Hj. Yulidar
Mahmud yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga pendidikan ini dapat selesai.
Kepada suamiku tercinta Yudi Syukran S.Si serta anak-anak kami tersayang
Muhammad Daffa Ghifari Syukran dan Raisa Kamila Putri Syukran, tiada kata yang lebih indah yang dapat diucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas
pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya saya sampai pada saat yang berbahagia ini.
Yang tercinta teman-teman sejawat peserta Magister Kedokteran Ilmu Kesehatan
duka, saling membantu sehingga terjalin persaudaraan yang erat, dengan harapan
teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.
Akhirnya izinkan saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan
kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT, yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang,
Amiin, Amiin Ya Robbal’alamin.
Medan, 12 Mei 2011 Penulis
PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS
TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010 ABSTRAK
Pendahuluan: Aspirasi benda asing pada saluran nafas, terutama pada traktus trakeobronkhial sangat berbahaya dan terkadang sangat fatal. Hal ini dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak-anak dan orangtua. Kasus ini dapat mengancam jiwa dan merupakan penyebab kecelakaan fatal di rumah tangga terutama pada anak yang usia lebih kecil dari 6 tahun dan menyebabkan 300 kematian di Amerika serikat setiap tahunnya. Di indonesia, beberapa sentra melaporkan Angka kejadian relatif tidak cukup tinggi namun berbagai penyulit dapat timbul, mulai dari menegakkan diagnosis, cara mengeluarkan benda asing, komplikasi dan kematian yang terjadi akibat kasus ini. Tujuan Penelitian: Mengetahui profil penderita aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial. Metode: Studi deskiptif yang mengambil data dari rekam medik RSUP H.Adam Malik pada periode Januari 2006-Desember 2010. Sampel merupakan total populasi. Hasil Penelitian: Jumlah penderita aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial selama periode 5 tahun adalah 50, 36 orang jenis kelamin laki-laki (72%) dan14 perempuan (28%), kelompok umur terbanyak >3–6 tahun 16(36%), >0–3 tahun 14(28%), keluhan utama terbanyak adalah terhirup benda asing 46(92%), gejala tersering adalah batuk yaitu 44(88%) dan tersedak 33(66%), tanda fisik tersering adalah pada auskultasi terdengar berkurangnya udara pada sisi paru yang terhirup benda asing yaitu 31(62%), durasi adalah 1-7 hari 24(48%), jenis benda asing yang terhirup adalah mainan 29(58%), gambaran radiologi foto thorak terbanyak adalah gambaran normal 40(80%), lokasi benda asing terbanyak adalah bronkus kanan yaitu 50%,Komplikasi terjadi pada 5 penderita. Uji kemaknaan dengan chi-square pada jenis benda asing organik dan anorganik terhadap gejala dan tanda mendapatkan hasil P<0,05 pada tanda fisik stridor dan ronki. Kesimpulan: Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda seperti yang dilaporkan penelitian retrospektif lain, sedikit perbedaan terdapat pada jenis benda asing yang tersering yaitu jenis anorganik (mainan).
TRACHEOBRONCHIAL FORIEGN BODY ASPIRATION IN H.ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL DURING 2006-2010
ABSTRACT
Introduction: Tracheobronchial foreign body aspiration continues to be a very serious and vital problem in childhood. Foreign body aspiration is one of the leading causes of death at home in children under 6 years of age in the United States.
Aim: To investigate the characteristics of Tracheobronchial foreign body aspiration Methods: This is a descriptive study based on medical record with population were patients diagnosed with tracheobronchial foreign body aspiration during 2006-2010 in H. Adam Malik General Hospital. Results: Total patients with tracheobronchial foreign body aspiration were fifty cases, 36 male (72%) and 14 female (28%), highest at group of age >3–6 years old 16(36%), followed by age group of >0–3 years old 14(28%), main complaint was foreign body aspiration 46(92%), the most frequent sign and symptom was coughing 44(88%), choking 33(66%) and diminished air entry 31(62%), the average duration before patient seek medical attention were 1-7 days 24(48%),%), the most frequent foreign body were small toys 29(58%), the most radiographs appearence was normal 40(80%), foreign body more often lodged at right main bronchus 25(50%),there was five cases with complication. We used
chi-square evaluation on foreign bodies types, organic and anorganic with sign and symptom, and
we found that there was a significant different between organic and anorganic types in presentation of stridor (P=0.001) and ronchi (P=0.000). Conclusion: The result of this study was not substantially different from that reported in other countries, the only difference was that the most frequently aspirated foreign body in our study was anorganic (toys).
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xv
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan masalah 3
1.3 Tujuan penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 3 1.4 Manfaat penelitian 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi dan Fisiologi traktus trakeobronkial 6
2.1.1 Anatomi 6
2.1.2 Fisiologi 8
2.2. Aspirasi benda asing di traktus trakeobrokial 10
2.2.1 Definisi 10
2.2.2 Etiologi 11
2.2.3 Epidemiologi 11 2.2.4 Keluhan Utama 11 2.2.5 Gejala Dan Tanda 12
2.2.6 Durasi 13
2.2.8 Jenis Benda Asing 15 2.2.9 Pemeriksaan penunjang 15
2.2.10 Diagnosis 16
2.2.11 Penatalaksanaan 17 2.2.12 Komplikasi 19
2.3 Kerangka Konsepsional 21
2.4 Kerangka Kerja 22
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian 23 3.2 Lokasi Penelitian 23 3.3 Populasi dan Sampel 23
3.3.1 Populasi 23
3.3.2 Sampel Penelitian 23 3.4 Variabel Penelitian 23
3.4.1 Definisi Operasional Variabel 23
3.5 Penyajian Data 24
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1Hasil Statistik Deskriptif 26 4.1.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial. 26 4.1.2 Distribusi proporsi kelompok umur pada penderita
aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial. 26 4.1.3 Distribusi proporsi keluhan utama pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial 27 4.1.4 Distribusi proporsi gejala pada penderita aspirasi benda
aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial. 28 4.1.6 Distribusi proporsi durasi pada penderita aspirasi benda
asing di traktus trakeobronkhial. 28 4.1.7 Distribusi proporsi gambaran radiologi pada penderita
aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial 29 4.1.8 Distribusi proporsi lokasi benda asing pada penderita
aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial. 29 4.1.9 Distribusi proporsi komplikasi pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial 29 4.1.10 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala 30 4.1.11 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap tanda fisik. 31 4.2 Hasil statistik analitik
4.2.1 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala batuk 31
4.2.2 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala tercekik. 32
4.2.3 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala sesak nafas 32
4.2.4 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala tersedak. 33
4.2.5 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala demam 33
4.2.6 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala sianosis 33
4.2.8 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik auskultasi 34
4.2.9 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik wheezing 34
4.2.10 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik ronki 35
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hasil Statistik Deskriptif 36
5.2 Hasil Statistik Analitik 50
BAB 6 KESIMPULAN 53
6.1 Kesimpulan 53
6.2 Saran 53
KEPUSTAKAAN 55
PERSONALIA PENELITIAN 61
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ukuran panjang dan diameter trakea dan bronkus 8 Tabel 2.2 Ukuran alat endoskopi pada bayi dan anak 17 Tabel 4.1.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial. 26 Tabel 4.1.2 Distribusi proporsi kelompok umur pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial. 26 Tabel 4.13 Distribusi proporsi keluhan utama pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial 27 Tabel 4.1.4 Distribusi proporsi gejala pada penderita aspirasi benda asing
