• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

HASIL Pengaruh Media Kultur

Persentase transformasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi tunas putatif (ETP) K. alvarezii menggunakan media kokultivasi (K) dan pemulihan (P) berbeda disajikan pada Gambar 9 dan Lampiran 3. PT tertinggi (P<0,05) diperoleh pada perlakuan media kokultivasi (K) cair dan pemulihan (P) cair (KP cair-cair: 88,89±5,5%), diikuti oleh perlakuan KP padat-cair (77,78±7,5%), dan terendah adalah KP padat-padat (60,00±45,1%). Begitu juga KP padat-cair (77,78±7,5%) lebih tinggi daripada yang menggunakan KP padat-padat (60,00±45,1%).

ER perlakuan KP cair-cair (75,55±12,6%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada perlakuan KP padat-cair (65,56±11,3%) dan perlakuan KP padat-padat (26,67±21,2%). ETP perlakuan KP cair-cair (84,78±11,5%) sama dengan KP padat-cair (84,0±5,3%), dan KP padat-padat (29,56±22,3%), tetapi keduanya lebih tinggi (P<0.05) daripada ETP perlakuan KP padat-padat (Gambar 9).

Gambar 9. Persentase transformasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi tunas putatif (ETP) pada media kokultivasi dan pemulihan (KP) berbeda. Cair-cair (media kokultivasi cair dan pemulihan cair), padat-cair (media kokultivasi padat dan pemulihan cair dan padat- padat (media kokultivasi padat dan pemulihan padat).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Cair-cair Padat-cair Padat-padat

Per sen Media Kokultivasi-Pemulihan (KP) PT ER ETP

Gambar 10. Penampilan visual eksplan pada media kokultivasi-pemulihan (KP) cair-cair (A, B, C), padat-cair (D, E, F), padat-padat (G,H, I). Tahap kokultivasi = A, D, G; tahap pemulihan = B, E,H; tahap seleksi = C, F dan I).

Performa eksplan secara visual di media cair pada tahap kokultivasi (Gambar 10A), pemulihan (Gambar 10B dan 10E) dan seleksi higromisin (Gambar 10C dan 10F) agak sulit diamati secara detail jika dibandingkan dengan di media padat tahap kokultivasi (Gambar 10D dan 10G), pemulihan (10H) dan seleksi (3I) karena eksplan tidak tampak secara keseluruhan pada media cair. Penghitungan jumlah eksplan yang hidup dilakukan setelah lama pemeliharaan 14 hari pada media seleksi (Gambar 10C, 10F dan 10I). Eksplan yang hidup terlihat berwarna coklat (tidak mengalami perubahan warna) dengan struktur talus yang keras (Gambar 10A-10G), sedangkan yang mati berwarna hijau dengan struktur talus yang lunak (Gambar 10H dan 10I). Jumlah eksplan yang lolos higromisin (hidup setelah di media seleksi) pada media KP cair-cair (88,89%) lebih besar daripada media KP padat-cair (77,78%) dan KP padat-padat (60%).

Pengaruh Lama Waktu Pemulihan

Setelah kokultivasi selama empat hari dibutuhkan waktu pemulihan sebelum eksplan diseleksi menggunakan antibiotik higromisin. Masa pemulihan ini berfungsi untuk mengembalikan eksplan kekondisi normal secara berangsur setelah diinokulasi dan dikokultivasi di ruang gelap.

Persentase transformasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi tunas putatif (ETP) K. alvarezii dengan lama waktu pemulihan (LP) berbeda disajikan pada Gambar 11. PT dan ER perlakuan 10 dan 20 hari adalah sama (P>0.01), tetapi lebih tinggi dari perlakuan 30 hari (P<0,05). PT pada perlakuan LP 10 hari,

20 hari dan 30 hari masing-masing adalah 85,56±8,1%, 88,89±6,9%, 52,22±39,5%. ER pada perlakuan 10, 20 dan 30 hari berturut-turut adalah 65,56±23,5%, 62,22±18,0% dan 40,0±30,4%. Sementara itu, ETP tertinggi (P < 0.05) terdapat pada perlakuan LP 10 hari, diikuti 20 hari dan terendah adalah perlakuan 30 hari. Nilai ETP perlakuan masing-masing adalah 77,0±25,3%, 70,22±19,9% dan 51,11±38,4% (Gambar 11).

