• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASIATICOSIDE BIOACTIVE ABSTRACT

A. Hasil Terna/produkis

1. Bobot basah biomassa Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan (ukuran 1 m x 1 m), yang dilakukan pada setiap panen sesuai dengan perlakuan.

B.Kandungan

fitokimia/Asiatikosida

2 Analisa kandungan asiatikosida pada jaringan tanaman

Sampel daun yang dianalisa kandungan asiatikosidanya diambil dari daun dewasa yang masing-masing berasal dari daun pada setiap petakan perlakuan disetiap panen sesuai dengan perlakuan..

Pengamatan faktor lingkungan tumbuh dilakukan seperti Percobaan 1.

Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, apabila hasil analisis menunjukan pengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 dilakukan uji DMRT untuk mengetahui pengaruh aksesi pegagan, sistem dan umur panen terhadap produksi bobot terna segar, terna kering, dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sidik ragam membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon

hanya memberikan perbedaan pengaruh yang nyata antar perlakuan diuji. Daun pada perlakuan R3 tampak lebih lebar dari pada perlakuan lain (Tabel 29).

Tabel 29 Pertumbuhan vegetatif panjang daun, lebar daun, dan tebal daun pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen sitem ratoon

Perlakuan Pertumbuahn vegetatif Panjang Daun (cm) Lebar Daun (cm) Tebal Daun (mm)

A.Petak Utama (aksesi)

V1 = Boyolali V2 = Lokal

B.Anak Petak (Frekwensi sistem panen ratoon) R1 = panen setiap bulan R2 = panen setiap 2.5 bulan R3= panen setiap 5 bulan

4.99 a 4.93 a 3.74 a 5.17 a 5.97 a 1.65 a 1.50 a 0.92 b 1.64 ab 2.16 a 0.24 a 0.21 a 0.21 a 0.20 a 0.26 a KK (%) 6.20 4.72 4.42

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Hasil analisisis sidik ragam membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antara kombinasi perlakuan aksesi (petak utama) dengan frekwensi sistem panen ratoon (anak petak) terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi pegagan (Tabel 30).

Pada perlakuan frekwensi sistem panen ratoon, terjadi perbedaan pengaruh perlakuan yang nyata pada produksi bobot segar dan kering terna serta senyawa bioaktif asiatikosida, dimana perlakuan frekwensi sistem panen ratoon setiap 5 bulan (R3) cenderung menghasilkan produksi pegagan terbanyak. Hal ini disebabkan karena pada umur 5 bulan tersedia cukup waktu bagi pertumbuhan daun tanaman pegagan, sehingga bobot biomas daun yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman pegagan yang dipanen lebih cepat cepat. Bila panen dilakukan setiap 2.50 bulan, maka biomas daun yang dihasilkan belum mencapai maksimal karena pertumbuhan lebar daun maksimal (rata-rata 2.46 cm)

untuk pegagan aksesi Boyolali terjadi pada umur 3 bulan setelah tanam (Bermawie et al. 2008).

Harga senyawa asiatikosida yang saat ini mencapai Rp 1.10 juta per gram senyawa asiatikosida murni dan efisiensi biaya panen, maka perbedaan produktivitas akibat perlakuan panen yang diuji dalam penelitian ini layak untuk dipertimbangkan. Sehingga perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang di anjurkan karena produksi yang dihasilkan (29.88 t terna kering/ha) dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida 25.80 kg/ha) adalah jauh lebih tinggi dari produksi yang dihasilkan pada penelitian pegagan yang menggunakan aksesi Boyolali sebelumnya di Indonesia 13.30 t terna kering/ha).

Tabel 30 Produksi bobot segar, bobot kering, dan bobot senyawa asiatikosida pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen sistem ratoon

Perlakuan Produksi Bobot segar terna (kg/m2) Bobot kering terna (kg/m2) Bobot asiatikosida (g/m2) A.Petak Utama (aksesi)

V1 = Boyolali V2 = Lokal

B.Anak Petak (Frekwensi sistem panen ratoon)

R1 = panen setiap bulan R2 = panen setiap 2.5 bulan R3= panen setiap 5 bulan

3.042 a 2.754 a 2.892 b 2.808 b 2.988 a 1.710 a 1.620 a 1.560 b 1.614 ab 1.824 a 2.46 a 2.40 a 2.28 b 2.40 ab 2.58 a KK (%) 11.81 11.02 14.62

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

SIMPULAN

1. Tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif seperti panjang daun dan tebal daun maupun produksi.

2. Secara statistik ketiga sistem panen ratoon yang diuji menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap produksi pegagan. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang menghasilkan produksi bobot segar (2.988 kg/m2) setara 29.88 t/ha, bobot kering (1.824 kg/m2) setara 18 t/ha atau bobot asiatikosida (2.58 g/m2) setara 25.80 kg/ha adalah tertinggi dari sistem panen lain yang diuji.

Simpulan :

1. Sampel daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K.

2. Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. 3. Model regresi yang terbaik antara dosis pupuk hara N, P, K dengan hasil

relatif pada tanaman pegagan (berat kering terna maupun bobot asiatikosida) adalah kuadratik.

4. Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N; 0.23 % P; dan 3.98 % K dengan kriteria rendah N ≤ 2.97 % dan tinggi N > 2.97 %;. rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P >

0.23 %; rendah K ≤ 3.98 % dan tinggi K > 98 % Untuk produksi asiatikosida

titik kritisnya terletak pada 2.98 % N; 0.23 % P; dan 3.85 % K dengan kriteria rendah rendah N ≤ 2.98 % dan tinggi N > 2.98 %; . rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %; K ≤ 3.85 % dan tinggi K > 3.85 %. Aplikasi pemupukan N, P, dan K hanya diberikan pada tanaman dengan status hara daun tergolong rendah.

5. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N, P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha.

Saran:

1. Untuk meningkatkan hasil terna dan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan yang maksimum perlu dilakukan optimalisasi pemberian hara NPK pada status hara daun rendah, karena pada kadar hara tersebut telah dibutuhkan tambahan unsur hara melalui pemupukan.

2. Diagnosis kebutuhan hara dan Rekomendasi pemupukan pegagan untuk menghasilkan produksi terna dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida tinggi dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil penelitian ini, seperti interpretasi status dan batas kritis hara, serta dosis maksimum bagi tanaman pegagan.

Dokumen terkait