• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Mempelajari Perencanaan Pengolahan Limbah Cair 4.1.1 Sumber Air Limbah

Adanya peningkatan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan berakibat pada timbulnya potensi pencemaran lingkungan. Potensi pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh kegiatan pembuangan limbah yakni, limbah cair yang mampu menyebabkan penurunan tingkat kesehatan makhluk hidup. Demi menciptakan rona lingkungan yang berkelanjutan, nyaman dan sehat, maka dibutuhkan suatu upaya pengendalian yang dapat mencegah atau meminimalisasi dampak pencemaran yang dapat terjadi dari suatu kegiatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit diwajibkan untuk mengadakan unit instalasi pengolahan air limbah.

Air limbah yang diolah dari suatu kegiatan yang dihasilkan dalam sarana pelayanan kesehatan terdiri dari air limbah domestik, air limbah klinis, air limbah laboratorium dan sebagainya. Air limbah domestik biasanya memiliki persentase yang paling besar, air limbah yang dihasilkan terdiri dari air buangan kamar mandi, air buangan dapur, dan air bekas laundry pakaian. Sedangkan, air limbah klinis berasal dari kegiatan pencucian darah, pencucian luka, dan sebagainya. Persentase sisa dari air limbah yang dihasilkan terdiri dari limbah yang terkontaminasi oleh pembawa infeksi dari suatu mikroorganisme, pembuangan darah, buangan dari pasien yang mengidap penyakit infeksi, dan lain-lain.

Sarana pelayanan kesehatan memiliki air limbah yang umumnya terkandung senyawa pencemar organik yang tinggi dari air buangan domestik maupun air buangan klinis, perencanaan pengolahan tersebut dapat dilakukan secara biologis. Sedangkan, limbah cair yang dihasilkan dari suatu kegiatan di laboratorium biasanya mengandung logam berat yang dapat menjadi penganggu dalam proses pengolahan biologis, sehingga dalam pengolahan awal dibutuhkan proses pengolahaan secara kimia dan fisika yang selanjutnya baru akan dialirkan menuju instalasi pengolahan air limbah.

4.1.2 Desain Perencanaan IPAL

Desain perencanaan IPAL yang telah digunakan oleh beberapa fasilitas pelayanan kesehatan memiliki sistem biofilter aerob yang membutuhkan bantuan oksigen. Dalam mengoptimalkan fungsi pengoperasian dan pemeliharaan sistem pengolahan limbah cair, diperlukan pemahaman khusus dari operator IPAL sebagai dasar proses perencanaan pengolahan IPAL. Adanya pedoman teknis mengenai perencanaan IPAL dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan di lapangan seperti perencanaan, operasional, dan pemeliharaan IPAL agar hasil pengolahan yang diperoleh berlangsung secara optimal dan sesuai dengan kriteria atau persyaratan IPAL yang baik.

19 (Sumber: Dokumen UKL-UPL RS Dr. Abdul Radjak Cengkareng) Gambar 4.1 Neraca Air Tahap Operasional

Desain penampungan volume limbah domestik di RS Dr. Abdul Radjak Cengkareng disesuaikan berdasarkan debit air limbah yang akan dihasilkan oleh karyawan, air limbah dari pasien, air limbah guna menjaga kebersihan bangunan serta air limbah dari sisa penyiraman tanaman. Kebutuhan air bersih harian dan air limbah yang diperhitungkan menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 seperti yang terlampir dalam Tabel 4.1. Perkiraan penampungan volume limbah domestik disesuaikan dengan debit air limbah yang masuk yaitu 600 liter/jumlah tempat tidur pasien/hari dari 80% (delapan puluh persen) kebutuhan pemakaian air bersih sebesar 750/liter/jumlah tempat tidur/hari untuk rumah sakit menengah. Lokasi IPAL direncanakan berada di samping gedung atau halaman parkir, sehingga limpasan air yang telah diolah dapat dialirkan menuju ke saluran drainase yang berada di sisi utara bangunan yaitu Jalan Melati.

Tabel 4.1 Perkiraan Volume Pemakaian Air Bersih dan Debit Air Limbah untuk Perancangan IPAL Berdasarkan Jenis Peruntukan Bangunan

(Sumber: Lampiran II, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 112 Tahun 2005)

Air PAM Water Tank Kebutuhan Air Harian Kegiatan Rumah Sakit & Karyawan

Kebersihan Bangunan Penyiraman Tanaman Grease Trap Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Saluran Drainase Menyerap ke Tanah dan

Menguap Air

20 4.2 Mempelajari Perencanaan Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 4.2.1 Sumber Limbah B3

Timbulan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam kegiatan rumah sakit, diperkirakan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada makhluk hidup dan risiko pencemaran lingkungan. Sumber limbah B3 dapat berasal dari limbah medis, bekas pemakaian baterai dan lampu, obat-obatan yang telah kadaluwarsa, bekas tempat penampungan tinta, sisa kemasan pembersih, dan lainnya. Upaya yang dilakukan untuk penanganan limbah B3 di rumah sakit yaitu dengan membuat tempat penampungan sementara (TPS) yang berguna untuk mewadahi limbah B3. Sebelumnya, harus dilakukan pengurusan izin penyimpanan sementara limbah B3 oleh pihak rumah sakit kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dokumen UKL-UPL RS Dr. Abdul Radjak Cengkareng, 2020).

Limbah sisa dari penggunaan bahan kimia atau farmasi dalam bentuk cair dilarang untuk dibuang ke dalam jaringan perpipaan pengolahan limbah domestik karena akan mengganggu proses biologis, maka limbah cair B3 tersebut harus dikembalikan kepada pihak distributor yang memproduksi bahan kimia. Begitu pun untuk bahan pelarut yang mengandung klorin atau florin dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida dilarang untuk diolah ke dalam mesin insinerator, kecuali mesin tersebut telah dilengkapi dengan alat pembersih gas. Dalam pengolahan limbah B3 setelah dilakukan penyimpanan sementara, pihak rumah sakit akan bekerja sama dengan pihak ketiga yang juga telah memiliki izin dalam melakukan pengangkutan dan pengolahan limbah B3.

4.2.2 Penanganan Darurat Limbah B3

Pihak rumah sakit perlu menyusun dan menyiapkan prosedur penanganan darurat limbah B3 untuk kondisi bahaya yang mungkin akan terjadi, seperti bencana alam atau kebakaran. Prosedur penanganan darurat dapat mencakup pembentukan unit darurat dan pembagian kerja tiap personil, yang disertai dengan mekanisme penanganan darurat dalam menangani limbah B3 secara mandiri maupun gabungan untuk tiap personil yang pernah melakukan pelatihan. Pihak rumah sakit juga perlu mengidentifikasi jalur rawan keadaan darurat, menentukan jarak aman atau titik kumpul, serta jalur evakuasi. Di tiap pos tertentu, pihak rumah sakit perlu menyiapkan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan nomor telepon darurat. Selain itu, diperlukan perencanaan tata letak tanda bahaya yang mudah dijangkau, dengan tujuan agar informasi keadaan darurat dapat secara cepat tersebar kepada khalayak umum sekitar lokasi.

22 BAB V

Dokumen terkait