Gambar 11. Persentase transformasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi tunas putatif (ETP) pada waktu pemulihan 10, 20 dan 30 hari. Performa eksplan di media cair pada LP 10 hari tidak berbeda dengan perlakuan LP 20 hari dan 30 hari tahap kokultivasi (Gambar 12iA, 12iD dengan 12iG), tahap pemulihan (Gambar 12iB, 12iE dengan 12iH) dan tahap seleksi (Gambar 12iC, 12iF dengan 12iI). Sebaliknya, penampilan visual eksplan di media padat dengan LP 10 hari berbeda dengan LP 20 hari dan 30 hari pada tahap pemulihan (12iiB, 12iiE dengan 12iiH) dan tahap seleksi (12iiC, 12iiF dengan 12iiH), tetapi pada tahap kokultivasi tidak ada perbedaan antara ketiga perlakuan waktu kokultivasi (antara 12iiA, 12iiD dengan 12iiG).

Pengaruh Interaksi Media Kultur dan Lama Waktu Pemulihan

Pengaruh interaksi faktor media kokultivasi dan pemulihan (KP) dengan lama pemulihan (LP) disajikan pada Gambar 13. Interaksi antara jenis media KP dan LP berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap parameter PT, ER, dan ETP. Koefisien korelasi KP dan LP untuk parameter PT sebesar 0,88; ER sebesar 0,99 dan ETP 0,97. Selanjutnya koefisien korelasi antara PT dengan ER nilai sebesar 0,73; PT dengan ETP sebesar 0,72. Koefisien korelasi tertinggi adalah antara ER dan ETP sebesar 0,95.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 10 20 30 Per sen Waktu (hari) PT ER ETP

(i)

(ii)

Gambar 12. Performa eksplan pada media kokultivasi (K) dan pemulihan (P). KP cair-cair (i), dan padat-padat (ii), dengan lama waktu pemulihan 10 hari (A, B, C), 20 hari (D, E, F) dan 30 hari (G,H,I). Gambar A, D, G adalah tahap kokultivasi; B, E, H adalah tahap pemulihan; dan C, F, I adalah tahap seleksi.

Gambar 13. Interaksi antara pengaruh jenis media kokultivasi dan pemulihan (KP), dan lama waktu pemulihan (LP) terhadap persentase transformasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi tunas putatif (ETP). (2 huruh pertama pada sumbu X adalah jenis media KP. Jenis media kokultivasi dan pemulihan (KP): cair-cair (CC), padat-cair (PC), padat-padat (PP); angka setelah 2 huruf pada sumbu X adalah lama waktu pemulihan 10, 20 dan 30 hari.

PT tertinggi didapatkan dengan menggunakan media KP cair-cair/ CC-20 (93,33±5,8%), KP:CC-10 (90±0%), KP padat-padat/ PP-10 (90±5,0%) dan KP: PP-20 (90±5,0%), sedangkan perlakuan terendah adalah KP:PP-30 (0%). Nilai efisiensi regenerasi tertinggi diperoleh menggunakan media KP:CC-10 (90±0%), disusul KP:CC-20 (73,33±7,6%) dan KP padat-cair/ PC-20 (73,33±5,7%), sedangkan yang terendah adalah KP:PP-30 (0%). Efisiensi tunas putatif tertinggi diperoleh menggunakan media KP:CC-10 (100±0%), disusul KP:PC-20 (88,0±1,0%) dan KP:PC-10 (86,67±2,5%), yang terendah adalah KP:PP-30 (0). Berdasarkan hasil interaksi yang diperoleh tersebut, maka yang terbaik adalah media kokultivasi cair dan pemulihan cair dengan lama pemulihan 10 hari (KP:CC-10) dengan nilai PT 90%, ER 90%, dan ETP 100%.

