• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Karsinoma Nasofaring Di SMF THT-KL Rsup Haji Adam Malik Medan Periode Januari - Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Karsinoma Nasofaring Di SMF THT-KL Rsup Haji Adam Malik Medan Periode Januari - Desember 2015"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Maheshvar Gangardorai

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/TanggalLahir : Kuala Lumpur,23 Disember 1994

WargaNegara : Malaysia

Status : Belum Menikah

Agama : Hindu

Alamat : No.5 JP Town House, Jl. Abadi

Nomor Handphone : 087769059669

Email : gboymaheshva12@gmail.com

RiwayatPendidikan :

1. Tadika St. James, Sentul (1999-2000)

2. SK MBPS, Sentul (2001-2006)

3. SMK Maxwell, Kuala Lumpur (2007-2011)

(2)
(3)
(4)

NO USIA JENIS

KELAMIN PENDIDIKAN

KELUHAN

UTAMA HISTOPATOLOGI

JENIS

TERAPI STADIUM

1 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3

2 46 - 60 laki-laki SMP Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

3 46 - 60 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

4 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

5 46 - 60 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3

6 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

7 16 - 30 laki-laki SMA Epistaksis Karsinoma tidak berdeferensiasi Radioterapi 3

8 31 - 45 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

9 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 2

10 31 - 45 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 4

(5)

13 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemordiasi 3

14 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Radioterapi 3

15 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 2

16 31 - 45 perempuan SMA Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

17 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

18 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

19 > 60 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

20 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

21 > 60 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

22 > 60 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3

23 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

(6)

26 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

27 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

28 46 - 60 perempuan SD Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3

29 46 - 60 perempuan S1 Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

30 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma non- keratinisasi Kemoterapi 4

31 31 - 45 laki-laki S1 Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

32 16 - 30 perempuan LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

33 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3

34 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

35 > 60 laki-laki LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3

36 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

(7)

39 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

40 > 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Radioterapi 4

41 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 3

42 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 2

43 > 60 laki-laki LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 2

44 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 2

45 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3

46 > 60 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

47 31 - 45 laki-laki S1 Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3

48 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemordiasi 4

49 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

(8)

52 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3

53 > 60 perempuan SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

54 46 - 60 perempuan LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

55 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

56 46 - 60 perempuan SD Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 4

57 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

58 > 60 laki-laki S1 Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 4

59 31 - 45 laki-laki S1 Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

60 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma non- keratinisasi Kemoterapi 3

61 16 - 30 perempuan SD Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 2

62 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 2

(9)

65 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

66 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3

67 > 60 perempuan SD Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 4

68 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4

69 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3

(10)
(11)

Frequencies

responden histopatologi jenis terapi

stadium

karsinoma

N Valid 70 70 70 70 70 70 70

Missing 0 0 0 0 0 0 0

usia responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 49 70.0 70.0 70.0

perempuan 21 30.0 30.0 100.0

(12)

pendidikan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid SD 13 18.6 18.6 18.6

SMP 1 1.4 1.4 20.0

SMA 2 2.9 2.9 22.9

S1 5 7.1 7.1 30.0

LAIN-LAIN 49 70.0 70.0 100.0

Total 70 100.0 100.0

keluhan utama responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Benjolan leher 45 64.3 64.3 64.3

Hidung tersumbat 5 7.1 7.1 71.4

Epistaksis 8 11.4 11.4 82.9

Sakit kepala 12 17.1 17.1 100.0

(13)

histopatologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad, Efiaty,2009, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok,

Kepala dan Leher. Edisi 6. Cetakan ke 3: EGC, Jakarta.

2. Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear, and Head and Neck. 14th ed. Oxford : Churchill Livingstone ; 1993.

3. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Jilid 1. : Binarupa Aksara, 1994.h. 391-6.

4. Selek U, Ozyar E, Ozyigit G, Varan A, Buyukpamukcu M, Atahan IL. Treatment result of 59 young patents with nasopharyngeal carcinoma. Elsevier 2004; 69:201-7.

5. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Z, et al. Epidemiological Trends of Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32.

6. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi di RS. Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 – 31 Desember 2005. 2006.

7. Atlas of Human Anatomy, 2002, 6thEdition,Frank Netter, pp.69.

8. Kresno SB, 2004, Karsinogenesis Secara Umum, Disajikan pada : The 7th Course Basic Sciences in Oncology Modul C & D Putaran ke-2, Jakarta, pp. 101-11.

9. Ilhan, O., Sener, E.C., Ozyar, E. 2002. Outcom of abducens nerve in Patien with Nasopharyngeal carcinoma. Eur J Opthalmol, Vol. 12 (1), pp. 55-9.

10. Nasopharingeal Cancer Treatment. National Cancer Institute (NCI).2008,pp 88.

11. Evlina S, Sirait T, Rahayu PS, Shalmont G, Anwar E, Andalusia R, et al. Registri kanker berbasis rumah sakit di rumah sakit kanker “Dharmais” Pusat kanker nasional 1993-2007. Indonesian J Cancer 2012;6:181-205.

(15)

13.Asroel, H.A.,2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Available from http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf.

14. Jin-Ching Lin. Prognostic Factors in Nasopharyngeal Cancer. In: Lu JJ, Cooper JS,Lee AWM, eds. Nasopharyngeal Cancer Multidisciplinary Management. Vol 1st ed Germany: Springer; 2010:95-136.

15. American Joint Committee on Cancer. Pharynx. In AJCC Cancer Staging Manual, 7th ed. New York, Springer; 2010:41-49.

16. Rahman S, Subroto H, Novianti D. Clinical Presentation of Nasopharyngeal Carcinoma in West Sumatra Indonesia. Proceeding of the 20th International Federation of Otorhinolaryngological Societies (IFOS) World Congress;2013 June 1-5; Seoul, Korea. 2013.

17. Pathmanathan, R. dan Raab-Traub, 1999. Epstein-Barr virus In: Nasopharyngeal Carcinoma, 3rd edition, V.F.H. Chong, S.Y. Tsao, Amour Publishing, Singpore, pp. 14-21.

18. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2015. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2015.

19. Chan AT. Nasopharyngeal carcinoma. Ann Oncol. 2010;21 Suppl 7:vii308-312.

20. Damayanti Soetjipto. Karsinoma Nasofaring, Jakarta: FK UI, 2004,pp. 95.

21. Roezin, A., dan Marlinda A. Karsinoma Nasofaring dalam: Soepardi, Efianty A.,Nurbaiti I., Jenny B., dkk. 2010 Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung Kepala Leher edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 182-187.

