• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Karsinoma Nasofaring Di SMF THT-KL Rsup Haji Adam Malik Medan Periode Januari - Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Karsinoma Nasofaring Di SMF THT-KL Rsup Haji Adam Malik Medan Periode Januari - Desember 2015"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Anatomi Nasofaring

Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di

depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam

cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba auditorius (Eustachius) membuka ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi.3

Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak yang merupakan tempat keluar

masuk saraf-saraf otak serta pembuluh darah dari atau ke dalam otak sedang dasar

nasofaring dibentuk oleh permukaan superior palatum molle. Dinding depan dibentuk

oleh choanae dan tepi belakang septum nasi sedangkan bagian belakang nasofaring

berbatasan dengan ruang retro-faring, fasia prevertebralis dan otot-otot dinding faring.

Pada dinding lateral nasofaring terdiri dari orifisium muara tuba eustachius di mana

orifisium ini biasanya berbentuk seperti segitigaa dan dibatasi superior dan posterior

oleh tobus tubarius, ke arah superior terdapat fossa Rosenmulleri. Pada atap

nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang disebabkan oleh jaringan lunak

submukosa, di mana pada usia muda mukosa dinding posterior superior nasofaring

umumnya tidak rata. Hal ini dapat disebabkan karena adanya jaringan adenoid, atau

(2)

Gambar 2.1.1 Anatomi Nasofaring

Sumber : Atlas of Human Anatomy, 6th Edition,Frank Netter.

2.1.2. Definisi

Karsinoma nasofaring adalah tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang

menutupi permukaan nasofaring.Penyebab utama adalah virus Epstein-Barr.Biasanya

tumor ganas ini tumbuh dari fossa Rossenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorok. Gejala utama biasanya terjadi pada leher, hidung,

dan telinga.6

Karsinoma nasofaring pertama dilaporkan oleh Regand dan Schmincke pada

tahun 1921.Karsinoma ini terkenal sebagai tumor yang berpotensi tinggi untuk

metastase regional maupun jauh.2

2.1.3. Etiologi

Penyebab pasti Karsinoma nasofaring sampai saat ini masih belum diketahui,

namun beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik diyakini sebagai penyebab.13

Epstein-Barr merupakan penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut

(3)

kelainan dalam jangka waktu yang lama.17

Faktor ekstrintik adalah :

a. Virus Epstein-Barr

b. Karsinogen Lingkungan

Faktor ekstrintik adalah:

a. Genetik

b. Lingkungan

c. Jenis Kelamin

2.1.4. Epidemiologi

Insiden Karsinoma nasofaring yang palng tinggi adalah pada ras Mongoloid di

Asia dan China Selatan, dengan frekuensi 100 kali dibanding frekuensi Karsinoma

nasofaring pada ras Kaukasia. Prevalensi Karsinoma nasofaring pada populasi Jepang

dan Indian dilaporkan sangat rendah. Sedangkan prevalensi yang sedang, dijumpai di

Malaysia, Singapura, Israel, Alaska, dan pada penduduk emigran China selatan di

Amerika Serikat. Prevalensi Karsinoma nasofaring di Provinsi Guangdon China

Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.

Penderita Karsinoma nasofaring dijumpai 32% dari seluruh penderita kanker

dan merupakan jenis kanker yang paling banyak di kota Guangzhu. Di beberapa

tempat lain, penderita Karsinoma nasofaring dijumpai tidak begitu banyak, seperti di

Jordania dimana Karsinoma nasofaring hanya ditemukan 1% dari seluruh keganasan,

dan di Karachi hanya 0,3% dari seluruh tumor ganas.

Sebagai besar penderita Karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan

umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penilitian di Taipe, menjumpai umur rata-rata

(4)

umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun.

Sebesar 2% dari kasus Karsinoma nasofaring adalah penderita anak dan di

Guangzhou ditemui 1% Karsinoma nasofaring berumur di bawah 14 tahun. Pada

penelitian yang dilakukan di Medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma

nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun (29,1%). Umur penderita yang paling muda

adalah 21 tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur pemderita pada

penelitian ini adalah 48,8 tahun.

Ditemukan kecendurangan penderita Karsinoma nasofaring laki-laki lebih banyak

dari perempuan. Dari beberapa penelitian dijumpai perbandingan penderita laki-laki

dan perenpuan adalah 4:1. Namun ada penelitian yang menemukan perbandingan

laki-laki dan perempuan hanya 2:1.

2.1.5. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah apa saja yang mempengaruhi kesempatan seseorang

terkena penyakit seperti kanker. Kanker yang berbeda memiliki faktor risiko yang

berbeda . Beberapa faktor risiko, seperti merokok, dapat berubah. Lain, seperti

riwayat usia atau keluarga seseorang, tidak dapat diubah. Memiliki faktor risiko, atau

bahkan beberapa faktor risiko, tidak berarti bahwa Anda akan mendapatkan penyakit

ini. Dan banyak orang yang mendapatkan penyakit ini mungkin memiliki sedikit atau

tidak ada faktor risiko yang diketahui.

Menurut American Cancer Society faktor risiko yang membuat seseorang lebih

mungkin untuk mengembangkan kanker nasofaring ( KNF ). Ini termasuk :

1. Jenis kelamin

2. Faktor lingkungan

(5)

4. Infeksi virus Epstein-barr

5. Faktor genetik

6. Riwayat keluarga

1. Jenis Kelamin

Menurut Susworo pria merupakan urutan pertama daripada seluruh

keganasan manakala wanita merupakan urutan ke-4 dari seluruh keganasan.

Hormon testosteron yang dominan pada laki-laki dicurigai mengakibatkan

penurunan respon imun dn surviellance tumor sehingga laki-laki lebih rentan terhadap infeksi Virus Epstein- Barr dan kanker.8 Menurut American Cancer Society, Karsinoma nasofaring ditemukan dengan ratio 2:1 daripada wanita.15

2. Faktor Lingkungan

Karsinoma nasofaring paling sering di Cina selatan (termasuk Hong

Kong), Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Hal ini juga cukup umum

di Northwest Kanada dan Greenland. Orang Cina selatan memiliki risiko lebih

rendah dari Karsinoma nasofaring jika mereka pindah ke daerah lain yang

memiliki lebih rendah tingkat karsinoma nasofaring (seperti Amerika Serikat

atau Jepang), tetapi risiko mereka masih lebih tinggi daripada orang-orang yang

asli daerah dengan risiko yang lebih rendah. Mahupun, risiko mereka

tampaknya turun. Risiko juga turun di generasi baru. Meskipun kulit putih yang

lahir di Amerika Serikat memiliki risiko rendah Karsinoma nasofaring, kulit

putih yang lahir di Cina memiliki risiko lebih tinggi. Di Amerika Serikat,

Karsinoma nasofaring adalah yang paling umum di Kepulauan Asia dan Pasifik

(Cina Amerika), diikuti oleh penduduk asli India dan Alaska Amerika, Afrika

(6)

3. Karsinogen Lingkungan

Orang yang tinggal di bagian Asia , Afrika utara , dan wilayah Kutub Utara

di mana Karsinoma nasofaring adalah umum, biasanya makan diet yang sangat

tinggi pada ikan asin dan daging. Kadar kanker menurun di tenggara Cina

sebagai orang-orang mulai makan makanan yang lebih Westernized. Di Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet tinggi buah-buahan

dan sayuran dapat menurunkan risiko Karsinoma Nasofaring. Makanan yang

mengandungi nitrosamine yang dikonsumsi di masa kecil, mempunyai risiko untuk terjadinya KNF pada usia dewasa. Nitrosamine merupakan mediator yang dapat mengatifkan VEB. Bahan kimia ini merupakan pro-karsinogen serta

promotor aktivasi VEB, yang ditemukan dalam kadar tinggi pada ikan asin.

Pro-karsinogen merupakan karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis

agar menjadi karsinogen aktif, sehingga dapat menimbulkan perubahan DNA,

RNA atau protein sel tubuh.12

4. Virus Epstein-Barr

Virus Epstein-Barr adalah herpes virus umum yang merupakan penyebab

infeksi mono nukleosis akut dan salah satu faktor etiologi pada karsinoma

nasofring, karsinoma gaster serta limfoma Burkitt.VEB termasuk famili

virus herpes dan subfamili gammaherpesviridae. Genom DNA VEB adalah

(7)

dan selaput pembungku. Inti dikelilingi oleh kapsul yang disebut kapsomer

yang di dalamnya terdapat DNA. Inti dan kapsul dikelilingi selaput

pembungkus glikoprotein yang disebut envelope.12

Hubungan antara infeksi EBV dan NPC kompleks dan belum

sepenuhnya dipahami infeksi EBV saja tidak cukup untuk menyebabkan

NPC, karena infeksi virus ini sangat umum dan kanker ini jarang terjadi.

Faktor-faktor lain, seperti gen seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana

penawaran tubuh dengan EBV, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

bagaimana EBV kontribusi untuk pengembangan NPC .19

Pada infeksi laten, Veb banyak dijumpai di saliva, sehingga

penularannya terutama secara horizontal melalui saliva atau percikan air

ludah. Penularan dapat terjadi pada kontak oral atau melaui saliva yang

tertinggal pada peralatan makanan. VEB menginfeksi epitel nasofaring dan

limfosit B melalui reseptor CR2 (complement receptor type 2) atau molekul CD21 (clusters of differentiation antigen 21) yang dapat berkaitan dengan VEB.

5. Faktor Genetik

Kerentanan genetik sebagai faktor predisposisi KNF didasarkan atas fakta

banyaknya penderita dari bangsa atau ras China. Selain itu KNF juga banyak

dijumpai pada ras mongoloid, termasuk bangsa-bangsa di Asia terutama Asia

Tenggara yang masih tergolong rumpun Melayu. Insiden KNF di China maupun

negara di Asia Tenggara lebih besar 10-50 kali dibandingkan negara lainnya.

Adanya riwayat tumor ganas dalam keluarga merupakan salah satu faktor risiko

(8)

keluarga yang menderita keganasan nasofaring atau organ lain, dan 5%

diantaranya sama-sama menderita KNF dalam keluarganya.8

Gen seseorang dapat mempengaruhi risiko mereka untuk NPC. Misalnya,

seperti orang yang berbeda jenis darah, mereka juga memiliki jenis jaringan

yang berbeda. Studi telah menemukan bahwa orang dengan tertentu jenis

jaringan mewarisi memiliki peningkatan risiko mengembangkan NPC . jenis

jaringan mempengaruhi kekebalan tubuh tanggapan, jadi ini mungkin terkait

dengan bagaimana tubuh seseorang bereaksi terhadap infeksi EBV.14.

6. Riwayat Keluarga

Anggota keluarga penderita NPC lebih mungkin untuk mendapatkan

kanker ini. Hal ini tidak diketahui apakah ini adalah karena gen yang

diwariskan, faktor lingkungan bersama (seperti diet yang sama atau pola hidup),

atau beberapa kombinasi dari ini.

2.1.6. Histopatologi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :

(9)

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma) Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa

jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk

oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak

terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi

mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis

dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

4.

2.1.7. Patogenesis

KNF terjadi akibat perubahan genetik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

baik virus maupun faktor kimiawi. Keterlibatan faktor kerentanan genetik dan delesi

pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap awal perkembangan kanker. Hal ini

menunjukkan bahwa perubahan genetik dapat dirangsang oleh karsinogen kimia di

lingkungan yang menyebabkan transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat

rendah, seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya menunjukkan bahwa infeksi laten

virus EB berperan dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke tingkat tinggi yaitu

NPIN III. Infeksi laten virus EB juga berperan penting dalam proses seleksi klonal dan

perkembangan lebih lanjut.

Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel displastik dari lesi pra-kanker tingkat

tinggi (NPIN III) berperan dalam menghambat proses apoptosis. Kemudian faktor

lingkungan, perubahan genetik seperti aktivasi telomerase, inaktivasi gen p16/p15,

delesi kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam tahap awal perkembangan KNF.

(10)

itu, mutasi gen p53 dan perubahan genetik lainnya juga berperan dalam proses

metastasis.5

Gambaran 2.1.7 Patogenesis Karsinoma Nasofaring.

2.1.8. Gejala Klinis

Gejala awal KNF sering minimal dan tidak khas. Disamping itu gejala awal

sangat tergantung pada lokasi tumor di nasofaring, sehingga sering terjadi

mis-interpretasi. Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan gejala

klinik yang paling sering pada KNF. Gejal in lebih sering unilateral pada sisi yang

sama dengan tumor dan biasanya tidak nyeri. Gejala ini sering diragukan dengan

(11)

Menurut Rahman dan Subroto, gejala yang sering muncul dapat dikelompokkan

menjadi empat kategori yaitu :

1. Gejala Telinga

2. Gejala Hidung

3. Gejala Neurologi/Saraf

4. Benjolan yang tidak nyeri di leher

Gejala Telinga

Gejala yang paling sering adalah berkurangnya pendengaran pada satu telinga.

Hal ini disebabkan penyumbatan tuba Eustachius oleh massa tumor dan sering

berlanjut menjadi otitis media serosa. Tumor dapat menginfiltrasi otot tuba Eustachius

sehingga menimbulkan gangguan mekanisme pembukaan tuba. Otitis media serosa

relatif jarang terjadi pada orang tua, sehingga bila dijumpai gejala tersebutdicurigai

suatu KNF.12

Gejala Hidung

Gejalanya adalah sumbatan hidung yang progresif,epistaksis, post nasal drip

bercampur darah.9 Gejala epistaksis dan ingus berdarah merupakan gejala pada hidung yang paling sering. Sputum yang berdarah dari mukosa yang ulserasi sering juga

dijumpai terutama pagi hari. Gejala ini merupakan gejala KNF pada tenggorok.

Sumbatan pada hidung biasanya dijumpai pada kasus KNF yang massa tumornya telah

menyumbat koane. Infiltrasi tumor dapat terjadi ke mukosa kavum nasi, dan massa

(12)

Gejala Neurologi/ Saraf

Gejala ini berhubungan dengan keterlibatan saraf-saraf kranial. Kejadian

keterlibatan saraf kranial pada KNF sekitar 20%. Apabila tumor meluas ke superior

akan melibatkan saraf III sampai VI, dan apabila perluasan ke lateral dapat melibatkan

saraf kranial IX sampai XII. Saraf kranial yang paling sering terlibat adalah III, V, VI

dan XII.9 Gejala neurologis terdiri daei sakit kepala atau gejala saraf kranial, yang

berartitelah terjadi penjalaran lokal dar tumor. Sakit kepala merupakan gejala yang

paling sering terjadi pada gangguan neurologis. Sakit kepala unilateral yang persisten

merupakan gejala yang khas pada KNF. Gejala ini biasanya disebabkan oleh erosi

tulang dasar tenggorak atau iritasi nervus kranial. Saraf kranial VI paling sering

dikenali sehingga mengakibatkan gangguan sensasi pada muka serta diplopia. Gejala

lanjut gangguan saraf ini adalah proptosis. Kombinasi kelainan neurologis yang sering

terjadi adalah N. II sampai N. VI (Jacod’s syndrome) serta kelainan N.IX samai N.