di traktus trakeobronkhial. 27
Tabel 4.1.5 Distribusi proporsi jenis benda asing pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial. 28 Tabel 4.1.6 Distribusi proporsi durasi pada penderita aspirasi benda asing
di traktus trakeobronkhial. 28
Tabel 4.1.7 Distribusi proporsi gambaran radiologi pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial 29 Tabel 4.1.8 Distribusi proporsi lokasi benda asing pada penderita aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial. 29 Tabel 4.1.9 Distribusi proporsi komplikasi pada penderita aspirasi benda
asing di traktus trakeobronkhial 29
Tabel 4.1.10 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala 30
Tabel 4.1.11 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap tanda fisik. 31 Tabel 4.2.1 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala batuk 31 Tabel 4.2.2 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala tercekik. 32 Tabel 4.2.3 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala sesak nafas 32 Tabel 4.2.4 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala tersedak. 33 Tabel 4.2.5 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala demam 33 Tabel 4.2.6 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap gejala sianosis 33 Tabel 4.2.7 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap tanda fisik stridor 34 Tabel 4.2.8 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap tanda fisik auskultasi 34 Tabel 4.2.9 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap tanda fisik wheezing 34 Tabel 4.2.10 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus
trakeobronkhial terhadap tanda fisik ronki 35 Tabel 5.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi
Tabel 5.2 Distribusi proporsi kelompok umur pada penderita aspirasi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi traktus trakeobronkial 6 Gambar 2.2 Potongan melintang jika dilihat dengan bronkoskopi 7 Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsepsional 21 Gambar 2.4. Skema Kerangka Kerja 22 Gambar 5.1.1 Penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkial
berdasarkan jenis kelamin 36
Gambar 5.1.2 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan kelompok umur 38 Gambar 5.1.3 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan keluhan utama 39 Gambar 5.1.4 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan gejala 40 Gambar 5.1.5 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan tanda fisik 41 Gambar 5.1.6 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan jenis benda asing yang terhirup 42 Gambar 5.1.7 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di
traktus trakeobronkial berdasarkan durasi 43 Gambar 5.1.8 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan gambaran foto thorak 44 Gambar 5.1.9 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan lokasi benda asing 46 Gambar 5.1.10 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan komplikasi akibat benda asing 47 Gambar 5.1.11 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkial berdasarkan komplikasi akibat tindakan 49
PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS
TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010 ABSTRAK
Pendahuluan: Aspirasi benda asing pada saluran nafas, terutama pada traktus trakeobronkhial sangat berbahaya dan terkadang sangat fatal. Hal ini dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak-anak dan orangtua. Kasus ini dapat mengancam jiwa dan merupakan penyebab kecelakaan fatal di rumah tangga terutama pada anak yang usia lebih kecil dari 6 tahun dan menyebabkan 300 kematian di Amerika serikat setiap tahunnya. Di indonesia, beberapa sentra melaporkan Angka kejadian relatif tidak cukup tinggi namun berbagai penyulit dapat timbul, mulai dari menegakkan diagnosis, cara mengeluarkan benda asing, komplikasi dan kematian yang terjadi akibat kasus ini. Tujuan Penelitian: Mengetahui profil penderita aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial. Metode: Studi deskiptif yang mengambil data dari rekam medik RSUP H.Adam Malik pada periode Januari 2006-Desember 2010. Sampel merupakan total populasi. Hasil Penelitian: Jumlah penderita aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial selama periode 5 tahun adalah 50, 36 orang jenis kelamin laki-laki (72%) dan14 perempuan (28%), kelompok umur terbanyak >3–6 tahun 16(36%), >0–3 tahun 14(28%), keluhan utama terbanyak adalah terhirup benda asing 46(92%), gejala tersering adalah batuk yaitu 44(88%) dan tersedak 33(66%), tanda fisik tersering adalah pada auskultasi terdengar berkurangnya udara pada sisi paru yang terhirup benda asing yaitu 31(62%), durasi adalah 1-7 hari 24(48%), jenis benda asing yang terhirup adalah mainan 29(58%), gambaran radiologi foto thorak terbanyak adalah gambaran normal 40(80%), lokasi benda asing terbanyak adalah bronkus kanan yaitu 50%,Komplikasi terjadi pada 5 penderita. Uji kemaknaan dengan chi-square pada jenis benda asing organik dan anorganik terhadap gejala dan tanda mendapatkan hasil P<0,05 pada tanda fisik stridor dan ronki. Kesimpulan: Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda seperti yang dilaporkan penelitian retrospektif lain, sedikit perbedaan terdapat pada jenis benda asing yang tersering yaitu jenis anorganik (mainan).
TRACHEOBRONCHIAL FORIEGN BODY ASPIRATION IN H.ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL DURING 2006-2010
ABSTRACT
Introduction: Tracheobronchial foreign body aspiration continues to be a very serious and vital problem in childhood. Foreign body aspiration is one of the leading causes of death at home in children under 6 years of age in the United States.
Aim: To investigate the characteristics of Tracheobronchial foreign body aspiration Methods: This is a descriptive study based on medical record with population were patients diagnosed with tracheobronchial foreign body aspiration during 2006-2010 in H. Adam Malik General Hospital. Results: Total patients with tracheobronchial foreign body aspiration were fifty cases, 36 male (72%) and 14 female (28%), highest at group of age >3–6 years old 16(36%), followed by age group of >0–3 years old 14(28%), main complaint was foreign body aspiration 46(92%), the most frequent sign and symptom was coughing 44(88%), choking 33(66%) and diminished air entry 31(62%), the average duration before patient seek medical attention were 1-7 days 24(48%),%), the most frequent foreign body were small toys 29(58%), the most radiographs appearence was normal 40(80%), foreign body more often lodged at right main bronchus 25(50%),there was five cases with complication. We used
chi-square evaluation on foreign bodies types, organic and anorganic with sign and symptom, and
we found that there was a significant different between organic and anorganic types in presentation of stridor (P=0.001) and ronchi (P=0.000). Conclusion: The result of this study was not substantially different from that reported in other countries, the only difference was that the most frequently aspirated foreign body in our study was anorganic (toys).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspirasi benda asing pada saluran nafas, terutama pada traktus trakeobronkhial sangat
berbahaya dan terkadang sangat fatal. Aspirasi benda asing dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak-anak dan orangtua. Kasus ini dapat mengancam jiwa dan merupakan
penyebab kecelakaan fatal di rumah tangga terutama pada anak yang usia lebih kecil dari 6 tahun dan menyebabkan 300 kematian di Amerika serikat setiap tahunnya (Fadl dkk 1997; Rehman dkk 2000; Oliviera dkk 2002; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk 2006; Saragih 2007;
Cataneo dkk 2008; Mise dkk 2009)
Beberapa laporan studi retrospektif pada rumah sakit di beberapa negara, kasus
aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial bervariasi, rata-rata pertahun tidak begitu tinggi namun dilaporkan dapat menyebabkan komplikasi yang berat bahkan kematian karena kasus ini sering terlambat datang ke rumah sakit atau kesalahan diagnosa, hal ini sering
disebabkan karena gejala dan tanda yang tidak khas dan tidak ada saksi saat terjadi aspirasi benda asing.