22. Qian Tao and Anthony T.C. Chan, 2007:Nasopharyngeal carcinoma molecular pathogenesis and therapeutic developments, pp 4-15.

(16)

26. Muhammad Yunus, Ramsi Lutan. Efek samping radioterapi pada pengobatan karsinoma nasofaring. Referat. Medan : FK USU, 2000, pp. 1-16.

27.National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:Head and Neck Cancers Ver.2.2014;2014National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:Head and Neck Cancers Ver.2.2014;2014

28. American Joint Committee on Cancer. AJCC Cancer Satging Manual, 7th ed. Chicago:Springer;2010.

29. Shofi Faiza dan Sukri Rahman (2016). Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma Nasofaring di Bagian THT-KL RSUP DR.M.DJamil Padang.

30. Yenita, Aswiyanti Asri (2011) Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring Di Sumatea Barat: Reevaluasi Subtipe Histopatologi berdasarkan Klasifikasi WHO

31. YULIN, (2011) Analisis Hubungan Antara Faktor Resiko dengan Tipe

Histopatologik pada Karsinoma Nasofaring.

32. Esha (2011) Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen Ilmu Kesehatan THTKL FKUP/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2006-2010.

33. Wulan Melani (2012) Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2011

34. Ibrahim (2008) Hubungan Merokok Denngan Karsinoma Nasofaring.

35. Guidelines on Cancer Prevention, Early Detection & Screening Nasopharyngeal carcinoma (NPC). The Hong Kong Anti-Cancer Society. 2008.

(17)
(18)

3.2. Kerangka Konsep

Skema 3.2. Kerangka Konsep -Usia

-Jenis kelamin

-Tingkat pendidikan

-Stadium

-Keluhan utama

-Tipe histopatologi

-Jenis terapi

(19)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross

sectional. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau

frekuensi serta distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat,

dan waktu. Cross Sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel

pada satu saat tertentu. Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat Profil Karsinoma

Nasofaring di SMF THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2016.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulakan dari bulan Maret 2016 sampai bulan Desember 2016.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan .

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita karsinoma

(20)

4.3.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan seluruh pasien

karsinoma nasofaring di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2015

yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

a. Kriteria Inklusi

Semua data rekam medis pasien rawat inap yang menderita karsinoma

nasofaring di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2015.

b. Kriteria ekslusi

Pasien yang tidak memiliki data lengkap dalam rekam medis di RSUP H.

Adam Malik,Medan.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat

rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan dan Komisi

Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Data diperoleh melalui

data sekunder yaitu rekam medis pasien. Awal pengumpulan data dilakukan di

Intalasi Rekam Medis untuk mencatat nomor registrasi, usia, jenis kelamin, dan

keterangan seluruh pasien karsinoma nasofaring. Setelah rekam medis

didapatkan, dilakukan pencatatan variabel yang dibutuhkan yaitu umur, jenis

kelamin, pekerjaan, keluhan utama, penatalaksanaan dan komplikasi.

4.5. Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan

Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0.Jenis analisis

statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan

(21)

4.6. Definisi Operasional

Sesuai permasalahan dan tujuan maka sebagai pedoman awal pengumpulan

informasi digunakan definisi operasional dan variable yang dikembangkan seperti

uraian di bawah ini :

4.6.1. Karakteristik Sosiodemografi

Definisi Operasional : Karakteristik sosiodemografi usia, jenis kelamin dan

pendidikan pasien yang didiagnosis karsinoma nasofaring.

a) Umur

Umur dihitung menurut kelompok umur :

1. 0 - 15 tahun

2. 16 - 30 tahun

3. 31 - 45 tahun

4. 46 - 60 tahun

> 60 tahun

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat dalam

rekam medis.

1. Laki - laki

(22)

c) Pendidikan

Tingkat pendidikan terakhir pederita karsinoma

nasofaring yang tercatat dalam rekam medis

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. S1

5. Lain- lain

Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Persentase Skala Ukur : Ordinal

4.6.2. Stadium

Definisi Operasional : Stadium berdasarkan UICC 2002 ketika pertama kali

terdiagnosis menderita karsinoma nasofaring.

1. Stadium I

2. Stadium II

3. Stadium III

4. Stadium IV

Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis

(23)

4.6.3. Keluhan Utama

Definisi Operasional : Keluhan utama adalah keadaan dan kondisi yang

menyebabkan penderita datang dan berobat sesuai dengan yang tercatat pada rekam

medis.

1. Benjolan leher

2. Hidung tersumbat

3. Epistaksis

4. Sesak nafas

5. Penglihatan ganda

6. Sakit kepala

Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Persentase Skala Ukur : Nominal

4.6.4. Histopatologi

Definisi Operasional : Jenis histopatologi karsinoma nasofaring berdasarkan

WHO yang tercatat di rekam medis

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi

2. Karsinoma non- keratinisasi

3. Karsinoma tidak berdeferensiasi

Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis

(24)

4.6.5. Jenis Terapi

Definisi Operasional : Jenis terapi yang diberikan pada penderita karsinoma

nasofaring yang tercatat di rekam medis

1. Kemoterapi

2. Radioterapi

3. Kemoradiasi

Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis

(25)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis, RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Pada mula didirikan, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan Rumah

Sakit Umum Kelas A di Medan yang berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini

mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di

Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Perubahan nama rumah sakit

ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

775/MENKES/SK/IX/1992. Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat (Rumah Sakit

Umum Pusat atau RSUP) mengacu kepada Departemen Kesehatan (Depkes) sehingga

segala urusan rumah sakit bergantung pada Depkes Republik Indonesia (Pemerintah

Pusat). Rumah sakit ini sebagian besar adalah rumah sakit pendidikan yang cukup

besar dan luas dengan hubungan khusus ke Fakultas kedokteran, rumah sakit inilah

yang digolongkan kepada RSUP H. Adam Malik. RSUP H. Adam Malik ini

beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan,

kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah

pedalaman yaitu berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan

(26)

5.1.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah data rekam medis pasien yang menderita

karsinoma nasofaring yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik, Medan dalam

periode 1 Januari 2015 - 31 Disember 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel

penelitian dipilih dengan menggunakan teknik total sampling dimana seluruh kasus

yang didiagnosa dengan Profil karsinoma nasofaring pada tahun 2015 diambil

sebagai subjek penelitian sebanyak 70 sampel.

5.1.3 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia. Tabel 5.1 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia

Tabel diatas menunjukkan distribusi frekuensi sampel penderita karsinoma nasofaring

berdasarkan usia, dengan usia terbanyak adalah usia 46-60 tahun sebanyak 28 pasien

(27)

5.1.4 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin

mpulkan laki-laki lebih banyak menderita karsinoma nasofaring sebanyak 49 orang

(70,0%) berbanding dengan perempuan sebanyak 21 orang (30,0%) penderita.

5.1.5 . Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Pendidikan

njukkan tingkst pendidikan penderita karsinoma nasofaring umumya adalah SLTA

dan SLTP sebanyak 49 orang (70,0%).

(28)

Tabel 5.7 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium Karsinoma

Tabel di atas menunjukkan penderita karsinoma nasofaring umumya datang ke rumah

sakit pada stadium 3 sebanyak 44 orang (62,9%).

5.1.6 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama

Tabel diatas menunjukkan keluhan utama terbanyak yang diderita karsinoma

nasofaring adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%).

(29)

5.1.7 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Histopatologi Tabel 5.5 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Histopatologi

Tabel diatas menunjukkan tipe histopatologi yang diderita karsinoma nasofaing

adalah karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan jumlah 54 orang (77,1%).

5.1.8 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Terapi

Tabel 5.6 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Terapi

nunjukkan terapi terbanyak yang dilakukan pada penderita karsinoma nasofaring

adalah kemoterapi sebanyak 52 orang (74,3%).

(30)

5.2 Pembahasan

Kelompok umur tertinggi yang menderita dari karsinoma nasofaring adalah 46-60

tahun dengan angka sebanyak 28 orang (40,0%) dan diikuti dengan kelompok usia

31-45 tahun dengan jumlah 22 orang (31,4% .Menurut Shofi Faiza(2015) di RSUP Dr.

M. Djamil Padang selama Juni 2010 sampai Juli 2013.Penderita terbanyak ditemukan

pada dewasa tua dengan kisaran umur 41-65 tahun sebesar 68,18%, diikuti oleh

dewasa muda dengan kisaran umur 21- < 41 tahun sebesar 24,99%.28

Menurut penelitian Yenita dari laboratorium PA FK. Unand, RSUP. Dr M.Djamil

Padang dan RSUD.Achmad Muchtar Bukit tinggi pada pasien KNF Januari 2007 –

Juni 2010 Usia penderita KNF dengan frekuensi terbesar terdapat pada usia 51-60

tahun, yaitu 18 kasus (36,7%) serta kelompok usia terendah terdapat pada usia 11-20

tahun dan 61-70 tahun, yaitu masing masing 4 kasus (8,2%).29 Rata-rata usia penderita karsinoma nasofaring dengan usia terendah adalah 11 tahun dan tertinggi

adalah 67 tahun.

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porporsi penderita karsinoma

nasofaring lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 49

orang (70,0%), sedangkan perempuan adalah sebanyak 21 orang (30,0%). Menurut

penelitian Yulin (2011) di RSUP dr. Kariadi Semarang. Karakteristik sampel

berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa jumlah responden laki-laki lebih besar

dibandingkan responden perempuan dengan perbandingan 2:1 sedangkan

karakteristik sampel berdasarkan demografi wilayah tempat tinggal responden

terbanyak berada di daerah dataran rendah, yaitu sebanyak 67 orang (52,%).32 Hal ini karena laki-laki mempunyai hormon testosteron yang dominan dicurigai

mengakibatkan penurunan respon imun dan surviellance tumor sehingga laki-laki

lebih rentan terhadap karsinoma nasofaring.

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porporsi penderita karsinoma

nasofaring lebih banyak dijumpai pada yang berpendidikan lain-lain sebanyak 49

(31)

berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dan sekolah lanjutan tingkat

pertama(SLTP).Menurut penelitian Esha di Departemen Ilmu Kesehatan THTKL

FKUP/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2006-2010. Dari penelitian

ini dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan penderita KNF yang terbanyak adalah tingkat

pendidikan rendah yaitu SD sebanyak 259 orang (52,5%). Kemudian diikuti oleh tingkat

pendidikan SMP, SMA, D3, dan STM.33. Hal ini karena pasien yang kurang berpendidikan tidak mempunyai kedasaran pada kesehatan mereka.

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porporsi penderita karsinoma

nasofaring dengan keluhan utama adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%)

diikuti dengan sakit kepala sebanyak 12 orang (17,1%).Frekuensi yang paling kurang

adalah hidung tersumbat sebanyak 5 orang (7,1%).Menurut penelitian Wulan di

RSUP Adam Malik Medan tahun 2011. Keluhan utama yang tertinggi adalah benjolan

dileher sebanyak 135 orang (89,4%) manakala distribusi frekuensi sakit kepala

sebanyak 60 orang (39,7%).34 Hal ini karena kebanyakan pasien mengalami pebesaran kelenjar getah bening.

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porposi penderita karsinoma

nasofaring dengan tipe histopatologi adalah karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi

sebanyak 54 orang (77,1%).Menurut penelitan Yulin di RSUP dr. Kariadi Semarang.

(2011) menunjukkan bahwa kenaikan insiden karsinoma sel skuamosa berkeratin

berkaitan dengan peningkatan kebiasaan merokok sebanyak (75,0%).32 Hal ini disebabkan penderita karsinoma nasofaring mempunyai tabiat merokok.

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porposi penderita karsinoma

nasofaring dengan jenis terapi yang dilakukan sering adalah terapi kemoterapi

sebanyak 52 orang (74,3%). Menurut Anti Cancer Society (2008) di Hong Kong,

dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari 151 orang penderita KNF yang

melakukan kemoterapi sebanyak 84 orang (57,6%), radioterapi sebanyak 25 orang

(16,6)% sedangkan pasien yang mendapatkan terapi kemoradioterapi sebanyak 29

(32)

kemoradioterapi secara berurutan sebanyak 64 orang (42,4%), 126 orang (83,4%),

112 orang (74,2%). KNF memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun

kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya..36 Hal ini karena pasien mendapatkan rencana kemoterapi terlebih awal supaya karsinomanya tidak metatasis.

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porposi penderita karsinoma

nasofaring dengan stadium karsinoma adalah stadium 3 sebanyak 44 orang (62,9%)

dan diikuti dengan stadium 4 sebanyak 19 orang (27,1%).Menurut Ibrahim

penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan.(2008)

stadium terbanyak adalah III (58,4%), diikuti stadium IV (40,6%), stadium II (1%)

(33)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai profil

karsinoma nasofaring di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2015 dengan 70

sampel dapat disimpulkan dibawah ini :

1. Angka kejadian karsinoma nasofaring dengan frekuensi tertinggi adalah usia

46-60 sebanyak 28 pasien (40,0%), dengan jenis kelamin terbanyak pada

laki-laki sebanyak 49 orang (70,0%) dan tingkat pendidikan SLTA dan SLTP

sebanyak sebanyak 49 orang (70,0%).

2. Angka kejadian karsinoma nasofaring dengan frekuensi tertinggi berdasarkan

stadium karsinom, adalah stadium 3 sebanyak 44 orang (62,9%).

3. Angka kejadian frekuensi tertinggi keluhan utama pada penderita karsinoma

nasofaring adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%).

4. Angka kejadian karsinoma nasofaring dengan frekuensi tertinggi histopatologi

adalah karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan jumlah 54 orang (77,1%)

5. Angka kejadian karsinoma nasofaring umumya mendapat terapi kemoterapi

(34)

6.2 Saran

Dari pengamatan selama melakukan penelitian ini, terdapat beberapa saran

yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini.

Diantaranya :

1. Diharapkan pula kepada penderita karsinoma nasofaring untuk melakukan

pemeriksaan dirinya lebih dini sebelum terjadi keganasan yang lebih berat

2. Perlu dilakukan penyuluhan atau program untuk meningkatkan pengetahuan

mengenai karsinoma nasofaring untuk memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai karsinoma nasofaring.

3. Diharapkan agar data-data di rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan dapat

dilengkapi dengan data yang sebanyak mungkin agar tidak timbul masalah di saat

pengambilan data yang disebabkan oleh rekam medis yang tidak lengkap.

4. Berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Anatomi Nasofaring

Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di

depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam

cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba auditorius (Eustachius) membuka

ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi.3

Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak yang merupakan tempat keluar

masuk saraf-saraf otak serta pembuluh darah dari atau ke dalam otak sedang dasar

nasofaring dibentuk oleh permukaan superior palatum molle. Dinding depan dibentuk

oleh choanae dan tepi belakang septum nasi sedangkan bagian belakang nasofaring

berbatasan dengan ruang retro-faring, fasia prevertebralis dan otot-otot dinding faring.

Pada dinding lateral nasofaring terdiri dari orifisium muara tuba eustachius di mana

orifisium ini biasanya berbentuk seperti segitigaa dan dibatasi superior dan posterior

oleh tobus tubarius, ke arah superior terdapat fossa Rosenmulleri. Pada atap

nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang disebabkan oleh jaringan lunak

submukosa, di mana pada usia muda mukosa dinding posterior superior nasofaring

umumnya tidak rata. Hal ini dapat disebabkan karena adanya jaringan adenoid, atau

(36)

Gambar 2.1.1 Anatomi Nasofaring

Sumber : Atlas of Human Anatomy, 6th Edition,Frank Netter.

2.1.2. Definisi

Karsinoma nasofaring adalah tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang

menutupi permukaan nasofaring.Penyebab utama adalah virus Epstein-Barr.Biasanya

tumor ganas ini tumbuh dari fossa Rossenmuller dan dapat meluas ke hidung,

tenggorok, serta dasar tengkorok. Gejala utama biasanya terjadi pada leher, hidung,

dan telinga.6

Karsinoma nasofaring pertama dilaporkan oleh Regand dan Schmincke pada

tahun 1921.Karsinoma ini terkenal sebagai tumor yang berpotensi tinggi untuk

metastase regional maupun jauh.2

2.1.3. Etiologi

Penyebab pasti Karsinoma nasofaring sampai saat ini masih belum diketahui,

namun beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik diyakini sebagai penyebab.13

Epstein-Barr merupakan penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut

(37)

kelainan dalam jangka waktu yang lama.17 Faktor ekstrintik adalah :

a. Virus Epstein-Barr

b. Karsinogen Lingkungan

Faktor ekstrintik adalah:

a. Genetik

b. Lingkungan c. Jenis Kelamin

2.1.4. Epidemiologi

Insiden Karsinoma nasofaring yang palng tinggi adalah pada ras Mongoloid di

Asia dan China Selatan, dengan frekuensi 100 kali dibanding frekuensi Karsinoma

nasofaring pada ras Kaukasia. Prevalensi Karsinoma nasofaring pada populasi Jepang

dan Indian dilaporkan sangat rendah. Sedangkan prevalensi yang sedang, dijumpai di

Malaysia, Singapura, Israel, Alaska, dan pada penduduk emigran China selatan di

Amerika Serikat. Prevalensi Karsinoma nasofaring di Provinsi Guangdon China

Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.

Penderita Karsinoma nasofaring dijumpai 32% dari seluruh penderita kanker

dan merupakan jenis kanker yang paling banyak di kota Guangzhu. Di beberapa

tempat lain, penderita Karsinoma nasofaring dijumpai tidak begitu banyak, seperti di

Jordania dimana Karsinoma nasofaring hanya ditemukan 1% dari seluruh keganasan,

dan di Karachi hanya 0,3% dari seluruh tumor ganas.

Sebagai besar penderita Karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan

umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penilitian di Taipe, menjumpai umur rata-rata

(38)

umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun.

Sebesar 2% dari kasus Karsinoma nasofaring adalah penderita anak dan di

Guangzhou ditemui 1% Karsinoma nasofaring berumur di bawah 14 tahun. Pada

penelitian yang dilakukan di Medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma

nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun (29,1%). Umur penderita yang paling muda

adalah 21 tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur pemderita pada

penelitian ini adalah 48,8 tahun.

Ditemukan kecendurangan penderita Karsinoma nasofaring laki-laki lebih banyak

dari perempuan. Dari beberapa penelitian dijumpai perbandingan penderita laki-laki

dan perenpuan adalah 4:1. Namun ada penelitian yang menemukan perbandingan

laki-laki dan perempuan hanya 2:1.

2.1.5. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah apa saja yang mempengaruhi kesempatan seseorang

terkena penyakit seperti kanker. Kanker yang berbeda memiliki faktor risiko yang

berbeda . Beberapa faktor risiko, seperti merokok, dapat berubah. Lain, seperti

riwayat usia atau keluarga seseorang, tidak dapat diubah. Memiliki faktor risiko, atau

bahkan beberapa faktor risiko, tidak berarti bahwa Anda akan mendapatkan penyakit

ini. Dan banyak orang yang mendapatkan penyakit ini mungkin memiliki sedikit atau

tidak ada faktor risiko yang diketahui.

Menurut American Cancer Society faktor risiko yang membuat seseorang lebih

mungkin untuk mengembangkan kanker nasofaring ( KNF ). Ini termasuk :

1. Jenis kelamin

2. Faktor lingkungan

(39)

4. Infeksi virus Epstein-barr

5. Faktor genetik

6. Riwayat keluarga

1. Jenis Kelamin

Menurut Susworo pria merupakan urutan pertama daripada seluruh

keganasan manakala wanita merupakan urutan ke-4 dari seluruh keganasan.

Hormon testosteron yang dominan pada laki-laki dicurigai mengakibatkan

penurunan respon imun dn surviellance tumor sehingga laki-laki lebih rentan

terhadap infeksi Virus Epstein- Barr dan kanker.8 Menurut American Cancer Society, Karsinoma nasofaring ditemukan dengan ratio 2:1 daripada wanita.15

2. Faktor Lingkungan

Karsinoma nasofaring paling sering di Cina selatan (termasuk Hong

Kong), Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Hal ini juga cukup umum

di Northwest Kanada dan Greenland. Orang Cina selatan memiliki risiko lebih

rendah dari Karsinoma nasofaring jika mereka pindah ke daerah lain yang

memiliki lebih rendah tingkat karsinoma nasofaring (seperti Amerika Serikat

atau Jepang), tetapi risiko mereka masih lebih tinggi daripada orang-orang yang

asli daerah dengan risiko yang lebih rendah. Mahupun, risiko mereka

tampaknya turun. Risiko juga turun di generasi baru. Meskipun kulit putih yang

lahir di Amerika Serikat memiliki risiko rendah Karsinoma nasofaring, kulit

putih yang lahir di Cina memiliki risiko lebih tinggi. Di Amerika Serikat,

Karsinoma nasofaring adalah yang paling umum di Kepulauan Asia dan Pasifik

(Cina Amerika), diikuti oleh penduduk asli India dan Alaska Amerika, Afrika

(40)

3. Karsinogen Lingkungan

Orang yang tinggal di bagian Asia , Afrika utara , dan wilayah Kutub Utara

di mana Karsinoma nasofaring adalah umum, biasanya makan diet yang sangat

tinggi pada ikan asin dan daging. Kadar kanker menurun di tenggara Cina

sebagai orang-orang mulai makan makanan yang lebih Westernized. Di

Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet tinggi buah-buahan

dan sayuran dapat menurunkan risiko Karsinoma Nasofaring. Makanan yang

mengandungi nitrosamine yang dikonsumsi di masa kecil, mempunyai risiko

untuk terjadinya KNF pada usia dewasa. Nitrosamine merupakan mediator yang

dapat mengatifkan VEB. Bahan kimia ini merupakan pro-karsinogen serta

promotor aktivasi VEB, yang ditemukan dalam kadar tinggi pada ikan asin.

Pro-karsinogen merupakan karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis

agar menjadi karsinogen aktif, sehingga dapat menimbulkan perubahan DNA,

RNA atau protein sel tubuh.12

4. Virus Epstein-Barr

Virus Epstein-Barr adalah herpes virus umum yang merupakan penyebab

infeksi mono nukleosis akut dan salah satu faktor etiologi pada karsinoma

nasofring, karsinoma gaster serta limfoma Burkitt.VEB termasuk famili

virus herpes dan subfamili gammaherpesviridae. Genom DNA VEB adalah

double-stranded, mengandung 173 kbp dan memiliki kandungan

(41)

dan selaput pembungku. Inti dikelilingi oleh kapsul yang disebut kapsomer

yang di dalamnya terdapat DNA. Inti dan kapsul dikelilingi selaput

pembungkus glikoprotein yang disebut envelope.12

Hubungan antara infeksi EBV dan NPC kompleks dan belum

sepenuhnya dipahami infeksi EBV saja tidak cukup untuk menyebabkan

NPC, karena infeksi virus ini sangat umum dan kanker ini jarang terjadi.

Faktor-faktor lain, seperti gen seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana

penawaran tubuh dengan EBV, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

bagaimana EBV kontribusi untuk pengembangan NPC .19

Pada infeksi laten, Veb banyak dijumpai di saliva, sehingga

penularannya terutama secara horizontal melalui saliva atau percikan air

ludah. Penularan dapat terjadi pada kontak oral atau melaui saliva yang

tertinggal pada peralatan makanan. VEB menginfeksi epitel nasofaring dan

limfosit B melalui reseptor CR2 (complement receptor type 2) atau molekul

CD21 (clusters of differentiation antigen 21) yang dapat berkaitan dengan

VEB.

5. Faktor Genetik

Kerentanan genetik sebagai faktor predisposisi KNF didasarkan atas fakta

banyaknya penderita dari bangsa atau ras China. Selain itu KNF juga banyak

dijumpai pada ras mongoloid, termasuk bangsa-bangsa di Asia terutama Asia

Tenggara yang masih tergolong rumpun Melayu. Insiden KNF di China maupun

negara di Asia Tenggara lebih besar 10-50 kali dibandingkan negara lainnya.

Adanya riwayat tumor ganas dalam keluarga merupakan salah satu faktor risiko

(42)

keluarga yang menderita keganasan nasofaring atau organ lain, dan 5%

diantaranya sama-sama menderita KNF dalam keluarganya.8

Gen seseorang dapat mempengaruhi risiko mereka untuk NPC. Misalnya,

seperti orang yang berbeda jenis darah, mereka juga memiliki jenis jaringan

yang berbeda. Studi telah menemukan bahwa orang dengan tertentu jenis

jaringan mewarisi memiliki peningkatan risiko mengembangkan NPC . jenis

jaringan mempengaruhi kekebalan tubuh tanggapan, jadi ini mungkin terkait

dengan bagaimana tubuh seseorang bereaksi terhadap infeksi EBV.14.

6. Riwayat Keluarga

Anggota keluarga penderita NPC lebih mungkin untuk mendapatkan

kanker ini. Hal ini tidak diketahui apakah ini adalah karena gen yang

diwariskan, faktor lingkungan bersama (seperti diet yang sama atau pola hidup),

atau beberapa kombinasi dari ini.

2.1.6. Histopatologi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan

(43)

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma) Pada tipe ini

dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa

jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe

ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk

oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak

terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi

mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis

dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

4.

2.1.7. Patogenesis

KNF terjadi akibat perubahan genetik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

baik virus maupun faktor kimiawi. Keterlibatan faktor kerentanan genetik dan delesi

pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap awal perkembangan kanker. Hal ini

menunjukkan bahwa perubahan genetik dapat dirangsang oleh karsinogen kimia di

lingkungan yang menyebabkan transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat

rendah, seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya menunjukkan bahwa infeksi laten

virus EB berperan dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke tingkat tinggi yaitu

NPIN III. Infeksi laten virus EB juga berperan penting dalam proses seleksi klonal dan

perkembangan lebih lanjut.

Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel displastik dari lesi pra-kanker tingkat

tinggi (NPIN III) berperan dalam menghambat proses apoptosis. Kemudian faktor

lingkungan, perubahan genetik seperti aktivasi telomerase, inaktivasi gen p16/p15,

delesi kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam tahap awal perkembangan KNF.

Peran LOH (Loss of Heterozygosity) pada kromosom 14q dan overekspresi dari

(44)

itu, mutasi gen p53 dan perubahan genetik lainnya juga berperan dalam proses

metastasis.5

Gambaran 2.1.7 Patogenesis Karsinoma Nasofaring.

2.1.8. Gejala Klinis

Gejala awal KNF sering minimal dan tidak khas. Disamping itu gejala awal

sangat tergantung pada lokasi tumor di nasofaring, sehingga sering terjadi

mis-interpretasi. Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan gejala

klinik yang paling sering pada KNF. Gejal in lebih sering unilateral pada sisi yang

sama dengan tumor dan biasanya tidak nyeri. Gejala ini sering diragukan dengan

(45)

Menurut Rahman dan Subroto, gejala yang sering muncul dapat dikelompokkan

menjadi empat kategori yaitu :

1. Gejala Telinga

2. Gejala Hidung

3. Gejala Neurologi/Saraf

4. Benjolan yang tidak nyeri di leher

Gejala Telinga

Gejala yang paling sering adalah berkurangnya pendengaran pada satu telinga.

Hal ini disebabkan penyumbatan tuba Eustachius oleh massa tumor dan sering

berlanjut menjadi otitis media serosa. Tumor dapat menginfiltrasi otot tuba Eustachius

sehingga menimbulkan gangguan mekanisme pembukaan tuba. Otitis media serosa

relatif jarang terjadi pada orang tua, sehingga bila dijumpai gejala tersebutdicurigai

suatu KNF.12

Gejala Hidung

Gejalanya adalah sumbatan hidung yang progresif,epistaksis, post nasal drip

bercampur darah.9 Gejala epistaksis dan ingus berdarah merupakan gejala pada hidung yang paling sering. Sputum yang berdarah dari mukosa yang ulserasi sering juga

dijumpai terutama pagi hari. Gejala ini merupakan gejala KNF pada tenggorok.

Sumbatan pada hidung biasanya dijumpai pada kasus KNF yang massa tumornya telah

menyumbat koane. Infiltrasi tumor dapat terjadi ke mukosa kavum nasi, dan massa

(46)

Gejala Neurologi/ Saraf

Gejala ini berhubungan dengan keterlibatan saraf-saraf kranial. Kejadian

keterlibatan saraf kranial pada KNF sekitar 20%. Apabila tumor meluas ke superior

akan melibatkan saraf III sampai VI, dan apabila perluasan ke lateral dapat melibatkan

saraf kranial IX sampai XII. Saraf kranial yang paling sering terlibat adalah III, V, VI

dan XII.9 Gejala neurologis terdiri daei sakit kepala atau gejala saraf kranial, yang berartitelah terjadi penjalaran lokal dar tumor. Sakit kepala merupakan gejala yang

paling sering terjadi pada gangguan neurologis. Sakit kepala unilateral yang persisten

merupakan gejala yang khas pada KNF. Gejala ini biasanya disebabkan oleh erosi

tulang dasar tenggorak atau iritasi nervus kranial. Saraf kranial VI paling sering

dikenali sehingga mengakibatkan gangguan sensasi pada muka serta diplopia. Gejala

lanjut gangguan saraf ini adalah proptosis. Kombinasi kelainan neurologis yang sering

terjadi adalah N. II sampai N. VI (Jacod’s syndrome) serta kelainan N.IX samai N. XII ( Villaret’s syndrome).12

Benjolan Yang Tidak Nyeri

Benjolan yang tidak nyeri di leher. Lebih dari 50% pasien KNF datang dengan

keluhan benjolan di leher. Pembesaran kelenjer getah bening ini biasanya pada bagian

atas leher, sesuai dengan lokasi tumor (ipsilateral), namun tidak jarang bilateral. Gejala

lain. dapat berupa gejala umum adanya keganasan seperti penurunan berat badan dan

anoreksia. Gejala dini KNF sering tidak spesifik dan luput dari perhatian, pasien

sebagian besar datang ketika sudah ada benjolan di leher dan umumnya stadium

lanjut.11

2.1.9 Diagnosis

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma

nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan

(47)

1. Anamnesis

Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala

metastasis/leher. Gejala tersebut mencakup hidung tersumbat, epistaksis

ringan, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan neuralgia

trigeminal (saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada leher.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Nasofaringskopi

Tumor pada nasofaring juga dapat dilihat dengan mempergunakan

nasofaringskopi. Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut

bervariasi yaitu sudut 0, 30 dan 70 derajat dan forsep atau cunam biopsi yang

membuka ke kanan atau ke kiri. Nasofaringskopi dapat dilakukan dengan cara:

Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung.2 Transoral, teleskop

dimasukkan melalui rongga mulut.

- Rinoskopi Posterior:

Alat sederhana dan murah terdiri dari lampu kepala, kaca laring

(menghindari “kabut nafas” pada kaca laring), anastesi lokal (spray) dan tang.

Prosedur dan tekniknya sederhana, dapat dikerjakan oleh doktor umum.

Dalam posisi duduk, pasien disuruh membuka mulut, lidah ditekan dan

kemudian dengan mempergunakan kaca laring dan lampu kepala keadaan

nasofaring diamati. Apabila pada nasofaring terlihat massa tumor, maka

daerah nasofaring disemprot dengan cairan anastesi dan lakukan biopsi(blind

biopsi). Metode ini disebut cara tidak langsung dengan biopsi buta. Pada

biopsi buta risiko negatif palsu ada karena biopsi tidak kena sasaran atau tidak

(48)

Pemeriksaan Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi akan memberikan informasi tentang

keterlibatan mukosa dan perluasan tumor serta membantu saat biopsi. Namun

pemeriksaan endoskopi tidak dapat menetukan peluasan tumor ke arah dalam

dan keterlibatan dasar tengkorak. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan

dengan anestesi lokal baik dengan endoskop kaku atau serat optik (flexible).