XII ( Villaret’s syndrome).12

Benjolan Yang Tidak Nyeri

Benjolan yang tidak nyeri di leher. Lebih dari 50% pasien KNF datang dengan

keluhan benjolan di leher. Pembesaran kelenjer getah bening ini biasanya pada bagian

atas leher, sesuai dengan lokasi tumor (ipsilateral), namun tidak jarang bilateral. Gejala

lain. dapat berupa gejala umum adanya keganasan seperti penurunan berat badan dan

anoreksia. Gejala dini KNF sering tidak spesifik dan luput dari perhatian, pasien

sebagian besar datang ketika sudah ada benjolan di leher dan umumnya stadium

lanjut.11

2.1.9 Diagnosis

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma

nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan

(13)

1. Anamnesis

Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala

metastasis/leher. Gejala tersebut mencakup hidung tersumbat, epistaksis

ringan, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan neuralgia

trigeminal (saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada leher.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Nasofaringskopi

Tumor pada nasofaring juga dapat dilihat dengan mempergunakan

nasofaringskopi. Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut

bervariasi yaitu sudut 0, 30 dan 70 derajat dan forsep atau cunam biopsi yang

membuka ke kanan atau ke kiri. Nasofaringskopi dapat dilakukan dengan cara:

Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung.2 Transoral, teleskop dimasukkan melalui rongga mulut.

- Rinoskopi Posterior:

Alat sederhana dan murah terdiri dari lampu kepala, kaca laring

(menghindari “kabut nafas” pada kaca laring), anastesi lokal (spray) dan tang. Prosedur dan tekniknya sederhana, dapat dikerjakan oleh doktor umum.

Dalam posisi duduk, pasien disuruh membuka mulut, lidah ditekan dan

kemudian dengan mempergunakan kaca laring dan lampu kepala keadaan

nasofaring diamati. Apabila pada nasofaring terlihat massa tumor, maka

daerah nasofaring disemprot dengan cairan anastesi dan lakukan biopsi(blind biopsi). Metode ini disebut cara tidak langsung dengan biopsi buta. Pada biopsi buta risiko negatif palsu ada karena biopsi tidak kena sasaran atau tidak

(14)

Pemeriksaan Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi akan memberikan informasi tentang

keterlibatan mukosa dan perluasan tumor serta membantu saat biopsi. Namun

pemeriksaan endoskopi tidak dapat menetukan peluasan tumor ke arah dalam

dan keterlibatan dasar tengkorak. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan

dengan anestesi lokal baik dengan endoskop kaku atau serat optik (flexible). Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Radiologik

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI lebih baik dibandingkan CT Scan dalam memperlihatkan baik

bagian superfisial maupun dalam jaringan lunak nasofaring, serta

membedakan antara massa tumor dengan jaringan normal. MRI dapat

memperlihatkan infiltrasi tumor ke otot-otot dan sinus cavernosus.

Pemeriksaan ini juga penting dalam menentukan adanya perluasan ke

parafaring dan pembesaran kelenjar getah bening. Namun, MRI mempunyai keterbatasan dalam menilai perluasan yang melibatkan tulang.

2. Computed Tomography (CT-Scan)

CT scan penting untuk mengevaluasi adanya erosi tulang oleh tumor,

disamping juga dapat menilai perluasan tumor ke parafaring, perluasan

perineural melalui foramen ovale.

2.1.10. Diagnosis Banding

a. Kelainan Hiperplastik Nasofaring

Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada

(15)

dalam proses atrofi itu terjadi infeksi serius yang menimbulkan

nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu.

b. TB Nasofaring

Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau

benjol granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan

mengenai seluruh nasofaring.

c. TB kelenjar limfe leher

Lebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat

melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat

nyeri tekan atau undulasi.

2.1.11. Stadium

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002)

dikutip dari buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan

leher Roezin.