Analisis PCR

Hasil analisis PCR untuk identifikasi rumput laut transgenik disajikan pada Gambar 14. PCR menggunakan primer 35S-F2 dan MmSOD-R2 menghasilkan pita DNA dengan ukuran sebesar 633 bp (Gambar 14A kolom P, T29, T30, T31, T32, T33, T34, T35, T36, T37, T38 dan T39), sedangkan dengan primer MmSOD- F1 dan MmSOD-R2 adalah sebesar 456 bp (Gambar 14B kolom P, T29, T30, T31, T32, T33, T34, T35, T36, T37, T38 dan T39). Pada kontrol non-transgenik (Gambar 14A dan 14B, kolom NT) tidak ada produk PCR. Dengan menggunakan primer aktin, diperoleh produk PCR berukuran sekitar 600 bp (Gambar 14C

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 CC-10 CC-20 CC-30 PC-10 PC20 PC-30 PP-10 PP-20 PP-30 Per sen

Media KP-Waktu Pemulihan

PT ER ETP

kolom NT dan kolom T29, T30, T31, T32, T33, T34, T35, T36, T37, T38 dan T39), tetapi tidak ada produk PCR pada kontrol positif plasmid pGWB5-

MmCU/Zn-SOD (Gambar 14B kolom P). Dengan demikian, eksplan rumput laut pada kolom T29, T30, T31, T32, T33, T34, T35, T36, T37, T38 dan T39 adalah transgenik yang membawa gen penyandi MmCu/Zn-SOD.

Gambar14. Elektroforegram produk PCR dengan DNA genom dari rumput laut

Kappaphycus alvarezii transgenik MmCu/Zn-SOD dan non- transgenik. PCR dilakukan dengan 3 set primer berbeda, yaitu: A. primer 35SF-MmSODR2; B. primer MmSODF-MmSODR2 , dan C. primer aktin kedelai. M= marker 1 kb DNA; NT adalah kontrol negatif non-transgenik rumput laut; P adalah kontrol positif plasmid pGWB5-MmCU/Zn-SOD; T29-T39 adalah rumput laut transgenik. Tabel 2. Jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas, dan tunas positif PCR pada

rumput laut Kappaphycus alvarezii Perlakuan Jumlah Persentase eksplan membawa transgen Jenis Media (KP) Waktu Pemulihan (hari) Eksplan bertunas Tunas CC 10 20 30 27 22 19 33 32 19 100 (5/5) 80 (4/5) 80 (4/5) Total 68 84 86,7 (13/15) PC 10 20 30 20 22 17 22 30 17 80 (4/5) 60 (3/5) 40 (2/5) Total 59 69 60 (9/15) PP 10 20 30 12 12 0 18 31 0 60 (3/5) 100 (5/5) 0 Total 24 49 53,3 (8/15)

CC: media kokultivasi cair, media pemulihan cair; PC: media kokultivasi padat, media pemulihan cair; PP: media kokultivasi padat, media pemulihan padat. Eksplan yang membawa transgen

(MmCu/Zn-SOD) dianalisis menggunakan metode PCR

Jumlah tunas putatif yang diperoleh setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Secara total, tunas yang membawa gen penyandi MmCu/Zn-SOD

sebanyak 75% (30 dari 40 tunas putatif yang diperiksa menggunakan PCR). Jenis media yang menghasilkan eksplan transgenik terbanyak adalah KP:CC yang

menghasilkan 86,67% (13 dari 15 eksplan yang diPCR), disusul KP:PC meng- hasilkan 60%, dan KP:PP menghasilkan 53,33%. Secara umum media KP:CC dan LP 10 hari (KP:CC-10) adalah kombinasi perlakuan yang terbanyak meng- hasilkan eksplan bertunas (27), jumlah tunas (33) dan membawa gen penyandi

MmCu/Zn-SOD (100%).

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki metode introduksi gen pada K. alvarezii yang diperoleh pada riset tahap pertama. Persentase transformasi tertinggi didapatkan pada perlakuan media KP:CC-20 (93,3%). Hasil ini sekitar tiga (3) kali lebih tinggi daripada hasil riset tahap pertama (30,0%). Capaian tersebut juga lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh Fajriah et al. (2015) yang menggunakan media cair (27,4%), dan Handayani et al. (2014) yang mengguna- kan media padat (23,6%). Persentase transformasi menggunakan media padat pada riset tahap kedua (60,0%) juga lebih tinggi daripada hasil Handayani et al.