Demikian juga di Indonesia, sampai saat ini belum ada data nasional tentang kasus ini, namun beberapa rumah sakit pendidikan seperti RS.Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS.Hasan Sadikin Bandung, RS. Dr.Soetomo Surabaya dan RS H.Adam Malik Medan pernah
melaporkan kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial dalam kurun waktu tertentu yang bervariasi. Angka kejadiannya relatif tidak cukup tinggi namun berbagai penyulit dapat
Aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial sering terjadi pada usia lebih muda
dari tiga tahun (75-85%) dimana insiden lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan (2,5:1) (Rehman dkk 2000; Mallick dkk 2005; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk 2006; Saragih dkk 2007; Cataneo dkk 2008; Mise dkk 2009).
Gejala dan tanda yang paling sering dijumpai pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial adalah batuk dan rasa tercekik (54,9% - 94,4%), (Tomaske dkk 2006;
Mahyar dkk 2006; Saragih 2007;Cataneo dkk 2008)
Jenis benda asing terbanyak adalah jenis organik seperti biji-bijian (kacang tanah, kacang hijau dan jagung), tulang hewan dan jenis anorganik seperti benda-benda kecil yang
terbuat dari plastik dan logam (mainan pluit plastik dan peniti). (Rehman dkk 2000; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk 2006; Saragih dkk 2007; Cataneo dkk 2008; Mise 2009)
Srppnath dkk (2002) melaporkan hampir semua kasus datang terlambat ke rumah sakit, 32% datang 7-14 hari setelah terjadi aspirasi.
Hasil radiografi yang dilaporkan beragam, mulai dari gambaran radiologi normal,
radioopak, unilateral overdistensi, atelektasis, pneumonia, bronkiektasi, fistula bronkoesofageal dan hiperinsuflasi (Tomaske dkk 2006; Saragih dkk 2007; Cataneo dkk
2008)
Lokasi tersering tempat benda asing bersarang adalah bronkus utama kanan, karena anatominya yang memudahkan benda asing meluncur ke arah bronkus kanan (Rehman dkk
2000;Mallick dkk 2005; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk 2006; Saragih dkk 2007; Cataneo dkk 2008; Mise dkk 2009 ) .
bronkoskopi yaitu edema laring, spame laringeal dan bronkus, hipoksia dan bradikardia saat
dilakukan bronkoskopi, perdarahan, pneumothorax, pneumomediastinum dan meninggal karena serebral anoksia. (Rehman dkk 2000; Mallick dkk 2005; Pan H dkk 2010 )
Saat ini belum ada data yang pasti mengenai gambaran penderita aspirasi benda asing
di traktus trakeobronkhial di RSUP H. Adam Malik Medan, karena itulah penulis mencoba untuk melakukan penelitian tentang profil penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial di bagian THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan. Dengan adanya data ini diharapkan penangangan aspirasi benda asing ditraktus trakheobronkial dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan maksimal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan diatas, dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu bagaimana profil penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2006-2010.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Memperoleh data profil penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial di
Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H.Adam Malik Tahun 2006-2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
2. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial berdasarkan kelompok umur
3. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan keluhan utama.
4. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan gejala
5. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan tanda fisik
6. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial berdasarkan jenis benda asing yang terhirup.
7. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial berdasarkan durasi yaitu jarak waktu aspirasi benda asing dengan saat dilakukan bronkoskopi.
8. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial berdasarkan gambaran foto thorak
9. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan lokasi benda asing
10. Mengetahui distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan komplikasi yang timbul.
11. Mengetahui distribusi proporsi hubungan jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala yang timbul.
12. Mengetahui distribusi proporsi hubungan jenis benda asing di traktus
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi untuk penanganan kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial yang lebih baik dan
maksimal.
1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
1.4.4 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan penyuluhan bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Trakeobronkhial
2.1.1 Anatomi
Traktus trakeobronkhial terdiri dari trakhea dan bronkus. Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu bersilia, mulai
dari kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga ke dua pada orang dewasa dan setinggi iga ke tiga pada anak-anak. Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke rongga
mediastinum di belakang manubrium sterni.
Trakea sangat elastis dan panjang serta letaknya berubah ubah tergantung pada posisi
kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian posteriornya tidak bertemu.
Di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan batas dengan esofagus yang
disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party wall). Panjang trakea kira-kira 12 sentimeter pada pria dan 10 sentimeter pada wanita. Diameter anteroposterior rata-rata 13 milimeter, sedangkan diameter transversal rata-rata 18 milimeter.
Trakea bercabang dua di setinggi torakal empat menjadi bronkus utama kanan dan kiri di antara keduanya terdapat karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari garis median, sehingga
lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari bronkus utama kiri, panjangnya pada orang dewasa 2-5 cm dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan. Panjang bronkus utama kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang
rawan sebanyak 9-12 buah. (Probst R et al 2006; Elstad M, Smith EM, 2009)
Gambar 2.2 Potongan melintang jika dilihat dengan bronkoskopi (Lore JM;
Bronkus utama kanan membentuk sudut 25o ke kanan dari garis tengah, sedangkan
bronkus utama kiri membuat sudut 45o ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian bronkus utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama
kanan dibandingkan bronkus utama kiri. Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu
ke kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus kiri. Bronkus utama kanan bercabang menjadi tiga yaitu superior, medius dan inferior sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi dua yaitu
superior dan inferior. Ukuran traktus trakeobronkhial pada orang dewasa, pria dan wanita serta pada anak-anak dan bayi berlainan. Ukuran traktus trakeobronkhial pada kadaver
menurut Chevalier Jackson (Jackson C, Jackson CL 1950) :
Tabel 2.1 Ukuran panjang dan diameter trakea dan bronkus
Dewasa Pria
Wanita Dewasa
Anak-anak
Bayi
Diameter trakea (mm) 14x20 12x16 5x10 6x7
Panjang trakea (cm) 12 10 6 4
Panjang bronkus kanan (cm) 2,5 2,5 2 1,5
Panjang bronkus kiri (cm) 5 5 3 2,5
Jarak gigi atas ke trakea (cm) 15 13 10 9 Jarak gigi atas ke bronkus sekunder
(cm)
32 28 19 15
2.1.2. Fisiologi
Fungsi traktus trakeobronkhial yaitu (Jackson C, Jackson CL 1950; Stell PM,Evan CC 1994) :
Traktus trakeobronkhial berguna untuk pasase udara (konduksi) setelah dari
hidung-faring-laring sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke bronkus respiratorius, tempat terjadinya pertukaran udara. Duktus alveolaris dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.
2. Drainase paru
Drainase sekret dari paru ke traktus trakeobronkhial kemudian ke faring dilakukan oleh mekanisme gerakan silia (ciliary wafting), batuk (tussive squeeze) dan hembusan
mendehem (bechic blast).
3. Daya perlindungan paru
Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :
a. Mukus, yang berasal dari sel goblet yang menjaga supaya selaput lendir trakea dan bronkus selalu basah dan licin. Sekret berupa mukus membentuk palut lendir (mucous
blanket) untuk menangkap partikel debu dan mikroorganisme yang teraspirasi. Sekret bergerak ke arah laring dan faring oleh mekanisme silia dan batuk.
b. Mekanisme mukosiliar
Pada yang bernafas melalui hidung, partikel debu dan mikroorganisme telah disaring di hidung dan nasofaring tetapi bila bernafas melalui mulut penyaringan itu belum terlaksana. Di laring dan trakea mukosa diliputi oleh epitel torak bersilia, kecuali di
pita suara. Epitel torak bersilia diliputi oleh palut lendir tipis. Gerak silia yang efektif, tergantung pada komposisi dan viskositas mukus. Kekeringan menyebabkan
degenerasi dan kerusakan silia, demikian juga pada perubahan panas dan perubahan pH.
c. Kontraksi otot bronkus.
bronkus juga disebabkan reflek nasobronkial, bila ada stimulasi pada selaput lendir
hidung akan terjadi reflek yang menyebabkan kontraksi otot bronkus yaitu reflek batuk. Timbul karena rangsangan pada ujung nervus vagus yang ada pada lapisan epitel.
d. Makrofag alveolar. Mikroorganisme yang terdapat di dalam alveolus akan diserang oleh makrofag yang terdapat dalam alveolus.
4. Mengatur keseimbangan kardiovaskular. 5. Mengatur tekanan intrapulmonal.
6. Mengatur tekanan CO2 dalam darah.
2.2 Aspirasi Benda Asing Di Traktus Trakeobrokial
2.2.1 Definisi
Aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh ke dalam saluran traktus trakeobronkhial.
2.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda
asing ke dalam saluran nafas antara lain : faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal), faktor kegagalan mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur, kesadaran menurun alkoholisme dan epilepsi), faktor fisik, faktor dental,
faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis,) faktor ukuran,bentuk dan sifat dari benda asing, yaitu organik (kacang-kacangan, tulang) dan anorganik (pluit mainan, jarum, peniti,
2.2.2 Epidemiologi
Beberapa penelitian deskriptif di beberapa negara melaporkan angka kejadian aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan, yaitu 51%-75% dengan perbandingan 1,5-3:1 dan rata-rata terjadi pada kelompok umur 0-5 tahun yaitu 60%-75%. (Baharloo dkk 1999; Rehman dkk 2000; Srppnath dkk 2002;
Swanson dkk 2002; Kaur dkk 2002; Ayed dkk 2003 ; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk 2006; Mahyar dkk 2006; Mahafza dkk 2007 ; Cataneo dkk 2008; Huang dkk 2008; Saragih
dkk 2007).
2.2.3 Keluhan Utama
Alasan utama pasien datang berobat ke rumah sakit adalah riwayat terhirup atau
tersedak benda asing.Namun, ada juga yang datang karena batuk tidak sembuh-sembuh dan sesak nafas atau gejala pernafasan kronis lainnya mirip asma bronkial namun tidak sembuh dengan pengobatan yang sesuai. Hal ini dapat terjadi karena sering kali saat terhirup atau
tersedak benda asing tidak ada saksi dan sering terjadi pada anak-anak di bawah umur tiga tahun.
Hazdiraz dkk (2006) melaporkan alasan utama pasien datang ke rumah sakit dan dilakukan bronkoskopi adalah riwayat aspirasi benda asing dan diikuti sesak nafas (85%), riwayat infeksi paru-paru yang resisten(11,6%) dan kondisi klinis seperti asma bronkhial
(1,7%) yang tidak sembuh dengan pengobatan, gambaran radiologi yang abnomal (1%) dan hemoptysis (0,38%). Studi lain melaporkan kasus yang di evaluasi sebagai kasus aspirasi
benda asing di traktus trakheobronkial dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ada tidaknya riwayat aspirasi benda asing, kelompok pertama terdiri dari 438 kasus yang memiliki riwayat aspirasi benda asing, sedangkan kelompok kedua 156 kasus yang datang
kelompok ini dijumpai 25% kasus dijumpai benda asing ditraktus trakheobronkial (Emir dkk
2001)
2.2.5 Gejala Dan Tanda
Gejala dan tanda benda asing dalam traktus trakeobronkhial tergantung pada lokasi,
derajat sumbatan (total atau sebagian) dan sifat, bentuk dan ukuran benda asing.
Jika benda asing berada di trakea akan timbul gejala batuk dengan tiba-tiba, tersedak,
selain itu terdapat juga gejala suara serak, sesak nafas, rasa tercekik (choking) dan sianosis. Terdapat tanda patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud, dan astmatoid wheeze (nafas berbunyi saat ekspirasi). Jika benda asing masih dapat bergerak dan sampai di
karina, timbul batuk sehingga benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat menimbulkan getaran di daerah tiroid, yang disebut oleh Jackson
sebagai palpatory thud, atau dapat di dengar dengan stetoskop di daerah tirod yang disebut dengan audible slap. Tanda palpatory thud dan audible slap lebih jelas teraba dan terdengar bila penderita tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk. Sedangkan mengi (astmatoid
wheeze) dapat didengar pada saat penderita membuka mulut dan tidak ada hubungannya dengan asma bronkial. Benda asing yang tersangkut di karina dapat menyebabkan atelektasis
pada satu paru dan emfisema paru sisi lain tergantung pada derajat sumbatan yang diakibatkan oleh benda asing tersebut. Pada fase pulmonum benda asing berada di bronkus dan dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu
secara progresif dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung pada bentuk,
Beberapa penelitian melaporkan gejala dan tanda yang sering terjadi pada pasien
dengan aspirasi benda asing pada traktus trakeobronkhial disebut “penetrated syndrome” yaitu rasa tercekik tiba-tiba yang dikuti oleh batuk, bisa disertai muntah atau tidak. (Emir dkk 2001; Srppnath dkk 2002; Tomaske dkk 2006; Mahyar dkk 2006; Cataneo dkk 2008).
