• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari – Desember Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari – Desember Tahun 2012"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – DESEMBER

TAHUN 2012

OLEH:

RAJESHWARI JAYAPALAN 100100376

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PROFIL PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2012

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

OLEH:

RAJESHWARI JAYAPALAN 100100376

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai

salah satu syarat untuk memeroleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Profil Penderita Karsinoma Nasofaring Di Rsup

H. Adam Malik Medan Periode Januari – Desember Tahun 2012”.Dalam karya

tulis ilmiah ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

1. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya persembahkan

kepada orang tua saya, ayahanda Jayapalan Balaraman dan ibunda

Nageswary Nagamuthu, serta saudara saya Shiva Shangkar atas doa,

perhatian dan dukungan tanpa henti selama ini dan akan terus saya

terima.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Andrina Y. M. Rambe, Sp.THT, selaku dosen pembimbing saya

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam

membimbing saya menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. dr. Rina Amelia, MARS dan dr. Feraluna Nasution, Sp.A , selaku

dosen penguji saya yang telah banyak membantu dan memberikan

arahan dan masukan kepada saya dalam penyelesaian penelitian ini.

5. dr. Maria Magdelena Simatupang selaku dosen penasehat akademik

saya selama di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan,

atas bantuan dalam proses pengambilan data penelitian ini.

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

(7)

8. Teman seperjuangan saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

ini, Gina Kristina P.

9. Sahabat-sahabat terbaik saya yang telah mmberikan waktu, saran,

nasihat, semangatnya kepada saya dalam menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini, Lincoln Batinathan, Vinod Raj Manikam, Vethanayaki

Sellappan, Thilakam Kanthasamy, Hemalatha Manickam, dan Shri

Thane Lakshmi.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak

hal yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa

saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan

karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga proposal karya tulis

ilmiah ini dapat diterima dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran

yang berguna bagi semua pihak. Terima kasih.

Medan, 12 Januari 2014

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan………... i

Abstrak………. ii

Abstract……… iii

Kata Pengantar……… iv

Daftar Isi……….. vi

Daftar Gambar………... vii

Daftar Tabel……… viii

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1.Latar Belakang Masalah………. 1

1.2.Rumusan Masalah……….. 3

1.3.Tujuan Penelitian……… 3

1.3.1 Tujuan Umum……… 3

1.3.2 Tujuan Khusus……… 3

1.4.Manfaat Karya Tulis Ilmiah……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 4

2.1. Karsinoma Nasofaring………. 4

2.1.1 Definisi………... 4

2.2.2 Etiologi……….. 4

2.1.3 Faktor risiko………... 6

2.1.4 Faktor genetic……… 6

2.1.5 Infeksi Virus Eipstein-Barr (EBV)……… 7

2.1.6 Diet……… 7

2.1.7 Lingkungan……… 8

2.1.8 Anatomi nasofaring……… 9

2.1.9 Histologi nasofaring………... 10

2.1.10 Histopatologi………. 10

(9)

2.1.12 Gejala Dini……… 11

2.1.13 Gejala Lanjut………... 12

2.1.14 Stadium……….. 13

2.1.15 Diagnosis……… 15

2.1.16 Penatalaksanaan………... 16

2.1.17 Prognosis……… 19

2.1.18 Komplikasi……….. 19

2.1.19 Pencegahan……….. 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL….. 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………... 22

3.2. Definisi Operational………. 22

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN………... 24

4.1. Jenis penelitian………. 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………. 24

4.3. Populasi dan Sampel……… 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data………... 24

4.5. Pengolahan dan Analisa Data………... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 26

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……… 26

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian………... 26

5.2. Pembahasan………..…… 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 33

6.1. Kesimpulan……….. 33

6.2. Saran……… 33

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.2 Definisi Operasional 21

5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia 26

5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin 27

5.3 Distribusi Frekuensi Stadium Klinis pada Penderita KNF 27

5.4 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan 28

Keluhan Utama 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan 28

Gejala Klinis 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan 29

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Lembar Ethical Clearence LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian

(13)
(14)
(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan pada epitel nasofaring

dengan predileksi di fossa Rossenmuller (Paulino,2002), yaitu tempat

bermuaranya saluran Eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan

rongga faring. Penyakit ini termasuk dalam sepuluh besar keganasan dan

menduduki peringkat pertama di bidang THT (Mediana dan Amriyatun,2004).

Karsinoma nasofaring ini juga, sulit dideteksi secara dini karena letak keganasan

awalnya yang tersembunyi. Hal ini menjadi rumit karena prognosis penderita

KNF sangat bergantung pada stadium klinis saat dilakukan diagnosis.

KNF tidak umum terjadi di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa

kejadian tumor ini adalah kurang dari 1 dalam 100.000. Namun, KNF cukup

unik di beberapa daerah geografis, yaitu Cina Selatan, orang Eskimo, dan

orang-orang di negara- negara Asia Tenggara lainnya. Kanker nasofaring merupakan

penyakit yang relative umum dalam populasi asal Cina Selatan di antara migrant

(Nasional Cancer Institute ,2009). Dalam sebahagian provinsi di Cina, dijumpai

kasus KNF adalah sebanyak 15-30 per 100.000. Selain itu, di Cina Selatan

khususnya Hong Kong dan Guangzhou, terdapat 10-150 kasus per 100.000 orang

per tahun. Insiden tetap tinggi untuk keturunan Cina Selatan yang hidup di

negara-negara lain (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Nasional Cancer

Institute, 2009).

KNF di Indonesia, menempati urutan ke-5 dari 10 besar diantara

keganasan yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang

THT. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF. Dari data

Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukkan prevalensi 4,7 / 100.000 atau

diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun. Dari data laporan profil KNF di Rumah

Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, periode

(16)

RSUP Hj. Adam Malik Medan pada tahun 2002 - 2007 ditemukan 684 penderita

KNF ( Nasir, 2009).

Keunikan prevalensi inilah yang melatarbelakangi pemikiran adanya

keterkaitan KNF dengan faktor risiko tertentu. Dewasa ini etiologi dan faktor

resiko KNF masih harus diteliti. Penelitian dewasa ini menunjukan bahwa KNF

berhubungan erat dengan Epstein-Barr virus (EBV) salah satu jenis herpes virus

yang menyebabkan infeksi asimptomatis pada >90% populasi dunia.

Insiden yang tinggi ini dapat disebabkan tingginya faktor risiko KNF di

Indonesia, yaitu tingginya konsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan,

pajanan di tempat kerja oleh zat-zat karsinogenik seperti formaldehid, debu kayu

serta asap dari kayu yang dibakar. Saat ini,banyak produsen makanan

menggunakan formalin sebagai pengawet makanan dengan tujuan mengurangi

biaya produksi. Seperti yang telah diketahui,formalin adalah bahan kimia yang

mempunyai sifat karsinogenik (Fenner B,2005).

Sehubungan dengan itu,ras juga mempunyai peranan untuk menjadi

penyebab KNF ini dimana,ras Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia adalah yang

paling sering terkena. Ras kulit putih lebih jarang terkena penyakit ini.

(Nasir,2009).

KNF ini lebih banyak dijumpai pada pria daripada wanita dengan

perbandingan 3:1 (Susworo,2005), dan kebanyakan dijumpai pada usia 40 hingga

60 tahun. Pasien yang muda memiliki tingkat ketahanan hidup yang lebih baik

daripada pasien yang lebih tua (National Cancer Institute,2009). Usaha maksimal

dibutuhkan untuk menurunkan angka penyakit ini dengan mendiagnosis penyakit

ini secepat mungkin.Secara keseluruhan,ngka harapan hidup 5 tahun adalah 45%.

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.

Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih

lanjut, usia lebih dari 40 tahun, adanya pembesaran kelenjar leher, kelumpuhan

saraf otak dan kerusakan tulang tengkorak (Roezin,Anida,2007). Banyak kasus

karsinoma nasofaring ini terlambat didiagnosis karena tidak ada gejala spesifik

(17)

tesebut,maka penulis terdorong untuk mengetahui lebih lanjut tentang profil

penderita KNF.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah profil penderita kassinoma nasofaring di RSUP H.Adam

Malik,Medan pada periode Januari hingga Desember 2012?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penderita KNF di RSUP H.Adam Malik,Medan

pada periode Januari hingga Desember 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui distribusi umur penderita.

2) Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin penderita.

3) Untuk mengetahui distribusi stadium klinis penderita.

4) Untuk mengetahui distribusi keluhan utama penderita.

5) Untuk mengetahui distribusi gejala klinis penderita.

6) Untuk mengetahui distribusi tipe histopatologis penderita.

7) Untuk mengetahui jenis terapi penderita.

1.4 Manfaat penelitian

a) Pelayanan Kasehatan

Meningkatkan kualitas pelayann kasehatan bagi penderita KNF dalam

memberikan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data

penderita KNF.

b) Bagi peneliti

Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang profil penderita KNF dan

memberikan informasi tambahan sebagai bahan acuan untuk penelitian

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARSINOMA NASOFARING 2.1.1 Definisi

Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang

hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.Karsinoma nasofaring merupakan

kanker ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa

Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel

kuboid berubah menjadi epitel squamosa (National Cancer Institude, 2009).

Kanker ganas nasofaring (karsinoma nasofaring)adalah sejenis kanker

yang dapatmenyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian

organ di tubuh kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap

jaringan mengandung beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada

tipe sel yang berbeda.Dengan mengetahui tipe sel yang berbeda merupakan hal

yang pentingkarena hal tersebut dapat menentukan tingkat seriusnya jenis kanker

dan tipe terapi yangakan digunakan (Wulan 2012).

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer)

tahun 2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia dan

banyak ditemukan di negara Cina bagian Selatan, Asia, Mediterania dan

Alaska.Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk

non-Mongoloid,namun demikian di daerah Cina bagian selatan masih menduduki

tempat tertinggi,yaitu mencapi 2500 kasus baru per tahun atau prevalensi 39,84

per 100.000 penduduk untuk propinsi Guangdong.Penduduk di provinsi Guang

Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikanyang diawetkan (diasap, diasin).

Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansiyang bernama nitrosamine yang

(19)

Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma

nasofaring,sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong,

Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan pula cukup

banyak kasusdi Yunani, negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair dan Tunisia,

pada orangEskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya karena

memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin pada musim

dingin.(International Agency for Research on Cancer,2002).

Di Tunisia, insiden KNF relatif meningkat. Di Inggris dan India, insiden

KNFhampir sama yaitu sebesar 0,9 per satu juta penduduk, tetapi dalam dua

decade terakhir terjadi peningkatan yang sama pada usia yang lebih muda. Insiden

yang jarang ditemukan di Jepang, Eropa dan Amerika Utara.

Distribusi umur KNF diAmerika Utara dan Mediterania bersifat bimodal,

yaitu terjadi peningkatan pada usia 10–20 tahun dan pada umur 40–60 tahun.

Insiden KNF pada anak-anak dibawah usia 16 tahun di Cina sebesar 1%–2%, di

UK 2%–4%, di Turki 1%–2%, USA10%, Israel 12%, Kenya 13%, Tunisia 14%–

15%, India 11% dan Uganda 18%.Walaupun terdapat angka kekerapan yang

bervariasi pada tiap kelompok etnik dangeografis, dari seluruh kanker insiden

KNF sebesar 1%–5%, tetapi 20%–50%merupakan keganasan primer di nasofaring

pada anak. Pada anak angka median umur untuk perkembangan KNF adalah 13

tahun dan insiden tertinggi terjadi pada laki-laki (rasio laki-laki dan perempuan

2,8:1), dan lebih sering ditemukan pada orang kulit hitam. Distribusi umur pasien

dengan KNF berbeda-beda. Pada daerah denganinsiden rendah insiden KNF

meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, padadaerah dengan insiden tinggi

KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknyapada umur 40-59 tahun dan

menurun setelahnya.(RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional

Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria

berbanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1.

,2009).

Insiden yang bervariasi dari KNF berbeda berdasarkan letak

geografis,kelompok etnik yang berkaitan dengan genetik dan faktor lingkungan

(20)

Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker

ganas daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar

60%.Insidennya hampir merata di setiap daerah. Angka kejadian KNF di

Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan

7000 – 8000 kasus per tahun diseluruh Indonesia (survei yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan pada tahun1980 secara “pathology based”).Di semua pusat

pendidikan dokter di Indonesia dari tahun ke tahun,karsinoma nasofaring selalu

menempati urutan pertama di bidang THT. Frekuensinya hampir merata di setiap

daerah.Di RSCM Jakarta saja ditemukan lebihdari 100 kasus per tahun.Di RS

Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus pertahun, Makassar 25 kasus per tahun,

Palembang 25 kasus per tahun, Denpasar 15kasus per tahun, dan di Padang

sebanyak 11 kasus per tahun. Frekuensi yang tidak jauh berbeda juga ditemukan

di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lain diIndonesia. Hal ini

menunjukkan bahwa kejadian tumor ganas ini merata di seluruhIndonesia.

2.1.3 Faktor risiko

KNF merupakan penyakit multifaktorial dan belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Beberapa faktor risiko yang kini masih diteliti di antaranya: faktor

genetik, infeksi Epstein-Barr virus, diet, dan lingkungan.

2.1.4 Faktor genetik

Karsinoma nasofaring tercatat sebagai keganasan yang jarang terjadi di

sebagian besar populasi dunia. Namun, keganasan ini tercatat sering terjadi di

Cina selatan, Asia Tenggara, Kutub Utara, dan Timur Tengah / Afrika Utara.

Distribusi ras / etnis dan geografis khas pada KNF di seluruh dunia menunjukkan

bahwa faktor lingkungan dan sifat-sifat genetik berkontribusi untuk

perkembangan keganasan ini.

KNF cenderung teragregasi dalam suatu keluarga pada penelitian di

Canton, Provinsi Guangdong, Cina, dengan tidak ada peningkatan pada keganasan

(21)

dengan KNF. Keberadaan gen Cina Selatan yang spesifik terkait erat

dengandaerah HLA sebagai penentu utama risiko Cina untuk penyakit ini. Risiko

relative KNF pada generasi pertama dari penderita KNF adalah 8.0 pada 766

subyek penelitian yang dilakukan di Taiwan. Tendensi familial KNF bisa

disebabkan karena faktor genetik dan/atau faktor risiko lingkungan.

2.1.5 Infeksi Virus Eipstein-Barr (EBV)

Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang termasuk dalam famili

Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90 % populasi manusia di seluruh dunia

dan merupakan penyebab infeksi mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan

beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma Burkitt,

limfoma sel T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma

mammae dan karsinoma gaster.KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang

sangat konsisten dengan infeksi EBV.Infeksi primer pada umumnya terjadi pada

anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan persistensi virus

dimana virus memasuki periode laten di dalam limfosit B memori. Periode laten

dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik dimana terjadi replikasi DNA

EBV, transkripsi dan translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan

(assembly) virion baru dalam jumlah besar sehingga sel pejamu (host) menjadi

lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan

antigen virus yang spesifik untuk masing-masing periode infeksi.

2.1.6 Diet

Beberapa penelitian juga menunjukkan, bahwa mengonsumsi ikan asin

menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya kanker atau karsinoma nasofaring

(KNF).Salah satu zat yang terkandung dalam ikan asin yang disebut nitrosamin

adalah faktor penyebabnya. KNF ditemukan endemik di negara China selatan

yang sebagian besar penduduknya mengonsumsi ikan asin.Dalam suatu penelitian

di China selatan, terungkap bahwa penduduk desa yang banyak makan ikan asin

(22)

Khusus di Eropa, angka kejadian karsinoma nasofaring sangat jarang,

bahkan sampai sekarang belum ditemukan kasus KNF pada orang kulit putih.Ikan

asin di China selatan dan Indonesia memang ada perbedaan. Yang jelas, kadar

toksinnya itu. Di Indonesia belum ada penelitian yang mengatakan kalau ikan asin

sebagai faktor penyebab. Penelitian lain menunjukan bahwa konsumsi mentega

tengik, lemak dan daging domba tengik yang diawetkan(quaddid) di Afrika,

dikaitkan dengan peningkatan risiko KNF yang signifikan.Selain itu, konsumsi

sayuran matang dan ikan yang diawetkan secara industry dikaitkan dengan

penurunan risiko. Dalam analisis multivariat, hanya mentegatengik, sayuran

lemak domba tengik yang secara signifikan terkait dengan KNF.Kebiasaan

penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan seperti daging dan ikan,

terutama pada musim dingin juga meningkatkan kadar kejadian karsinoma

nasofaring ini.Dalam kaitan dengan zat penyebab yang mungkin, dinyatakan

bahwa terdapat keterlibatan asam butirat, yang merupakan aktivator potensial

EBV.

2.1.7 Lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap

sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak

tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara

kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma

nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.

2.1.8 Anatomi nasofaring

Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas Palatum Molle dan

di bawah dasar tengkorak. Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan

berdinding enam, dengan ukuran melintang 4 cm, tinggi 4 cm dan antero-posterior

2-3 cm.

Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi

belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang

(23)

superior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring

berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre-vertebralis dan otot-otot dinding

faring. Padadinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba Eustachius dimana

orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga

penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba

Eustachius dan akan mengganggu pendengaran.

Gambar 1. Anatomi Nasofaring

Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller

yang merupakan lokasi tersering KNF.Pada atap nasofaring sering terlihat

lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak submukosa, dimana pada usia

muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan

karena adanya jaringan adenoid.Di nasofaring terdapat banyak saluran getah

bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause

(24)

2.1.9 Histologi nasofaring

Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat

banyak jaringanlimfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan

antara epitel dengan jaringanlimfosid inisangat erat, sehigga sering disebut "

Limfoepitel” Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaringatas empat

macam epitel :

1. Epitek selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium "

2. Epitel torak berlapis "Stratified Columnar Epithelium ".

3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium"

4. Epitel torak berlapis semu bersilia "Pseudo-Stratifed Columnar

Ciliated Epithelium ".

Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para

ahli.60 % persen darimukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng

"Stratified Squamous Epithelium", dan 80 % dari dinding posterior nasofaring

dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateraldan depan dilapisi oleh

epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapisgepeng

dan torak bersilia.Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi keratin, kecuali

pada kripta yang dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau

peralihan dua macam epitel adalah tempatyang subur untuk tumbuhnya suatu

karsinoma.

2.1.10 Histopatologi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh WHO

sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).

Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi

sel skuamosa tanpa jembatan intersel.Pada umumnya batas sel cukup

(25)

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).

Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang

vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas.Pada

umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama,

yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu

radiosensitif.

Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh

WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma).

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).

Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.

2.1.11 Gejala Klinis

Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor

masih terbatas di nasofaring, yaitu:

2.1.12 Gejala Dini Gejala Telinga:

1. Kataralis/sumbatan tuba Eutachius

Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang

disertai dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang

sangat dini.

2. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.

Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan

muara tuba, dimana rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang

diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi

(26)

Gejala Hidung:

1. Mimisan

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan

dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan.Keluarnya darah ini

biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur

dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.

2. Sumbatan hidung

Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke

dalam rongga hidung dan menutupi koana.Gejala menyerupai pilek kronis,

kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya hingus

kental.

Gejala Mata dan Saraf: diplopia dan gerakan bola mata terbatas.

2.1.13 Gejala Lanjut

1. Limfadenopati servikal

Tidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini.Yang khas jika

timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan

tidak nyeri.Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai

pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih

jauh.Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus

kelenjar dan mengenai otot di bawahnya.Kelenjarnya menjadi lekat

pada otot dan sulit digerakan.Keadaan ini merupakan gejala yang lebih

lanjut lagi.Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama

yang mendorong pasien datang ke dokter.

2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.

Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah

rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat

mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak

syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa

(27)

lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan

penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat

penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat

kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.

Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja

(unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke

dua sisi tubuh.

3. Gejala akibat metastasis jauh

Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah,

mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.Yang sering

ialah pada tulang, hati dan paru.Jika ini terjadi, menandakan suatu

stadium dengan prognosis sangat buruk.

2.1.14 Stadium

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (1992).

1. T = Tumor primer

T0 - Tidak tampak tumor

T1 - Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja

(lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain).

T2 - Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih

terbatas di dalam rongga nasofaring.

T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung

atau orofaring dsb)

T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang

tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak

TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap

2. N =Nodule (Pembesaran kelenjar getah bening regional)

N0 - Tidak ada pembesaran

N1 - Terdapat penbesaran tetapi homolateral dan masih dapat di

(28)

N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dan masih dapat di

gerakkan

N3 - Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral, maupun

bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

3. M = Metastasis

M0 - Tidak ada metastasis jauh

M1 - Terdapat Metastasis jauh

Stadium I :

T1 dan N0 dan M0

Stadium II :

T2 dan N0 dan M0

Stadium III :

T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau

T3 dan N0 dan M0

Stadium IV :

T4 dan N0/N1 dan M0 atau

T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0 atau

T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari

nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Tis : Karcinoma in situ

2. T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang

tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi

3. T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding posterosuperior

(29)

4. T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring

5. T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf

kranial (atau keduanya)

2.1.15 Diagnosis

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu KNF,

protokol di bawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta

stadium tumor :

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (Pemeriksaan nasofaring dan

neuro-oftalmologi)

2. Pemeriksaan penunjang (Biopsi, radiologi, dan serologi)

Hal-hal yang dapat ditanyakan pada anamnesis :

• Gejala dini

• Penyakit terdahulu ( peradangan pada THT )

• Riwayat terdapatnya kanker dalam keluarga

• Riwayat kontak dengan zat karsinogen

• Lingkungan dan gaya hidup

Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi/ palpasi: benjolan pada leher (lateral)

• Massa di nasofaring (rinoskopi, laringoskopi)

• Otoskopi, tes pendengaran

• Pemeriksaan saraf cranial

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi konvensional foto tengkorak potongan

antero-postoriolateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah

nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi

(30)

2. CT-Scan leher dan kepala

Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium

tumor dan perluasan tumor.Pada stadium dini terlihatasimetri torus

tubarius dan dinding posterior nasofaring. Scan tulang dan foto torak

untuk mengetahui ada tidaknya metatasis jauh.

3. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadapvirus

Epsten-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.

4. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaringbelum

jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibatmetastaisis

KNF.

5. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi

nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari hidung atau dari

mulut.

6. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind

biopsy ). Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton

yang dimasukkan melalui hidung.Kemudian dengan kaca laring di lihat

daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca

tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,

masa tumor akan terlihat lebih jelas.

7. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya

metatasis.

2.1.16 Penatalaksanaan

1. Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan karsinoma nasofaring.Penatalaksanaan pertama untuk

karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Syarat-sarat bagi penderita yang akan di radioterapi:

• Keadaan umum baik

(31)

• Leukosit> 3000/mm3

• Trombosit> 90.000 mm3

Tujuan pre operatif terapi:

1. Mencegah metastasis ke perifer

2. Mengecilkan volume tumor sehingga menjadi operable

3. Perdarahan berkurang karena vaskularisasi tumor berkurang

Tujuan post operasi: Mengatasi sisa sel Ca

Efek radiasi terhadap beberapa jaringan:

Kulit

1. Dermatitis akut : Terkelupasnya selaput lendir fibrinous,

kulit hitam merah dan edema. Epilasi

permanen dengan dekstruksi epidermis,

ulserasi, nyeri.

2. Dermatitis Kronis : Kulit kering, hipertrofi/keratosis,

veruka vulgaris. Ca

3. Late Dermatitis Accute effect : Pigmintasi, atrofi, talengiektasi,

ulserasi dan epitelioma.

Sistem hemopoetik dan darah

Efek langsung pada sel darah / pada jaringan hemopoitik

Sistem Pencernaan

1. Reaksi eritematus pada selaput lendir yang nyeri

2. Disfagia

3. Reaksi fibrinous pada selaput lendir dengan nyeri yang lebih hebat

(32)

Alat Kelamin

1. Sterilitas

2. Kelainan kelamin

3. Mutasi gen

Mata

1. Konjungtivitis dan keratitis

2. Katarak

Paru-paru

1. Batuk dan nyeri dada

2. Sesak nafas, fibrosis paru

Tulang

1. Gangguan pembentukan tulang

2. Osteoporosis

3. Patah Tulang (dosis ditambah)

Syaraf

1. Urat saraf menjadi kurang sensitive terhadap stimulus

2. Mielitis

3. Degenerasi jaringan otak

2. Kemoterapi

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata

dapat meningkatkan hasil terapi.Terutama diberikan pada stadium lanjut

atau pada keadaan kambuh.

3. Operasi

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi

(33)

sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat

bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu

operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau

adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara

lain.

4. Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring

dapat diberikan imunoterapi.

2.1.17 Prognosis

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis

diperburuk oleh beberapa faktor, seperti:

• Stadium yang lebih lanjut

• Usia lebih dari 40 tahun

• Ras Cina dari pada ras kulit putih

• Adanya pembesaran kelenjar leher

• Adanya kelumpuhan saraf otak

• Adanya kerusakan tulang tengkorak

• Adanya metastasis jauh

2.1.18 Komplikasi

Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat

menyebabkan penurunan pendengaran tipe konduksi yang refersibel.Hal ini terjadi

akibat pendesakan tumor primer terhadap tuba Eustachius dan gangguan terhadap

pergerakan otot levator pelatini yang berfungsi untuk membuka tuba. Kedua hal

diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba.

Infiltrasi tumor melalui liang tuba Eustachius dan masuk kerongga telinga

(34)

menghilang dan gangguan-gangguan diatas dapat pula berkurang atau

menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali. Terlepas dari hal-hal

diatas, radiasi sendiri dapat juga menurunkan pendengaran, baik bertipe konduksi

maupun persepsi.

2.1.19 Pencegahan

1. Ciptakan lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang sehat, serta

usahakan agar pergantian udara (sirkulasi udara) lancar.

2. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil zat-zat kimia, asap

industry, asap kayu, asap rokok, asap minyak tanah dan polusi lain yang

dapat mengaktifkan virus Epstein bar.

3. Hindari mengonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas,

atau makanan yang merangsang selaput lender.

4. Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah

dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta

mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang

timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Akhir sekali, melakukan tes

serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan

karsinoma nasofaring lebih dini.

(35)

BAB 3

KONSEP PENELITIANDAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

3.2 Definisi Operational

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Alat

(36)
(37)

Tipe

Histopatologis

Data

Rekam

Medis

mikroskopis

sel KNF

Rekam

Medis

Melihat

gambaran

histopatologi di

rekam medis

Nominal

Jenis Terapi Tindakan

medis yang

diberikan

kepada pasien

KNF

Data

Rekam

Medis

Rekam

Medis

-Radioterapi

-Kemoterapi

-Kombinasi

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Desain penelitian ini adalah

cross sectional yaitu sebuah studi dari sekelompok orang pada satu titik waktu untuk menentukan apakah paparan berkaitan dengan terjadinya penyakit.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Augustus sampai September 2013 di

RSUP H.Adam Malik,Medan.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua penderita yang telah didiagnosa KNF

di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Januari sampai bulan

Desember 2012.

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling yaitu sebanyak 63 orang.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpukan dalam penelitian ini adalah data yang di dapat

dari rekam medis pasien KNF yang menjalani pengobatan yaitu data sekunder.

4.5 Pengolahan dan Analisa data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan.Tahap pertama

editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden

serta memastikan bahwa semua jawaban telah dii .Tahap kedua coding yaitu

memberikan kode angka tertentu pada rekam medis untuk mempermudah waktu

mengadakan tabulasi dan analisis.Tahap ketiga entri yaitu memasukan data dari

rekam medis ke dalam program komputer dengan menggunakan program

(39)

data yang telah di entry.untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak (Wahyuni,

(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan

Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis yang menderita KNF pada

tahun 2012 berjumlah 63 orang. Distribusi frekuensi penderita KNF meliputi usia,

jenis kelamin, stadium, keluhan utama, gejala klinis, tipe histopatologis dan terapi

penderita. Hasilnya diuraikan seperti berikut.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Usia

Umur Frekuensi

Dari Tabel 5.1 menunjukkan penderita KNF yang terbanyak pada usia

41-50 tahun berjumlah dua puluh dua orang (34,9%) dan yang paling rendah pada

(41)

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frekuensi

(n)

Persen

( %)

Laki-Laki

Perempuan

45

18

71,4

28,6

Jumlah

63

100

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 63 penderita KNF

terdapat 45 orang laki-laki (71,4%) dan 18 orang perempuan (28,6%) yang

menderita KNF.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita KNF berdasarkan Stadium Klinis

No Stadium Klinis Frekuensi (n)

Persen (%)

1 I 2 3,2

2 II 8 12,7

3 III 39 61,9

4 IV 14 22,2

Jumlah 63 100

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa penderita KNF datang dengan

stadium lanjut yaitu stadium III dan IV dimana 39 orang (61,9%) dan 14 orang

(42)

Data mengenai keluhan utama yang dialami penderita KNF dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderira KNF berdasarkan keluhan utama

No Keluhan Utama Frekuensi

(n)

Persen (%)

1 Benjolan pada leher 26 41.3

2 Sumbatan Hidung 16 25,4

3 Hidung berdarah 5 7,9

4 Telinga berdengung 13 20,6

5 Telinga nyeri 3 4,8

Jumlah 63 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 63 orang penderita KNF terdapat 26

orang (41,3%) memiliki keluhan benjolan dileher, dan yang paling rendah dengan

keluhan hidung berdarah sebanyak 5 orang (7,9%).

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita KNF berdasarkan gejala klinis

No Gejala Klinis Frekuensi

(n)

Persen (%)

1 Benjolan pada leher 24 38.1

2 Hidung sumbat 13 20.6

3 Hidung berdarah 9 14.3

4 Telinga Berdengung 8 12.7

(43)

6 Sakit kepala 3 4.8

Total 63 100

Dari Tabel 5.5 menunjukkan, penderita KNF yang dengan gejala klinis

benjolan pada leher sebanyak 24 orang dimana (38.1%) dimana yang paling

tinggi. Kemudian diikuti oleh hidung tersumbat sebanyak 13 orang yaitu

(20.6%).Yang paling rendah dikeluhkan adalah sakit kepala yaitu 3 orang (4.8%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi penderita KNF berdasarkan Tipe Histopatologis

Tipe Histopatologis Frekuensi (n)

Non-Keratinizing Carcinoma 21 33,3

Undifferentiated Carcinoma 28 44,4

Jumlah 63 100

Berdasarkan Tabel 5.6 di atas,tipe histopatologis yang terbanyak adalah

undifferenciated carcinoma yaitu sebanyak 28 orang,(44.4%).Tipe Histologis yang paling rendah ditemui adalah keratinizing squamous cell carcinoma yang terdiri dari 14 orang dengan persen (22.2%).

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan jenis terapi

No Jenis Terapi Frekuensi

(44)

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari 63

orang penderita KNF yang melakukan kemoterapi sebanyak 16 orang (25,4%),

radioterapi sebanyak 19 orang (30,2% ) sedangkan pasien yang mendapatkan

terapi kemoradioterapi sebanyak 28 orang (44,4%). Pasien yang tidak melakukan

radioterapi, kemoterapi , kemoradioterapi secara berurutan sebanyak 19 orang

(30,2%), 16 orang (25,4%), 28 orang (44,4%).

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki lebih

banyak daripada perempuan 2:1. Umunya golongan laki-laki merupakan perokok

berat sehingga mempunyai risiko untuk menderita KNF karena salah satu factor

risiko adalah merokok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Hidayat, 2008) dengan perbandingan rasio lali-laki dan perempuan 2,1:1.

Menurut Wulan (2009) Jumlah terbesar penderita KNF berusia 41-50

tahun sebanyak dua puluh dua orang (34,9%) mendapatkan insiden tertinggi pada

kelompok umr 41-50 tahun 33,1% dari 151 kasus. Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa penderita KNF dengan stadium I

sebanyak dua orang (3,2%), stadium II sebanyak lapan orang (12,7%), stadium III

tiga puluh sembilan orang (61,9%), stadium IV empat belas orang (22,2%).

Diagnosis dini sulit dilakukan karena tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan

tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa.

Sehingga KNF sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan keganasan

kepala leher lainnya (Dewi, 2011).

Dari hasil penelitian didapatkan hampir seluruh pasien KNF mengalami

keluhan benjolan dileher (41,3%). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dewi, 2011)

bahwa sebagian besar penderita KNF datang kerumah sakit atau dokter spesialis

THT dengan mengeluhkan adanya benjolan di leher.