(2014).

Persentase transformasi rendah pada perlakuan media KP padat-padat (60,0%) diduga karena banyaknya jumlah eksplan yang mati pada tahap pemulihan di media padat sehingga eksplan yang lolos higromisin makin sedikit. Efisiensi regenerasi paling rendah juga terjadi pada perlakuan media KP padat- padat (26,7%), sedangkan yang tertinggi terdapat pada media KP cair-cair (75,6%). Jumlah eksplan sedikit yang hidup di media padat diduga karena ke- mampuan eksplan untuk bertahan hidup dan beregenerasi di media padat lebih sulit dibandingkan di media cair, bahkan pada perlakuan media KP padat-padat dengan LP 30 hari (KP:PP-30) semua eksplan mati. Hal ini diduga disebabkan pada kadar air rendah dan berlangsung dalam waktu yang lama, eksplan tidak mampu mempertahankan struktur selnya.

Efisiensi regenerasi tertinggi terjadi pada perlakuan media KP cair-cair (75,6%). Tingginya efisiensi regenerasi di media KP cair-cair diduga disebabkan karena rumput laut merupakan tanaman yang hidup di perairan sehingga jumlah eksplan yang hidup di media cair baik pada tahap kokultivasi maupun pemulihan lebih baik dibandingkan perlakuan di media padat. Efisiensi regenerasi eksplan di media KP cair-cair juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil Fajriah et al.

(2015) yang menggunakan media cair (27,6%). Hal tersebut diduga karena perbedaan dosis higromisin yang digunakan; pada riset ini digunakan dosis yang lebih rendah (10 mg/mL), sedangkan Fajriah et al. (2015) menggunakan dosis 20 mg/mL. Hal tersebut sejalan dengan yang dilaporkan oleh Sumarni (2008) bahwa dosis higromisin berkorelasi negatif dengan eksplan yang lolos higromisin. Pucuk

Melastoma malabathricum mengalami kematian 89% bila menggunakan anti- biotik higromisin 10 mg/mL, sedangkan pada konsentrasi 25 mg/mL pucuk mengalami kematian 100% (Sumarni 2008).

Efisiensi tunas putatif terendah terjadi pada eksplan di media KP padat- padat (29,6%). Rendahnya efisiensi tunas putatif diduga juga disebabkan banyaknya jumlah eksplan yang mati pada tahap pemulihan di media padat sehingga eksplan yang bertunas juga makin sedikit. Untuk efisiensi tunas putatif tertinggi didapatkan pada perlakuan media KP cair-cair (84,8%), diikuti oleh KP

padat-cair (84,0%). Efisiensi tunas putatif pada perlakuan media cair dan media padat pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan Fajriah et al. (2015) yang menggunakan media cair (27,6%) dan Handayani et al. (2014) yang menggunakan media padat (11,3%). Hal ini diduga karena konsentrasi cefotaksim yang digunakan lebih rendah (100 mg/mL) sehingga regenerasi pada penelitian ini lebih baik dibandingkan Handayani et al. (2014) dan Fajriah et al. (2015) yang menggunakan cefotaksim 200 mg/mL. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Pipatpanukul et al. (2004), bahwa konsentrasi cefotaksim 250 mg/mL dapat menghambat regenerasi kalus padi cv. RD6.

Untuk waktu pemulihan diperoleh data persentase transformasi terendah terjadi pada eksplan yang dikultur dengan masa pemulihan 30 hari (52,22%), dan yang terbaik adalah yang 20 hari (88,89%) dan 10 hari (85,56%). Hal ini disebabkan jumlah eksplan yang lolos higromisin sangat tinggi karena ke- mampuan daya hidupnya yang cukup besar terutama yang dikultur pada media cair, sedangkan yang dikultur di media padat persentase transformasinya ber- korelasi negatif dengan lama waktu pemulihan.

