i
HASIL PENELITIAN
KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA
TAHUN 2011-2013
Oleh :
SASVENE VARATHERAJU
110100500
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pendahuluan : Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan pada populasi di dunia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan jumlah, kelompok usia yang terbanyak, perbandingan jenis kelamin, tipe, keluhan utama, gejala klinis, jenis perforasi, komplikasi tersering dan terapi pada penderita OMSK.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita OMSK periode tahun 2011-2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSUP. H. Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini di ambil melalui data sekunder (rekam medis) dengan metode total sampling. Data yang diperoleh akan di tampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh jumlah penderita OMSK pada tahun 2011 hingga 2013 terdapat sebanyak 850 penderita. Penderita OMSK lebih banyak di temukan pada kelompok usia 21-30 tahun (19,9%). Penderita OMSK lebih banyak di temukan pada laki-laki (59,5%) dibandingkan perempuan (40,5%). Penderita OMSK dengan keluhan utama yang paling banyak adalah otorea (81,7%). Jumlah penderita menurut tipe OMSK yang paling banyak di derita oleh penderita OMSK adalah tipe benigna (88,4%). Penderita OMSK dengan gejala klinis yang terbanyak adalah otorea sebanyak 663 kasus.. Penderita OMSK dengan perforasi tertinggi adalah perforasi sentral (87,6%). Penderita OMSK dengan komplikasi yang paling banyak adalah pada penderita yang tidak mempunyai komplikasi (93,9%). Penderita OMSK yang paling banyak adalah yang menjalankan jenis terapi adalah medikamentosa (87,8%)
Kesimpulan : Penderita OMSK paling banyak ditemukan pada kelompok usia 21-30 tahun.
Kata kunci: Otitis media supuratif kronis, Benigna
ABSTRACT
Introduction : Chronic suppurative otitis media (OMSK) is a disease that is often found in populations around the world. This study was conducted to determine the characteristics of the patient based on the number, most age groups, the sex ratio, the type, the main complaint, clinical symptoms, types of perforations, the most common complication and therapy in patients with OMSK.
Methods : This study is a descriptive study. The total population in this study are all OMSK patients from the year 2011-2013 which meet the criteria of inclusion and exclusion from department of Adam Malik. The sample in this study was taken from secondary data (medical records) with a total sampling method. The data obtained will be displayed in the form of a frequency distribution table.
Results : The total patients from this study from the year 2011-2013 is 850 cases. This study obtained patients were found in the age group 21-30 years (19.9%). OMSK patients found more in males (59.5%) than women (40.5%). OMSK patients with most major complaint is otorea (81.7%). Number of patients according to the type most widely OMSK is suffered by patients with benign type (88.4%). OMSK patients with most clinical symptoms are otorea which has 663 cases. OMSK patients with the highest perforation is central perforation (87.6%). Patients with OMSK complications is people without complications (93.9%). Most OMSK patients is treated medicaly (87.8%).
Conclusion : Patients with OMSK is most prevalent in the age group of 21-30 years
Keywords: Chronic suppurative otitis media, Benign
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih sayang dan keridhoan-Nya sehingga saya mendapatkan
kekuatan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul karekteristik
penderita otitis media supuratif kronis di RSUP Haji Adam Malik pada tahun
2011-2013 dengan baik dan tiada hambatan suatu apapun.
Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam karya tulis ilmiah ini
masih terdapat kekurangan yang harus di perbaiki. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Aliandri sp
THT-KL, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedoteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dosen pembimbing KTI saya dr. Aliandri sp THT-KL yang telah memberi
banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
3. Dosen penguji saya dr. Yawardiah Siregar, Ph.D dan dr. Kiki Mohammad
Iqbal Sp.S yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun
dalam penyelesaian hasil penelitian ini.
4. Seluruh pegawai dan staf bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan yang telah membantu dalam pengumpulan data
karya tulis ilmiah ini.
5. Terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga saya Ayahanda Varatheraju
Sinnadurai dan Ibunda Malar Villi Letchumana Doss.
6. Terima kasih juga saya sampaikan kepada sahabat-sahabat saya, Thivyah
Sekar, Helvina Siahaan, Kamieshwaary Pramandam, Niza Novrizal dan
Keethaswini atas semua bantuan, dukungan dan semangat yang diberikan.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa sentiasa melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
diterima dan memberikan sumbangan pemikian yang berguna bagi semua pihak.
