LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Maheshvar Gangardorai
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/TanggalLahir : Kuala Lumpur,23 Disember 1994
WargaNegara : Malaysia
Status : Belum Menikah
Agama : Hindu
Alamat : No.5 JP Town House, Jl. Abadi
Nomor Handphone : 087769059669
Email : gboymaheshva12@gmail.com
RiwayatPendidikan :
1. Tadika St. James, Sentul (1999-2000)
2. SK MBPS, Sentul (2001-2006)
3. SMK Maxwell, Kuala Lumpur (2007-2011)
NO USIA JENIS
KELAMIN PENDIDIKAN
KELUHAN
UTAMA HISTOPATOLOGI
JENIS
TERAPI STADIUM
1 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3
2 46 - 60 laki-laki SMP Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
3 46 - 60 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
4 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
5 46 - 60 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3
6 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
7 16 - 30 laki-laki SMA Epistaksis Karsinoma tidak berdeferensiasi Radioterapi 3
8 31 - 45 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
9 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 2
10 31 - 45 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 4
13 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemordiasi 3
14 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Radioterapi 3
15 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 2
16 31 - 45 perempuan SMA Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
17 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
18 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
19 > 60 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
20 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
21 > 60 laki-laki SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
22 > 60 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3
23 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
26 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
27 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
28 46 - 60 perempuan SD Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3
29 46 - 60 perempuan S1 Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
30 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma non- keratinisasi Kemoterapi 4
31 31 - 45 laki-laki S1 Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
32 16 - 30 perempuan LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
33 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3
34 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
35 > 60 laki-laki LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3
36 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
39 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
40 > 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Radioterapi 4
41 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 3
42 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 2
43 > 60 laki-laki LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 2
44 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 2
45 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3
46 > 60 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
47 31 - 45 laki-laki S1 Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3
48 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemordiasi 4
49 16 - 30 laki-laki LAIN-LAIN Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
52 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 3
53 > 60 perempuan SD Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
54 46 - 60 perempuan LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
55 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
56 46 - 60 perempuan SD Sakit kepala Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 4
57 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
58 > 60 laki-laki S1 Benjolan leher Karsinoma tidak berdeferensiasi Kemoterapi 4
59 31 - 45 laki-laki S1 Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
60 31 - 45 perempuan LAIN-LAIN Sakit kepala Karsinoma non- keratinisasi Kemoterapi 3
61 16 - 30 perempuan SD Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 2
62 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Radioterapi 2
65 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
66 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 3
67 > 60 perempuan SD Epistaksis Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 4
68 31 - 45 laki-laki LAIN-LAIN Benjolan leher Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemoterapi 4
69 46 - 60 laki-laki LAIN-LAIN Hidung tersumbat Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi Kemordiasi 3
Frequencies
responden histopatologi jenis terapi
stadium
karsinoma
N Valid 70 70 70 70 70 70 70
Missing 0 0 0 0 0 0 0
usia responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 49 70.0 70.0 70.0
perempuan 21 30.0 30.0 100.0
pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 13 18.6 18.6 18.6
SMP 1 1.4 1.4 20.0
SMA 2 2.9 2.9 22.9
S1 5 7.1 7.1 30.0
LAIN-LAIN 49 70.0 70.0 100.0
Total 70 100.0 100.0
keluhan utama responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Benjolan leher 45 64.3 64.3 64.3
Hidung tersumbat 5 7.1 7.1 71.4
Epistaksis 8 11.4 11.4 82.9
Sakit kepala 12 17.1 17.1 100.0
histopatologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, Efiaty,2009, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi 6. Cetakan ke 3: EGC, Jakarta.
2. Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear, and Head and Neck. 14th ed. Oxford : Churchill Livingstone ; 1993.
3. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Jilid 1. : Binarupa Aksara, 1994.h. 391-6.
4. Selek U, Ozyar E, Ozyigit G, Varan A, Buyukpamukcu M, Atahan IL. Treatment result of 59 young patents with nasopharyngeal carcinoma. Elsevier 2004; 69:201-7.
5. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Z, et al. Epidemiological Trends of Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32.
6. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi di RS. Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 – 31 Desember 2005. 2006.
7. Atlas of Human Anatomy, 2002, 6thEdition,Frank Netter, pp.69.
8. Kresno SB, 2004, Karsinogenesis Secara Umum, Disajikan pada : The 7th Course Basic Sciences in Oncology Modul C & D Putaran ke-2, Jakarta, pp. 101-11.
9. Ilhan, O., Sener, E.C., Ozyar, E. 2002. Outcom of abducens nerve in Patien with Nasopharyngeal carcinoma. Eur J Opthalmol, Vol. 12 (1), pp. 55-9.
10. Nasopharingeal Cancer Treatment. National Cancer Institute (NCI).2008,pp 88.
11. Evlina S, Sirait T, Rahayu PS, Shalmont G, Anwar E, Andalusia R, et al. Registri kanker berbasis rumah sakit di rumah sakit kanker “Dharmais” Pusat kanker nasional 1993-2007. Indonesian J Cancer 2012;6:181-205.
13.Asroel, H.A.,2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Available from http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf.
14. Jin-Ching Lin. Prognostic Factors in Nasopharyngeal Cancer. In: Lu JJ, Cooper JS,Lee AWM, eds. Nasopharyngeal Cancer Multidisciplinary Management. Vol 1st ed Germany: Springer; 2010:95-136.
15. American Joint Committee on Cancer. Pharynx. In AJCC Cancer Staging Manual, 7th ed. New York, Springer; 2010:41-49.
16. Rahman S, Subroto H, Novianti D. Clinical Presentation of Nasopharyngeal Carcinoma in West Sumatra Indonesia. Proceeding of the 20th International Federation of Otorhinolaryngological Societies (IFOS) World Congress;2013 June 1-5; Seoul, Korea. 2013.
17. Pathmanathan, R. dan Raab-Traub, 1999. Epstein-Barr virus In: Nasopharyngeal Carcinoma, 3rd edition, V.F.H. Chong, S.Y. Tsao, Amour Publishing, Singpore, pp. 14-21.
18. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2015. Atlanta, Ga: American Cancer Society; 2015.