Efisiensi regenerasi perlakuan lama pemulihan 10 hari (65,56%) sama dengan perlakuan lama pemulihan 20 hari (62,22%). Hal ini menandakan bahwa kemampuan eksplan beregenerasi setelah transformasi menggunakan waktu pemulihan 10 hari sama dengan 20 hari. Akan tetapi, kedua nilai ER tersebut lebih tinggi daripada ER dengan lama pemulihan 30 hari (40,0%). Hal ini disebabkan eksplan tidak mampu beregenerasi dengan baik pada LP 30 hari terutama pada media KP padat-padat bahkan eksplan tidak mampu bertahan hidup (keseluruhan- nya mati). ETP perlakuan lama pemulihan 10 hari lebih tinggi daripada lama pemulihan 20 hari dan 30 hari, begitu juga perlakuan lama pemulihan 20 hari lebih tinggi daripada ETP perlakuan lama pemulihan 30 hari. Hal ini didukung oleh Hiei et al. (1997) bahwa faktor yang dapat meningkatkan persentase transformasi, salah satunya adalah kondisi kultur in vitro dan kondisi kokultivasi yaitu media kokultivasi, media pemulihan, media seleksi, waktu kokultivasi dan pemulihan.

Hasil yang diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa waktu pemulihan 10 hari sama baik dengan LP 20 hari yang digunakan untuk pemulihan setelah kokultivasi dibandingkan LP 30 hari terutama yang dikultur di media padat. Sedangkan yang dikultur di media cair tidak memperlihatkan adanya perbedaan jumlah eksplan yang hidup. Masa pemulihan selama 30 hari menyebabkan kelangsungan hidup eksplan menurun dan bahkan seluruh eksplan mengalami kematian terutama yang dipelihara di media padat.

Ditinjau dari interaksi antar jenis media dan waktu pemulihan maka eksplan yang memiliki nilai efisiensi regenerasi dan efisiensi tunas putatif terbaik adalah KP: CC-10 dengan nilai masing-masing 90% dan 100%, sedangkan untuk persentase transformasi terbaik adalah KP:CC-20 (93,33%) dan yang terendah secara keseluruhan adalah KP:PP-30 (0%). Ditelaah dari korelasi antara media dan waktu pemulihan untuk persentase transformai (PT) sebesar 0,88; efisiensi regenerasi (ER) sebesar 0,99 dan efisiensi tunas putatif sebesar (0,97). Oleh karena korelasi antara faktor media KP dan LP di atas 87% menandakan hubungan di antara keduanya sangat erat khususnya pada ER (99%) dan ETP (97%), hal ini berarti bahwa antara faktor KP dan LP korelasinya sangat kuat dalam mempengaruhi ER dan ETP. Adapun korelasi antara parameter efisiensi

regenerasi (ER) dengan ETP lebih erat yaitu 95% dibandingkan dengan persentase transformasi (PT) 73%. Hal ini diduga disebabkan faktor utama yang berpengaruh pada ER dan ETP adalah jumlah eksplan yang bertunas. Korelasi antara PT dengan ETP sebesar 72%.

Keberadaan gen Mmcu/Zn-SOD pada eksplan rumput laut hasil transformasi dikonfirmasi dengan PCR. Hasilnya memperlihatkan bahwa rumput laut hasil transformasi terbukti sebagai rumput laut transgenik (T29 hingga T39), sedangkan rumput laut non-transgenik tidak menunjukkan amplifikasi fragmen tersebut. Analisis PCR ini juga mendukung hasil seleksi tanaman transgenik di media selektif yang mengandung agen seleksi higromisin. Kombinasi primer ini juga digunakan untuk analisis integrasi gen pada Nicotiana benthamiana dan

Nicotiana tabaccum (Hannum 2012), tanaman jarak (J. curcas) (Theresia 2012) dan padi Oryza sativa L sub spesies Japonica (Davis 2012).