Medan, Desember 2014 Penulis
SASVENE VARATHERAJU
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK……… ... ii
ABSCTRACT……… ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.3.1 Tujuan Umum ... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Anatomi telinga ... 4
2.1.1 Telinga luar ... 4
2.1.2 Telinga tengah ... 4
2.1.3 Telinga dalam ... 5
2.2 Fungsi telinga ... 5
2.3 Otitis Media Supuratif Kronik ... 6
2.3.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronik ... 6
2.3.2 Epidemiologi Otitis Media Supuratif Kronik... 6
2.3.3 Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik ... 7
2.3.4 Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik ... 9
2.3.5 Patogenesis Otitis Media Supuratif Kronik ... 10
2.3.6 Gejala Klinis Otitis Media Supuratif Kronik ... 10
2.3.7 Diagnosa Otitis Media Supuratif Kronik ... 13
2.3.8 Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik ... 16
2.3.9 Penatalaksanaan ... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 18
3.2 Definisi Operasional ... 19
BAB 4 METODEOLOGI PENELITIAN ... 22
4.1 Jenis Penelitian ... 22
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22
4.3.1 Populasi Penelitian ... 22
4.3.2 Sampel ... 22
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 22
4.4.1 Kriteria Inklusi ... 22
4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 22
4.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23
4.6 Pengolahan dan Analisa Data ... 23
BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 24
5.1 Hasil Penelitian ... 24
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 24
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel ... 24
5.2 Pembahasan ... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. .... 32
6.1 Kesimpulan……… ... 32
6.2 Saran………... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 34
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.2 Definisi Operasional ... 19
5.1 Distribusi Jumlah Penderita OMSK di RSUP Haji Adam Malik ... 24
5.2 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Kelompok Usia dan jenis
kelamin ... 25
5.3 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Keluhan Utama
dan Tipe OMSK ... 25
5.4 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Gejala Klinis ... 26
5.5 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Jenis Perforasi ... 26
5.6 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Kompikasi dan jenis terapi OMSK ... 27
DAFTAR SINGKATAN
ISO : International Organization for Standardization
OMSK : Otitis Media Supuratif Kronik
CSOM : Chronic Suppurative Otitis Media
OMSA : Otitis Media Supuratif Akut
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
RS : Rumah Sakit
SPSS : Statistical Product and Service Solution
THT : Telinga, Hidung, Tenggorok
WHO : World Health Organization
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Konsep Penelitian ... 18
ABSTRAK
Pendahuluan : Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan pada populasi di dunia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan jumlah, kelompok usia yang terbanyak, perbandingan jenis kelamin, tipe, keluhan utama, gejala klinis, jenis perforasi, komplikasi tersering dan terapi pada penderita OMSK.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita OMSK periode tahun 2011-2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSUP. H. Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini di ambil melalui data sekunder (rekam medis) dengan metode total sampling. Data yang diperoleh akan di tampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh jumlah penderita OMSK pada tahun 2011 hingga 2013 terdapat sebanyak 850 penderita. Penderita OMSK lebih banyak di temukan pada kelompok usia 21-30 tahun (19,9%). Penderita OMSK lebih banyak di temukan pada laki-laki (59,5%) dibandingkan perempuan (40,5%). Penderita OMSK dengan keluhan utama yang paling banyak adalah otorea (81,7%). Jumlah penderita menurut tipe OMSK yang paling banyak di derita oleh penderita OMSK adalah tipe benigna (88,4%). Penderita OMSK dengan gejala klinis yang terbanyak adalah otorea sebanyak 663 kasus.. Penderita OMSK dengan perforasi tertinggi adalah perforasi sentral (87,6%). Penderita OMSK dengan komplikasi yang paling banyak adalah pada penderita yang tidak mempunyai komplikasi (93,9%). Penderita OMSK yang paling banyak adalah yang menjalankan jenis terapi adalah medikamentosa (87,8%)
Kesimpulan : Penderita OMSK paling banyak ditemukan pada kelompok usia 21-30 tahun.
Kata kunci: Otitis media supuratif kronis, Benigna
ABSTRACT
Introduction : Chronic suppurative otitis media (OMSK) is a disease that is often found in populations around the world. This study was conducted to determine the characteristics of the patient based on the number, most age groups, the sex ratio, the type, the main complaint, clinical symptoms, types of perforations, the most common complication and therapy in patients with OMSK.
Methods : This study is a descriptive study. The total population in this study are all OMSK patients from the year 2011-2013 which meet the criteria of inclusion and exclusion from department of Adam Malik. The sample in this study was taken from secondary data (medical records) with a total sampling method. The data obtained will be displayed in the form of a frequency distribution table.
Results : The total patients from this study from the year 2011-2013 is 850 cases. This study obtained patients were found in the age group 21-30 years (19.9%). OMSK patients found more in males (59.5%) than women (40.5%). OMSK patients with most major complaint is otorea (81.7%). Number of patients according to the type most widely OMSK is suffered by patients with benign type (88.4%). OMSK patients with most clinical symptoms are otorea which has 663 cases. OMSK patients with the highest perforation is central perforation (87.6%). Patients with OMSK complications is people without complications (93.9%). Most OMSK patients is treated medicaly (87.8%).
Conclusion : Patients with OMSK is most prevalent in the age group of 21-30 years
Keywords: Chronic suppurative otitis media, Benign
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otitis media supuratif kronis (OMSK) termasuk salah satu masalah
kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di dunia, dan merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. Penyakit ini biasa di
temukan pada masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara
berkembang dan menyebabkan meningkatnya biaya untuk pengobatan (Dhingra,
2007).
Otitis media supuratif kronis adalah infeksi kronik telinga tengah yang di
sertai perforasi membran timpani dan keluar sekret secara terus-menerus atau
hilang timbul dan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran. Sebagian
besar OMSK merupakan kelanjutan dari Otitis Media Supuratif Akut (OMSA)
dan sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani akibat trauma
telinga. Infeksi ini disertai dengan pengeluaran cairan seperti bening atau keruh
dari liang telinga sehingga disebut supuratif. Istilah kronik digunakan apabila
penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Djaafar, 2007).
Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mukoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di
telinga dan vertigo. OMSK dapat menyebabkan gangguan pendengaran sehingga
menimbulkan dampak yang serius terutama bagi anak-anak, karena dapat
menimbulkan pengaruh jangka panjang pada komunikasi anak, perkembangan
bahasa, proses pendengaran, psikososial dan perkembangan kognitif serta
kemajuan pendidikan. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat
pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom seperti abses
ekstradural, abses subdural, tromboflebitis, meningitis, abses otak dan
hidrosefalus otitis (Djaafar, 2007).
Menurut World Health Organization, prevalensi OMSK di seluruh dunia terdapat 65-330 juta penderita dengan telinga berair, sedangkan penderita OMSK
masalah penting pada masyarakat khususnya di negara berkembang. Sekitar
28.000 populasi di negara berkembang mengalami kematian oleh karena OMSK
dapat mengalami penyebaran infeksi ke tulang temporal atau di sebut dengan
komplikasi intrakranial (WHO, 2004).
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga
yang memiliki prevalensi tinggi yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat
khusunya negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara
1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi di Eskimo (12-46%), sedangkan
prevalensi terendah terdapat di Amerika dan Inggris (< 1 %). Menurut Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, prevalensi OMSK di Indonesia,
adalah 3,1% populasi dengan usia terbanyak (7-18 tahun) (Boesoirie, 2007).