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Radiologik

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI lebih baik dibandingkan CT Scan dalam memperlihatkan baik

bagian superfisial maupun dalam jaringan lunak nasofaring, serta

membedakan antara massa tumor dengan jaringan normal. MRI dapat

memperlihatkan infiltrasi tumor ke otot-otot dan sinus cavernosus.

Pemeriksaan ini juga penting dalam menentukan adanya perluasan ke

parafaring dan pembesaran kelenjar getah bening. Namun, MRI mempunyai

keterbatasan dalam menilai perluasan yang melibatkan tulang.

2. Computed Tomography (CT-Scan)

CT scan penting untuk mengevaluasi adanya erosi tulang oleh tumor,

disamping juga dapat menilai perluasan tumor ke parafaring, perluasan

perineural melalui foramen ovale.

2.1.10. Diagnosis Banding

a. Kelainan Hiperplastik Nasofaring

Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada

(49)

dalam proses atrofi itu terjadi infeksi serius yang menimbulkan

nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu.

b. TB Nasofaring

Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau

benjol granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan

mengenai seluruh nasofaring.

c. TB kelenjar limfe leher

Lebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat

melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat

nyeri tekan atau undulasi.

2.1.11. Stadium

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002)

dikutip dari buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan

leher Roezin.

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N2 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a,T2b N2 M0

(50)

Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0

Stadium IVb semua T N3 M0

Stadium IVc semua T semua N M1

T : Tumor

T0 : Tidak tampak tumor.

T1 : Tumor terbatas di nasofaring.

T2: Tumor meluas kejaringan lunak.

T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke

parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah

postero-lateral melebihi fasia faring-basiler.

T2b: Disertai perluasan ke parafaring.

T3 : Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.

T4: Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf

cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.

N : Pembesaran Kelenjar Getah Bening

NX : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.

N0 : Tidak ada pembesaran.

(51)

N2 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular.

N3 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar, atau terletak dalam fossa supraclavikular.

N3a : Ukuran lebih dari 6 cm.

N3b : Di dalam fossa supraclavicular.

Catatan : kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar

ipsilateral.

M : Metastasis.

MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai.

M0 : Tidak ada metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

2.1.12. Penatalaksanaan

Menurut American Cancer Society terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi,

kombinasi keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan

gejala.

1. Stadium I : Radioterapi.

2. Stadium II&III : Kemoradiasi

3. Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi.

4. Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan

kemoradiasi

(52)

Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi

atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat

pertumbuhan sel kanker. Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi external

menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan radiasi

kepada kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang

dimasukkan melalui jarum, radioaktive seeds, wires atau kateter yang

ditempatkan secara langsung kedalam atau di dekat kanker. Cara

pemberian terapi radiasi tergantung pada tipe dan satdium kanker yang

diobati.

Sumber radiasi menggunakan radiasi Co-60, radiasi energi tinggi atau

radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar

isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi

stereotaktik.

b. Kemoterapi

Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap

periode diikuti dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan

kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya

berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan

bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut

bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.

Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati

karsinoma nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai

bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat lain,

5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat

lain boleh juga berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar.

Obat-obat ini termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate,

(53)

pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan. Tetapi

berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini

adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Kombinasi

kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari

sebelum diberikan radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan

hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma

nasofaring.

c. Terapi bedah

Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher

yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali

setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah

hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta

tidak adanya ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma

nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa

grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll).

d. Terapi paliatif

Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban

penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang

tidak dapat disembuhakn lagi.

Tujuan terapi paliatif adalah :

- Meningkatkan kualitas hidup penderita

- Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya

- Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita

(54)

- Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita

atas kematian penderita.

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan

radiasi.Mulut rasa kering disebabkan oleh kelenjar liur mayor maupun

minor sewaktu penyinaran. Tidak dapat banyak dilakukan selain

menasihatkan penderita untuk makan dengan banyak kuah, membawa

minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan

yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya liur .

2.1.13. Pencegahan

1. Mengurangi konsumsi ikan asin ternyata dapat menurunkan insidens secara

nyata.

2. Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.

3. Makan makanan yang bernutrisi dan mengurangi serta mengontrol stres.

(55)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah kepala dan leher

yang selalu berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain

bersama dengan kanker serviks , kanker payudara, tumor ganas getah bening dan

kanker kulit. Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia

dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Akan tetapi angka insiden cukup tinggi

di sebagian di Eropa dan dipercaya faktor genetik dan lingkungan pencetus karsinoma

nasofaring.1

Karsinoma ini juga sering tidak menimbulkan gejala hingga akhirnya terlambat

didiagnosa. Lesi yang lebih lanjut dapat menyebar hingga mengenai beberapa saraf

kranial dan menimbulkan gejala-gejala neurologis.2

Karsinoma nasofaring (KNF) terutama tumor dari orang dewasa dengan

kejadian puncak antara 40 dan 60 tahun , meskipun tumor dapat terjadi pada

anak-anak .Terutama , anak-anak Afrika lebih sering terkena daripada anak-anak Cina.

Ada sekitar 65.000 kasus baru setiap tahun , dan sekitar 38.000 kematian.3

Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganas

daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar 60%.

Berdasarkan data kunjungan pasien di poliklinik Onkologi THT FKUI/RSCM, yang

biopsinya diperiksa di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM, dari tanggal 1

Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009 tercatat 11 kasus KNF pada pasien

yang berusia 18 tahun ke bawah, yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Usia

pasien termuda adalah 12 tahun.4

(56)

merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga kekerapannya

cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,

Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Prevalensi KNF di Provinsi Guangdong China

Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.6

Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring,

sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam,

Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di

Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska,

diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam

musim dingin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamin.5

Sebagian besar penderita KNF berumur di atas 20 tahun, dengan umur paling

banyak antara 50-70 tahun. Insidensinya meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak

ada lagi peningkatan setelah umur 60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan

kecenderungan penderita KNF lebih banyak pada laki-laki. Dari beberapa penelitian,

ditemukan perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1.7

Gejala yang timbul pada KNF biasanya berhubungan dengan letak tumor,

penyebaran, dan stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah yang sulit dilihat

dari luar, gejala dini sering tidak dikenali sehingga penderita kebanyakan datang pada

stadium lanjut. Kadang-kadang penderita datang dengan gejala KNF stadium dini,

tetapi gejala yang dikeluhkan sangat umum seperti flu, rinitis atau sinusitis sehingga

tidak terpikir oleh pemeriksa. Hal ini sangat disayangkan, karena kesalahan ini akan

sangat merugikan. Oleh karena itu harus dilakukan berbagai upaya agar dapat

menemukan penderita KNF sedini mungkin agar prognosis lebih baik.8

Melihat peningkatan kasus karsinoma nasofaring di Indonesia, serta gejala dini

yang seringkali tidak dikenali yang menyebabkan penderita kebanyakan datang pada

stadium lanjut, mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai profil

(57)

Haji Adam Malik pada tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari

penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah profil penderita Karsinoma Nasofaring di Departmen SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Januari - Desember 2015?”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penderita Karsinoma Nasofaring di Departmen SMF

THT-KL Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada periode Januari

hingga Desember 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan

sosiodemografi yaitu usia, pendidikan dan jenis kelamin.

b. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan stadium

penderita.

c. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan

utama penderita.

d. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan tipe

(58)

e. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis

terapi penderita.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Manfaat bagi masyarakat, meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan

bagi masyarakat untuk mengenai karsinoma nasofaring.

2. Manfaat bagi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, penelitian ini diharapkan

dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk mengetahui profil kasinoma

nasofaring di Rumah Sakit Hajin Adam Malik Medan

3. Manfaat bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan

penelitian peneliti tentang cara pembuatan karya tulis ilmiah yang baik dan

(59)

Latar Belakang : Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah

kepala dan leher yang selalu berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks , kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit. Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Akan tetapi angka insiden cukup tinggi di sebagian di Eropa dan dipercaya faktor genetik dan lingkungan pencetus karsinoma nasofaring.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana pengumpulan

data dilakukan satu kali secara total sampling berdasarkan pengamatan rekam medis pasien karsinoma nasofaring di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2015.

Hasil : Hasil penelitian yang diperoleh adalah penderita karsinoma nasofaring

yang paling sering ditemukan adalah dari kelompok usia 46-60 sebanyak 28 pasien (40,0%). Jenis kelamin yang paling banyak menderita karsinoma nasofaring adalah laki-laki sebanyak 49 orang (70,0%). Frekuensi penderita karsinoma nasofaring tinggi terdapat pada berpendidikan lain-lain sebanyak 49 orang (70,0%). Frekuensi keluhan utama tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%) diikuti dengan sakit kepala sebanyak 12 orang (17,1%). Tipe histopatologi yang tertinggi pada penderita karsinoma nasofaring adalah histopatologi karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan jumlah 54 orang (77,1%). Berdasarkan jenis terapi, penderita karsinoma nasofaring paling banyak mendapatkan terapi kemoterapi sebanyak 52 orang (74,3%). Stadium karsinoma pada penderita karsinoma nasofaring kebanyakan dijumpai pada stadium III sebanyak 44 orang (62,9%).

Kesimpulan : Dari hasil penelitian menunjukan bahawa pasien yang datang pada

Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik yang sering mengalami karsinoma nasofaring dari kelompok usia 46-60 tahun dengan jenis kelamin laki-laki,berpendidikan SLTA dan SLTP,keluhan utama benjolan dileher, tipe histopatologi karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan stadium 3 diberikan terapi kemoterapi.

(60)

Background : Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignancy in the head and neck are always in the position of the top five malignancies among other body parts along with cervical cancer, breast cancer, malignant tumors of the lymph and skin cancer. The incidence of nasopharyngeal carcinoma was highest in Asia and is rarely found in the United States and Europe. But the incidence rate is quite high in most of Europe and is believed to genetic and environmental factors originator of nasopharyngeal carcinoma.

Methode : This research is descriptive, where data collection is done one time in total sampling design is based on the observation of medical records of patients with nasopharyngeal carcinoma in Haji Adam Malik General Centre Hospital, Medan in the year of 2015.

Results : The results obtained are patients with nasopharyngeal carcinoma is the most common of the 46-60 age group 28 patients (40.0%). Gender that suffered most nasopharyngeal carcinoma is the man as much as 49 people (70.0%). Nasopharyngeal carcinoma patients with high frequency contained in the other educated as much as 49 people (70.0%). The main complaint highest frequency of nasopharyngeal carcinoma patients is a lump in the neck as many as 45 people (64.3%) followed by a bunch of headaches as many as 12 people (17.1%). Histopathological types were highest in patients with nasopharyngeal carcinoma, squamous cell carcinoma is histopathology keratinizing with a total of 54 people (77.1%). Based on the type of therapy, most patients with nasopharyngeal carcinoma getting chemotherapy as many as 52 people (74.3%). Stadium carcinoma in patients with nasopharyngeal carcinoma stage III were mostly found in as many as 44 people (62.9%).

Conclusion :From the results of research show that patients who came to the General Hospital Haji Adam Malik, who often suffer from nasopharyngeal carcinoma of the age group 46-60 years with male gender, and junior high school education, the main complaint bump the neck,carcinoma, squamous cell carcinoma is histopathology keratinizing with stage 3 are given chemotherapy.

(61)

SKRIPSI

PROFIL KARSINOMA NASOFARING DI SMF THT-KL

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI - DESEMBER 2015

Oleh :

MAHESHVAR A/L GANGARDORAI 130100346

7

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(62)

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI - DESEMBER 2015

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

MAHESHVAR A/L GANGARDORAI 130100346

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(63)

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia
Tabel 5.2 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama
Tabel Histopatologi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan riwayat merokok dengan kejadian karsinoma nasofaring.. Metode : Penelitian ini menggunakan studi

untuk menjadi salah satu responden dalam penelitian yang berjudul “ Hubungan Merokok dengan Kejadian Karsinoma Nasofaring di Departemen / SMF Ilmu.. Kesehatan

Judul : Gambaran Histopatologi pada Pasien Karsinoma Nasofaring Tahun 2012-2014 di RSUP. Adam Malik Medan. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL)

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan pada daerah kepala dan leher, yang banyak diderita oleh laki-laki berusia diatas 20

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf) di RSUP H Adam Malik Medan.. Penelitian ini merupakan salah satu

Fakultas Kedokteran USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2013. Untuk mengetahui jumlah kasus tumor nasofaring di

Arsyad, Efiaty,2009, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher.. Cetakan ke 3:

Menurut Ernawati pada tahun 2010 yang membuat penelitian di RS Haji Adam Malik Medan, frekuensi penderita karsinoma laring terbanyak memiliki riwayat hanya merokok yaitu sebanyak