Baharloo melaporkan 49% kasus dari 112 kasus yang mengalami hal tersebut, gejala lain yaitu demam, berkurangnya suara pernafasan dan wheezing. Delapan kasus terdapat sianosis,
2 kasus asimptomatik. Studi lain melaporkan gejala dan tanda yang paling sering terjadi adalah batuk (90,4%), berkurangnya udara inspirasi (66,7%) dan sesak nafas (Ayed dkk 2003), Saragih dkk 2007 melaporkan dari 21 kasus 42,8% mengeluhkan sesak nafas.
Mahafza dkk (2007) melaporkan dari 336 kasus, gejala batuk merupakan gejala yang paling sering dialami pada semua jenis benda asing, dialami 105 pasien (88,2%) dengan jenis benda
asing biji-bijian, 82 kasus dengan jenis benda asing kacang-kacangan, 79 kasus dengan benda asing sayuran, 15 pasien dengan benda asing plastik, 13 kasus dengan benda asing logam, 7 kasus dengan benda asing tulang ikan.
2.2.6 Durasi
Pada penelitian deskriptif yang membagi sampelnya menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok anak-anak dan dewasa, pasien datang paling cepat setelah tiga hari dan paling terlambat adalah 11 bulan. Pada jenis benda asing organik lebih cepat datang dari pada pada kasus benda asing tipe anorganik. Tidak terdapat korelasi antara keterlambatan diagnosis
dengan lokasi benda asing dan gejala yang terkait pada penelitian mereka. (Baharloo dkk 1999). Ayed dkk (2003) melaporkan 87% kasus datang sebelum 24 jam dan 26 datang
kasus datang terlambat ke rumah sakit, 32% datang 7-14 hari setelah terjadi aspirasi.
(Srppnath 2002 )
2.2.7 Lokasi Benda Asing
Benda asing di bronkus lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan karena bronkus
kanan hampir merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Penderita dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah sakit
kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada fase ini keadaan umum penderita masih baik dan foto rontgen thorak belum memperlihatkan kelainan.
Baharloo dkk (1999) melaporkan distribusi benda asing pada traktus trakheobronkial
saat dilakukan bronkoskopi pada dua kelompok yaitu kelompok anak-anak 52,5% benda asing berada di bronkus kanan dan 47,5% berada pada bronkus kiri (tidak terdapat perbedaan
yang signifikan). Pada kelompok dewasa 69% benda asing terdapat pada bronkus kanan, dan 31% pada bronkus kiri, (signifikan dengan uji chi-squareP<0.005), 3,6% kasus terdapat pada kedua bronkus. Studi lain melaporkan lokasi tersering adalah bronkus utama kanan 60,9%
dari 524 kasus (Mahafza dkk 2007),75,6% dari 86 kasus (Mise dkk 2009), 55,7% dari 370 kasus (Tomaske dkk 2006), 50,4% dari 101 kasus (Mahyar dkk 2006), Saragih dkk 2007
melaporkan lokasi benda asing tersering di trakea yaitu 52,4% dari 21 kasus. Di bagian THT RS.Hasan Sadikin Bandung dilaporkan 10 kasus aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial selama 1 tahun (1998), 5 di bronkus kanan, 1 di bronkus kiri sisanya di laring
dan trakhea.
2.2.8 Jenis Benda Asing
melaporkan benda asing tersering yang teraspirasi adalah biji-bijian, kacang-kacangan
(26,8%) dan sayuran (25,3%) (Ayed dkk 2003; Mahafza dkk 2007), 85,1% biji-bijian, kacang almond dan kenari (Mahyar dkk 2006), kacang (51,6%) , berikutnya mainan plastik dan peniti (Tomaske dkk 2006), Cataneo dkk (2008) melaporkan benda asing yang paling sering
yaitu biji-bijian ( kacang tanah, kacang hijau dan jagung) dan benda-benda kecil yang terbuat dari plastik dan logam. Mise dkk (2009) melaporkan jenis benda asing tersering adalah tulang
hewan (39,5%). Studi lain melaporkan jenis benda asing terbanyak adalah pluit plastik (Rehman dkk, 2000), hazelnut, biji bunga matahari, jarum pentul, tutup pulpen (Emir dkk 2001) jarum pentul 53,6% dari 41 kasus (Nurbaiti dkk 2003), kacang tanah 38%, selebihnya
jarum pentul, pluit sepatu anak-anak, peniti, tutup pulpen, tulang ayam, biji sawo (Saragih dkk 2007).
2.2.9 Pemeriksaan penunjang
Benda asing yang bersifat radioopak dapat dibuat foto thorak segera setelah kejadian sedangkan benda asing yang radiolusen (seperti kacang-kacangan) lebih bermakna jika telah
melewati waktu 24 jam setelah kejadian, kadang-kadang dapat menampilkan kelainan atelektasis dan emfisema paru. Saat dilakukan pemeriksaan radiologi, posisi leher tegak
untuk penilaian jaringan lunak leher dan foto thorak anteroposterior dan lateral. Pada foto lateral dilakukan dengan lengan dibelakang punggung, leher dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan nafas dari mulut sampai karina.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu yaitu video fluoroskopi, bronkogram dan pemeriksaan laboratorium. (Jackson C, Jackson CL 1950; Stell PM, Evan
CC 1994)
adalah terperangkapnya udara (64%), sedangkan atelektasis merupakan gambaran radiologi
tersering pada kelompok dewasa (50%). Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok dengan uji chi-square yaitu P<0,005. Terdapat tujuh kasus yang tidak dilakukan foto thorak. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara gambaran radiologi dan
penanganan yang terlambat. Demam dijumpai pada 77% kasus dengan gambaran radiologi pneumonia dan 31% pada gambaran radiologi normal. Terdapat perbedaan yang signifikan
dengan uji chi-square, P=0,016. (Baharloo dkk 1999). Studi lain melaporkan emfisema obstruktif dan kolaps paru unilateral pada gambaran radiologi, jika benda asing sudah lama berada di bronkus. Juga bisa tampak gambaran pneumonia persisten dan abses paru (Emir
dkk 2001), unilateral overdistensi, atelektasis dan radioopak,(Tomaske dkk 2006), gambaran radiologi normal, radioopak, hiperinsuflasi (Cataneo dkk 2008). Nurbaiti dkk (2003)
melaporkan 60,1% kasus yang menunjukkan gambaran benda asing dengan jenis benda asing terbanyak yaitu jarum pentul.
2.2.10 Diagnosis
Diagnosis benda asing di traktus trakeobronkhial ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti dan cermat terhadap gejala (adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul rasa
tercekik, batuk, sesak nafas dan lain-lain ), dan tanda yang dijumpai pada pemeriksaan fisik (palpasi dan auskultasi) dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang.