Data poliklinik THT FK USU/ RS.H.Adam Malik Medan, kunjungan
penderita OMSK cukup tinggi yaitu pada bulan Januari sampai Desember 2008,
sebanyak 208 penderita yang terdiri dari laki-laki 106 (50,96%) dan kelompok
umur terbanyak 11-30 tahun 86 (41,36%) dan kelompok umur 1-10 tahun
sebanyak 40 (19,23%) (Aboet, 2007). Maka dari itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2010-2013.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimana karakterisitik penderita Otitis Media Supuratif
Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita Otitis Media Supuratif Kronis di
RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah penderita, kelompok usia yang terbanyak dan
perbandingan jenis kelamin yang menderita OMSK di RSUP Haji Adam
2. Mengetahui tipe OMSK yang paling sering di jumpai pada penderita
OMSK di RSUP Haji Adam Malik.
3. Mengetahui keluhan utama yang terbanyak yang di jumpai pada penderita
OMSK di RSUP Haji Adam Malik.
4. Mengetahui gejala klinis yang tersering pada penderita OMSK RSUP Haji
Adam Malik.
5. Mengetahui jenis perforasi membran timpani yang di jumpai pada
penderita OMSK di RSUP Haji Adam Malik.
6. Mengetahui komplikasi tersering pada OMSK.
7. Mengetahui terapi yang di berikan pada penderita OMSK.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan pengalaman dan menambah ilmu serta wawasan dalam
melakukan penelitian bagi penulis.
2. Memberikan informasi tambahan kepada RSUP Haji Adam Malik Medan.
3. Memperoleh data terbaru untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi telinga
Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan
keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam (Dhingra, 2007).
2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna) dan liang telinga (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada 1/3 bagian luar,
sedangkan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, panjangnya kira-kira
2,5-3 cm. Satu pertiga bagian liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut, namun pada 2/3 bagian dalam hanya di jumpai sedikit kelenjar serumen
(Dhingra, 2007).
2.1.2. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari gendang telinga (membrane tympanic), tulang pendengaran (malleus, incus, stapes) dan tuba eustachius. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila di lihat dari arah liang telinga, mempunyai
ukuran panjang vertical rata-rata 9-10 mm, diameter 8-9 mm dan tebalnya
kira-kira 0,1 mm. Bagian atas di sebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah di sebut
pars tensa. Pars flaksida hanya berpalis dua, yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia.
Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam (Dhingra, 2007).
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan dengan
pada incus dan incus melekat pada stapes. Stapes terletak pada sisi cochlea yang bersifat oval (Dhingra, 2007).
Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba eustachius terdiri dari tulang pada1/3 bagian luar dan tulang rawan pada 2/3 ke arah nasofaring. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih
lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba
orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm
(Dhingra, 2007).
2.1.3. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari semicircular canalis dan rumah siput (cochlea).
Semicircular canalis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Cochlea melengkung seperti cangkang siput, pada irisan melintang cochlea tampak vestibuli di sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perlimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli di sebut
membrani vestibuli, sedangkan dasar skala media adalah membran basalis, pada
membrani ini terletak organ corti (Dhingra, 2007).
2.2. Fungsi Telinga
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran dan keseimbangan.
Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan di salurkan ke lubang telinga
dan menuju gendang telinga. Gendang telinga bergetar untuk merespons
gelombang suara, getaran ini mengakibatkan tiga tulang pendengaran (ossicle) di telinga tengah bergerak. Secara mekanis geteran dari gendang telinga ini akan
disalurkan, menuju cairan yang berada di rumah siput (cochlea). Getaran yang sampai di cochlea ini akan menghasilkan gelombang, sehingga rambut sel yang ada di cochlea akan bergerak. Gerakan ini mengubah energi mekanik menjadi energi elektrik ke saraf pendengaran (auditory nerve) dan menuju ke pusat pendengaran di otak. Pusat ini akan menerjemahkan energi tersebut menjadi suara
transmisikan sepanjang serat saraf nervus cranialis kedelapan (auditorius) pars vestibularis ke otak tengah, medulla oblongata, cerebelum dan medulla spinalis.
Rangsangan ini memulai perubahan refleks pada otot-otot leher, mata, badan dan
ekstremitas untuk mempertahankan keseimbangan, postur, serta mata dapat
difiksasi pada objek yang bergerak (Dhingra, 2007).
2.3. Otitis Media Supuratif Kronik 2.3.1. Definisi
Otitis media merupakan suatu keadaan inflamasi pada telinga tengah dan
rongga mastoid tanpa melihat pada etiologi atau patogenesis. Ada tidaknya efusi
telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan
prosesnya. Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya di bagi atas
akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). OMSK di
cirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani
yang perforasi ataupun tympanostomy tuba yang tidak respon dengan terapi
medikamen. Otitis media supuratif kronik adalah suatu radang kronis telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Kenna dan Latz, 2006).
2.3.2. Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain di sebabkan kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygine dan nutrisi yang jelek. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di Negara
sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0,9% dan di Israel
hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK
berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di
Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di
2.3.3. Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang di jumpai pada anak dengan cleftpalate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik.
Penyebab OMSK antara lain:
a) Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi, tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet
dan tempat tinggal yang padat (Kumar, 1996).
b) Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder (Kumar, 1996).
c) Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor
apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
d) Infeksi
Bakteri yang di isolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode
kultur yang digunakan adalah tepat. Organisma yang terutama dijumpai adalah
Gram- negatif dan beberapa organisma lainnya (Kumar, 1996).
e) Infeksi saluran nafas atas
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%),
Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram
positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien
mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya
influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara
hidung dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak
diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga (Kumar, 1996).
f) Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis (Kumar, 1996).
g) Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi (Kumar, 1996).
h) Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih
belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
2.3.4. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu: tipe tubotimpanal (tipe
mukosa = tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna). Penyakit
tubotimpanal ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas serta tingkat keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob
dengan anaerob luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari
epitel skuamous (Dhingra, 2007).
Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif dan
tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari
mukoid sampai muko purulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum
sampai perforasi subtotal pada parstensa. Jarang di temukan polip yang besar pada liang telinga luar. Sedangkan yang tidak aktif, pada pemeriksaan telinga
dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat.
Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinnitus atau suatu rasa penuh dalam telinga (Dhingra, 2007).
Pada tipe antikoantral ditemukan adanya kolesteatom yang berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi
seperti mentega dan berwarna putih. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat (Mills, 1997).
2.3.5. Patogenesis
Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah,
pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, maka disebut juga sebagai
penyakit tubotimpanal. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis
media berulang pada anak, jarang di mulai setelah dewasa (Helmi, 2005).
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan (Djaafar, 2007). Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar
masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadilah
proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap didalam kantong mukosa
telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat, adekuat dan dengan perbaikan
fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan
kelainan mukosa akan kembali normal (Helmi, 2005).
Pada primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini timbul
akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Dhingra, 2007 dan
Djaafar, 2007).
Pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat
dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran
timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Dhingra, 2007 dan Djaafar, 2007).
2.3.6. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental dan putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus di hasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak,
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi,
keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak di jumpai
adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat
keping-keping kecil, berwarna putih dan mengkilat. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid
dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa
secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis
(Kerschner, 2007).
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghambat bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db
ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari
30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus di
interpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramenrotundum) atau fistellabirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
3. Perforasi
Pada yang jinak biasanya sentral, bisa di anterior, posterior atau inferior
dari malleus dan pada yang ganas di daerah postero superior (Dhingra, 2007). Tala (2010) di Medan mendapatkan 36 telinga perforasi total, perforasi sentral
sebanyak 26 telinga, perforasi subtotal dan posterosuperior masing-masing 1 telinga. Ologe dan Nwawolo mendapatkan 6% siswa SD negeri di desa dengan
OMSK yang ditandai dengan perforasi persisten membran timpani lebih dari 3
bulan (Ologe dan Nwawolo, 2003).
4. Mukosa kavum timpani
Tampak pada perforasi membran timpani yang besar. Secara normal
warnanya merah muda, saat terjadi inflamasi warnanya menjadi merah, udem dan
lunak dan kadang-kadang tampak granulasi (Dhingra, 2007).
5. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis
(Helmi, 1990).
6. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo sering kali merupakan tanda telah terjadinya fistellabirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum (Helmi, 1990).
2.3.7. Diagnosa
Untuk melengkapi pemeriksaan dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya di dapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula di jumpai adanya tuli sensotineural beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistim penghantaran suara di telinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel
(1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstrarotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung
basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, berat dan ketulian total, tergantung
dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Skala ISO
mengklasifikasikan ketulian menjadi beberapa derajat (berdasarkan batas ambang
pendengaran pada pemeriksaan audiometri), yaitu :
Normal : 0 dB sampai 25 dB
Tuli ringan : 26 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 60 dB
Tuli berat : 61 dB sampai 90 dB
Tuli sangat berat : lebih dari 90 dB
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
kohlea dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan
di perkirakan dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah
untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut
bias membantu:
• Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari
15-20 dB.
• Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila di sertai perforasi.
• Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
• Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimana pun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri
tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif
bilateral dan tuli campur (Boesoirie, 2007).
2) Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas di bandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit di bandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:
a) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan segmen. Pada keadaan mastoid
yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk
menghindari dura atau sinus lateral (Johnson, 2003).
dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur
(Johnson, 2003).
c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum
dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran
akibat kolesteatom (Johnson, 2003).
d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi
dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanal semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja.
Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih
anterior menunjukan adanya penyakit mastoid (Johnson, 2003).
3) Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya
infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang di temukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering di jumpai
pada OMSK adalah Pseudomonasaeruginosa, Stafilokokusaureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokuspneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lainyang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring.
Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau
hemofilius influenza, tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya
perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk
2.3.8. Komplikasi
Komplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi intratemporal
(komplikasi ekstrakranial) dan komplikasi ekstratemporal. Komplikasi
intratemporal terdiri dari parese n.fasial dan labirinitis. Komplikasi ekstratemporal
(komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural,
tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis. Pada
OMSK ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak
merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala
hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial
(Kenna dan Latz, 2006).
2.3.9. Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus
berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini
di sebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu :
a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga
berhubungan dengan dunia luar.
b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinusparanasal.
c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid.
d. Gizi dan higien yang kurang.
Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi atas penatalaksanaan medis
dan bedah. Penatalaksanaan medis adalah aural toilet, yaitu pembersihan telinga
dari sekret, dan terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik
topikal (Mills, 1997).
Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah operasi mastoidektomi, yang
terdiri dari mastoidektomi sederhana yang bertujuan untuk mengevakuasi
penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid dan mastoidektomi radikal
yang bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga
menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. Untuk kasus-kasus yang akan di
lakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti (Johnson, 2003).
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotik dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin) sebelum hasil tes
resistensi di terima. Pada infeksi yang di curigai karena penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin dapat di berikan amoxisilin asam klavulanat
(Djaafar etal, 2007).
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah di observasi
selama 2 bulan, maka idealnya di lakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran tympani yang perforasi dan mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat. Bila terdapat sumber infeksi yang
menyebabkan sekret tetap ada atau infeksi yang berulang, maka sumber infeksi itu
harus di obati terlebih dahulu mungkin juga perlu melakukan pembedahan
misalnya adenoid ektomi dan tonsilektomi (Djaafaretal, 2007).