Tunas positif PCR membawa gen MmCu/Zn-SOD sebanyak 75%.Hasil ini lebih besar daripada yang diperoleh Triana et al. (in press) sebesar 33,33%. Ditinjau dari jumlah tunas putatif yang dihasilkan maka perlakuan terbaik adalah KP:CC-10, KP:CC-20, KP:PC-20 dan KP:PP-20 masing sebesar 33, 32, 30 dan 31%. Jika ditelaah dari jumlah sample tunas yang positif (+) PCR maka perlakuan terbaik adalah media KP cair-cair dan LP 10 dan 20 hari. Interaksi kedua faktor, perlakuan terbaik adalah KP:CC-10 dan KP:PP-20. Hal ini disebabkan persentase sampel (+) PCR yang ditemukan pada kedua perlakuan semuanya 100,0%. Makin tinggi persentase tunas positif PCR, maka makin tinggi pula keberhasilan transformasi pada tanaman (Cortina dan Macia 2004).

Berdasarkan uji korelasi, efisiensi regenerasi sangat dipengaruhi oleh jenis media dan lama waktu pemulihan (0,99), diikuti oleh parameter efisiensi tunas putatif (0,97) dan paling rendah adalah persentase transformasi (0,88). Efisiensi regenerasi dan efisiensi tunas putatif tertinggi diperoleh pada perlakuan KP CC-10 dengan nilai berturut-turut 90% dan 100%. Selanjutnya, keberhasilan eksplan beregenerasi sangat mempengaruhi tunas putatif (korelasi 0,95) dibandingkan dengan keberhasilan transformasi (korelasi 0,73).

Dengan perbaikan metode introduksi gen pada riset ini, persentase eksplan transgenik juga meningkat menjadi 75%, lebih tinggi daripada riset tahap pertama (33,3%). Selanjutnya, berdasarkan jumlah tunas putatif dan tunas transgenik serta pertimbangan waktu, maka perlakuan terbaik pada riset tahap kedua ini adalah KP:CC-10. Perlakuan KP:PP-20 juga 100% transgenik, namun bukan terbaik karena efisiensi regenerasi (40,0%) dan efisiensi tunas putatifnya (44,3%) lebih rendah dibandingkan dengan KP:CC-10 dengan ER 90% dan ETP 100%.

SIMPULAN

Tingkat keberhasilan tertinggi dalam introduksi gen pada K. alvarezii

diperoleh pada kombinasi perlakuan kokultivasi eksplan pada media cair dan pemulihan di media cair dengan lama pemulihan 10 hari.

PERFORMA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TRANSGENIK

MmCu/Zn-SOD TERHADAP CEKAMAN SALINITAS

Performance of the MmCu/Zn-SODTransgenic Red Seaweed Kappaphycus alvarezii Against Salinity Stress

ABSTRACT

A lot of explants Kappaphycus alvarezii transgenic MmCu/Zn-SOD has been produced in the second phase of study. This third phase of research was conducted to examine the performance of transgenic K. alvarezii carrying MmCu/Zn-SOD

against salinity stress. The salinity stress was carried out for 14 days at low (15 g/L), normal (30 g/L) and high (45 g/L) water salinities. The results showed that the transgenic explants were 100% survive at all salinity treatments, whereas non- transgenic explants were all dead at a salinity of 15 and 45 g/L after 14 days challenge test. The damage level in transgenic explants was varied, indicated variations among strains in adaptation to salinity stress. Evaluation of mRNA expression levels in further study may explain the differences in adaptability. In conclusion, MmCu/Zn-SOD transgenic K. alvarezii was tolerant to salinity stress. Keywords: MmCu/Zn-SOD transgenic, Kappaphycus alvarezii, performance,

salinity, stress.

PENDAHULUAN

Penyakit ice-ice (bercak putih) pada rumput laut Kappaphycus alvarezii

diyakini sebagai akibat dari cekaman lingkungan (Arisandi et al. 2011). Strain rumput laut tahan cekaman lingkungan merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah penyakit ice-ice yang dapat menyebabkan penurunan produksi atau bahkan kegagalan panen. Cekaman merupakan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tekanan yang berpotensi merusak tanaman dengan menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hasil di bawah level optimum (Cramert et al.

