KARYA TULIS ILMIAH
PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – DESEMBER
TAHUN 2012
OLEH:
RAJESHWARI JAYAPALAN 100100376
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2012
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
OLEH:
RAJESHWARI JAYAPALAN 100100376
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai
salah satu syarat untuk memeroleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di Rsup
H. Adam Malik Medan Periode Januari – Desember Tahun 2012”.Dalam karya
tulis ilmiah ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya persembahkan
kepada orang tua saya, ayahanda Jayapalan Balaraman dan ibunda
Nageswary Nagamuthu, serta saudara saya Shiva Shangkar atas doa,
perhatian dan dukungan tanpa henti selama ini dan akan terus saya
terima.
2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Andrina Y. M. Rambe, Sp.THT, selaku dosen pembimbing saya
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam
membimbing saya menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Rina Amelia, MARS dan dr. Feraluna Nasution, Sp.A , selaku
dosen penguji saya yang telah banyak membantu dan memberikan
arahan dan masukan kepada saya dalam penyelesaian penelitian ini.
5. dr. Maria Magdelena Simatupang selaku dosen penasehat akademik
saya selama di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan,
atas bantuan dalam proses pengambilan data penelitian ini.
7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
8. Teman seperjuangan saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini, Gina Kristina P.
9. Sahabat-sahabat terbaik saya yang telah mmberikan waktu, saran,
nasihat, semangatnya kepada saya dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini, Lincoln Batinathan, Vinod Raj Manikam, Vethanayaki
Sellappan, Thilakam Kanthasamy, Hemalatha Manickam, dan Shri
Thane Lakshmi.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak
hal yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga proposal karya tulis
ilmiah ini dapat diterima dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran
yang berguna bagi semua pihak. Terima kasih.
Medan, 12 Januari 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan………... i
Abstrak………. ii
Abstract……… iii
Kata Pengantar……… iv
Daftar Isi……….. vi
Daftar Gambar………... vii
Daftar Tabel……… viii
BAB 1 PENDAHULUAN………. 1
1.1.Latar Belakang Masalah………. 1
1.2.Rumusan Masalah……….. 3
1.3.Tujuan Penelitian……… 3
1.3.1 Tujuan Umum……… 3
1.3.2 Tujuan Khusus……… 3
1.4.Manfaat Karya Tulis Ilmiah……… 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 4
2.1. Karsinoma Nasofaring………. 4
2.1.1 Definisi………... 4
2.2.2 Etiologi……….. 4
2.1.3 Faktor risiko………... 6
2.1.4 Faktor genetic……… 6
2.1.5 Infeksi Virus Eipstein-Barr (EBV)……… 7
2.1.6 Diet……… 7
2.1.7 Lingkungan……… 8
2.1.8 Anatomi nasofaring……… 9
2.1.9 Histologi nasofaring………... 10
2.1.10 Histopatologi………. 10
2.1.12 Gejala Dini……… 11
2.1.13 Gejala Lanjut………... 12
2.1.14 Stadium……….. 13
2.1.15 Diagnosis……… 15
2.1.16 Penatalaksanaan………... 16
2.1.17 Prognosis……… 19
2.1.18 Komplikasi……….. 19
2.1.19 Pencegahan……….. 20
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL….. 21
3.1. Kerangka Konsep Penelitian………... 22
3.2. Definisi Operational………. 22
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN………... 24
4.1. Jenis penelitian………. 24
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………. 24
4.3. Populasi dan Sampel……… 24
4.4. Teknik Pengumpulan Data………... 24
4.5. Pengolahan dan Analisa Data………... 24
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 26
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 26
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……… 26
5.1.2 Deskripsi Data Penelitian………... 26
5.2. Pembahasan………..…… 30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 33
6.1. Kesimpulan……….. 33
6.2. Saran……… 33
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.2 Definisi Operasional 21
5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia 26
5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin 27
5.3 Distribusi Frekuensi Stadium Klinis pada Penderita KNF 27
5.4 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan 28
Keluhan Utama 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan 28
Gejala Klinis 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan 29
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Lembar Ethical Clearence LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan pada epitel nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller (Paulino,2002), yaitu tempat
bermuaranya saluran Eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan
rongga faring. Penyakit ini termasuk dalam sepuluh besar keganasan dan
menduduki peringkat pertama di bidang THT (Mediana dan Amriyatun,2004).
Karsinoma nasofaring ini juga, sulit dideteksi secara dini karena letak keganasan
awalnya yang tersembunyi. Hal ini menjadi rumit karena prognosis penderita
KNF sangat bergantung pada stadium klinis saat dilakukan diagnosis.
KNF tidak umum terjadi di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa
kejadian tumor ini adalah kurang dari 1 dalam 100.000. Namun, KNF cukup
unik di beberapa daerah geografis, yaitu Cina Selatan, orang Eskimo, dan
orang-orang di negara- negara Asia Tenggara lainnya. Kanker nasofaring merupakan
penyakit yang relative umum dalam populasi asal Cina Selatan di antara migrant
(Nasional Cancer Institute ,2009). Dalam sebahagian provinsi di Cina, dijumpai
kasus KNF adalah sebanyak 15-30 per 100.000. Selain itu, di Cina Selatan
khususnya Hong Kong dan Guangzhou, terdapat 10-150 kasus per 100.000 orang
per tahun. Insiden tetap tinggi untuk keturunan Cina Selatan yang hidup di
negara-negara lain (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Nasional Cancer
Institute, 2009).