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan yaitu mastoidektomi,
apabila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan apabila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. Jenis pembedahan pada
OMSK antara lain: mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, dan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Data rekam medis penderita Otitis Media Supuratif Kronis
DiRSUP Haji Adam Malik Medan
pada tahun 2011-2013
Karakteristik penderita Otitis Media Supuratif Kronis
- Jumlah penderita, kelompok
usia dan perbandingan jenis
kelamin
- Tipe OMSK
- Keluhan UtamaOMSK
- Gejala klinis OMSK
- Jenis perforasi membran
timpani
- Komplikasi OMSK
3.2. Definisi operasional
Variabel Definisi operasinal
Jumlah keseluruhan pasien OMSK dari tahun 2011 -2013 jenis kelamin
Rekam
Keluhan utama yang dirasakan oleh penderita
Rekam medis
Melihat keluhan yang dirasai oleh penderita di rekam medis
1) Otorea Discharge
constant/intermittent / tidak ada
discharge (kering) 2) Otalgia temuan klinis di bahagi kepada 2 yaitu tipe
benigna dan tipe maligna
Rekam medis
Membedakan penderita OMSK
Variabel Definisi
hampir selalu hadir - tuli : konduktif atau
campuran, ringan sampai berat - komplikasi : umum - radiografi dari
mastoid : sklerotik dengan erosi
1) Perforasi sentral (subtotal)
2) Perforasi marginal 3) Perforasi atik 4) Perforasi total
Komplikasi
1) Komplikasi mastoiditis - Mastoid
Variabel Definisi operasinal
Alat ukur
Cara ukur Hasil ukur
- Abses Subdural - Abses otak - Meningitis
- Hidrosefalus otitis
3) Komplikasi Extrakranial - Petrositis
- Paralisis nervus fasial
- Labirinitis
Jenis terapi Pengobatan yang diberikan pada penderita di RSUP HAM Medan
Rekam medis
Melihat jenis-jenis terapi yang digunakan untuk penderita
OMSK pada rekam medis
23 BAB 4
METODOLOGI PENELETIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini di lakukan dengan metode penelitian deskriptif yang akan
menggambarkan karakteristik penderita otitis media supuratif kronik di RSUP
Haji Adam Malik pada tahun 2011-2013. Desain yang digunakan pada penelitian
ini adalah dengan desain cross sectional. Pada penelitian kali ini di lakukan
pengumpulan data berdasarkan rekam medis dari RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian adalah pada bulan Juli 2014 sampai dengan bulan
Oktober 2014.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh penderita OMSK yang berobat di RSUP
Haji Adam Malik untuk tahun 2011-2013.
4.3.2 Sampel
Jumlah populasi (total sampling)
4.4. Kriteria Inlkusi dan Eksklusi 4.4.1. Kriteria Inklusi
- Penderita yang di diagnosa sebagai OMSK dari tahun 2011-2013.
- Penderita OMSK yang mempunyai data rekam medik yang lengkap.
4.4.2. Kriteria Ekslusi
4.5. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data di lakukan dengan menggunakan rekam medis sesuai
dengan status penelitian. Hal yang di perlukan dalam mendapatkan karakteristik
penderita OMSK dicatat dan di uraikan berdasarkan kebutuhan peneliti.
4.6. Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah di kumpulkan di olah dengan aplikasi software SPSS
24 BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas
A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK
Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17
Km.12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera
Utara.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder dari rekam medis
penderita Otitis media supuratif kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada
tahun 2011-2013 dengan jumlah penderita OMSK sebanyak 850 penderita.
Kriteria Inklusi pada penderita Otitis media supuratif kronis pada penelitian ini
sebanyak 687 penderita dan kriteria eksklusinya sebanyak 163 penderita.
Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Penderita OMSK di RSUP Haji Adam Malik
Tahun n
2011 307
2012 282
2013 261
Jumlah 850
Keterangan: n = frekuensi
Berdasarkan (Tabel 5.1) dapat dilihat bahwa jumlah penderita otitis media
supuratif kronis (OMSK) di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2011 – 2013
Tabel 5.2 Distribusi Penderita OMSK berdasarkan Kelompok Usia dan
Jenis kelamin
Laki-laki 409 59,5
perempuan 278 40.5
Total 687 100
Keterangan: n = frekuensi, % = persentase
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan kelompok usia dan jenis kelamin
penderita OMSK yang paling banyak adalah kelompok usia 21-30 tahun (19,9%)
sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah kelompok usia 61-70 tahun (4,8s%).
Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin ditemukan jumlah yang
paling banyak adalah laki-laki (59,5%) di bandingkan perempuan (40,5%.).
Tabel 5.3 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Keluhan Utama dan Tipe OMSK
n %
Keluhan utama
Otorea 561 81,7
Otalgia 68 9,8
Gangguan pendengaran 58 8,4
Total 687 100
Tipe OMSK
Benigna 608 88,5
Maligna 79 11,5
Total 687 100
Berdasarkan table 5.4 menunjukkan keluhan utama yang terbanyak adalah
Otorea (81,7%) dan jumlah yang paling sedikit adalah gangguan pendengaran
(8,4%). Sedangkan tipe OMSK yang memiliki jumlah paling banyak adalah
benigna (88,5%) dan jumlah yang paling sedikit adalah tipe maligna (11,5%).
Tabel 5.4 Distribusi Gejala Klinis OMSK
Gejala klinis n
Otorea 663
Otalgia 292
Tinnitus 87
Vertigo 75
Gangguan pendengaran 218
Keterangan: n = frekuensi
Berdasarkan (Tabel 5.6), di temukan bahwa gejala klinis yang terbanyak
adalah gejala klinis otorea sebanyak 663 kasus. Sedangkan gejala klinis yang
paling sedikit di temukan adalah pada vertigo yaitu 75 kasus.