2011). Salinitas, kekeringan, suhu ekstrim, defisiensi hara dan toksisitas mineral adalah bentuk-bentuk cekaman abiotik yang menghambat pertumbuhan dan berdampak besar terhadap produktivitas tanaman (Shanker dan Venkateswarlu 2011). Cekaman abiotik menginduksi timbulnya cekaman oksidatif pada tanaman akibat produksi berlebih dan akumulasi spesies oksigen reaktif (Chawla et al.

2012).

Spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan bentuk oksigen molekular yang tereduksi oleh elektron dan memiliki sifat yang sangat reaktif. Pada tanaman, ROS selalu dihasilkan sebagai produk samping dari berbagai jalur metabolisme (Gill dan Tuteja 2010). ROS dapat mengoksidasi seluruh molekul biologis pada sel sehingga mengakibatkan kerusakan komponen seluler dan kematian sel. Tanaman memiliki sistem antioksidan untuk menangkal ROS, di antaranya adalah enzim

superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), askorbat peroksidase (APX), glutation peroksidase (GPX) dan glutation S-transferase (GST) (Mittler 2002).

Superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim antioksidan yang mampu menetralkan radikal bebas dengan mengkatalisis radikal superoksida menjadi molekul O2 dan H2O2 sehingga SOD menjadi sistem pertahanan terhadap radikal

superoksida dari spesies oksigen reaktif (Bowler et al. 1992, Tseng et al. 2008). Tanaman transgenik yang mengekspresikan gen penyandi SOD mengalami peningkatan toleransi terhadap cekaman abiotik, contohnya padi toleran salinitas (Tanaka et al. 1999). Dalam kondisi salinitas tinggi (cekaman garam), pe- ningkatan SOD teramati pada beberapa tanaman, seperti padi (Dionisio-Sese dan Tobita 1998, gandum (Keles dan Oncel 2000), kapas (Desingh dan Kanagaraj 2007), jarak pagar (Gao et al. 2008) dan kacang hijau (Saha et al. 2010). Dalam rangka menghasilkan strain rumput laut tahan cekaman lingkungan, dari riset tahap kedua telah dihasilkan K. alvarezii transgenik MmCu/Zn-SOD. Berdasarkan hasil penelitian SOD pada beberapa tanaman, maka pada penelitian tahap ketiga ini dilakukan evaluasi kemampuan adaptasi rumput laut K. alvarezii transgenik

MmCu/Zn-SOD terhadap cekaman salinitas.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober–Desember 2015 di Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-The Netherland (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Selluler Tanaman (BMST), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Biologi (PPSHB) IPB, Bogor.

Prosedur Penelitian Penyiapan Air Laut Steril

Sebelum uji cekaman salinitas, dilakukan persiapan wadah air laut dengan salinitas berbeda. Penurunan salinitas dilakukan dengan cara penambahan air tawar hingga mencapai 15 g/L, sedangkan peningkatan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl hingga mencapai 45 g/L. Selanjutnya, air laut disterilisasi, dibiarkan semalaman kemudian ditambahkan dengan larutan PES.

Uji Cekaman Salinitas

Eksplan rumput laut yang digunakan merupakan tunas transgenik berdasarkan hasil analisis PCR, dan non-transgenik. Tunas tersebut dipotong menjadi tiga bagian yang sama panjang, lalu dimasukkan ke wadah pemeliharaan yang telah berisi media sesuai perlakuan salinitas. Pengerjaan dilakukan secara aseptik di dalam laminar.

Perlakuan salinitas untuk masing-masing eksplan transgenik dan non- transgenik terdiri atas 15 g/L (mewakili salinitas rendah), 30 g/L (sebagai kontrol)

dan 45 g/L (mewakili salinitas tinggi). Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan 14 uji tantang.

Parameter Uji dan Analisis Data

Parameter yang diamati meliputi kelangsungan hidup dan tingkat kerusakan eksplan. Kelangsungan hidup merupakan persentase jumlah tunas yang hidup terhadap jumlah total tunas yang diuji tantang. Persentase kerusakan merupakan persentase luasan total eksplan yang rusak terhadap total luas eksplan. Luas eksplan dihitung dengan bantuan Software Image J. Analisis data dilakukan secara deskriptif.

HASIL

Dokumen terkait