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N2 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a,T2b N2 M0

(16)

Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0

Stadium IVb semua T N3 M0

Stadium IVc semua T semua N M1

T : Tumor

T0 : Tidak tampak tumor.

T1 : Tumor terbatas di nasofaring.

T2: Tumor meluas kejaringan lunak.

T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke

parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah

postero-lateral melebihi fasia faring-basiler.

T2b: Disertai perluasan ke parafaring.

T3 : Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.

T4: Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf

cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.

N : Pembesaran Kelenjar Getah Bening

NX : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.

N0 : Tidak ada pembesaran.

N1 : Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar

(17)

N2 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar

kurang atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular.

N3 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar,

atau terletak dalam fossa supraclavikular. N3a : Ukuran lebih dari 6 cm.

N3b : Di dalam fossa supraclavicular.

Catatan : kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar

ipsilateral.

M : Metastasis.

MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai.

M0 : Tidak ada metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

2.1.12. Penatalaksanaan

Menurut American Cancer Society terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi,

kombinasi keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan

gejala.

1. Stadium I : Radioterapi.

2. Stadium II&III : Kemoradiasi

3. Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi.

4. Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan

kemoradiasi

(18)

Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi

atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat

pertumbuhan sel kanker. Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi external

menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan radiasi

kepada kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang

dimasukkan melalui jarum, radioaktive seeds, wires atau kateter yang

ditempatkan secara langsung kedalam atau di dekat kanker. Cara

pemberian terapi radiasi tergantung pada tipe dan satdium kanker yang

diobati.

Sumber radiasi menggunakan radiasi Co-60, radiasi energi tinggi atau

radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar

isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi

stereotaktik.

b. Kemoterapi

Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap

periode diikuti dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan

kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya

berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan

bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut

bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.

Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati

karsinoma nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai

bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat lain,

5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat

lain boleh juga berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar.

Obat-obat ini termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate,

(19)

pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan. Tetapi

berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini

adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Kombinasi

kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari

sebelum diberikan radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan

hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma

nasofaring.

c. Terapi bedah

Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher

yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali

setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah

hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta

tidak adanya ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma

nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa

grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll).

d. Terapi paliatif

Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban

penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang

tidak dapat disembuhakn lagi.

Tujuan terapi paliatif adalah :

- Meningkatkan kualitas hidup penderita

- Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya

- Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita

(20)

- Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita

atas kematian penderita.

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan

radiasi.Mulut rasa kering disebabkan oleh kelenjar liur mayor maupun

minor sewaktu penyinaran. Tidak dapat banyak dilakukan selain

menasihatkan penderita untuk makan dengan banyak kuah, membawa

minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan

yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya liur .

2.1.13. Pencegahan

1. Mengurangi konsumsi ikan asin ternyata dapat menurunkan insidens secara

nyata.

2. Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.

3. Makan makanan yang bernutrisi dan mengurangi serta mengontrol stres.

Gambar

Gambar 2.1.1 Anatomi Nasofaring

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 1... Himpunan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun

Duha secara keseluruhan Jenis Lisan Instrumen Unjuk kerja 2 jampel Buku paket Al-Qur’an Kaset VCD al-Qur’an 4.2 Menghafal Surat al- Bayyinah dengan baik dan fasih Surat

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA.

[r]

Evaluasi kebutuhan lahan parkiran menunjukkan, luas lahan parkir yang tersedia untuk setiap karakteristik kendaraan tidak mencukupi untuk menampung jumlah kendaraan

Debit, Zein Ariandana, Rancang bangun conveyor untuk sistem sortir berdasarkan berat barang Mahasiswa Elektro Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Penulisan ini menggunakan program Macromedia Flash MX, merupakan suatu program animasi professional yang mudah digunakan dan sangat berdaya guna untuk membuat animasi dari

Persiapan Kegiatan diawali dari penyusunan Renja yang dibuat pada