Tabel 5.5 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Jenis Perforasi
Jenis Perforasi n %
Sentral 602 87,6
Marginal 38 5,5
Atik 38 5,5
Total 9 1,3
Total 687 100
Keterangan: n = frekuensi, % = persentase
Tabel 5.6 Distribusi Penderita OMSK Berdasarkan Komplikasi dan jenis terapi OMSK
Komplikasi n %
- Tidak ada kompikasi 645 93,9
- Komplikasi Mastoiditis
• Mastoid abscess 6 0,9
- Komplikasi Intrakranial
• Abses ekstradural 4 0,6
• Abses subdural 1 0,1
• Abses otak 3 0,4
• Meningitis 4 0,6
• Hidrosefalus otitis 3 0,4
- Komplikasi Extrakranial
• Petrositis 3 0,4
• Paralisis nervus fasial 2 0,3
• Labirinitis 4 0,6
Total 687 100
Jenis terapi
Medikamentosa 603 87,8
Medikamentosa + operatif 84 12,2
Total 687 100
Keterangan: n = frekuensi, % = persentase
Berdasarkan (Tabel 5.8), Pasien OMSK yang tidak mempunyai komplikas
adalah yang paling banyak ditemukan (93,9%) dan komplikasi Mastoid absess
adalah komplikasi tersering pada penderita OMSK (0,9%) sedangka
komplikasi yang jarang ditemukan adalah Citelli's abscess dan Abses subdural
(0,1%). Berdasarkan jenis terapi penderita OMSK yang paling banyak adalah
5.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita Otitis media supuratif kronis di RSUP Haji Adam Malik dari tanggal 02 Januari 2011 ke 31 Desember 2013. Data penelitian ini diambil dari data sekunder, yaitu rekam medis pasien. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.
Berdasarkan (Tabel 5.1) pada penelitian ini jumlah penderita Otitis media
supuratif kronis termasuk kriteria inklusi dan eksklusi di RSUP Haji Adam Malik
pada tahun 2011-2013 sebanyak 850 penderita. Pada tahun 2011 terdapat 307
penderita, diikuti dengan tahun 2012 yaitu 282 penderita dan pada tahun 2013
sebanyak 261 penderita. Berdasarkan ke tiga tahun ini, dapat di lihat bahwa
frekuensi penderita Otitis media supuratif kronis menurun dari tahun 2011 hingga
2013.
Berdasarkan (Tabel 5.2) penderita OMSK yang paling banyak di temukan
pada kelompok usia 21- 30 tahun (19,9%). Menurut Sri Mella Tala di Medan
(2010) juga didapatkan kelompok usia yang terbanyak penderita OMSK yaitu usia
21-30 tahun (42,6%). Suryanti di Surabaya (2003) mendapatkan kelompok
terbanyak penderita OMSK adalah kelompok umur 21–30 tahun (51,9%).
Tingginya insidensi OMSK pada dewasa muda di sebabkan oleh anatomi tuba
eustachius yang relatif pendek dan lurus, status ekonomi yang rendah, hygiene dan perilaku sehat yang kurang baik, status imun yang rendah, tinggal di pemukiman
yang padat, dan terpaparnya anak-anak oleh asap (Smith-Vaughan Heidi et al, 2009)
Berdasarkan distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa jenis kelamin laki- laki (59,5%) sedangkan pada perempuan
(40,5%). Berdasarkan penelitian lain Nora Balqis di Medan (2010) mendapatkan
jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki (50,96%). Menurut Suryanti (2003) di
Surabaya penderita laki-laki (56,5%). Menurut Dina permata S (1999) di
Semarang penderita laki-laki sebanyak (54,17%) dan Akinpeludi Nigeria (2008).
Perbandingan laki-laki dan perempuan penderita OMSK adalah 1,2 : 1. Menurut
Farida dkk (2006), dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Sardjito
Yogyakarta selama 2 tahun, jenis kelamin yang terbanyak menderita OMSK
laki-laki lebih sering menderita OMSK di sebabkan karena laki-laki memiliki
kebiasaan bekerja di luar rumah, sehingga laki-laki lebih sering terpapar terhadap
kontaminan dan penularan.
Berdasarkan (Tabel 5.3) dapat dilihat bahwa keluhan utama yang sering
adalah otorea (81,7%), diikuti dengan keluhan utama otalgia (9,8%). Sedangkan
keluhan utama yang paling sedikit terdapat pada keluhan utama adalah gangguan
pendengaran (8,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan di RS
Sardjito Yogyakarta selama 2 tahun, di mana keluhan yang terbanyak di derita
oleh penderita OMSK adalah keluhan telinga berair (99,8%) (Eliza Nasrul, 2002).
Selain itu, hal inijuga sejalan dengan penelitian yang di lakukan di RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar selama 3 tahun, keluhan yang terbanyak di derita oleh
penderita OMSK adalah keluhan telinga berair (98,7%) (Lasminingrum L, 2000).
Menurut Syah (2011), dengan hasil penelitian yang di lakukan di RSU Immanuel
Bandung selama 1 tahun, keluhan yang terbanyak di derita oleh penderita OMSK
adalah keluhan telinga berair (99,6%). Hal ini berkaitan dengan produksi cairan
yang meningkat sebagai respon infeksi pada telinga tengah (Hendley, 2002).
Berdasarkan tipe OMSK tertinggi pada penderita OMSK di RSUP Haji
Adam Malik pada tahun 2011– 2013 adalah tipe jinak atau benigna (88,5%).
Berdasarkan penelitian lain Nora Balqis di Medan (2011) tipe tuba timpani
(77,4%) dan menurut Suryanti di Surabaya (2003) di mana tipe OMSK terbanyak
adalah tipe benigna (75,36%). Albert di India (2005) juga mendapatkan tipe
OMSK terbanyak adalah tipe benigna yaitu sebanyak (50,6%).Menurut Eliza
Nasrul, Bandung (2002) di RS Hasan Sadikin Bandung di laporkan frekuensi
OMSK benigna selama periode 1988–1990 sebesar (15,7%) dan pada tahun 1991
di laporkan prevalensi OMSK benigna sebesar 10,96% dari seluruh kunjungan.
Berdasarkan penelitian ini tidak ada perbedaan dengan penelitian sebelumnya
bahwa tipe OMSK tersering adalah tipe jinak yaitu benigna (78,8%). OMSK tipe
maligna merupakan komplikasi dari OMSK benigna yang berlangsung lama.
Rendahnya tingkat kejadian OMSK tipe maligna di sebabkan oleh tingginya
tingkat kesadaran pasien OMSK dengan tipe benigna untuk mencari pengobatan
awal, sehingga mengurangi angka terjadinya komplikasi (Wijaya, 2012).
Berdasarkan (Tabel 5.4) dapat di lihat bahwa gejala klinis yang terbanyak
Riska dan Rony pada tahun 2010 juga di dapatkan keluhan telinga berair (98,3%)
yang di miliki oleh penderita OMSK dan juga di dapatkan keluhan telinga berair
(70,9%) pada penelitian yang dilakukan oleh Nora Balqis (2011). Gejala klinis
penderita OMSK berbeda-beda dan mengalami lebih dari satu gejala klinis yaitu
telinga berair, nyeri telinga, gangguan pendengaran, vertigo dan tinnitus.
Meningkatnya jumlah sekret dapat di sebabkan oleh infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang (Nursiah, 2003
dan Djaafar, 2007).
Berdasarkan (Tabel 5.5) di lihat bahwa jenis perforasi yang tertinggi yaitu
perforasi sentral (87,6%). Menurut penelitian Iqbalet al (2011) bahwa di temukan jenis perforasi terbanyak adalah perforasi sentral (43,15%), marginal (27,4%),
dan atik (26,3%). Dalam hasil penelitian yang dilakukan Bakari, AA (2010) ke
atas anak-anak sekitar usia 5-15 tahun di temukan letak perforasi sentral lebih
tinggi yaitu 76% di bandingkan dengan total yaitu 24%. Penyebab cukup
banyaknya perforasi sentral juga tidak di ketahui secara pasti.
Berdasarkan (Tabel 5.6) di lihat bahwa komplikasi tersering yaitu tidak
ada komplikasi (93,9%) dan seterusnya komplikasi paling tersering adalah
mastoiditis (0,9%). Penelitian lain menyebutkan Abis T (2001) di Medan
mastoiditis (42,3%). Penelitian dari Pan African Medical Journal, 2010
menyatakan komplikasi yang tertinggi adalah mastoid abses di 5 penderita (6,8%),
abses subperiosteal 1 penderita (1,4%), meningitis 1 penderita (1,4%) dan parase
nervus fasialis 1 penderita (1.4%). Pada OMSK tipe bahaya sering kali
menimbulkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu di tegakan diagnosis dini
seperti perforasi pada marginal atau pada atik, tanda ini biasanya merupakan tanda
dini dari OMSK tipe maligna, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat di
jumpai abses atau fistelretroaurikuler, granulasi, kolesteatoma pada telinga tengah
(Djaafar et al, 2007).
Berdasarkan jenis terapi penderita OMSK yang terbanyak adalah
medikamentosa sebanyak (87,8%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang di
lakukan Suryanti (2003) di RS Soetomo Surabaya, di mana jenis terapi yang
31
penelitian Arquedas et al (1994) mengatakan bahwa antimikroba oral sangat efektif untuk pengobatan kebanyakan pasien dengan kasus OMSK tanpa
kolesteatom (benigna), sejalan dengan penelitian, seluruh pasien OMSK tipe
benigna di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 dapat di sembuhkan
dengan terapi medikamentosa saja. Sementara tidak di temui pasien tipe benigna
yang mendapatkan terapi operatif. Prinsip terapi untuk tipe berbahaya (maligna)
adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi apabila terdapat OMSK tipe
bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan
atau tanpa timpanoplasti dan tetap di berikan terapi konservatif dengan
32 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mendapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah total penderita Otitis media supuratif kronis (OMSK) di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebanyak 850 penderita.
2. Pasien OMSK berdasarkan usia penderita terbanyak adalah pada usia 21-30
tahun (19.9%).
3. Pasien OMSK berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki (59.5%).
4. Pasien OMSK berdasarkan keluhan utama terbanyak adalah otorea (81.7%).
5. Pasien OMSK berdasarkan tipe OMSK tersering yaitu tipe benigna (88.5%),
6. Pasien OMSK berdasarkan gejala klinis terbanyak adalah telinga berair
(otorea) 663 kasus.
7. Pasien OMSK dengan jenis perforasi membran timpani yang paling banyak
adalah perforasi sentral (subtotal) (87.6%).
8. Pasien OMSK yang tidak mempunyai komplikasi adalah yang paling banyak
ditemukan (93,9%) dan komplikasi Mastoid absess adalah komplikasi
tersering pada penderita OMSK (0,9%) sedangkan komplikasi yang jarang
ditemukan adalah Citelli's abscess dan Abses subdural (0,1%).
9. Pasien OMSK berdasarkan jenis terapi yang banyak di berikan adalah
medikamentosa (87.8%)
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar meningkatkan kualitas dan
kelengkapan data rekam medik, agar mempermudah peneliti dan tenaga medis
lainya untuk melakukan pengamatan dan penelitian terdahap pasien.
2. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat lebih mengembangkan penelitian
seperti menambah rentang waktu, variabel, ataupun memperluas lokasi
3. Dapat dilakukan penyuluhan dan pemahaman terhadap masyarakat tentang
OMSK baik keluhan utama maupun pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aboet A. 2007. Radang telinga tengah menahun.Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap.USU. Medan.
Albert, 2005, ‘Outcome of Bacterial Culture from Mastoid Granulations : itis relevant in chronic ear disease’ in the Journal of Laryngology andOtology. 119 (10): 774-8.
Adoga A, Nimkur T, Silas O, 2010. Chronic suppurative otitis media: Socioeconomicimplications in a tertiary hospital in Northern Nigeria.PanAfrican Medical Jour-nal. Nigeria. 4:3. hal 1-8.
Akinpelu AV, 2008. Challenges in managementof chronic suppurative otitis media in a developing country.The Journalof Laryn-gology and Otology. Nigeria. 122. p 16-20.
Abis T G,2001; Cermin dunia kedokteran otitis media supuratif kronik fromhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/17_KegiatanIlmiah.pdf/17_Keg iatanIlmiah.html [ Diakses 24 Maret 2003]
Arquedas, A, et al, 1994.Antimicrobial Therapy forchildren with chronic suppurative otitis media without cholesteatoma. Pediatric Infect Dis J., 13(10): 878-882.
Ballenger ,J. J. 1997. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.Dalam: Jilid 2, Edisi 13, Alih Bahasa: Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI, Jakarta, Binapura Aksara; p107-118.
Berman S. Otitis media ini developing countries.Pediatrics. July 2006. Available at:www.pediatrics.org.
Boesoire, T.S, Lasminingrum,L. 2007. Perjalanan klinis dan penatalaksaan otitis media supuratif. Available at:
=20.
Dhingra, P. L. 2007. Anatomy of ear, in Disease of Ear, Nose, and Throat.3rd Ed. El-sevier.New Dehli .p3-13.
Djaafar ,Z.A. 2007. Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung, Tenggorok Kepala Leher. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.p. 49-62.
Dina permata S, (1999)Faktor Resiko Yerjadinya Kurang Pendengaran Campuran Pada Otitis Media Supuratif Kronik. Available from
Eliza Nasrul, 2002. Penggunaan Tetes Telinga Serum Autologous dengan Amnion untuk Penutupan Perforasi Membran Timpani. Available from :
Farida dkk, 2006, Alergi sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian OtitisMedia Supuratif Kronis Tipe Benigna. Available from :
http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id =147:alergi-sebagai-faktor-risiko-terhadap-kejadian-otitis-mediasupuratif-kronik-tipe-benigna-&catid=100&Itemid=48[Accesed 20 Nopember 2010]
Helmi, S. 2005.Otitis Media Supuratif Kronis dalam Otitis Media Supuratif Kronis pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi.Balai penerbit FK UI Jakarta.p. 55-72.
Hendley J. O. 2002. Otitis Media. New England Journal of Medicine 347 (15), 1169-1174.
Iqbal et al, (2011) : Pola kuman aerobdan uji sensitifitas pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) diDepartemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41566/5/Chapter%20I.pdf
Johnson G.D. 2003. Simple mastoid operation. In: Glasscock-Shambough Surgery of the ear. 5th.BC.Decker, Hamilton, Ontario.p 487.
Kenna,M. A and Latz, A. D. 2006.Otitis Media and Middle Ear Effusion, in Bailey, B. J., Johnson, J. T., Newsland, S. D. Editors.Head and Neck Surgery Otolaryngology.4th Ed. Vol 1. Philadelphia, USA. Lipponcott Williams & Wilkins. p. 1265-1275.
Kumar S, 1996. Chronic Suppurative Otitis Media. In: Fundamenta of Ear, Nose and Throat Disease and Head Neck Surgery, Calcuta, 6th ed; p.100-107.
Lasminingrum L, 2000. Perjalanan klinis dan penatalaksanaan otitis media supuratif. Available at:
Meyer, 2006.Cholesteatoma, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors.Head and Neck Surgery-Otolaryngology 4(2). Philadephia, USA. Lip-pincott Williams & Wilkin.p2081-2091.
Mills, R. P. 1997. Management of Chronic Suppurative Otitis Media, in Kerr AG (Ed) Scott-Brown’s Otolaryngology.Vol 3.6th ed. Butterworth-Heinemann.p1-19.
Nora Balqis,2011:Gambaran otitis media supuratif kronik di RSUP. H.AdamMalik tahun 2008 available from: http://www.repository.usu.ac.id
Nursiah, S, 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan KepekaanTerhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU / RSUP.H.AdamMalik Medan. Available from
Ologe FE, Nwawolo CC. 2003 Chronic Suppuratif otitis media in school pupils in Nigeria.East Afr Med J.Nigeria 80(3).p130-134.
Paparella MM, Adams GL, Levine SC, 1997. ‘Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid’ dalam Adams GL, Boies LR, Higler PA (Ed).Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6th Ed. EGC. Jakarta.
Pan African Medical Journal, 2010. Available from :http://www.panafrican-med-journal.com/content/article/4/3/ful
Restuti RD, 2007.Profil klinis dan operatif pasien OMSK di RSCM, data 5 tahun, dalam Kumpulan abstrak PITO-5 dan AANOA-3.Yogyakarta.p 173.
Riska dan Rony, 2010. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Available from
Shah, 2011.Hearing Impairment. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/994159-clinical#showall.
Suryanti DP, 2003. ‘Otitis Media Supuratif Kronik di Poli THT RS. Dr SoetomoSurabaya tahun 2002’, dalam: Tala, S. M., 2010. ‘Hubungan Jenis OtitisMedia Supuratif Kronis dengan Gangguan Pendengaran’.Tesis.Universitas Sumatera Utara. Medan.
Smith-Vaughan Heidi et al, 2009. Otitis Media : anOngoing Microbial Challenge. In: Microbiology Australia Official Journal of theAustralian Society for Microbiology Incorporation Volume 30, pg. 181 -184
Srivastava, A, et al,2010.Microbiological Evaluation of Active Tubotympanic Type of ChronicSuppurative Otitis Media. Nepalese Journal of ENT Head & Neck Surgery , 1(2):14-16.
Tala SM, 2010.Hubungan jenis OMSK dengan gangguan pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan.Tesis. Hal 1-70.
Wijaya, WN, 2012. Proporsi adan Karakteristik Pasien Penderita Oti tis MediaSupuratif Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 -2011. Medan: Universitas Sumatera Utara.
World Health Organization, Chronic Suppurative Otitis Media, Burden of Illnessand Management Options, Child and Adolescent Health and
Development,Prevention of Blindness and Deafness, Geneva, Switzerland,2004. Available at:
CURRICULUM VITAE
Nama : Sasvene Varatheraju
Tempat/TanggalLahir : Malaysia/ 01 November 1990
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Hindu
Alamat : Tasbih 1 E65, Jalan Setiabudi
Orang tua
a. Ayah : Varatheraju Sinnadurai
b. Ibu : Malar Villi Letchumana Dass
Riwayat Pendidikan : 1. Tadika Commonwell (1994)
2. Sekolah Rendah Bukit Bintang Girls School
(1997-2001)
3. Sekolah Rendah Kebangasaan Seri Bintang Utara
(2002)
4. Sekolah Menengah Kebangasaan Seri Bintang Utara
(2003-2007)
5. Nirwana College (2009-2010)
6. Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara