ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
D. Hasil Tambahan
Ada beberapa hasil tambahan dalam penelitian ini yang diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian, antara lain gambaran calling
orientation,hedonic well-being dan eudaimonic well-being ditinjau dari
jenis kelamin, usia, lama memimpin KK, jumlah kelompok kecil, suku, dan ada tidaknya pekerjaan di luar memimpin kelompok kecil.
1. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jenis Kelamin
Tabel 4.20 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Calling Laki-laki 30 43,13 6,501 1,187 Perempuan 94 44,86 4,616 ,476 EWB Laki-laki 30 27,50 4,273 ,780 Perempuan 94 28,65 3,994 ,412 HWB Laki-laki 30 28,07 3,638 ,664 Perempuan 94 28,84 3,867 ,399
Berdasarkan tabel 4.20, dapat dilihat bahwa mean perempuan baik pada variabel calling orientation (44,86), eudaimonic well-being (28,65),
dan hedonic well-being (28,84) tidak terlihat berbeda dibanding nilai mean
laki-laki pada calling orientation (43,13), eudaimonic well being (27,50),
dan hedonic well-being (28,07).
Tabel 4.21 Hasil analisa calling orientation, eudaimonic well being, dan
hedonic well-being ditinjau dari jenis kelamin Levene's Test
for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed) C Equal variances assumed 1,593 ,209 -1,608 122 ,110
Equal variances not assumed -1,352 38,770 ,184 EWB Equal variances assumed ,077 ,782 -1,349 122 ,180 Equal variances not assumed -1,302 46,303 ,199 HWB Equal variances assumed ,389 ,534 -,968 122 ,335 Equal variances not assumed -,999 51,589 ,323
Dari hasil uji beda pada tabel 4.21, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation,
eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari jenis kelamin
sampel penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai taraf signifikansi ( ρ) >
0.05.
2. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Usia
Tabel 4.22 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Usia
Usia N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
C remaja akhir 25 43,00 6,364 1,273
dewasa muda 99 44,81 4,778 ,480
EWB remaja akhir 25 28,76 4,055 ,811
dewasa muda 99 28,27 4,095 ,412
HWB remaja akhir 25 28,80 3,452 ,690
dewasa muda 99 28,62 3,914 ,393
Berdasarkan tabel 4.22, dapat dilihat bahwa nilai mean dewasa tidak terlihat berbeda, baik pada variabel calling orientation (44,81),
variabel eudaimonic well-being (28,27) dan hedonic well-being (28,62) dibanding nilai mean laki-laki pada variabel calling orientation (43,00),
Tabel 4.23 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Usia
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig.
(2-tailed) C Equal variances assumed 1,593 ,209 -1,608 122 ,110
Equal variances not assumed -1,352 38,770 ,184 EWB Equal variances assumed ,077 ,782 -1,349 122 ,180 Equal variances not assumed -1,302 46,303 ,199 HWB Equal variances assumed ,389 ,534 -,968 122 ,335 Equal variances not assumed -,999 51,589 ,323
Dari hasil uji beda pada tabel 4.23, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation,
eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari usia sampel
3. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Lama Memimpin KK
Tabel 4.24 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Lama Memimpin KK
N Mean Std. Deviation Std. Error
C 0-1 tahun 54 43,96 5,446 ,741 1-2 tahun 30 44,07 5,445 ,994 2-3 tahun 22 44,23 4,830 1,030 > 3 tahun 18 46,78 3,735 ,880 EWB 0-1 tahun 54 28,70 4,133 ,562 1-2 tahun 30 28,20 3,827 ,699 2-3 tahun 22 27,36 4,706 1,003 > 3 tahun 18 28,89 3,546 ,836 HWB 0-1 tahun 54 28,81 3,837 ,522 1-2 tahun 30 28,37 3,783 ,691 2-3 tahun 22 27,64 3,947 ,841 > 3 tahun 18 29,89 3,530 ,832
Berdasarkan tabel 4.24, dapat dilihat bahwa mean setiap kelompok tidak terlihat berbeda jika dibandingkan dengan mean kelompok lainnya.
Tabel 4.25 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Lama Memimpin KK Sum of Squares Df Mean Square F Sig. C Between Groups 115,837 3 38,612 1,467 ,227
Within Groups 3158,767 120 26,323
Total 3274,605 123
EWB Between Groups 34,008 3 11,336 ,677 ,568 Within Groups 2008,928 120 16,741
Total 2042,935 123
HWB Between Groups 54,105 3 18,035 1,248 ,295 Within Groups 1733,984 120 14,450
Dari hasil analisa pada tabel 4.25, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal calling orientation,
eudaimonic well-being, dan hedonic well-beingditinjau dari lama
memimpin KK pada sampel penelitian ini. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi > 0.05, yakni 0,227 untuk calling orientation, 0,568 untuk eudaimonic well-being dan 0,295 untuk hedonic well-being.
4. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin Subjek Penelitian
Tabel 4.26 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin
N Mean Std. Deviation Std. Error
C 1 KK 65 44,42 5,491 ,681 2 KK 50 44,42 4,974 ,703 3 KK 7 43,71 3,904 1,475 > 3 KK 2 48,50 2,121 1,500 EWB 1 KK 65 29,23 3,908 ,485 2 KK 50 27,58 4,091 ,579 3 KK 7 25,57 4,158 1,571 > 3 KK 2 30,00 1,414 1,000 HWB 1 KK 65 29,14 3,840 ,476 2 KK 50 28,32 3,695 ,523 3 KK 7 26,14 3,848 1,455 > 3 KK 2 30,00 4,243 3,000
Berdasarkan tabel 4.26, didapat bahwa individu yang memimpin 3 KK memiliki nilai mean lebih rendah pada variabel eudaimonic well-being
Tabel 4.27a Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin Sum of Squares df Mean Square F Sig. C Between Groups 36,712 3 12,237 ,454 ,715 Within Groups 3237,893 120 26,982 Total 3274,605 123
EWB Between Groups 139,503 3 46,501 2,932 ,036 Within Groups 1903,433 120 15,862
Total 2042,935 123
HWB Between Groups 68,598 3 22,866 1,596 ,194 Within Groups 1719,491 120 14,329
Total 1788,089 123
Berdasarkan hasil analisa uji beda pada eudaimonic well-being
pada tabel 4.27a terlihat ada perbedaan calling orientation. Untuk memastikan letak perbedaannya, berikut ini kembali dianalisis menggunakan uji Benferroni.
Tabel 4.27b Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Jumlah KK yang Dipimpin
Dependent Variable (I) KK (J) KK Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. EWB Bonferroni 1 KK 2 KK 1,651 ,749 ,177 3 KK 3,659 1,584 ,136 > 3 KK -,769 2,859 1,000 2 KK 1 KK -1,651 ,749 ,177 3 KK 2,009 1,607 1,000 > 3 KK -2,420 2,872 1,000 3 KK 1 KK -3,659 1,584 ,136 2 KK -2,009 1,607 1,000 > 3 KK -4,429 3,193 1,000 > 3 KK 1 KK ,769 2,859 1,000 2 KK 2,420 2,872 1,000 3 KK 4,429 3,193 1,000
Berdasarkan uji Benferroni pada tabel 4.27b, signifikansi perbedaan masing-masing > 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan eudaimonic well-being pada individu yang memimpin 1 KK, 2KK, 3 KK maupun > 3 KK jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok tersebut secara terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan yang terdapat pada eudaimonic well-being adalah perbedaan dengan kelompok-kelompok tersebut setelah digabungkan, namun tidak dapat diketahui dengan pasti perbedaannya terdapat pada kelompok yang mana.
5. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Suku
Tabel 4.28 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Suku
Suku N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
C Batak 117 44,48 5,220 ,483 non-Batak 7 43,86 4,298 1,625 EWB Batak 117 28,34 4,088 ,378 non-Batak 7 28,86 4,140 1,565 HWB Batak 117 28,67 3,821 ,353 non-Batak 7 28,43 3,952 1,494
Berdasarkan tabel 4.28, dapat dilihat bahwa nilai mean suku Batak variabel calling orientation (44,48), variabel hedonic well-being (28,67) dan pada variabel eudaimonic well-being (28,34) tidak terlihat berbeda dibanding nilai mean non Batak pada variabel calling orientation (43,86),
Tabel 4.29 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Suku Levene's Test
for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. (2-tailed) C Equal variances assumed ,101 ,751 ,308 122 ,758
Equal variances not assumed ,367 7,103 ,725 EWB Equal variances assumed ,481 ,489 -,324 122 ,747 Equal variances not assumed -,320 6,719 ,759 HWB Equal variances assumed ,018 ,894 ,160 122 ,873 Equal variances not assumed ,155 6,689 ,881
Dari hasil uji beda pada tabel 4.29, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation,
eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari suku subjek
6. Gambaran Perbedaan Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being, dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Ada Tidaknya Pekerjaan
Tabel 4.30 Gambaran Calling Orientation, Eudaimonic Well-Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Ada Tidaknya Pekerjaan Kerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
C sudah bekerja 94 44,40 5,192 ,535
belum bekerja 30 44,57 5,144 ,939
EWB sudah bekerja 94 28,57 3,837 ,396
belum bekerja 30 27,73 4,763 ,870
HWB sudah bekerja 94 28,60 3,711 ,383
belum bekerja 30 28,83 4,178 ,763
Berdasarkan tabel 4.30, dapat dilihat bahwa nilai mean individu yang belum bekerja sedikit lebih tinggi pada variabel calling orientation
(44,57) dan pada variabel hedonic well-being (28,83) dan sedikit lebih rendah pada variabel eudaimonic well-being (27,73) dibanding nilai mean
yang sudah bekerja pada variabel calling orientation (44,40), eudaimonic
Tabel 4.31 Hasil Analisa Calling Orientation, Eudaimonic Well Being,
dan Hedonic Well-Being Ditinjau dari Ada Tidaknya Pekerjaan Levene's Test
for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) C Equal variances assumed ,050 ,823 -,150 122 ,881
Equal variances not assumed -,150 49,295 ,881 EWB Equal variances assumed 2,842 ,094 ,984 122 ,327 Equal variances not assumed ,880 41,698 ,384 HWB Equal variances assumed 1,141 ,288 -,296 122 ,768 Equal variances not assumed -,278 44,562 ,782
Dari hasil uji beda pada tabel 4.31, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal calling orientation,
eudaimonic well-being, dan hedonic well-being ditinjau dari ada tidaknya
pekerjaan subjek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi > 0.05.
E. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh calling
orientation terhadap eudaimonic well-being dan hedonic well-being. Hal ini
sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa calling orientation
berpengaruh terhadap eudaimonic well-being dan calling orientation
berpengaruh terhadap hedonic well-being. Variabel calling orientation
memberikan kontribusi sebesar 35% terhadap eudaimonic well-being. Selebihnya 65% hal yang mempengaruhi adalah variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Calling orientation juga memberikan
kontribusi sebesar 25% terhadap hedonic well-being, sementara 75% lainnya yang mempengaruhi merupakan variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Diener (2008); Moen, Dempster, McClain, & Williams (dalam Thoits & Hewitt, 2001); Young & Gaslow (dalam Thoits & Hewitt 2001); serta House, Landis, & Umberson (dalam Thoits & Hewitt 2001), yang mengatakan bahwa pekerja yang memiliki tingkat calling yang tinggi cenderung memiliki well-being
tinggi pula.
Dari hasil penelitian tersebut juga dapat diketahui bahwa eudaimonic
well-being memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap calling
orientation. Hal ini berarti yang paling mendorong PKK untuk melakukan
tugasnya bukan karena rasa kepuasan semata, namun lebih kepada memaksimalkan potensi diri dan menemukan makna hidup, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Waterman (1997). Namun dapat diketahui juga bahwa
hedonic well-being PKK juga bisa dikategorikan tinggi. Ini berarti hasil
penelitian ini mendukung pernyataan Waterman (1997) yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki eudaimonic well-being yang tinggi akan cenderung memiliki hedonic well-being yang tinggi.
Berdasarkan koefisien regresi, diketahui bahwa calling orientation
memberikan pengaruh positif, baik pada variabel eudaimonic well-being
maupun hedonic well-being. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi calling
orientation seseorang maka semakin tinggi tingkat eudaimonic well-being dan
calling orientation seseorang, maka semakin rendah tingkat eudaimonic
well-being dan hedonic well-beingnya.
Setelah dilakukan kategorisasi pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa rata-rata subjek melaporkan calling orientation, eudaimonic
well-being, dan hedonic well-being mereka tinggi, hal ini terlihat dari nilai
rata-rata setiap variabel yang dimiliki oleh subjek dalam penelitian ini yang termasuk dalam kategori tinggi. Walaupun dalam penelitian ini tidak diteliti secara khusus bagaimana pengaruh religiusitas terhadap well-being, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diener, Emmons, Larsen, & Griffin (dalam Jaramillo, 2011), Constantine dan koleganya; Oates, Hall, & Anderson (dalam Jaramilo, 2011), ada pengaruh religiusitas dengan kepuasan dan kebermaknaan bekerja seseorang sehingga kemungkinan ini disebabkan oleh latar belakang subjek penelitian yang berada di ranah religius sehingga memiliki calling dan well-being yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chamberlain & Zika (1992); Hill & Pargament (2003); Ivtzan, Chan, Gardner, & Prashar (2009), yang mengatakan bahwa religiusitas berhubungan dengan well-being, di mana semakin tinggi religiusitas seseorang, maka well-being yang dimilikinya juga akan semakin tinggi.
Pelaporan calling orientation PKK yang tinggi dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa kebanyakan PKK sedang menikmati hubungan pribadi-Nya dengan Tuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Longman (2011), yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi calling seseorang adalah kondisi keimanan (religiusitas) seseorang. Saat seseorang sedang menikmati hubungannya dengan Tuhan,
maka ia juga akan lebih menikmati pekerjaannya yang diyakini merupakan panggilan yang berasal dari Tuhan.
Hasil tambahan penelitian ini berkaitan dengan 6 faktor tambahan yang dijadikan sebagai data kontrol, yakni jenis kelamin, usia, jumlah KK yang dipimpin, lama memimpin KK, suku, dan ada tidaknya pekerjaan subjek penelitian diluar memimpin KK.
Jaramillo (2011) yang melakukan penelitian pada pekerja dengan latar belakang religius mengatakan bahwa ada perbedaan calling orientation pada laki-laki dan perempuan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ryff (1989) pada sampel orang dewasa dengan berbagai latar belakang untuk melihat tingkat well-being mereka, juga menunjukkan adanya perbedaan well-being
jika ditinjau dari jenis kelamin. Namun hasil pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan tingkat calling orientation maupun
well-being jika ditinjau dari segi jenis kelamin. Pada penelitian ini tidak dapat
dipastikan apa yang menyebabkan tidak adanya perbedaan tersebut, namun hal ini bisa saja disebabkan oleh kondisi dari pekerjaan yang dilakukan. Namun hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut.
Penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989) juga mengatakan bahwa terdapat perbedaan well-being jika ditinjau dari segi kelompok usia. Namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan well-being pada PKK. Jika ditinjau dari segi kelompok usia, kita mengetahui bahwa pengelompokan usia pada penelitian ini hanya terbagi menjadi dua, yaitu remaja akhir dan dewasa awal, sementara pada penelitian Ryff, subjek penelitian adalah orang dewasa yang dikelompokkan menjadi dewasa beberapa kelompok usia, termasuk
selain dewasa awal sehingga barangkali perbedaan pengelompokan usialah yang menyebabkan tidak didukungnya penelitian yang dilakukan oleh Ryff. Namun hal ini tidak dapat dipastikan, karena ada beberapa variabel lainnya yang turut mempengaruhi tingkat well-being seseorang yang tidak diteliti dalam penelitian ini, termasuk tingkat religiusitas subjek penelitian. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal tersebut. mempengaruhi tingkat well-being seseorang.