Diagnosis pasti ditegakkan setelah dilakukan endoskopi atas indikasi diagnostik dan
terapi. (Jackson C, Jackson CL 1950; Stell PM,Evan CC 1994)
Kebanyakan penderita dengan benda asing di traktus trakeobronkhial datang ke rumah
sakit sudah melewati fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan secara lebih optimal baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih.
Benda asing di traktus trakeobronkhial harus dikeluarkan dengan menggunakan
[image:35.595.66.382.296.437.2]bronkoskopi, baik bronkoskopi kaku atau pun rigid. (Jackson C, Jackson CL 1950; Johnson D, Gans S 1976, Lore JM., Medina JE 2005)
Tabel 2.2 Ukuran alat endoskopi pada bayi dan anak
Usia Laringoskop Bronkoskop
Prematur 6 3,0 mm x 20 cm
Baru lahir 6 3,5 mm x 25 cm
3-6 bulan 9 3,5 mm x 30 cm
1 tahun 9 4,0 mm x 30 cm
2 tahun 11 4,0 mm x 30 cm
4 tahun 11 5,0 mm x 35 cm
5-7 tahun 12 5,0 mm x 35 cm
8-12 tahun 16 6,0 mm x 35 cm 7,0 mm x 35 cm
Tahapan Tindakan
Pembiusan dengan endotrakeal di awali dengan premedikasi yang adekuat. Posisi pasien
trendelenburg. Asisten memegang pada kepala penderita untuk mengatur posisi.
A. Bronkoskopi/Trakeoskopi dengan Bantuan Laringoskop
1. Dilakukan tindakan laringoskopi dengan menggunakan laringoskop dengan
removable slide. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri.
2. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan lalu dimasukkan dengan panduan
laringoskop melalui laring menuju trakea.
3. Slide dari laringoskop dilepas dan laringoskop ditarik kebelakang sehingga hanya
4. Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik billiard sehingga
tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti kanul suction, teleskop, forsep.
5. Dilakukan inspeksi dinding trakea dengan menggerakkan bronkoskop dari sisi ke sisi
lain, atas dan bawah dengan memakai teleskop untuk evaluasi adanya benda asing (bentuk, besar, posisi). Kemudian benda asing diekstraksi dengan forsep yang sesuai.
Sebelum melakukan ekstraksi dipastikan bahwa benda asing dalam posisi searah dengan lumen dan ujung yang tajam (berbahaya) mengarah kebawah sehingga aman dalam melakukan ekstraksi.
6. Bronkoskopi dilanjutkan kebawah sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung distal trakea. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengn posisi kepala
dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan memiringkan kepala ke kanan. Bila ditemukan benda asing lakukan ekstraksi.
B. Bronkoskopi/Trakeoskopi tanpa Laringoskop
1. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pulpen. Bronkoskop dimasukkan sedikit agak ke sudut kanan mulut dilanjutkan kebelakang sampai
melewati lidah dan epiglotis.
2. Bronkoskop melewati bawah epiglotis, glotis, pita suara, komisura posterior. Kepala lebih ekstensi sehingga bronkoskop masuk ke trakea.
3. Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik billiard sehingga tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti suction kanul,
teleskop, forsep.
4. Dilakukan inspeksi dinding trakea dengan menggerakkan bronkoskop dari sisi ke sisi lain, atas dan bawah dengan memakai teleskop untuk evaluasi adanya benda asing
Sebelum melakukan ekstraksi dipastikan bahwa benda asing dalam posisi searah
dengan lumen dan ujung yang tajam (berbahaya) mengarah kebawah sehingga aman dalam melakukan ekstraksi.
5. Bronkoskopi dilanjutkan kebawah sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung
distal trakea. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengn posisi kepala dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan
memiringkan kepala ke kanan. Bila ditemukan benda asing lakukan ekstraksi. 2.2.12 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat benda asing antara lain emfisema,
atelektasis, pneumonia, pembentukan abses, sepsis, perforasi/fistula.
Komplikasi akibat tindakan antara lain :
1. Subglotik edema terutama pada anak di bawah 2 tahun dengan benda asing berupa makanan. Hal ini dihindari dengan tidak melakukan tindakan bronkoskopi yang berulang. Bila terjadi sub glotik edema segera dilakukan trakeostomi rendah yaitu di
bawah cincin trakea II.
2. Surgical syok, hal ini dapat terjadi karena operasi berlangsung lama, dianjurkan
tindakan bronkoskopi pada bayi dilakukan dalam waktu 15 menit sedangkan untuk
anak dibawah 5 tahun selama 30 menit.
3. Penumpukan sekret pada bronkus, terutama bila benda asing berupa makanan,
sehingga akhirnya terjadi impending asphyxia akibat sekretnya sendiri.
Mallick dkk (2005), melaporkan komplikasi yang terjadi pada 28 kasus aspirasi benda asing yang terlambat ditangani dari 128 pasien, yaitu pneumonia, bronkiektasi, dan fistula
dilakukan bronkoskopi, 37 mengalami edema laring, spame laringeal dan bronkus, 6
perdarahan, 2 pneumothorax, 1 pneumomediastinum dan 8 kasus kematian. Rehman dkk (2007) melaporkan komplikasi edema laring terjadi empat kasus, dan dua kasus meninggal karena serebral anoksia.
Pan H dkk (2010) melaporkan 368 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial di sebuah rumah sakit di China, tiga kasus membatukkan benda asing
sebelum dilakukan bronkoskopi, empat kasus meninggal karena gagal nafas yang lama dan koma yang dalam, dua kasus mengalami hipoksia dan selebihnya berhasil dilakukan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing.
2.3 Kerangka Konsepsional
FAKTOR PERSONAL
• UMUR
• JENIS KELAMIN • KONDISI
DENTAL
• KONDISI FISIK • PEKERJAAN • KONDISI SOSIAL
KEGAGALAN
MEKANISME PROTEKSI
NORMAL
FAKTOR KEJIWAAN
• EMOSI GGN PSIKIS
FAKTOR BENDA ASING
• ORGANIK • ANORGANIK
ASPIRASI BENDA
ASING
LOKASI BENDA
[image:39.595.87.557.82.733.2]ASING GAMBARAN RADIOLOGIS TINDAKAN KOMPLIKASI RESPON PENDERITA
TANDA FISIK:
Stridor
Wheezing
Diminished air
GEJALA:
Batuk
Sesak nafas
FAKTOR KECEROBOHAN
• PENDERITA • LINGKUNGAN
2.4 Kerangka Kerja
REKAM MEDIK
1. Jenis Kelamin 2. Umur
3. Keluhan Utama 4. Gejala
5. Tanda Fisik 6. Jenis Benda Asing 7. Durasi
8. Gambaran Radiologi 9. Lokasi Benda Asing 10.Komplikasi
ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS
[image:40.595.209.407.120.457.2]TRAKEOBRONKIAL
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif.
3.2 Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen THT–KL FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Seluruh pasien yang di diagnosis dengan aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial dimana data yang diambil dari rekam medis RSUP H.Adam Malik Medan periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2010.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah total populasi dengan jumlah 50 pasien.
3.4 Variabel Penelitian
Aspirasi benda asing, jenis kelamin, umur, keluhan utama, gejala, tanda fisik, jenis
benda asing, durasi, gambaran radiologi, lokasi benda asing dan komplikasi.
3.4.1 Definisi Operasional Variabel
Aspirasi benda asing adalah masuknya suatu benda ke traktus trakeobronkhial
Umur adalah usia yang di hitung dalam tahun dan menurut ulang tahun terakhir.
Perhitungannya berdasarkan kalender masehi sesuai yang tertera di rekam medik.
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan yang membuat penderita datang
berobat sesuai yang tertera di rekam medik.
Gejala adalah hasil anamnesa terhadap penderita ataupun orangtuanya yang tertulis di
status yang di dapat dari rekam medik.
Tanda fisik adalah hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter yang tertulis di
status yang di dapat dari rekam medik.
Jenis benda asing adalah organik dan anorganik yang terhirup oleh penderita sesuai
yang tertera di rekam medik.
Durasi adalah jarak waktu aspirasi benda asing sampai dilakukan
pengangkatan benda asing dengan tindakan bronkoskopi sesuai yang tertera di rekam
medik.
Gambaran radiologi adalah gambaran foto thorak pada semua penderita benda
asing di traktus trakeobronkhial, baik radiolusen, radio opak maupun yang tak terlihat pada gambaran foto thorak sesuai yang tertera di rekam medik.
Lokasi benda asing adalah dimana benda asing tersangkut pada traktus
trakeobronkhial saat dilakukan bronkoskopi diagnostik yaitu trakea, bronkus
kanan, bronkus kiri, karina sesuai yang tertera di rekam medik.
Komplikasi adalah keadaan lain yang timbul akibat perjalanan penyakit
maupun tindakan yang dilakukan sesuai yang tertera di rekam medik. 3.5 Penyajian Data
benda asing, durasi, gambaran radiologis, lokasi benda asing dan komplikasi. Dilakukan uji
statistik untuk melihat apakah ada perbedaan yang bermakna antara jenis benda asing dengan gejala dan tanda fisik yang timbul dengan menggunakan uji chi-square .
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Data penelitiannya adalah seluruh kasus aspirasi benda asing di traktus trakheobronkial yang
berobat di RSUP H. Adam Malik selama periode lima tahun yaitu sejak Januari 2006 sampai dengan Desember 2010.
4.1 Hasil Statistik Deskriptif
4.1.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 36 72
Perempuan 14 28
Total 50 100
Distribusi proporsi jenis kelamin terbanyak menderita aspirasi benda asing adalah laki-laki sebanyak 36 penderita (72%) dan perempuan sebanyak 14 penderita (28%).
4.1.2 Distribusi proporsi kelompok umur pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Umur n %
0 - 3 thn 14 28
> 3-6 thn 16 32
>6 - 9 thn 4 8
>9 - 12 thn 10 20
> 12 thn 6 12
Total 50 100
Dari tabel diatas terlihat kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur >3-6 tahun sebanyak 16 penderita (32%) dan kelompok umur >0–3 tahun sebanyak 14 penderita
4.1.3 Distribusi proporsi keluhan utama pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Keluhan Utama n %
Sesak Nafas 2 4
Nyeri Dada 1 2
Batuk 1 2
Terhirup Benda Asing 46 92
Total 50 100
Distribusi proporsi keluhan utama terbanyak penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah terhirup benda asing sebanyak 46 penderita (92%).
4.1.4 Distribusi proporsi gejala pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Dari
tabel diatas terlihat gejala yang paling banyak terjadi yaitu batuk sebanyak 44 (88%), disusul oleh tersedak 33 (66%).
Status
Positif Negatif Total
Gejala
N % n % n %
Batuk 44 88 6 12 50 100
Tercekik 13 26 37 74 50 100
Sesak nafas 26 52 24 48 50 100
Tersedak 33 66 17 34 50 100
Demam 13 26 37 74 50 100
4.1.5 Distribusi proporsi tanda fisik pada penderita aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial.
Status Tanda
n % n % n %
Sianosis 1 2 49 98 50 100
Stridor 16 32 34 68 50 100
Palpatorythud 0 0 50 100 50 100
Diminished air entry 31 62 19 38 50 100
Audible slap 0 0 50 100 50 100
Wheezing 12 24 38 76 50 100
Krepitasi 0 0 50 100 50 100
Ronki 13 26 37 74 50 100
Distribusi proporsi tertinggi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan tanda fisik adalah pada auskultasi terdengar berkurangnya udara pada sisi paru
yang terhirup benda asing yaitu 31 penderita (62%).
4.1.6 Distribusi proporsi jenis benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Jenis Benda Asing n % Organik
Biji Sawo 1 2
Kacang 10 20
Anorganik
Jarum 5 10
Tutup Pulpen 2 4
Anting 1 2
Batu 1 2
Gigi Palsu 1 2
Mainan 29 58
Total 50 100
Distribusi proporsi tertinggi jenis benda asing penderita aspirasi benda asing di
traktus trakeobronkhial adalah mainan, sebanyak 29 penderita (58%).
4.1.7 Distribusi proporsi penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan durasi
Durasi n %
< 24 Jam 10 20
1 - 7 hari 24 48
8 - 14 hari 7 14
22 - 31 hari 2 4
> 1 bulan 2 4
Total 50 100
Distribusi proporsi terbanyak penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial berdasarkan durasi adalah 1-7 hari, dimana dialami oleh 24 penderita (48%).
4.1.8 Distribusi proporsi gambaran radiologi pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Foto Thorak n %
Normal 42 84
Gambaran Benda asing 6 12
Pneomonia+Atelektasis 1 2
Kolaps Paru 1 2
Total 50 100
Distribusi proporsi gambaran radiologi foto thorak terbanyak adalah gambaran normal,
sebanyak penderita (80%).
4.1.9 Distribusi lokasi benda asing pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial.
Lokasi Benda Asing n %
Trakhea 4 8
B. Kiri 17 34
B. Kanan 25 50
Karina 4 8
Total 50 100
Distribusi proporsi lokasi benda asing terbanyak pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah bronkus kanan yaitu sebanyak 25 penderita(50%).
Komplikasi akibat benda asing terjadi pada em at kasus dari seluruhp jumlah penderita aspirasi benda
terjadi akibat tindakan juga terjadi pada tiga kasus, yaitu dua kasus mengalami kegagalan
mengeluarkan benda asing saat dilakukan bronkoskopi, satu kasus mengalami spasme trakea. Salah satu kasus yang gagal tersebut juga mengalami komplikasi akibat benda asing yaitu
pneumonia dan atelektasis. Total penderita yang mengalami komplikasi akibat benda asing maupun akibat tindakan yang dilakukan pada kelompok sampel adalah enam orang.