19. Chan AT. Nasopharyngeal carcinoma. Ann Oncol. 2010;21 Suppl 7:vii308-312.
20. Damayanti Soetjipto. Karsinoma Nasofaring, Jakarta: FK UI, 2004,pp. 95.
21. Roezin, A., dan Marlinda A. Karsinoma Nasofaring dalam: Soepardi, Efianty A.,Nurbaiti I., Jenny B., dkk. 2010 Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung Kepala Leher edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 182-187.
22. Qian Tao and Anthony T.C. Chan, 2007:Nasopharyngeal carcinoma molecular pathogenesis and therapeutic developments, pp 4-15.
26. Muhammad Yunus, Ramsi Lutan. Efek samping radioterapi pada pengobatan karsinoma nasofaring. Referat. Medan : FK USU, 2000, pp. 1-16.
27.National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:Head and Neck Cancers Ver.2.2014;2014National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology:Head and Neck Cancers Ver.2.2014;2014
28. American Joint Committee on Cancer. AJCC Cancer Satging Manual, 7th ed. Chicago:Springer;2010.
29. Shofi Faiza dan Sukri Rahman (2016). Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma Nasofaring di Bagian THT-KL RSUP DR.M.DJamil Padang.
30. Yenita, Aswiyanti Asri (2011) Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring Di Sumatea Barat: Reevaluasi Subtipe Histopatologi berdasarkan Klasifikasi WHO
31. YULIN, (2011) Analisis Hubungan Antara Faktor Resiko dengan Tipe
Histopatologik pada Karsinoma Nasofaring.
32. Esha (2011) Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen Ilmu Kesehatan THTKL FKUP/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2006-2010.
33. Wulan Melani (2012) Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2011
34. Ibrahim (2008) Hubungan Merokok Denngan Karsinoma Nasofaring.
35. Guidelines on Cancer Prevention, Early Detection & Screening Nasopharyngeal carcinoma (NPC). The Hong Kong Anti-Cancer Society. 2008.
3.2. Kerangka Konsep
Skema 3.2. Kerangka Konsep -Usia
-Jenis kelamin
-Tingkat pendidikan
-Stadium
-Keluhan utama
-Tipe histopatologi
-Jenis terapi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross
sectional. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau
frekuensi serta distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat,
dan waktu. Cross Sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel
pada satu saat tertentu. Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat Profil Karsinoma
Nasofaring di SMF THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2016.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulakan dari bulan Maret 2016 sampai bulan Desember 2016.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan .
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita karsinoma
4.3.2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan seluruh pasien
karsinoma nasofaring di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2015
yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
a. Kriteria Inklusi
Semua data rekam medis pasien rawat inap yang menderita karsinoma
nasofaring di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2015.
b. Kriteria ekslusi
Pasien yang tidak memiliki data lengkap dalam rekam medis di RSUP H.
Adam Malik,Medan.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat
rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan dan Komisi
Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Data diperoleh melalui
data sekunder yaitu rekam medis pasien. Awal pengumpulan data dilakukan di
Intalasi Rekam Medis untuk mencatat nomor registrasi, usia, jenis kelamin, dan
keterangan seluruh pasien karsinoma nasofaring. Setelah rekam medis
didapatkan, dilakukan pencatatan variabel yang dibutuhkan yaitu umur, jenis
kelamin, pekerjaan, keluhan utama, penatalaksanaan dan komplikasi.
4.5. Metode Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0.Jenis analisis
statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan
4.6. Definisi Operasional
Sesuai permasalahan dan tujuan maka sebagai pedoman awal pengumpulan
informasi digunakan definisi operasional dan variable yang dikembangkan seperti
uraian di bawah ini :
4.6.1. Karakteristik Sosiodemografi
Definisi Operasional : Karakteristik sosiodemografi usia, jenis kelamin dan
pendidikan pasien yang didiagnosis karsinoma nasofaring.
a) Umur
Umur dihitung menurut kelompok umur :
1. 0 - 15 tahun
2. 16 - 30 tahun
3. 31 - 45 tahun
4. 46 - 60 tahun
> 60 tahun
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat dalam
rekam medis.
1. Laki - laki
c) Pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir pederita karsinoma
nasofaring yang tercatat dalam rekam medis
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. S1
5. Lain- lain
Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : Persentase Skala Ukur : Ordinal
4.6.2. Stadium
Definisi Operasional : Stadium berdasarkan UICC 2002 ketika pertama kali
terdiagnosis menderita karsinoma nasofaring.
1. Stadium I
2. Stadium II
3. Stadium III
4. Stadium IV
Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis
4.6.3. Keluhan Utama
Definisi Operasional : Keluhan utama adalah keadaan dan kondisi yang
menyebabkan penderita datang dan berobat sesuai dengan yang tercatat pada rekam
medis.
1. Benjolan leher
2. Hidung tersumbat
3. Epistaksis
4. Sesak nafas
5. Penglihatan ganda
6. Sakit kepala
Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis
Hasil Ukur : Persentase Skala Ukur : Nominal
4.6.4. Histopatologi
Definisi Operasional : Jenis histopatologi karsinoma nasofaring berdasarkan
WHO yang tercatat di rekam medis
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi
2. Karsinoma non- keratinisasi
3. Karsinoma tidak berdeferensiasi
Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis
4.6.5. Jenis Terapi
Definisi Operasional : Jenis terapi yang diberikan pada penderita karsinoma
nasofaring yang tercatat di rekam medis
1. Kemoterapi
2. Radioterapi
3. Kemoradiasi
Cara Pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat Ukur : Rekam medis
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis, RSUP Haji Adam Malik, Medan.
Pada mula didirikan, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan Rumah
Sakit Umum Kelas A di Medan yang berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini
mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di
Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Perubahan nama rumah sakit
ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
775/MENKES/SK/IX/1992. Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat (Rumah Sakit
Umum Pusat atau RSUP) mengacu kepada Departemen Kesehatan (Depkes) sehingga
segala urusan rumah sakit bergantung pada Depkes Republik Indonesia (Pemerintah
Pusat). Rumah sakit ini sebagian besar adalah rumah sakit pendidikan yang cukup
besar dan luas dengan hubungan khusus ke Fakultas kedokteran, rumah sakit inilah
yang digolongkan kepada RSUP H. Adam Malik. RSUP H. Adam Malik ini
beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan,
kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah
pedalaman yaitu berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan
5.1.2 Karakteristik Sampel Penelitian
Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah data rekam medis pasien yang menderita
karsinoma nasofaring yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik, Medan dalam
periode 1 Januari 2015 - 31 Disember 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel
penelitian dipilih dengan menggunakan teknik total sampling dimana seluruh kasus
yang didiagnosa dengan Profil karsinoma nasofaring pada tahun 2015 diambil
sebagai subjek penelitian sebanyak 70 sampel.
5.1.3 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia. Tabel 5.1 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia
Tabel diatas menunjukkan distribusi frekuensi sampel penderita karsinoma nasofaring
berdasarkan usia, dengan usia terbanyak adalah usia 46-60 tahun sebanyak 28 pasien
5.1.4 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
mpulkan laki-laki lebih banyak menderita karsinoma nasofaring sebanyak 49 orang
(70,0%) berbanding dengan perempuan sebanyak 21 orang (30,0%) penderita.
5.1.5 . Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Pendidikan
njukkan tingkst pendidikan penderita karsinoma nasofaring umumya adalah SLTA
dan SLTP sebanyak 49 orang (70,0%).
Tabel 5.7 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium Karsinoma
Tabel di atas menunjukkan penderita karsinoma nasofaring umumya datang ke rumah
sakit pada stadium 3 sebanyak 44 orang (62,9%).
5.1.6 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama
Tabel diatas menunjukkan keluhan utama terbanyak yang diderita karsinoma
nasofaring adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%).
5.1.7 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Histopatologi Tabel 5.5 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Histopatologi
Tabel diatas menunjukkan tipe histopatologi yang diderita karsinoma nasofaing
adalah karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan jumlah 54 orang (77,1%).
5.1.8 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Terapi
Tabel 5.6 Distribusi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Terapi
nunjukkan terapi terbanyak yang dilakukan pada penderita karsinoma nasofaring
adalah kemoterapi sebanyak 52 orang (74,3%).
5.2 Pembahasan
Kelompok umur tertinggi yang menderita dari karsinoma nasofaring adalah 46-60
tahun dengan angka sebanyak 28 orang (40,0%) dan diikuti dengan kelompok usia
31-45 tahun dengan jumlah 22 orang (31,4% .Menurut Shofi Faiza(2015) di RSUP Dr.
M. Djamil Padang selama Juni 2010 sampai Juli 2013.Penderita terbanyak ditemukan
pada dewasa tua dengan kisaran umur 41-65 tahun sebesar 68,18%, diikuti oleh
dewasa muda dengan kisaran umur 21- < 41 tahun sebesar 24,99%.28
Menurut penelitian Yenita dari laboratorium PA FK. Unand, RSUP. Dr M.Djamil
Padang dan RSUD.Achmad Muchtar Bukit tinggi pada pasien KNF Januari 2007 –
Juni 2010 Usia penderita KNF dengan frekuensi terbesar terdapat pada usia 51-60
tahun, yaitu 18 kasus (36,7%) serta kelompok usia terendah terdapat pada usia 11-20
tahun dan 61-70 tahun, yaitu masing masing 4 kasus (8,2%).29 Rata-rata usia penderita karsinoma nasofaring dengan usia terendah adalah 11 tahun dan tertinggi
adalah 67 tahun.
Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porporsi penderita karsinoma
nasofaring lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 49
orang (70,0%), sedangkan perempuan adalah sebanyak 21 orang (30,0%). Menurut
penelitian Yulin (2011) di RSUP dr. Kariadi Semarang. Karakteristik sampel
berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa jumlah responden laki-laki lebih besar
dibandingkan responden perempuan dengan perbandingan 2:1 sedangkan
karakteristik sampel berdasarkan demografi wilayah tempat tinggal responden
terbanyak berada di daerah dataran rendah, yaitu sebanyak 67 orang (52,%).32 Hal ini karena laki-laki mempunyai hormon testosteron yang dominan dicurigai
mengakibatkan penurunan respon imun dan surviellance tumor sehingga laki-laki
lebih rentan terhadap karsinoma nasofaring.
Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porporsi penderita karsinoma
nasofaring lebih banyak dijumpai pada yang berpendidikan lain-lain sebanyak 49
berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dan sekolah lanjutan tingkat
pertama(SLTP).Menurut penelitian Esha di Departemen Ilmu Kesehatan THTKL
FKUP/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2006-2010. Dari penelitian
ini dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan penderita KNF yang terbanyak adalah tingkat
pendidikan rendah yaitu SD sebanyak 259 orang (52,5%). Kemudian diikuti oleh tingkat
pendidikan SMP, SMA, D3, dan STM.33. Hal ini karena pasien yang kurang berpendidikan tidak mempunyai kedasaran pada kesehatan mereka.
Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porporsi penderita karsinoma
nasofaring dengan keluhan utama adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%)
diikuti dengan sakit kepala sebanyak 12 orang (17,1%).Frekuensi yang paling kurang
adalah hidung tersumbat sebanyak 5 orang (7,1%).Menurut penelitian Wulan di
RSUP Adam Malik Medan tahun 2011. Keluhan utama yang tertinggi adalah benjolan
dileher sebanyak 135 orang (89,4%) manakala distribusi frekuensi sakit kepala
sebanyak 60 orang (39,7%).34 Hal ini karena kebanyakan pasien mengalami pebesaran kelenjar getah bening.
Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porposi penderita karsinoma
nasofaring dengan tipe histopatologi adalah karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi
sebanyak 54 orang (77,1%).Menurut penelitan Yulin di RSUP dr. Kariadi Semarang.
(2011) menunjukkan bahwa kenaikan insiden karsinoma sel skuamosa berkeratin
berkaitan dengan peningkatan kebiasaan merokok sebanyak (75,0%).32 Hal ini disebabkan penderita karsinoma nasofaring mempunyai tabiat merokok.
Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porposi penderita karsinoma
nasofaring dengan jenis terapi yang dilakukan sering adalah terapi kemoterapi
sebanyak 52 orang (74,3%). Menurut Anti Cancer Society (2008) di Hong Kong,
dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari 151 orang penderita KNF yang
melakukan kemoterapi sebanyak 84 orang (57,6%), radioterapi sebanyak 25 orang
(16,6)% sedangkan pasien yang mendapatkan terapi kemoradioterapi sebanyak 29
kemoradioterapi secara berurutan sebanyak 64 orang (42,4%), 126 orang (83,4%),
112 orang (74,2%). KNF memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun
kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya..36 Hal ini karena pasien mendapatkan rencana kemoterapi terlebih awal supaya karsinomanya tidak metatasis.
Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa porposi penderita karsinoma
nasofaring dengan stadium karsinoma adalah stadium 3 sebanyak 44 orang (62,9%)
dan diikuti dengan stadium 4 sebanyak 19 orang (27,1%).Menurut Ibrahim
penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan.(2008)
stadium terbanyak adalah III (58,4%), diikuti stadium IV (40,6%), stadium II (1%)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai profil
karsinoma nasofaring di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2015 dengan 70
sampel dapat disimpulkan dibawah ini :
1. Angka kejadian karsinoma nasofaring dengan frekuensi tertinggi adalah usia
46-60 sebanyak 28 pasien (40,0%), dengan jenis kelamin terbanyak pada
laki-laki sebanyak 49 orang (70,0%) dan tingkat pendidikan SLTA dan SLTP
sebanyak sebanyak 49 orang (70,0%).
2. Angka kejadian karsinoma nasofaring dengan frekuensi tertinggi berdasarkan
stadium karsinom, adalah stadium 3 sebanyak 44 orang (62,9%).
3. Angka kejadian frekuensi tertinggi keluhan utama pada penderita karsinoma
nasofaring adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%).
4. Angka kejadian karsinoma nasofaring dengan frekuensi tertinggi histopatologi
adalah karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan jumlah 54 orang (77,1%)
5. Angka kejadian karsinoma nasofaring umumya mendapat terapi kemoterapi
6.2 Saran
Dari pengamatan selama melakukan penelitian ini, terdapat beberapa saran
yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini.
Diantaranya :
1. Diharapkan pula kepada penderita karsinoma nasofaring untuk melakukan
pemeriksaan dirinya lebih dini sebelum terjadi keganasan yang lebih berat
2. Perlu dilakukan penyuluhan atau program untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai karsinoma nasofaring untuk memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai karsinoma nasofaring.
3. Diharapkan agar data-data di rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan dapat
dilengkapi dengan data yang sebanyak mungkin agar tidak timbul masalah di saat
pengambilan data yang disebabkan oleh rekam medis yang tidak lengkap.
4. Berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Anatomi Nasofaring
Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di
depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam
cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba auditorius (Eustachius) membuka
ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi.3
Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak yang merupakan tempat keluar
masuk saraf-saraf otak serta pembuluh darah dari atau ke dalam otak sedang dasar
nasofaring dibentuk oleh permukaan superior palatum molle. Dinding depan dibentuk
oleh choanae dan tepi belakang septum nasi sedangkan bagian belakang nasofaring
berbatasan dengan ruang retro-faring, fasia prevertebralis dan otot-otot dinding faring.
Pada dinding lateral nasofaring terdiri dari orifisium muara tuba eustachius di mana
orifisium ini biasanya berbentuk seperti segitigaa dan dibatasi superior dan posterior
oleh tobus tubarius, ke arah superior terdapat fossa Rosenmulleri. Pada atap
nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang disebabkan oleh jaringan lunak
submukosa, di mana pada usia muda mukosa dinding posterior superior nasofaring
umumnya tidak rata. Hal ini dapat disebabkan karena adanya jaringan adenoid, atau
Gambar 2.1.1 Anatomi Nasofaring
Sumber : Atlas of Human Anatomy, 6th Edition,Frank Netter.
2.1.2. Definisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang
menutupi permukaan nasofaring.Penyebab utama adalah virus Epstein-Barr.Biasanya
tumor ganas ini tumbuh dari fossa Rossenmuller dan dapat meluas ke hidung,
tenggorok, serta dasar tengkorok. Gejala utama biasanya terjadi pada leher, hidung,
dan telinga.6
Karsinoma nasofaring pertama dilaporkan oleh Regand dan Schmincke pada
tahun 1921.Karsinoma ini terkenal sebagai tumor yang berpotensi tinggi untuk
metastase regional maupun jauh.2
2.1.3. Etiologi
Penyebab pasti Karsinoma nasofaring sampai saat ini masih belum diketahui,
namun beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik diyakini sebagai penyebab.13
Epstein-Barr merupakan penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut
kelainan dalam jangka waktu yang lama.17 Faktor ekstrintik adalah :
a. Virus Epstein-Barr
b. Karsinogen Lingkungan
Faktor ekstrintik adalah:
a. Genetik
b. Lingkungan c. Jenis Kelamin
2.1.4. Epidemiologi
Insiden Karsinoma nasofaring yang palng tinggi adalah pada ras Mongoloid di
Asia dan China Selatan, dengan frekuensi 100 kali dibanding frekuensi Karsinoma
nasofaring pada ras Kaukasia. Prevalensi Karsinoma nasofaring pada populasi Jepang
dan Indian dilaporkan sangat rendah. Sedangkan prevalensi yang sedang, dijumpai di
Malaysia, Singapura, Israel, Alaska, dan pada penduduk emigran China selatan di
Amerika Serikat. Prevalensi Karsinoma nasofaring di Provinsi Guangdon China
Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.
Penderita Karsinoma nasofaring dijumpai 32% dari seluruh penderita kanker
dan merupakan jenis kanker yang paling banyak di kota Guangzhu. Di beberapa
tempat lain, penderita Karsinoma nasofaring dijumpai tidak begitu banyak, seperti di
Jordania dimana Karsinoma nasofaring hanya ditemukan 1% dari seluruh keganasan,
dan di Karachi hanya 0,3% dari seluruh tumor ganas.
Sebagai besar penderita Karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan
umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penilitian di Taipe, menjumpai umur rata-rata
umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun.
Sebesar 2% dari kasus Karsinoma nasofaring adalah penderita anak dan di
Guangzhou ditemui 1% Karsinoma nasofaring berumur di bawah 14 tahun. Pada
penelitian yang dilakukan di Medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma
nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun (29,1%). Umur penderita yang paling muda
adalah 21 tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur pemderita pada
penelitian ini adalah 48,8 tahun.
Ditemukan kecendurangan penderita Karsinoma nasofaring laki-laki lebih banyak
dari perempuan. Dari beberapa penelitian dijumpai perbandingan penderita laki-laki
dan perenpuan adalah 4:1. Namun ada penelitian yang menemukan perbandingan
laki-laki dan perempuan hanya 2:1.
2.1.5. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah apa saja yang mempengaruhi kesempatan seseorang
terkena penyakit seperti kanker. Kanker yang berbeda memiliki faktor risiko yang
berbeda . Beberapa faktor risiko, seperti merokok, dapat berubah. Lain, seperti
riwayat usia atau keluarga seseorang, tidak dapat diubah. Memiliki faktor risiko, atau
bahkan beberapa faktor risiko, tidak berarti bahwa Anda akan mendapatkan penyakit
ini. Dan banyak orang yang mendapatkan penyakit ini mungkin memiliki sedikit atau
tidak ada faktor risiko yang diketahui.
Menurut American Cancer Society faktor risiko yang membuat seseorang lebih
mungkin untuk mengembangkan kanker nasofaring ( KNF ). Ini termasuk :
1. Jenis kelamin
2. Faktor lingkungan
4. Infeksi virus Epstein-barr
5. Faktor genetik
6. Riwayat keluarga
1. Jenis Kelamin
Menurut Susworo pria merupakan urutan pertama daripada seluruh
keganasan manakala wanita merupakan urutan ke-4 dari seluruh keganasan.
Hormon testosteron yang dominan pada laki-laki dicurigai mengakibatkan
penurunan respon imun dn surviellance tumor sehingga laki-laki lebih rentan
terhadap infeksi Virus Epstein- Barr dan kanker.8 Menurut American Cancer Society, Karsinoma nasofaring ditemukan dengan ratio 2:1 daripada wanita.15
2. Faktor Lingkungan
Karsinoma nasofaring paling sering di Cina selatan (termasuk Hong
Kong), Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Hal ini juga cukup umum
di Northwest Kanada dan Greenland. Orang Cina selatan memiliki risiko lebih
rendah dari Karsinoma nasofaring jika mereka pindah ke daerah lain yang
memiliki lebih rendah tingkat karsinoma nasofaring (seperti Amerika Serikat
atau Jepang), tetapi risiko mereka masih lebih tinggi daripada orang-orang yang
asli daerah dengan risiko yang lebih rendah. Mahupun, risiko mereka
tampaknya turun. Risiko juga turun di generasi baru. Meskipun kulit putih yang
lahir di Amerika Serikat memiliki risiko rendah Karsinoma nasofaring, kulit
putih yang lahir di Cina memiliki risiko lebih tinggi. Di Amerika Serikat,
Karsinoma nasofaring adalah yang paling umum di Kepulauan Asia dan Pasifik
(Cina Amerika), diikuti oleh penduduk asli India dan Alaska Amerika, Afrika
3. Karsinogen Lingkungan
Orang yang tinggal di bagian Asia , Afrika utara , dan wilayah Kutub Utara
di mana Karsinoma nasofaring adalah umum, biasanya makan diet yang sangat
tinggi pada ikan asin dan daging. Kadar kanker menurun di tenggara Cina
sebagai orang-orang mulai makan makanan yang lebih Westernized. Di
Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet tinggi buah-buahan
dan sayuran dapat menurunkan risiko Karsinoma Nasofaring. Makanan yang
mengandungi nitrosamine yang dikonsumsi di masa kecil, mempunyai risiko
untuk terjadinya KNF pada usia dewasa. Nitrosamine merupakan mediator yang
dapat mengatifkan VEB. Bahan kimia ini merupakan pro-karsinogen serta
promotor aktivasi VEB, yang ditemukan dalam kadar tinggi pada ikan asin.
Pro-karsinogen merupakan karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis
agar menjadi karsinogen aktif, sehingga dapat menimbulkan perubahan DNA,
RNA atau protein sel tubuh.12
4. Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr adalah herpes virus umum yang merupakan penyebab
infeksi mono nukleosis akut dan salah satu faktor etiologi pada karsinoma
nasofring, karsinoma gaster serta limfoma Burkitt.VEB termasuk famili
virus herpes dan subfamili gammaherpesviridae. Genom DNA VEB adalah
double-stranded, mengandung 173 kbp dan memiliki kandungan
dan selaput pembungku. Inti dikelilingi oleh kapsul yang disebut kapsomer
yang di dalamnya terdapat DNA. Inti dan kapsul dikelilingi selaput
pembungkus glikoprotein yang disebut envelope.12
Hubungan antara infeksi EBV dan NPC kompleks dan belum
sepenuhnya dipahami infeksi EBV saja tidak cukup untuk menyebabkan
NPC, karena infeksi virus ini sangat umum dan kanker ini jarang terjadi.
Faktor-faktor lain, seperti gen seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana
penawaran tubuh dengan EBV, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
bagaimana EBV kontribusi untuk pengembangan NPC .19
Pada infeksi laten, Veb banyak dijumpai di saliva, sehingga
penularannya terutama secara horizontal melalui saliva atau percikan air
ludah. Penularan dapat terjadi pada kontak oral atau melaui saliva yang
tertinggal pada peralatan makanan. VEB menginfeksi epitel nasofaring dan
limfosit B melalui reseptor CR2 (complement receptor type 2) atau molekul
CD21 (clusters of differentiation antigen 21) yang dapat berkaitan dengan
VEB.
5. Faktor Genetik
Kerentanan genetik sebagai faktor predisposisi KNF didasarkan atas fakta
banyaknya penderita dari bangsa atau ras China. Selain itu KNF juga banyak
dijumpai pada ras mongoloid, termasuk bangsa-bangsa di Asia terutama Asia
Tenggara yang masih tergolong rumpun Melayu. Insiden KNF di China maupun
negara di Asia Tenggara lebih besar 10-50 kali dibandingkan negara lainnya.
Adanya riwayat tumor ganas dalam keluarga merupakan salah satu faktor risiko
keluarga yang menderita keganasan nasofaring atau organ lain, dan 5%
diantaranya sama-sama menderita KNF dalam keluarganya.8
Gen seseorang dapat mempengaruhi risiko mereka untuk NPC. Misalnya,
seperti orang yang berbeda jenis darah, mereka juga memiliki jenis jaringan
yang berbeda. Studi telah menemukan bahwa orang dengan tertentu jenis
jaringan mewarisi memiliki peningkatan risiko mengembangkan NPC . jenis
jaringan mempengaruhi kekebalan tubuh tanggapan, jadi ini mungkin terkait
dengan bagaimana tubuh seseorang bereaksi terhadap infeksi EBV.14.
6. Riwayat Keluarga
Anggota keluarga penderita NPC lebih mungkin untuk mendapatkan
kanker ini. Hal ini tidak diketahui apakah ini adalah karena gen yang
diwariskan, faktor lingkungan bersama (seperti diet yang sama atau pola hidup),
atau beberapa kombinasi dari ini.
2.1.6. Histopatologi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma) Pada tipe ini
dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa
jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe
ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk
oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak
terlihat dengan jelas. Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi
mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis
dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.
4.
2.1.7. Patogenesis
KNF terjadi akibat perubahan genetik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
baik virus maupun faktor kimiawi. Keterlibatan faktor kerentanan genetik dan delesi
pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap awal perkembangan kanker. Hal ini
menunjukkan bahwa perubahan genetik dapat dirangsang oleh karsinogen kimia di
lingkungan yang menyebabkan transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat
rendah, seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya menunjukkan bahwa infeksi laten
virus EB berperan dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke tingkat tinggi yaitu
NPIN III. Infeksi laten virus EB juga berperan penting dalam proses seleksi klonal dan
perkembangan lebih lanjut.
Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel displastik dari lesi pra-kanker tingkat
tinggi (NPIN III) berperan dalam menghambat proses apoptosis. Kemudian faktor
lingkungan, perubahan genetik seperti aktivasi telomerase, inaktivasi gen p16/p15,
delesi kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam tahap awal perkembangan KNF.
Peran LOH (Loss of Heterozygosity) pada kromosom 14q dan overekspresi dari
itu, mutasi gen p53 dan perubahan genetik lainnya juga berperan dalam proses
metastasis.5
Gambaran 2.1.7 Patogenesis Karsinoma Nasofaring.
2.1.8. Gejala Klinis
Gejala awal KNF sering minimal dan tidak khas. Disamping itu gejala awal
sangat tergantung pada lokasi tumor di nasofaring, sehingga sering terjadi
mis-interpretasi. Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan gejala
klinik yang paling sering pada KNF. Gejal in lebih sering unilateral pada sisi yang
sama dengan tumor dan biasanya tidak nyeri. Gejala ini sering diragukan dengan
Menurut Rahman dan Subroto, gejala yang sering muncul dapat dikelompokkan
menjadi empat kategori yaitu :
1. Gejala Telinga
2. Gejala Hidung
3. Gejala Neurologi/Saraf
4. Benjolan yang tidak nyeri di leher
Gejala Telinga
Gejala yang paling sering adalah berkurangnya pendengaran pada satu telinga.
Hal ini disebabkan penyumbatan tuba Eustachius oleh massa tumor dan sering
berlanjut menjadi otitis media serosa. Tumor dapat menginfiltrasi otot tuba Eustachius
sehingga menimbulkan gangguan mekanisme pembukaan tuba. Otitis media serosa
relatif jarang terjadi pada orang tua, sehingga bila dijumpai gejala tersebutdicurigai
suatu KNF.12
Gejala Hidung
Gejalanya adalah sumbatan hidung yang progresif,epistaksis, post nasal drip
bercampur darah.9 Gejala epistaksis dan ingus berdarah merupakan gejala pada hidung yang paling sering. Sputum yang berdarah dari mukosa yang ulserasi sering juga
dijumpai terutama pagi hari. Gejala ini merupakan gejala KNF pada tenggorok.
Sumbatan pada hidung biasanya dijumpai pada kasus KNF yang massa tumornya telah
menyumbat koane. Infiltrasi tumor dapat terjadi ke mukosa kavum nasi, dan massa
Gejala Neurologi/ Saraf
Gejala ini berhubungan dengan keterlibatan saraf-saraf kranial. Kejadian
keterlibatan saraf kranial pada KNF sekitar 20%. Apabila tumor meluas ke superior
akan melibatkan saraf III sampai VI, dan apabila perluasan ke lateral dapat melibatkan
saraf kranial IX sampai XII. Saraf kranial yang paling sering terlibat adalah III, V, VI
dan XII.9 Gejala neurologis terdiri daei sakit kepala atau gejala saraf kranial, yang berartitelah terjadi penjalaran lokal dar tumor. Sakit kepala merupakan gejala yang
paling sering terjadi pada gangguan neurologis. Sakit kepala unilateral yang persisten
merupakan gejala yang khas pada KNF. Gejala ini biasanya disebabkan oleh erosi
tulang dasar tenggorak atau iritasi nervus kranial. Saraf kranial VI paling sering
dikenali sehingga mengakibatkan gangguan sensasi pada muka serta diplopia. Gejala
lanjut gangguan saraf ini adalah proptosis. Kombinasi kelainan neurologis yang sering
terjadi adalah N. II sampai N. VI (Jacod’s syndrome) serta kelainan N.IX samai N. XII ( Villaret’s syndrome).12
Benjolan Yang Tidak Nyeri
Benjolan yang tidak nyeri di leher. Lebih dari 50% pasien KNF datang dengan
keluhan benjolan di leher. Pembesaran kelenjer getah bening ini biasanya pada bagian
atas leher, sesuai dengan lokasi tumor (ipsilateral), namun tidak jarang bilateral. Gejala
lain. dapat berupa gejala umum adanya keganasan seperti penurunan berat badan dan
anoreksia. Gejala dini KNF sering tidak spesifik dan luput dari perhatian, pasien
sebagian besar datang ketika sudah ada benjolan di leher dan umumnya stadium
lanjut.11
2.1.9 Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma
nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan
1. Anamnesis
Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala
metastasis/leher. Gejala tersebut mencakup hidung tersumbat, epistaksis
ringan, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan neuralgia
trigeminal (saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Nasofaringskopi
Tumor pada nasofaring juga dapat dilihat dengan mempergunakan
nasofaringskopi. Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut
bervariasi yaitu sudut 0, 30 dan 70 derajat dan forsep atau cunam biopsi yang
membuka ke kanan atau ke kiri. Nasofaringskopi dapat dilakukan dengan cara:
Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung.2 Transoral, teleskop
dimasukkan melalui rongga mulut.
- Rinoskopi Posterior:
Alat sederhana dan murah terdiri dari lampu kepala, kaca laring
(menghindari “kabut nafas” pada kaca laring), anastesi lokal (spray) dan tang.
Prosedur dan tekniknya sederhana, dapat dikerjakan oleh doktor umum.
Dalam posisi duduk, pasien disuruh membuka mulut, lidah ditekan dan
kemudian dengan mempergunakan kaca laring dan lampu kepala keadaan
nasofaring diamati. Apabila pada nasofaring terlihat massa tumor, maka
daerah nasofaring disemprot dengan cairan anastesi dan lakukan biopsi(blind
biopsi). Metode ini disebut cara tidak langsung dengan biopsi buta. Pada
biopsi buta risiko negatif palsu ada karena biopsi tidak kena sasaran atau tidak
Pemeriksaan Nasoendoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi akan memberikan informasi tentang
keterlibatan mukosa dan perluasan tumor serta membantu saat biopsi. Namun
pemeriksaan endoskopi tidak dapat menetukan peluasan tumor ke arah dalam
dan keterlibatan dasar tengkorak. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan
dengan anestesi lokal baik dengan endoskop kaku atau serat optik (flexible).
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiologik
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI lebih baik dibandingkan CT Scan dalam memperlihatkan baik
bagian superfisial maupun dalam jaringan lunak nasofaring, serta
membedakan antara massa tumor dengan jaringan normal. MRI dapat
memperlihatkan infiltrasi tumor ke otot-otot dan sinus cavernosus.
Pemeriksaan ini juga penting dalam menentukan adanya perluasan ke
parafaring dan pembesaran kelenjar getah bening. Namun, MRI mempunyai
keterbatasan dalam menilai perluasan yang melibatkan tulang.
2. Computed Tomography (CT-Scan)
CT scan penting untuk mengevaluasi adanya erosi tulang oleh tumor,
disamping juga dapat menilai perluasan tumor ke parafaring, perluasan
perineural melalui foramen ovale.
2.1.10. Diagnosis Banding
a. Kelainan Hiperplastik Nasofaring
Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada
dalam proses atrofi itu terjadi infeksi serius yang menimbulkan
nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu.
b. TB Nasofaring
Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau
benjol granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan
mengenai seluruh nasofaring.
c. TB kelenjar limfe leher
Lebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat
melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat
nyeri tekan atau undulasi.
2.1.11. Stadium
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002)
dikutip dari buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan
leher Roezin.
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
Stadium IIB T1 N2 M0
T2a N1 M0
T2b N0, N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IVb semua T N3 M0
Stadium IVc semua T semua N M1
T : Tumor
T0 : Tidak tampak tumor.
T1 : Tumor terbatas di nasofaring.
T2: Tumor meluas kejaringan lunak.
T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah
postero-lateral melebihi fasia faring-basiler.
T2b: Disertai perluasan ke parafaring.
T3 : Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.
T4: Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf
cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.
N : Pembesaran Kelenjar Getah Bening
NX : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.
N0 : Tidak ada pembesaran.
N2 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular.
N3 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar, atau terletak dalam fossa supraclavikular.
N3a : Ukuran lebih dari 6 cm.
N3b : Di dalam fossa supraclavicular.
Catatan : kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar
ipsilateral.
M : Metastasis.
MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai.
M0 : Tidak ada metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
2.1.12. Penatalaksanaan
Menurut American Cancer Society terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi,
kombinasi keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan
gejala.
1. Stadium I : Radioterapi.
2. Stadium II&III : Kemoradiasi
3. Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi.
4. Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
Radioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi
atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat
pertumbuhan sel kanker. Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi external
menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan radiasi
kepada kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang
dimasukkan melalui jarum, radioaktive seeds, wires atau kateter yang
ditempatkan secara langsung kedalam atau di dekat kanker. Cara
pemberian terapi radiasi tergantung pada tipe dan satdium kanker yang
diobati.
Sumber radiasi menggunakan radiasi Co-60, radiasi energi tinggi atau
radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar
isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi
stereotaktik.
b. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap
periode diikuti dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan
kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya
berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan
bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut
bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.
Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati
karsinoma nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai
bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat lain,
5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat
lain boleh juga berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar.
Obat-obat ini termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate,
pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan. Tetapi
berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini
adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Kombinasi
kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari
sebelum diberikan radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan
hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma
nasofaring.
c. Terapi bedah
Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali
setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah
hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta
tidak adanya ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma
nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa
grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll).
d. Terapi paliatif
Terapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban
penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang
tidak dapat disembuhakn lagi.
Tujuan terapi paliatif adalah :
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
- Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya
- Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita
- Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita
atas kematian penderita.
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan
radiasi.Mulut rasa kering disebabkan oleh kelenjar liur mayor maupun
minor sewaktu penyinaran. Tidak dapat banyak dilakukan selain
menasihatkan penderita untuk makan dengan banyak kuah, membawa
minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan
yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya liur .
2.1.13. Pencegahan
1. Mengurangi konsumsi ikan asin ternyata dapat menurunkan insidens secara
nyata.
2. Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.
3. Makan makanan yang bernutrisi dan mengurangi serta mengontrol stres.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah kepala dan leher
yang selalu berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain
bersama dengan kanker serviks , kanker payudara, tumor ganas getah bening dan
kanker kulit. Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia
dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Akan tetapi angka insiden cukup tinggi
di sebagian di Eropa dan dipercaya faktor genetik dan lingkungan pencetus karsinoma
nasofaring.1
Karsinoma ini juga sering tidak menimbulkan gejala hingga akhirnya terlambat
didiagnosa. Lesi yang lebih lanjut dapat menyebar hingga mengenai beberapa saraf
kranial dan menimbulkan gejala-gejala neurologis.2
Karsinoma nasofaring (KNF) terutama tumor dari orang dewasa dengan
kejadian puncak antara 40 dan 60 tahun , meskipun tumor dapat terjadi pada
anak-anak .Terutama , anak-anak Afrika lebih sering terkena daripada anak-anak Cina.
Ada sekitar 65.000 kasus baru setiap tahun , dan sekitar 38.000 kematian.3
Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganas
daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar 60%.
Berdasarkan data kunjungan pasien di poliklinik Onkologi THT FKUI/RSCM, yang
biopsinya diperiksa di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM, dari tanggal 1
Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009 tercatat 11 kasus KNF pada pasien
yang berusia 18 tahun ke bawah, yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Usia
pasien termuda adalah 12 tahun.4
merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga kekerapannya
cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,
Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Prevalensi KNF di Provinsi Guangdong China
Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.6
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring,
sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di
Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska,
diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam
musim dingin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamin.5
Sebagian besar penderita KNF berumur di atas 20 tahun, dengan umur paling
banyak antara 50-70 tahun. Insidensinya meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak
ada lagi peningkatan setelah umur 60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan
kecenderungan penderita KNF lebih banyak pada laki-laki. Dari beberapa penelitian,
ditemukan perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1.7
Gejala yang timbul pada KNF biasanya berhubungan dengan letak tumor,
penyebaran, dan stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah yang sulit dilihat
dari luar, gejala dini sering tidak dikenali sehingga penderita kebanyakan datang pada
stadium lanjut. Kadang-kadang penderita datang dengan gejala KNF stadium dini,
tetapi gejala yang dikeluhkan sangat umum seperti flu, rinitis atau sinusitis sehingga
tidak terpikir oleh pemeriksa. Hal ini sangat disayangkan, karena kesalahan ini akan
sangat merugikan. Oleh karena itu harus dilakukan berbagai upaya agar dapat
menemukan penderita KNF sedini mungkin agar prognosis lebih baik.8
Melihat peningkatan kasus karsinoma nasofaring di Indonesia, serta gejala dini
yang seringkali tidak dikenali yang menyebabkan penderita kebanyakan datang pada
stadium lanjut, mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai profil
Haji Adam Malik pada tahun 2015.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari
penelitian ini adalah :
“Bagaimanakah profil penderita Karsinoma Nasofaring di Departmen SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Januari - Desember 2015?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui profil penderita Karsinoma Nasofaring di Departmen SMF
THT-KL Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada periode Januari
hingga Desember 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan
sosiodemografi yaitu usia, pendidikan dan jenis kelamin.
b. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan stadium
penderita.
c. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan
utama penderita.
d. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan tipe
e. Mengetahui distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis
terapi penderita.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Manfaat bagi masyarakat, meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan
bagi masyarakat untuk mengenai karsinoma nasofaring.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk mengetahui profil kasinoma
nasofaring di Rumah Sakit Hajin Adam Malik Medan
3. Manfaat bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan
penelitian peneliti tentang cara pembuatan karya tulis ilmiah yang baik dan
Latar Belakang : Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah
kepala dan leher yang selalu berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks , kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit. Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Akan tetapi angka insiden cukup tinggi di sebagian di Eropa dan dipercaya faktor genetik dan lingkungan pencetus karsinoma nasofaring.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana pengumpulan
data dilakukan satu kali secara total sampling berdasarkan pengamatan rekam medis pasien karsinoma nasofaring di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2015.
Hasil : Hasil penelitian yang diperoleh adalah penderita karsinoma nasofaring
yang paling sering ditemukan adalah dari kelompok usia 46-60 sebanyak 28 pasien (40,0%). Jenis kelamin yang paling banyak menderita karsinoma nasofaring adalah laki-laki sebanyak 49 orang (70,0%). Frekuensi penderita karsinoma nasofaring tinggi terdapat pada berpendidikan lain-lain sebanyak 49 orang (70,0%). Frekuensi keluhan utama tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah benjolan di leher sebanyak 45 orang (64,3%) diikuti dengan sakit kepala sebanyak 12 orang (17,1%). Tipe histopatologi yang tertinggi pada penderita karsinoma nasofaring adalah histopatologi karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan jumlah 54 orang (77,1%). Berdasarkan jenis terapi, penderita karsinoma nasofaring paling banyak mendapatkan terapi kemoterapi sebanyak 52 orang (74,3%). Stadium karsinoma pada penderita karsinoma nasofaring kebanyakan dijumpai pada stadium III sebanyak 44 orang (62,9%).
Kesimpulan : Dari hasil penelitian menunjukan bahawa pasien yang datang pada
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik yang sering mengalami karsinoma nasofaring dari kelompok usia 46-60 tahun dengan jenis kelamin laki-laki,berpendidikan SLTA dan SLTP,keluhan utama benjolan dileher, tipe histopatologi karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi dengan stadium 3 diberikan terapi kemoterapi.
Background : Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignancy in the head and neck are always in the position of the top five malignancies among other body parts along with cervical cancer, breast cancer, malignant tumors of the lymph and skin cancer. The incidence of nasopharyngeal carcinoma was highest in Asia and is rarely found in the United States and Europe. But the incidence rate is quite high in most of Europe and is believed to genetic and environmental factors originator of nasopharyngeal carcinoma.
Methode : This research is descriptive, where data collection is done one time in total sampling design is based on the observation of medical records of patients with nasopharyngeal carcinoma in Haji Adam Malik General Centre Hospital, Medan in the year of 2015.
Results : The results obtained are patients with nasopharyngeal carcinoma is the most common of the 46-60 age group 28 patients (40.0%). Gender that suffered most nasopharyngeal carcinoma is the man as much as 49 people (70.0%). Nasopharyngeal carcinoma patients with high frequency contained in the other educated as much as 49 people (70.0%). The main complaint highest frequency of nasopharyngeal carcinoma patients is a lump in the neck as many as 45 people (64.3%) followed by a bunch of headaches as many as 12 people (17.1%). Histopathological types were highest in patients with nasopharyngeal carcinoma, squamous cell carcinoma is histopathology keratinizing with a total of 54 people (77.1%). Based on the type of therapy, most patients with nasopharyngeal carcinoma getting chemotherapy as many as 52 people (74.3%). Stadium carcinoma in patients with nasopharyngeal carcinoma stage III were mostly found in as many as 44 people (62.9%).
Conclusion :From the results of research show that patients who came to the General Hospital Haji Adam Malik, who often suffer from nasopharyngeal carcinoma of the age group 46-60 years with male gender, and junior high school education, the main complaint bump the neck,carcinoma, squamous cell carcinoma is histopathology keratinizing with stage 3 are given chemotherapy.
SKRIPSI
PROFIL KARSINOMA NASOFARING DI SMF THT-KL
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE JANUARI - DESEMBER 2015
Oleh :
MAHESHVAR A/L GANGARDORAI 130100346
7
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE JANUARI - DESEMBER 2015
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
MAHESHVAR A/L GANGARDORAI 130100346
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA