• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Tahap Industri Menengah Nasional

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Usaha jamur tiram putih sudah banyak dijalankan sehingga penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih sudah banyak dilakukan baik dari segi budidaya maupun ekonominya. Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan sistem tataniaga dari berbagai tanaman hortikultura dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer’s share dan struktur pasar. Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai tanaman hortikultura.

Hasniah (2005) melakukan penelitian tentang Analisa Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur (kasus Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Pola pemasaran terdiri dari tiga

xxxv buah saluran tataniaga. Saluran tataniaga I (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang grosir – Pedagang Pengecer – Konsumen), saluran tataniaga II (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer – Konsumen), saluran tataniaga III (Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen). Struktur pasar yang dihadapi petani pepaya sayur di Desa Sukamaju cenderung bersifat pasar persaingan sempurna. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Sukamaju adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir adalah oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna dimana harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu, pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar.

Sakinah (2006), yaitu Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Damar Mata Kucing, di Desa Pahmungan terdapat tiga saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga 1 (Petani – Penghadang – Pedagang Pengumpul Desa – Bandar – Eksportir), saluran tataniaga II (Petani – Pengumpul Desa – Bandar – Eksportir), dan saluran tataniaga III (Petani – Bandar – Eksportir).

Perilaku pasar yang diamati dari praktek penjualan dan pembelian oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar, sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III menjadi alternatif yang efisien yang dapat meningkatkan farmer’s share karena memiliki marjin yang terkecil yaitu Rp. 8.500/kg (56,67 persen). Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga III sebesar 43,33 persen. Rasio keuntungan tertinggi di saluran III sebesar 2,32.

Vinifera (2006) menyatakan dalam Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor di Desa Ngagel, Kabupaten Pati, Jawa Tengah terdapat tiga saluran pemasaran. Saluran tataniaga I (Petani – Pedagang Pengumpul I – Bandar – Pedagang Pengecer – Konsumen), saluran tataniaga II (Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Bandar – Pedagang Pengecer – Konsumen), dan saluran tataniaga III (Petani – Pedagang Pengumpul II – Bandar – Pedagang Pengecer – Konsumen).

xxxvi Saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga kelapa koyor terpanjang dan paling banyak digunakan oleh petani yaitu 11 orang petani (36,67 persen) dari total responden petani. Alasan petani menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul 1 di tingkat desa karena petani tidak perlu melakukan kegiatan panen dan perbedaan keuntungan tidak terlalu besar. Sama halnya dengan saluran tataniaga III, petani melakukan penjualan ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan sebanyak 36,67 persen dari total responden petani. Struktur pasar yang dihadapi petani kelapa kopyor di Desa Ngagel cenderung mengarah ke pasar persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari jumlah petani responden sebanyak 30 orang dengan jumlah pedagang sebanyak 11 orang yang terlibat sebagai lembaga tataniaga.

Perilaku pasar, penjualan dan pembelian antar lembaga tataniaga terjalin kerjasama cukup baik. Penentuan harga antara petani dengan pengumpul I dan pengumpul II berdasarkan tawar menawar dan penentuan sepihak dari pedagang sedangkan petani sebagai price taker. Harga yang terbentuk berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan sistem pembayaran dilakukan secara tunai, sistem panjer, dan sistem pembayaran kemudian.

Simamora (2007), meneliti tentang Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa saluran tataniaga pisang yang terjadi terdapat empat saluran tataniaga yaitu; saluran I (Petani - PPD - Grosir I – Pedagang Pengecer - Konsumen), saluran II (Petani – PPD – Grosir II – Pedagang Pengecer - Konsumen), saluran III (Petani – PPD – Grosir I – Grosir II- Pedagang Pengecer- Konsumen), saluran IV (Petani – Konsumen lokal). Struktur pasar pada petani, PPD dan pedagang pengecer adalah oligopsoni, sedangkan untuk grosir I dan pedagang grosir II adalah Oligopoli. Dalam penentuan harga antara petani dan pedagang sebagian dilakukan tawar-menawar dan sebagian lagi langsung ditentukan oleh pedagang terhadap petani karena ada ikatan hutang piutang. Berdasarkan nilai marjin pemasarannya maka jalur III adalah saluran yang mempunyai nilai marjin paling besar yaitu Rp 660 (66,36 persen) dan marjin paling kecil terdapat pada jalur I yaitu sebesar Rp 607.78 (64,50 persen) dan rasio keuntungan yang didapatkan pada jalur I merupakan yang paling besar yaitu Rp

xxxvii 3.39 dan berada pada tingkat pengecer. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran maka jalur I dikatakan lebih efisien dari jalur II dan III. Sedangkan keuntungan terbesar terjadi pada jalur pemasaran I sebesar Rp 422,79 atau 44,87 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pada jalur pemasaran II sebesar Rp 374,91 atau 38,02 persen, dan pada jalur pemasaran III sebesar Rp 293,60 atau sebesar 26,52 persen dari harga jual pengecer.

Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga I terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga II terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga III terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga ke IV terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran V terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang pengecer I. Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani kepada pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV. Sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Analisis keterpaduan tidak bisa dilakukan karena struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga cabai merah ini adalah tidak bersaing sempurna. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien.

Dokumen terkait