Selain keluhan benjolan di leher, 16 orang (25,4%) mengeluhkan hidung

sumbat, dan 5 orang mengalami hidung berdarah. Hal ini karena jika masa

(45)

nasi dan masa tumor dapat menonjol ke dalam kavum nasi. Hal ini terjadi karena

kewenangan pasien dalam malakukan pemeriksaan disebabkan pasien datang

berobat ke rumah sakit pada gejala lanjut yaitu setelah muncul gejala-gejala dan

membuatkan tenaga kesehatan untuk membuat diagnosa dini (Halomoan, 2005).

Sebanyak 20,6% pasien mengeluhkan telinga dengung dan 4,8% pasien

mengeluh telinga nyeri. Hal ini terjadi karena penyumbatan pada tuba Eustachius

oleh massa tumor sehingga menimbulkan gangguan mekanisme pembukaan tuba.

Pasien KNF sering datang berobat ke RSUP HAM pada stadium III dan IV,

dimana setelah tumor itu membesar dan mengobstruksi saluran pernafasan

ataupun setelah munculnya gejala akibat KNF dan juga pasien tidak bersedia

melakukan screening terlebih awal (Dewi, 2011)

Dari hasil penelitian didapatkan, gejala klinis yang paling sering didapati

adalah benjolan pada leher yaitu sebanyak 24 orang (38,1%). Hal ini kerana

gejala-gejala yang lewat timbul seperti benjolan dan sebagainya. Selain itu KNF

seringkali diawali gejala-gejala minimal atau gejala lokal yang tidak spesifik dan

dapat tetap diam dalam jangka waktu lama. Pasien datang ke rumah sakit setelah

gejala-gejala ini menggangu aktivitas harian mereka yaitu berupa hidung sumbat,

telinga berdarah, hidung berdarah dan bukannya pada saat gejala dini. (Dewi,

2011).

Pada penelitian ini, tipe histopatologis yang paling tinggi adalah

undifferenciated carcinoma yaitu sebanyak 44,4% dengan jumlah 28 orang dan diuruti dengan non-keratinizing carcinoma, 21 orang sebanyak 21 orang.

Keratinizing Squamous cell carcinoma adalah yang paling kecil jumlahnya yaitu dengan jumlah 14 orang yaitu sebanyak 22,2% (Halomoan, 2005). Menurut WHO

(1991), hanya terdapat 3 tipe histopatologis dan yang paling sering adalah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa

pasien mengambil tindakan radioterapi 30,2%, kemoterapi 25,4% dan

kemoradioterapi 44,4%. Umumnya terapi KNF di Indonesia adalah dengan

kemoterapi untuk pasien KNF stadium III dan IV. Menurut penelitian , terapi

untuk KNF dengan terapi kombinasi dari radioterapi dan kemoterapi mempunyai

(46)

angka hidup untuk 5 tahun dibandingkan dengan terapi tunggal dengan

kemoterapi atau radioterapi saja. Radioterapi pada pasien KNF dilakukan untuk

menghentikan proliferasi abnormal sel kanker, manakala kemoterapidigunakan

untuk mencegah proliferasi sel-sel kanker yang telah bermetastase melalui

pembuluh darah ke organ lain. Hal ini karena KNF lebih sering bermetastase ke

organ lain. KNF memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun kemoterapi

(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita KNF mulai

bulan Januari tahun 2012 sampai bulan Desember tahun 2012 didapatkan 63

penderita, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Kelompok umur terbanyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun

(34.9%)

2) Jenis kelamin yang terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki

yaitu (71.4%).

3) Stadium klinis penderita KNF terbanyak adalah stadium III (61.9%).

4) Keluhan utama penderita KNF terbanyak adalah benjolan di leher

yaitu (41.3%).

5) Gejala klnis penderita KNF terbanyak adalah benjolan di leher yaitu

(38.1%).

6) Tipe Histopatologis penderita KNF yang paling tinggi adalah

undifferenciated carcinoma yaitu (44.4%).

7) Terapi pada penderita KNF yang terbanyak adalah kombinasi, yaitu

kemoradioterapi sebanyak (44.4%).

6.2 Saran

1) Diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis

dan medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih

cepat terdeteksi dan agar memberikan prognosis yang lebih baik.

2) Kepada pihak rumah sakit terutama dokter yang bertugas hendaknya

lebih memperlengkap status pada rekam medis, karena hal ini sangat

berguna baik bagi penderita klinis maupun bagi peneliti.

3) Untuk penelitian selanjutnya agar penelitian tidak hanya dilakukan

melalui rekam medis, tetapi dilakukan secara langsung terhadap pasien

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Arnold C Paulino,2012.Avilable from:

Ardiyawati,2011.Analisis Hubungan Antara Faktor Risiko Dengantipe Histopatologik Pada Karsinoma Nasofaring.Available from :

Nasopharyngeal cancer: EHNS–ESMO–ESTRO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up.Available from :

[Accessed

10 May 2013].

Bambang.1990.Beberape Aspek Pencegahan Kanker Laring.Available from :

Brennan,2006. Orphanet J Rare Dis. 2006; 1: 23.Available from :

2013].

Dewi, 2011. Gambaran Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006-2010. Available from:http://repository.usu.ac. id/handle/123456789/26527

Fuda Cancer Hospital 2002.Available from:

[Accessed 31 may 2012].

Halomoan,2005. Prevalensi Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Immanuel

Bandung, Tahun 2003-2004. Available from

Harry,2002.Penatalaksanan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. Available from Hidayat,2009.Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan

Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring.Available from :

(49)

Irwan,2012.PROFILIMUNOPOSITIVITAS PROTEIN EBV PADA PENDERITAKARSINOMA NASOFARING DAN INDIVIDU SEHAT BERISIKO. Available from :

N. Rajhi,1 M. El-Sebaie,1 Y. Khafaga,1 A. AlZahrani,1 G. Mohamed2 and A. Al-Amro1,2009. Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 15, No. 5.Nasopharyngeal carcinoma in Saudi Arabia: clinical presentation and diagnostic delay.Available from :

National Cancer Institude 2009.Available from :

.[Accessed

17 April 2013].

Karsinoma Nasofaring.Available from : journal.lib.unair.ac.id/index.php/ JK/article/.../917

Kris., 2009. Kanker Nasofaring: kanker no 1 dibidang THT. Available from: http://thtkl.wordpress.com/2009/05/07/kanker-nasofaring-kanker-no-1-di-bidang-tht/ [Accessed 30 May 2012].

[Accessed 7 May 2013].

RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional ,2009.Available from : http://www. dharmais.co.id/index.php/kanker-nasofaring.html

S. Eva Singletary, Craig Allred, Pandora Ashley, Lawrence W. Bassett, Donald Berry, Kirby I. Bland, Patrick I. Borgen,Gary Clark, Stephen B. Edge, Daniel F. Hayes, Lorie L. Hughes, Robert V.P. Hutter, Monica Morrow, David L. Page, Abram Recht, Richard L. Theriault, Ann Thor, Donald L. Weaver, H. Samuel Wieand, and Frederick L. Greene,2002.Revision of the American Joint Committee on Cancer Staging System for Breast Cancer.Available from :

.[Accessed 2 May 2013].

Wulan,2012.Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring .Available from

WA Kentjono , 2013.

WILIYANTO,2006. Insidensi Kanker Kepala Leher Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi Di Rs Dr Kariadi Semarang.Available from :

Perkembangan Terkini Penatalaksanaan

(50)

Lampiran 4. Hasil Analisis Data

Frequencies

Statistics

Umur

Jenis

Kelamin Stadium

Keluhan

Utama

Gejala

Klinis

Tipe

Histopatologi

Terapi

penderita

N Valid 63 63 63 63 63 63 63

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 21-30 tahun 2 3.2 3.2 3.2

31-40 tahun 12 19.0 19.0 22.2

41-50 tahun 22 34.9 34.9 57.1

51-60 tahun 11 17.5 17.5 74.6

61-70 tahun 14 22.2 22.2 96.8

(51)

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 21-30 tahun 2 3.2 3.2 3.2

31-40 tahun 12 19.0 19.0 22.2

41-50 tahun 22 34.9 34.9 57.1

51-60 tahun 11 17.5 17.5 74.6

61-70 tahun 14 22.2 22.2 96.8

71-80 tahun 2 3.2 3.2 100.0

(52)

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 45 71.4 71.4 71.4

Perempuan 18 28.6 28.6 100.0

Total 63 100.0 100.0

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Stadium I 2 3.2 3.2 3.2

Stadium II 8 12.7 12.7 15.9

Stadium III 39 61.9 61.9 77.8

Stadium IV 14 22.2 22.2 100.0

Total 63 100.0 100.0

Keluhan Utama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

(53)

Sumbatan hidung 16 25.4 25.4 66.7

Hidung berdarah 5 7.9 7.9 74.6

Telinga berdengung 13 20.6 20.6 95.2

Telinga nyeri 3 4.8 4.8 100.0

(54)

Gejala Klinis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Gejala Dini 25 39.7 39.7 39.7

Gejala Lanjut 38 60.3 60.3 100.0

Total 63 100.0 100.0

Tipe Histopatologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid (Keratinizing Squamous Cell

carcinoma 14 22.2 22.2 22.2

Non-Keratinizing carcinoma 21 33.3 33.3 55.6

Undifferentiated carcinoma 28 44.4 44.4 100.0

Total 63 100.0 100.0

Terapi penderita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

(55)

Kemoterapi 16 25.4 25.4 55.6

Kombinasi 28 44.4 44.4 100.0

(56)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rajeshwari Jayapalan

Tempar / Tanggal Lahir : Malaysia / 12 Februari 1990

Agama : India / Hindu

Alamat : Jalan dr.Mansyur

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Rendah Kebangsaan Zainab 1 (1997-2012)

2. Sekolah Menengah Kabangsaan Pandan Indah (2003-2004) 3. Sekolah Menengah Kebangsaan Pandan Mewah (2004-2007)

4. HELP University College (2008-2010)

5. Universitas Sumatera Utara (2010-sekarang)

Riwayat Organisasi :

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)

Gambar

Gambar 1. Anatomi Nasofaring
Tabel 3.2     Definisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Usia
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Kelamin
+3

Referensi

Dokumen terkait

6. izin Pengeloiaan Air Bawah Tanah adalah lzin yang diberikan kepada Badan Hukuin at,.r PErlrangan untuk n)e,akukan pemboran dan pemanfaatan air.. baw0h

[r]

The optimum output, requested by forest companies of the process is species-specific size (dbh, height) distribution of the trees. The current species-specific forest

Penulisan mengenai Implementasi Local Area Network pada tempat kost ini merupakan sebuah penulisan yang berisi informasi mengenai bagaimana cara membangun sebuah jaringan LAN

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan telah memacu pengguna dan pembuat teknologi untuk membuat aplikasi penjualan barang di mana pendataan datanya dapat lebih akurat yang semuanya

3.2 Mengenal teks cerita narasi sederhana kegiatan dan bermain di lingkungan dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan

[r]

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 264 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN SEBAGIAN KEWENANGAN DI BIDANG