Penelitian yang dilakukan oleh Jaramillo (2011) dengan variabel religiusitas sebagai moderator mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi calling seseorang. Kepuasan kerja juga mempengaruhi well-being, seperti yang telah diteliti oleh Bowling & Hammond (dalam Jaramillo, 2011). Lebih lanjut, Kwok dan koleganya mengatakan bahwa motivasi pekerja voluntir berhubungan dengan well-being
seseorang (Kwok, Chui, & Wong, 2013). Seniati (2006) mengatakan bahwa kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi oleh masa bekerja seseorang. Namun pada penelitian ini hal tersebut tidak terlihat berbeda pada kelompok-kelompok yang dikategorikan sesuai dengan lamanya ia telahh memimpin Kelompok Kecil. Hal ini tidak dapat dipastikan disebabkan oleh hal apa karena jika dilihat dari kondisi sampel, terdapat perbedaan karakteristik sampel penelitian di mana pada penelitian ini sampelnya adalah orang-orang yang dengan sukarela melakukan pekerjaannya tanpa dibayar, namun pada sampel penelitian yang dilakukan oleh Seniati, mereka memiliki gaji yang tetap dan bahkan semakin bertambah seiring masa bekerjanya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah terdapat perbedaan
well-being seseorang yang bekerja secara voluntir karena calling orientation
tanpa diberi upah jika dilihat dari masa bekerjanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Boyd (2010) menunjukkan bahwa
burn-out karena job demands (yang dilihat dari work load (beban kerja) dan
work complexity (kompleksitas pekerjaan) berhubungan dengan calling
seseorang, di mana semakin tinggi calling seseorang, maka tingkat burn-out
dalam bekerja juga akan semakin kecil. Wrzesniewski (dalam Diener, 2008) juga mengatakan bahwa orang yang memiliki orientasi bekerja karena calling
cenderung akan menjadi orang yang terlibat intens dan menghabiskan waktu yang lebih banyak melakukan pekerjaannya. Namun pada penelitian ini, tidak terlihat perbedaan orang yang memiliki work load yang lebih besar (yang ditunjukkan dengan jumlah Kelompok Kecil yang dipimpin) dengan yang lebih kecil. Hal tersebut tidak dapat dipastikan karena pembandingan pada kelompok-kelompoknya tidak sesuai di mana jumlah PKK yang memimpin Kelompok Kecil yang lebih dari 2 terlalu sedikit dibandingkan dengan yang memimpin 1 dan 2 Kelompok Kecil.
Ada tidaknya pekerjaan lain di luar memimpin KK dalam penelitian ini juga dijadikan data kontrol untuk melihat apakah ada perbedaan antara PKK yang memang memiliki pekerjaan dengan yang tidak memiliki pekerjaan di luar memimpin Kelompok Kecil. Pada penelitian ini hasilnya ialah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut. Penyebab dari hal ini tidak dapat dipastikan, sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut.
Hal terakhir yang dijadikan sebagai data kontrol untuk tambahan hasil penelitian adalah suku dari subjek penelitian. Hal ini dilakukan dengan
melakukan pembedaan kelompok berdasarkan Suku Batak dan Non-Batak dikarenakan pada Suku Batak terlihat adanya kesatuan (integrasi) antara agama dan ritual adat (contohnya yang terlihat adalah pesta adat pernikahan, upacara kematian, dan sebagainya) dan hal ini tidak terlihat pada suku di luar Suku Batak. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan orang yang berasal dari suku di luar Batak dengan Suku Batak. Namun hal ini masih belum dapat dipastikan karena perbandingan jumlah kedua kelompok tidak sesuai di mana partisipan dengan Suku Batak jauh lebih besar dengan partisipan di luar Suku Batak, sehingga hal ini masih perlu untuk diteliti lebih lanjut.
BAB V