KNF di Indonesia, menempati urutan ke-5 dari 10 besar diantara
keganasan yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang
THT. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF. Dari data
Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukkan prevalensi 4,7 / 100.000 atau
diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun. Dari data laporan profil KNF di Rumah
Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, periode
RSUP Hj. Adam Malik Medan pada tahun 2002 - 2007 ditemukan 684 penderita
KNF ( Nasir, 2009).
Keunikan prevalensi inilah yang melatarbelakangi pemikiran adanya
keterkaitan KNF dengan faktor risiko tertentu. Dewasa ini etiologi dan faktor
resiko KNF masih harus diteliti. Penelitian dewasa ini menunjukan bahwa KNF
berhubungan erat dengan Epstein-Barr virus (EBV) salah satu jenis herpes virus
yang menyebabkan infeksi asimptomatis pada >90% populasi dunia.
Insiden yang tinggi ini dapat disebabkan tingginya faktor risiko KNF di
Indonesia, yaitu tingginya konsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan,
pajanan di tempat kerja oleh zat-zat karsinogenik seperti formaldehid, debu kayu
serta asap dari kayu yang dibakar. Saat ini,banyak produsen makanan
menggunakan formalin sebagai pengawet makanan dengan tujuan mengurangi
biaya produksi. Seperti yang telah diketahui,formalin adalah bahan kimia yang
mempunyai sifat karsinogenik (Fenner B,2005).
Sehubungan dengan itu,ras juga mempunyai peranan untuk menjadi
penyebab KNF ini dimana,ras Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia adalah yang
paling sering terkena. Ras kulit putih lebih jarang terkena penyakit ini.
(Nasir,2009).
KNF ini lebih banyak dijumpai pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 3:1 (Susworo,2005), dan kebanyakan dijumpai pada usia 40 hingga
60 tahun. Pasien yang muda memiliki tingkat ketahanan hidup yang lebih baik
daripada pasien yang lebih tua (National Cancer Institute,2009). Usaha maksimal
dibutuhkan untuk menurunkan angka penyakit ini dengan mendiagnosis penyakit
ini secepat mungkin.Secara keseluruhan,ngka harapan hidup 5 tahun adalah 45%.
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih
lanjut, usia lebih dari 40 tahun, adanya pembesaran kelenjar leher, kelumpuhan
saraf otak dan kerusakan tulang tengkorak (Roezin,Anida,2007). Banyak kasus
karsinoma nasofaring ini terlambat didiagnosis karena tidak ada gejala spesifik
tesebut,maka penulis terdorong untuk mengetahui lebih lanjut tentang profil
penderita KNF.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah profil penderita kassinoma nasofaring di RSUP H.Adam
Malik,Medan pada periode Januari hingga Desember 2012?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui profil penderita KNF di RSUP H.Adam Malik,Medan
pada periode Januari hingga Desember 2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui distribusi umur penderita.
2) Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin penderita.
3) Untuk mengetahui distribusi stadium klinis penderita.
4) Untuk mengetahui distribusi keluhan utama penderita.
5) Untuk mengetahui distribusi gejala klinis penderita.
6) Untuk mengetahui distribusi tipe histopatologis penderita.
7) Untuk mengetahui jenis terapi penderita.
1.4 Manfaat penelitian
a) Pelayanan Kasehatan
Meningkatkan kualitas pelayann kasehatan bagi penderita KNF dalam
memberikan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data
penderita KNF.
b) Bagi peneliti
Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang profil penderita KNF dan
memberikan informasi tambahan sebagai bahan acuan untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KARSINOMA NASOFARING 2.1.1 Definisi
Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang
hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.Karsinoma nasofaring merupakan
kanker ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa
Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel
kuboid berubah menjadi epitel squamosa (National Cancer Institude, 2009).
Kanker ganas nasofaring (karsinoma nasofaring)adalah sejenis kanker
yang dapatmenyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian
organ di tubuh kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap
jaringan mengandung beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada
tipe sel yang berbeda.Dengan mengetahui tipe sel yang berbeda merupakan hal
yang pentingkarena hal tersebut dapat menentukan tingkat seriusnya jenis kanker
dan tipe terapi yangakan digunakan (Wulan 2012).
2.1.2 Etiologi
Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer)
tahun 2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia dan
banyak ditemukan di negara Cina bagian Selatan, Asia, Mediterania dan
Alaska.Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk
non-Mongoloid,namun demikian di daerah Cina bagian selatan masih menduduki
tempat tertinggi,yaitu mencapi 2500 kasus baru per tahun atau prevalensi 39,84
per 100.000 penduduk untuk propinsi Guangdong.Penduduk di provinsi Guang
Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikanyang diawetkan (diasap, diasin).
Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansiyang bernama nitrosamine yang
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma
nasofaring,sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan pula cukup
banyak kasusdi Yunani, negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair dan Tunisia,
pada orangEskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya karena
memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin pada musim
dingin.(International Agency for Research on Cancer,2002).
Di Tunisia, insiden KNF relatif meningkat. Di Inggris dan India, insiden
KNFhampir sama yaitu sebesar 0,9 per satu juta penduduk, tetapi dalam dua
decade terakhir terjadi peningkatan yang sama pada usia yang lebih muda. Insiden
yang jarang ditemukan di Jepang, Eropa dan Amerika Utara.