Komplikasi Benda Asing n %
Pneumonia+atelektasis 1 2
Asfiksia 1 2
Leukositosis 1 2
Kolaps Paru 1 2
Tanpa komplikasi 46 92
Total 50 100
Komplikasi Tindakan
Gagal 2 4
Spasme Trakea 1 2
Tanpa Komplikasi 47 94
Total 50 100
4.1.11 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik
Total Gejala
N % n % n %
Batuk 9 20,45 35 79,55 44 100
Tercekik 2 15,38 11 84,62 13 100
Sesak 8 30,77 18 69,23 26 100
Tersedak 8 24,24 25 75,76 33 100
Demam 5 38,46 8 61,54 13 100
Distribusi proporsi jenis benda asing anorganik lebih banyak menyebabkan gejala batuk yaitu 35 penderita (79,55%) dan tersedak 25 penderita (75,76%).
4.1.12 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik. Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Total Tanda fisik
n % n % n %
Sianosis 1 100.0
0
Stridor 5 31,25 11 68,75 16 100
Diminished air entry 6 19,35 25 80,65 31 100
Wheezing 3 25,00 9 75,00 12 100
Ronki 8 61,54 5 38,46 13 100
Jenis benda asing anorganik lebih banyak menyebabkan tanda fisik berkurangnya udara pada sisi paru yang terhirup benda asing dibandingkan dengan jenis benda asing jenis
organik, yaitu 25 penderita (80,65%) .
4.2 Hasil statistik analitik
4.2.1 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala batuk.
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Gejala Batuk
n % n %
Nilai P
Positif (+) 9 20,45 35 79,55 Negatif (-) 2 33,33 4 66,67
Total 11 22,00 39 78,00
0,475
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala batuk (P=0,475).
4.2.2 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala tercekik.
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Gejala
Tercekik
n % n % Nilai
P
Positif (+) 2 15,38 11 84,62 Negatif (-) 9 24,32 28 75,68
Total 11 22,00 39 78,00
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala tercekik (P=0,503).
4.2.3 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala sesak nafas
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik
Nilai P Gejala sesak
nafas
n % n %
Positif (+) 8 30,76 18 69,24 Negatif (-) 4 16,67 20 83,33 Total 12 24,00 38 76,00
0,057
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala sesak nafas (P=0,057).
4.2.4 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala tersedak
Jenis Benda Asing Organik Anorganik
Nilai P Gejala
tersedak
n % n %
Positif (+) 8 24,24 25 75,76 Negatif (-) 3 17,65 14 82,35 Total 11 22,00 39 78,00
0,593
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala tersedak (P=0,593).
4.2.5 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap gejala demam
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Gejala
demam
n % n %
Nilai P
Negatif (-) 6 16,22 31 83,78
Total 11 22,00 39 78,00
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan gejala demam (P=0,095).
4.2.6 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik sianosis
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Tanda
fisik
Sianosis n % n %
Nilai P
Positif (+) 1 2,00 0 0
Negatif (-) 49 98,00 0 0
Total 50 100,00 0 0
0,119
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, dimana tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik
dengan tanda fisik sianosis (P=0,119)
4.2.7 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik stridor
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Nilai P Tanda fisik
Stridor
n % n %
Negatif (-) 4 11,76 30 88,24
Total 11 22,00 39 78,00
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P<0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna secara statistik pada aspirasi benda asing terhadap jenis benda
asing organik dan anorganik dengan tanda fisik stridor (P=0,011).
4.2.8 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik auskultasi
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Tanda
Auskultasi
n % n %
Nilai P
Positif (+) 6 19,35 25 80,65
Negatif (-) 5 26,32 14 73,68
Total 11 22,00 39 78,00
0,564
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P>0,05, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna
pada pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan tanda fisik auskultasi (P=0,564).
4.2.9 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik wheezing
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Tanda fisik
wheezing
N % n % Nilai
P
Positif (+) 3 25,00 9 75,00
Negatif (-) 8 21,05 30 78,95
Total 11 22,00 39 78,00
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P > 0,05, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada
pasien aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan anorganik dengan tanda fisik wheezing (P=0,773).
4.2.10 Distribusi proporsi jenis benda asing di traktus trakeobronkhial terhadap tanda fisik ronki
Jenis Benda Asing
Organik Anorganik Tanda
Ronki
n % n %
Nilai P
Positif (+) 8 61,54 5 38,46
Negatif (-) 3 8,11 34 91,89
Total 11 22,00 39 78,00
0,000
Dari uji Chi-Square diperoleh nilai P<0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna secara statistik pada aspirasi benda asing terhadap jenis benda asing organik dan
anorganik dengan tanda fisik ronki (P=0,000).
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan di Departemen THT-KL FK USU bagian Rekam
Medik RSUP H. Adam Malik didapatkan data penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial selama 5 tahun terakhir (2006-2010) adalah sebanyak 50 penderita.
Gambar 5.1.1 Distribusi proporsi jenis kelamin pada penderita aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial
Dari gambar 5.1.1 didapatkan bahwa jenis kelamin terbanyak menderita aspirasi
benda asing adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 36 penderita (72%) sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 14 penderita (28%). Hal ini mungkin terjadi karena sifat
alamiah anak laki-laki yang lebih berani dan lebih aktif dibandingkan anak perempuan.
Beberapa penelitian lain melaporkan hal yang sama yaitu sebuah studi retrospektif dengan jumlah sampel adalah 112 pasien aspirasi benda asing yang dilakukan bronkoskopi
selama 20 tahun di sebuah rumah sakit di Belgia, terdapat 60,8% laki-laki dan 39,2% perempuan. (Baharloo dkk 1999)
Rehman dkk (2000) melaporkan hasil yang serupa yaitu suatu penelitian deskriptif selama lima tahun (1996-2000) di sebuah rumah sakit di India, 40 pasien aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, 70% adalah anak laki-laki.
Kaur dkk (2002) melaporkan aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial selama
satu tahun terdapat 50 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, dimana perbandingan laki-laki dengan perempuan 1,5: 1.
Ayed dkk (2003) melaporkan studi deskriptif selama 5 tahun, terdapat 235 kasus
dengan rentang usia 7 bulan sampai 15 tahun yang menjalani bronkoskopi dengan dugaan aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial, 206 kasus benda asing berhasil dikeluarkan,
sedangkan 29 kasus tidak ditemukan benda asing saat dilakukan bronkoskopi, terdapat 74,4% jenis kelamin laki-laki.
Tomaske dkk (2006) melaporkan penelitian deskriptif 370 kasus anak-ana