Distribusi umur KNF diAmerika Utara dan Mediterania bersifat bimodal,
yaitu terjadi peningkatan pada usia 10–20 tahun dan pada umur 40–60 tahun.
Insiden KNF pada anak-anak dibawah usia 16 tahun di Cina sebesar 1%–2%, di
UK 2%–4%, di Turki 1%–2%, USA10%, Israel 12%, Kenya 13%, Tunisia 14%–
15%, India 11% dan Uganda 18%.Walaupun terdapat angka kekerapan yang
bervariasi pada tiap kelompok etnik dangeografis, dari seluruh kanker insiden
KNF sebesar 1%–5%, tetapi 20%–50%merupakan keganasan primer di nasofaring
pada anak. Pada anak angka median umur untuk perkembangan KNF adalah 13
tahun dan insiden tertinggi terjadi pada laki-laki (rasio laki-laki dan perempuan
2,8:1), dan lebih sering ditemukan pada orang kulit hitam. Distribusi umur pasien
dengan KNF berbeda-beda. Pada daerah denganinsiden rendah insiden KNF
meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, padadaerah dengan insiden tinggi
KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknyapada umur 40-59 tahun dan
menurun setelahnya.(RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional
Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria
berbanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1.
,2009).
Insiden yang bervariasi dari KNF berbeda berdasarkan letak
geografis,kelompok etnik yang berkaitan dengan genetik dan faktor lingkungan
Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker
ganas daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar
60%.Insidennya hampir merata di setiap daerah. Angka kejadian KNF di
Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan
7000 – 8000 kasus per tahun diseluruh Indonesia (survei yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan pada tahun1980 secara “pathology based”).Di semua pusat
pendidikan dokter di Indonesia dari tahun ke tahun,karsinoma nasofaring selalu
menempati urutan pertama di bidang THT. Frekuensinya hampir merata di setiap
daerah.Di RSCM Jakarta saja ditemukan lebihdari 100 kasus per tahun.Di RS
Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus pertahun, Makassar 25 kasus per tahun,
Palembang 25 kasus per tahun, Denpasar 15kasus per tahun, dan di Padang
sebanyak 11 kasus per tahun. Frekuensi yang tidak jauh berbeda juga ditemukan
di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lain diIndonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa kejadian tumor ganas ini merata di seluruhIndonesia.
2.1.3 Faktor risiko
KNF merupakan penyakit multifaktorial dan belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Beberapa faktor risiko yang kini masih diteliti di antaranya: faktor
genetik, infeksi Epstein-Barr virus, diet, dan lingkungan.
2.1.4 Faktor genetik
Karsinoma nasofaring tercatat sebagai keganasan yang jarang terjadi di
sebagian besar populasi dunia. Namun, keganasan ini tercatat sering terjadi di
Cina selatan, Asia Tenggara, Kutub Utara, dan Timur Tengah / Afrika Utara.
Distribusi ras / etnis dan geografis khas pada KNF di seluruh dunia menunjukkan
bahwa faktor lingkungan dan sifat-sifat genetik berkontribusi untuk
perkembangan keganasan ini.
KNF cenderung teragregasi dalam suatu keluarga pada penelitian di
Canton, Provinsi Guangdong, Cina, dengan tidak ada peningkatan pada keganasan
dengan KNF. Keberadaan gen Cina Selatan yang spesifik terkait erat
dengandaerah HLA sebagai penentu utama risiko Cina untuk penyakit ini. Risiko
relative KNF pada generasi pertama dari penderita KNF adalah 8.0 pada 766
subyek penelitian yang dilakukan di Taiwan. Tendensi familial KNF bisa
disebabkan karena faktor genetik dan/atau faktor risiko lingkungan.
2.1.5 Infeksi Virus Eipstein-Barr (EBV)
Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang termasuk dalam famili
Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90 % populasi manusia di seluruh dunia
dan merupakan penyebab infeksi mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan
beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma Burkitt,
limfoma sel T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma
mammae dan karsinoma gaster.KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang
sangat konsisten dengan infeksi EBV.Infeksi primer pada umumnya terjadi pada
anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan persistensi virus
dimana virus memasuki periode laten di dalam limfosit B memori. Periode laten
dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik dimana terjadi replikasi DNA
EBV, transkripsi dan translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan
(assembly) virion baru dalam jumlah besar sehingga sel pejamu (host) menjadi
lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan
antigen virus yang spesifik untuk masing-masing periode infeksi.
2.1.6 Diet
Beberapa penelitian juga menunjukkan, bahwa mengonsumsi ikan asin
menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya kanker atau karsinoma nasofaring
(KNF).Salah satu zat yang terkandung dalam ikan asin yang disebut nitrosamin
adalah faktor penyebabnya. KNF ditemukan endemik di negara China selatan
yang sebagian besar penduduknya mengonsumsi ikan asin.Dalam suatu penelitian
di China selatan, terungkap bahwa penduduk desa yang banyak makan ikan asin
Khusus di Eropa, angka kejadian karsinoma nasofaring sangat jarang,
bahkan sampai sekarang belum ditemukan kasus KNF pada orang kulit putih.Ikan
asin di China selatan dan Indonesia memang ada perbedaan. Yang jelas, kadar
toksinnya itu. Di Indonesia belum ada penelitian yang mengatakan kalau ikan asin
sebagai faktor penyebab. Penelitian lain menunjukan bahwa konsumsi mentega
tengik, lemak dan daging domba tengik yang diawetkan(quaddid) di Afrika,
dikaitkan dengan peningkatan risiko KNF yang signifikan.Selain itu, konsumsi
sayuran matang dan ikan yang diawetkan secara industry dikaitkan dengan
penurunan risiko. Dalam analisis multivariat, hanya mentegatengik, sayuran
lemak domba tengik yang secara signifikan terkait dengan KNF.Kebiasaan
penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan seperti daging dan ikan,
terutama pada musim dingin juga meningkatkan kadar kejadian karsinoma
nasofaring ini.Dalam kaitan dengan zat penyebab yang mungkin, dinyatakan
bahwa terdapat keterlibatan asam butirat, yang merupakan aktivator potensial
EBV.
2.1.7 Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap
sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak
tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara
kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma
nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
2.1.8 Anatomi nasofaring
Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas Palatum Molle dan
di bawah dasar tengkorak. Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan
berdinding enam, dengan ukuran melintang 4 cm, tinggi 4 cm dan antero-posterior
2-3 cm.
Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi
belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang
superior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring
berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre-vertebralis dan otot-otot dinding
faring. Padadinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba Eustachius dimana
orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga
penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba
Eustachius dan akan mengganggu pendengaran.
Gambar 1. Anatomi Nasofaring
Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller
yang merupakan lokasi tersering KNF.Pada atap nasofaring sering terlihat
lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak submukosa, dimana pada usia
muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan
karena adanya jaringan adenoid.Di nasofaring terdapat banyak saluran getah
bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause
2.1.9 Histologi nasofaring
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat
banyak jaringanlimfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan
antara epitel dengan jaringanlimfosid inisangat erat, sehigga sering disebut "
Limfoepitel” Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaringatas empat
macam epitel :
1. Epitek selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium "
2. Epitel torak berlapis "Stratified Columnar Epithelium ".
3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium"
4. Epitel torak berlapis semu bersilia "Pseudo-Stratifed Columnar
Ciliated Epithelium ".
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para
ahli.60 % persen darimukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
"Stratified Squamous Epithelium", dan 80 % dari dinding posterior nasofaring
dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateraldan depan dilapisi oleh
epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapisgepeng
dan torak bersilia.Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi keratin, kecuali
pada kripta yang dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau
peralihan dua macam epitel adalah tempatyang subur untuk tumbuhnya suatu
karsinoma.
2.1.10 Histopatologi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh WHO
sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi
sel skuamosa tanpa jembatan intersel.Pada umumnya batas sel cukup
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang
vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas.Pada
umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama,
yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu
radiosensitif.
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh
WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma).
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
2.1.11 Gejala Klinis
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor
masih terbatas di nasofaring, yaitu:
2.1.12 Gejala Dini Gejala Telinga:
1. Kataralis/sumbatan tuba Eutachius
Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang
sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba, dimana rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi
Gejala Hidung:
1. Mimisan
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan
dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan.Keluarnya darah ini
biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.
2. Sumbatan hidung
Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke
dalam rongga hidung dan menutupi koana.Gejala menyerupai pilek kronis,
kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya hingus
kental.
Gejala Mata dan Saraf: diplopia dan gerakan bola mata terbatas.
2.1.13 Gejala Lanjut
1. Limfadenopati servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini.Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan
tidak nyeri.Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai
pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih
jauh.Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya.Kelenjarnya menjadi lekat
pada otot dan sulit digerakan.Keadaan ini merupakan gejala yang lebih
lanjut lagi.Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama
yang mendorong pasien datang ke dokter.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah
rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat
mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak
syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa
lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan
penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat
penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat
kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.
Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja
(unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke
dua sisi tubuh.
3. Gejala akibat metastasis jauh
Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.Yang sering
ialah pada tulang, hati dan paru.Jika ini terjadi, menandakan suatu
stadium dengan prognosis sangat buruk.
2.1.14 Stadium
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (1992).
1. T = Tumor primer
T0 - Tidak tampak tumor
T1 - Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja
(lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain).
T2 - Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih
terbatas di dalam rongga nasofaring.
T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung
atau orofaring dsb)
T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak
TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
2. N =Nodule (Pembesaran kelenjar getah bening regional)
N0 - Tidak ada pembesaran
N1 - Terdapat penbesaran tetapi homolateral dan masih dapat di
N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dan masih dapat di
gerakkan
N3 - Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral, maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
3. M = Metastasis
M0 - Tidak ada metastasis jauh
M1 - Terdapat Metastasis jauh
Stadium I :
T1 dan N0 dan M0
Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau
T3 dan N0 dan M0
Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0 atau
T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0 atau
T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari
nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Tis : Karcinoma in situ
2. T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang
tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi
3. T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding posterosuperior
4. T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring
5. T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf
kranial (atau keduanya)
2.1.15 Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu KNF,
protokol di bawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta
stadium tumor :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (Pemeriksaan nasofaring dan
neuro-oftalmologi)
2. Pemeriksaan penunjang (Biopsi, radiologi, dan serologi)
Hal-hal yang dapat ditanyakan pada anamnesis :
• Gejala dini
• Penyakit terdahulu ( peradangan pada THT )
• Riwayat terdapatnya kanker dalam keluarga
• Riwayat kontak dengan zat karsinogen
• Lingkungan dan gaya hidup
Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi/ palpasi: benjolan pada leher (lateral)
• Massa di nasofaring (rinoskopi, laringoskopi)
• Otoskopi, tes pendengaran
• Pemeriksaan saraf cranial
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi konvensional foto tengkorak potongan
antero-postoriolateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah
nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi
2. CT-Scan leher dan kepala
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium
tumor dan perluasan tumor.Pada stadium dini terlihatasimetri torus
tubarius dan dinding posterior nasofaring. Scan tulang dan foto torak
untuk mengetahui ada tidaknya metatasis jauh.
3. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadapvirus
Epsten-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
4. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaringbelum
jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibatmetastaisis
KNF.
5. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi
nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari hidung atau dari
mulut.
6. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind
biopsy ). Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton
yang dimasukkan melalui hidung.Kemudian dengan kaca laring di lihat
daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca
tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,
masa tumor akan terlihat lebih jelas.
7. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metatasis.
2.1.16 Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring.Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Syarat-sarat bagi penderita yang akan di radioterapi:
• Keadaan umum baik
• Leukosit> 3000/mm3
• Trombosit> 90.000 mm3
Tujuan pre operatif terapi:
1. Mencegah metastasis ke perifer
2. Mengecilkan volume tumor sehingga menjadi operable
3. Perdarahan berkurang karena vaskularisasi tumor berkurang
Tujuan post operasi: Mengatasi sisa sel Ca
Efek radiasi terhadap beberapa jaringan:
Kulit
1. Dermatitis akut : Terkelupasnya selaput lendir fibrinous,
kulit hitam merah dan edema. Epilasi
permanen dengan dekstruksi epidermis,
ulserasi, nyeri.
2. Dermatitis Kronis : Kulit kering, hipertrofi/keratosis,
veruka vulgaris. Ca
3. Late Dermatitis Accute effect : Pigmintasi, atrofi, talengiektasi,
ulserasi dan epitelioma.
Sistem hemopoetik dan darah
Efek langsung pada sel darah / pada jaringan hemopoitik
Sistem Pencernaan
1. Reaksi eritematus pada selaput lendir yang nyeri
2. Disfagia
3. Reaksi fibrinous pada selaput lendir dengan nyeri yang lebih hebat
Alat Kelamin
1. Sterilitas
2. Kelainan kelamin
3. Mutasi gen
Mata
1. Konjungtivitis dan keratitis
2. Katarak
Paru-paru
1. Batuk dan nyeri dada
2. Sesak nafas, fibrosis paru
Tulang
1. Gangguan pembentukan tulang
2. Osteoporosis
3. Patah Tulang (dosis ditambah)
Syaraf
1. Urat saraf menjadi kurang sensitive terhadap stimulus
2. Mielitis
3. Degenerasi jaringan otak
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi.Terutama diberikan pada stadium lanjut
atau pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi
sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu
operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau
adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring
dapat diberikan imunoterapi.
2.1.17 Prognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis
diperburuk oleh beberapa faktor, seperti:
• Stadium yang lebih lanjut
• Usia lebih dari 40 tahun
• Ras Cina dari pada ras kulit putih
• Adanya pembesaran kelenjar leher
• Adanya kelumpuhan saraf otak
• Adanya kerusakan tulang tengkorak
• Adanya metastasis jauh
2.1.18 Komplikasi
Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat
menyebabkan penurunan pendengaran tipe konduksi yang refersibel.Hal ini terjadi
akibat pendesakan tumor primer terhadap tuba Eustachius dan gangguan terhadap
pergerakan otot levator pelatini yang berfungsi untuk membuka tuba. Kedua hal
diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba.
Infiltrasi tumor melalui liang tuba Eustachius dan masuk kerongga telinga
menghilang dan gangguan-gangguan diatas dapat pula berkurang atau
menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali. Terlepas dari hal-hal
diatas, radiasi sendiri dapat juga menurunkan pendengaran, baik bertipe konduksi
maupun persepsi.
2.1.19 Pencegahan
1. Ciptakan lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang sehat, serta
usahakan agar pergantian udara (sirkulasi udara) lancar.
2. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil zat-zat kimia, asap
industry, asap kayu, asap rokok, asap minyak tanah dan polusi lain yang
dapat mengaktifkan virus Epstein bar.
3. Hindari mengonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas,
atau makanan yang merangsang selaput lender.
4. Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah
dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta
mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang
timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Akhir sekali, melakukan tes
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring lebih dini.
BAB 3
KONSEP PENELITIANDAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
3.2 Definisi Operational
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Alat
Tipe
Histopatologis
Data
Rekam
Medis
mikroskopis
sel KNF
Rekam
Medis
Melihat
gambaran
histopatologi di
rekam medis
Nominal
Jenis Terapi Tindakan
medis yang
diberikan
kepada pasien
KNF
Data
Rekam
Medis
Rekam
Medis
-Radioterapi
-Kemoterapi
-Kombinasi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Desain penelitian ini adalah
cross sectional yaitu sebuah studi dari sekelompok orang pada satu titik waktu untuk menentukan apakah paparan berkaitan dengan terjadinya penyakit.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Augustus sampai September 2013 di
RSUP H.Adam Malik,Medan.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua penderita yang telah didiagnosa KNF
di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Januari sampai bulan
Desember 2012.
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling yaitu sebanyak 63 orang.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpukan dalam penelitian ini adalah data yang di dapat
dari rekam medis pasien KNF yang menjalani pengobatan yaitu data sekunder.
4.5 Pengolahan dan Analisa data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan.Tahap pertama
editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden
serta memastikan bahwa semua jawaban telah dii .Tahap kedua coding yaitu
memberikan kode angka tertentu pada rekam medis untuk mempermudah waktu
mengadakan tabulasi dan analisis.Tahap ketiga entri yaitu memasukan data dari
rekam medis ke dalam program komputer dengan menggunakan program
data yang telah di entry.untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak (Wahyuni,
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan
Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.
5.1.2. Deskripsi Data Penelitian
Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis yang menderita KNF pada
tahun 2012 berjumlah 63 orang. Distribusi frekuensi penderita KNF meliputi usia,
jenis kelamin, stadium, keluhan utama, gejala klinis, tipe histopatologis dan terapi
penderita. Hasilnya diuraikan seperti berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Usia
Umur Frekuensi
Dari Tabel 5.1 menunjukkan penderita KNF yang terbanyak pada usia
41-50 tahun berjumlah dua puluh dua orang (34,9%) dan yang paling rendah pada
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
(n)
Persen
( %)
Laki-Laki
Perempuan
45
18
71,4
28,6
Jumlah
63
100
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 63 penderita KNF
terdapat 45 orang laki-laki (71,4%) dan 18 orang perempuan (28,6%) yang
menderita KNF.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita KNF berdasarkan Stadium Klinis
No Stadium Klinis Frekuensi (n)
Persen (%)
1 I 2 3,2
2 II 8 12,7
3 III 39 61,9
4 IV 14 22,2
Jumlah 63 100
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa penderita KNF datang dengan
stadium lanjut yaitu stadium III dan IV dimana 39 orang (61,9%) dan 14 orang
Data mengenai keluhan utama yang dialami penderita KNF dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderira KNF berdasarkan keluhan utama
No Keluhan Utama Frekuensi
(n)
Persen (%)
1 Benjolan pada leher 26 41.3
2 Sumbatan Hidung 16 25,4
3 Hidung berdarah 5 7,9
4 Telinga berdengung 13 20,6
5 Telinga nyeri 3 4,8
Jumlah 63 100
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 63 orang penderita KNF terdapat 26
orang (41,3%) memiliki keluhan benjolan dileher, dan yang paling rendah dengan
keluhan hidung berdarah sebanyak 5 orang (7,9%).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita KNF berdasarkan gejala klinis
No Gejala Klinis Frekuensi
(n)
Persen (%)
1 Benjolan pada leher 24 38.1
2 Hidung sumbat 13 20.6
3 Hidung berdarah 9 14.3
4 Telinga Berdengung 8 12.7
6 Sakit kepala 3 4.8
Total 63 100
Dari Tabel 5.5 menunjukkan, penderita KNF yang dengan gejala klinis
benjolan pada leher sebanyak 24 orang dimana (38.1%) dimana yang paling
tinggi. Kemudian diikuti oleh hidung tersumbat sebanyak 13 orang yaitu
(20.6%).Yang paling rendah dikeluhkan adalah sakit kepala yaitu 3 orang (4.8%).
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi penderita KNF berdasarkan Tipe Histopatologis
Tipe Histopatologis Frekuensi (n)
Non-Keratinizing Carcinoma 21 33,3
Undifferentiated Carcinoma 28 44,4
Jumlah 63 100
Berdasarkan Tabel 5.6 di atas,tipe histopatologis yang terbanyak adalah
undifferenciated carcinoma yaitu sebanyak 28 orang,(44.4%).Tipe Histologis yang paling rendah ditemui adalah keratinizing squamous cell carcinoma yang terdiri dari 14 orang dengan persen (22.2%).
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan jenis terapi
No Jenis Terapi Frekuensi
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari 63
orang penderita KNF yang melakukan kemoterapi sebanyak 16 orang (25,4%),
radioterapi sebanyak 19 orang (30,2% ) sedangkan pasien yang mendapatkan
terapi kemoradioterapi sebanyak 28 orang (44,4%). Pasien yang tidak melakukan
radioterapi, kemoterapi , kemoradioterapi secara berurutan sebanyak 19 orang
(30,2%), 16 orang (25,4%), 28 orang (44,4%).
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan 2:1. Umunya golongan laki-laki merupakan perokok
berat sehingga mempunyai risiko untuk menderita KNF karena salah satu factor
risiko adalah merokok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Hidayat, 2008) dengan perbandingan rasio lali-laki dan perempuan 2,1:1.
Menurut Wulan (2009) Jumlah terbesar penderita KNF berusia 41-50
tahun sebanyak dua puluh dua orang (34,9%) mendapatkan insiden tertinggi pada
kelompok umr 41-50 tahun 33,1% dari 151 kasus. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa penderita KNF dengan stadium I
sebanyak dua orang (3,2%), stadium II sebanyak lapan orang (12,7%), stadium III
tiga puluh sembilan orang (61,9%), stadium IV empat belas orang (22,2%).
Diagnosis dini sulit dilakukan karena tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan
tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa.
Sehingga KNF sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan keganasan
kepala leher lainnya (Dewi, 2011).
Dari hasil penelitian didapatkan hampir seluruh pasien KNF mengalami
keluhan benjolan dileher (41,3%). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dewi, 2011)
bahwa sebagian besar penderita KNF datang kerumah sakit atau dokter spesialis
THT dengan mengeluhkan adanya benjolan di leher.
Selain keluhan benjolan di leher, 16 orang (25,4%) mengeluhkan hidung
sumbat, dan 5 orang mengalami hidung berdarah. Hal ini karena jika masa
nasi dan masa tumor dapat menonjol ke dalam kavum nasi. Hal ini terjadi karena
kewenangan pasien dalam malakukan pemeriksaan disebabkan pasien datang
berobat ke rumah sakit pada gejala lanjut yaitu setelah muncul gejala-gejala dan
membuatkan tenaga kesehatan untuk membuat diagnosa dini (Halomoan, 2005).
Sebanyak 20,6% pasien mengeluhkan telinga dengung dan 4,8% pasien
mengeluh telinga nyeri. Hal ini terjadi karena penyumbatan pada tuba Eustachius
oleh massa tumor sehingga menimbulkan gangguan mekanisme pembukaan tuba.
Pasien KNF sering datang berobat ke RSUP HAM pada stadium III dan IV,
dimana setelah tumor itu membesar dan mengobstruksi saluran pernafasan
ataupun setelah munculnya gejala akibat KNF dan juga pasien tidak bersedia
melakukan screening terlebih awal (Dewi, 2011)
Dari hasil penelitian didapatkan, gejala klinis yang paling sering didapati
adalah benjolan pada leher yaitu sebanyak 24 orang (38,1%). Hal ini kerana
gejala-gejala yang lewat timbul seperti benjolan dan sebagainya. Selain itu KNF
seringkali diawali gejala-gejala minimal atau gejala lokal yang tidak spesifik dan
dapat tetap diam dalam jangka waktu lama. Pasien datang ke rumah sakit setelah
gejala-gejala ini menggangu aktivitas harian mereka yaitu berupa hidung sumbat,
telinga berdarah, hidung berdarah dan bukannya pada saat gejala dini. (Dewi,
2011).
Pada penelitian ini, tipe histopatologis yang paling tinggi adalah
undifferenciated carcinoma yaitu sebanyak 44,4% dengan jumlah 28 orang dan diuruti dengan non-keratinizing carcinoma, 21 orang sebanyak 21 orang.
Keratinizing Squamous cell carcinoma adalah yang paling kecil jumlahnya yaitu dengan jumlah 14 orang yaitu sebanyak 22,2% (Halomoan, 2005). Menurut WHO
(1991), hanya terdapat 3 tipe histopatologis dan yang paling sering adalah
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa
pasien mengambil tindakan radioterapi 30,2%, kemoterapi 25,4% dan
kemoradioterapi 44,4%. Umumnya terapi KNF di Indonesia adalah dengan
kemoterapi untuk pasien KNF stadium III dan IV. Menurut penelitian , terapi
untuk KNF dengan terapi kombinasi dari radioterapi dan kemoterapi mempunyai
angka hidup untuk 5 tahun dibandingkan dengan terapi tunggal dengan
kemoterapi atau radioterapi saja. Radioterapi pada pasien KNF dilakukan untuk
menghentikan proliferasi abnormal sel kanker, manakala kemoterapidigunakan
untuk mencegah proliferasi sel-sel kanker yang telah bermetastase melalui
pembuluh darah ke organ lain. Hal ini karena KNF lebih sering bermetastase ke
organ lain. KNF memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun kemoterapi
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita KNF mulai
bulan Januari tahun 2012 sampai bulan Desember tahun 2012 didapatkan 63
penderita, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Kelompok umur terbanyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun
(34.9%)
2) Jenis kelamin yang terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki
yaitu (71.4%).
3) Stadium klinis penderita KNF terbanyak adalah stadium III (61.9%).
4) Keluhan utama penderita KNF terbanyak adalah benjolan di leher
yaitu (41.3%).
5) Gejala klnis penderita KNF terbanyak adalah benjolan di leher yaitu
(38.1%).
6) Tipe Histopatologis penderita KNF yang paling tinggi adalah
undifferenciated carcinoma yaitu (44.4%).
7) Terapi pada penderita KNF yang terbanyak adalah kombinasi, yaitu
kemoradioterapi sebanyak (44.4%).
6.2 Saran
1) Diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis
dan medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih
cepat terdeteksi dan agar memberikan prognosis yang lebih baik.
2) Kepada pihak rumah sakit terutama dokter yang bertugas hendaknya
lebih memperlengkap status pada rekam medis, karena hal ini sangat
berguna baik bagi penderita klinis maupun bagi peneliti.
3) Untuk penelitian selanjutnya agar penelitian tidak hanya dilakukan
melalui rekam medis, tetapi dilakukan secara langsung terhadap pasien
DAFTAR PUSTAKA
Arnold C Paulino,2012.Avilable from:
Ardiyawati,2011.Analisis Hubungan Antara Faktor Risiko Dengantipe Histopatologik Pada Karsinoma Nasofaring.Available from :
Nasopharyngeal cancer: EHNS–ESMO–ESTRO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up.Available from :
[Accessed
10 May 2013].
Bambang.1990.Beberape Aspek Pencegahan Kanker Laring.Available from :
Brennan,2006. Orphanet J Rare Dis. 2006; 1: 23.Available from :
2013].
Dewi, 2011. Gambaran Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006-2010. Available from:http://repository.usu.ac. id/handle/123456789/26527
Fuda Cancer Hospital 2002.Available from:
[Accessed 31 may 2012].
Halomoan,2005. Prevalensi Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Immanuel
Bandung, Tahun 2003-2004. Available from
Harry,2002.Penatalaksanan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. Available from Hidayat,2009.Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan
Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring.Available from :
Irwan,2012.PROFILIMUNOPOSITIVITAS PROTEIN EBV PADA PENDERITAKARSINOMA NASOFARING DAN INDIVIDU SEHAT BERISIKO. Available from :
N. Rajhi,1 M. El-Sebaie,1 Y. Khafaga,1 A. AlZahrani,1 G. Mohamed2 and A. Al-Amro1,2009. Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 15, No. 5.Nasopharyngeal carcinoma in Saudi Arabia: clinical presentation and diagnostic delay.Available from :
National Cancer Institude 2009.Available from :
.[Accessed
17 April 2013].
Karsinoma Nasofaring.Available from : journal.lib.unair.ac.id/index.php/ JK/article/.../917
Kris., 2009. Kanker Nasofaring: kanker no 1 dibidang THT. Available from: http://thtkl.wordpress.com/2009/05/07/kanker-nasofaring-kanker-no-1-di-bidang-tht/ [Accessed 30 May 2012].
[Accessed 7 May 2013].
RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional ,2009.Available from : http://www. dharmais.co.id/index.php/kanker-nasofaring.html
S. Eva Singletary, Craig Allred, Pandora Ashley, Lawrence W. Bassett, Donald Berry, Kirby I. Bland, Patrick I. Borgen,Gary Clark, Stephen B. Edge, Daniel F. Hayes, Lorie L. Hughes, Robert V.P. Hutter, Monica Morrow, David L. Page, Abram Recht, Richard L. Theriault, Ann Thor, Donald L. Weaver, H. Samuel Wieand, and Frederick L. Greene,2002.Revision of the American Joint Committee on Cancer Staging System for Breast Cancer.Available from :
.[Accessed 2 May 2013].
Wulan,2012.Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring .Available from
WA Kentjono , 2013.
WILIYANTO,2006. Insidensi Kanker Kepala Leher Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi Di Rs Dr Kariadi Semarang.Available from :
Perkembangan Terkini Penatalaksanaan
Lampiran 4. Hasil Analisis Data
Frequencies
Statistics
Umur
Jenis
Kelamin Stadium
Keluhan
Utama
Gejala
Klinis
Tipe
Histopatologi
Terapi
penderita
N Valid 63 63 63 63 63 63 63
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 21-30 tahun 2 3.2 3.2 3.2
31-40 tahun 12 19.0 19.0 22.2
41-50 tahun 22 34.9 34.9 57.1
51-60 tahun 11 17.5 17.5 74.6
61-70 tahun 14 22.2 22.2 96.8
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 21-30 tahun 2 3.2 3.2 3.2
31-40 tahun 12 19.0 19.0 22.2
41-50 tahun 22 34.9 34.9 57.1
51-60 tahun 11 17.5 17.5 74.6
61-70 tahun 14 22.2 22.2 96.8
71-80 tahun 2 3.2 3.2 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 45 71.4 71.4 71.4
Perempuan 18 28.6 28.6 100.0
Total 63 100.0 100.0
Stadium
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Stadium I 2 3.2 3.2 3.2
Stadium II 8 12.7 12.7 15.9
Stadium III 39 61.9 61.9 77.8
Stadium IV 14 22.2 22.2 100.0
Total 63 100.0 100.0
Keluhan Utama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Sumbatan hidung 16 25.4 25.4 66.7
Hidung berdarah 5 7.9 7.9 74.6
Telinga berdengung 13 20.6 20.6 95.2
Telinga nyeri 3 4.8 4.8 100.0
Gejala Klinis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Gejala Dini 25 39.7 39.7 39.7
Gejala Lanjut 38 60.3 60.3 100.0
Total 63 100.0 100.0
Tipe Histopatologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid (Keratinizing Squamous Cell
carcinoma 14 22.2 22.2 22.2
Non-Keratinizing carcinoma 21 33.3 33.3 55.6
Undifferentiated carcinoma 28 44.4 44.4 100.0
Total 63 100.0 100.0
Terapi penderita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Kemoterapi 16 25.4 25.4 55.6
Kombinasi 28 44.4 44.4 100.0
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rajeshwari Jayapalan
Tempar / Tanggal Lahir : Malaysia / 12 Februari 1990
Agama : India / Hindu
Alamat : Jalan dr.Mansyur
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Rendah Kebangsaan Zainab 1 (1997-2012)
2. Sekolah Menengah Kabangsaan Pandan Indah (2003-2004) 3. Sekolah Menengah Kebangsaan Pandan Mewah (2004-2007)
4. HELP University College (2008-2010)
5. Universitas Sumatera Utara (2010-sekarang)
Riwayat Organisasi :