JARINGAN TANAMAN UNTUK MENYUSUN
REKOMENDASI PEMUPUKAN SERTA SISTEM PANEN
PEGAGAN (Centella asiatica)
HERMANTO
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Diagnosis
Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan
Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan
(Centella asiatica)” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Hermanto
HERMANTO. Nutrient and Asiaticocide Biosynthesis Diagnoses using Plant Tissues Analyses to Compose Fertilizer Recommendation and Harvest System on Asiatic Pennywort (Centela asiatica). Supervised by MUNIF GHULAMAHDI, LATIFAH K. DARUSMAN, ATANG SUTANDI and NURLIANI BERMAWIE.
Balanced and rational application of fertilizer can be achieved when the status and dynamics of the nutrients in the soil and in the plant’s requirements for the nutrients are taken into consideration for maximum production. This approach may be well-applied and profitable if the fertilizer recommendation is based on soil and plant tissue tests, but the result of plant tissues test is not worthly when there is no result of correlation and calibration. The disertation is composed based on the results of four experiments which aims are: 1) the exact leave tissue used for nutrients status NPK of asiatic pennywort diagnose, 2) the NPK status and NPK dosage of fertiilizer for maximum asiaticocide bioactive of asiatic pennywort, 3) the exact harvest system of asiatic pennywort for maximum production of asiaticocide bioactive, 4) to achieve the information of asiatic pennywort agriculture technique with maximum production of asiaticocide that fulfill the MMI condition (1.20 %) and 5) to know the range of NPK required for asiatic pennywort. The research was conducted at the research station Gunung Putri, Pacet, Cianjur district. The exact harvest of asiatic pennywort at high altitude for high production of aimplisia and asiaticocide bioactive are at 5 months of age. The exact leave for the diagnose of nutrient status in determining NPK fertilizer for asiatic pennywort is the firts (1st) leaf of 5 months for NPK analyses. The vegetative growth charactheristic that may be analysed, which is used as asiaticocide production type on the application of NPK fertilizer, are total amount of leaf, leaf’s length, leaf’s width, total amount of primary vine, and total amount of section. The best regression model between the NPK nutrient concentrations of leave samples and the relative results of asiatic pennyworth plant (dry weight of simplicia and asiaticocide weight) are quadratic. The critical level of NPK nutrients of asiatic pennywort leaves for dry weight production of simplicia are 2.97 % N , 0.23 % P, and 3.98 % K. The critical level of asiaticocide production are at 2.98 % N, 0.23 % P and 3.85 % K. Based on quadratic regression model, the NPK fertilizer dosages for the maximum production of dry weight simplicia are 2.57 g N/plant, 0.72 g P/plant and 2.69 g K/plant. The NPK concentrations of leaves samples are 4.33 N%, 0.32 P%, and 4.96 K%. The concentrations of NPK fertilizer of sample leaves are 3.58 % N, 0.39 % P and 4.84 % K. The system for harvesting frequency of ratoon of asiatic pennywort, applied every 5 months (R3) produce the highest fresh weight (28.88 t/ha), dry weight (18 t/ha) and asiaticocide weight (25.8 kg/ha) compared with the other harvests system. Best fertilizing recommendation based on quadratic regression pattern of calibration test results from N< P, and K, the standards achieved for N, P, and K leaf’s nutrient status were 3.58% N, 0.39% P, and 4.84% K. While the maximum dosage of multinutrient fertilizer being recommended for asiatic pennywort is (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K)/plant/season with ratoon harvest system interval of 5-month, it is hoped the production of asiatic pennywort reaches 15-18.24 ton of dry weight/ha which contained asiaticocide bioactive as much as 25.80-28.872 kg asiaticocide/ha.
HERMANTO. Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI, LATIFAH. K. DARUSMAN, ATANG SUTANDI, dan NURLIANI BERMAWIE
Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan jaringan tanaman, tetapi nilai uji jaringan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi. Jaringan daun yang tepat adalah yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil. Jaringan daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan. Budidaya tanaman untuk menghasilkan bahan baku pegagan terstandar belum diketahui secara menyeluruh, sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek budidaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil.
Disertasi ini disusun berdasarkan hasil empat percobaan, dengan tujuan untuk 1) mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan, 2) mendapatkan status hara N, P dan K dan dosis pupuk N, P dan K untuk hasil senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan, 3) mendapatkan sistem panen pegagan yang paling tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida, 4) mendapatkan informasi teknik budidaya tanaman pegagan dengan produksi senyawa asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %), dan (5) mengetahui kisaran kebutuhan hara N, P dan K tanaman pegagan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunung Putri, Pacet, Kabupaten Cianjur.
N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. Model regresi yang terbaik antara Konsentrasi hara N, P, K daun sampel dengan hasil relatif pada tanaman pegagan (bobot kering terna maupun produksi asiatikosida) adalah kuadratik. Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N; 0.23 % P; dan 3.98 % K. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 2.98 % N; 0.23 % P; dan 3.85 % K
Validasi pemupukan dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan diketahui bahwa terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam yang merupakan dosis maksimum yang menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kehilangan hara yang terjadi yakni sebesar 487.14 kg N + 38.64 kg P + 484.38 kg K per hektar. Kadar senyawa asiatikosida yang dihasilkan juga meningkat dengan semakin besarnya dosis pemupukan NPK yang diberikan hingga kekisaran pemupukkan NPK maksimum, tetapi pada kisaran dosis pemupukan yang lebih tinggi terjadi penurunan.
Hasil studi frekuensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal Gunung Putri pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun, tapi pertumbuhan vegetatif pada aksesi Boyolali cenderung lebih tinggi. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang menghasilkan produksi bobot segar (29.88 t/ha), bobot kering (18 t/m2) atau bobot asiatikosida (25.8 kg/m2) adalah cenderung lebih tinggi dari sistem panen lain yang diuji.
Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N, P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan standar status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39 % P, dan 4.84 % K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MENGGUNAKAN ANALISIS
JARINGAN TANAMAN UNTUK MENYUSUN
REKOMENDASI PEMUPUKAN SERTA SISTEM PANEN
PEGAGAN (Centella asiatica)
HERMANTO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(Centella asiatica)
Nama : Hermanto NIM : A262070081
Program Studi : Agronomi dan Hortikultura (AGH)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Anggota
Ir. Atang Sutandi, MSi, PhD Anggota
Dr. Ir. Nurliani Bermawie Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Tanggal Ujian: 30 Juli 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS
Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-NYA sehingga disertasi yang berjudul ” Diagnosis Status Hara dan
Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk
Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica)” dapat diselesaikan. Disertasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi untuk menetapkan rekomendasi pemupukan N, P , K
pada tanaman pegagan dan waktu panen pegagan yang paling tepat.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS., Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, MS., Ir. Atang Sutandi, MSi.,PhD dan Dr. Ir. Nurliani Bermawie
selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya sehingga
disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan
Litbang Pertanian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Perkebunan, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor di IPB dan
dana penelitian melalui KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian
dengan Perguruan Tinggi). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Kepala Kebun Percobaan Gunung Putri dan Teknisi Litkayasanya yang telah
banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Penghargaan tak terhingga
secara khusus penulis tujukan kepada orang tua, mertua, istri (Ir. Erlita Adriani,
MSc) dan kedua anakku tercinta Siti Tia Yusrina Khairana dan Muhammad Rifki
Muflih Muttaqin, serta semua teman-teman yang dengan tulus ikhlas memberikan
doa dan dukungannya kepada Penulis.
Akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2012
Penulis dilahirkan di Baturaja pada tanggal 13 Maret 1964, merupakan putra
ke empat dari delapan bersaudara dari ayah Muhamad Djuned (Alm.) dan Ibu
Masnura Hamid. Pendidikan sarjana di tempuh di jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang, lulus pada tahun 1988. Pada tahun
1998 penulis memperoleh beasiswa dari PAATP untuk mengikuti program
Magister Sains (S2) di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program
Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL). Kesempatan
melanjutkan ke program doktor pada program studi Agronomi dan Hortikultura
pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementerian Pertanian Republik
Indonesia.
Sejak tahun 1992, penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor.
Selama mengikuti S3, artikel dengan judul Penetapan Bahan Diagnosis
Status Hara NPK pada Jaringan Tanaman Pegagan telah diterbitkan pada Buletin
Halaman
DAFTAR TABEL ………... xv
DAFTAR GAMBAR ……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xx
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ……… 1
Tujuan Penelitian ……… 4
Manfaat Penelitian ………... 4
Hipotesis Penelitian ……… 5
Kerangka Pemikiran ………... 5
Ruang Lingkup Penelitian ……….. 6
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
Karakteristik, Kandungan Kimia dan Kegunaan Tanaman Pegagan ... 9
Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan ………… 11
Peranan Nitrogen (N) bagi Tanaman ……….. 14
Peranan Fosfor (P) bagi Tanaman ………... 16
Peranan Kalium (K) bagi Tanaman ………... 19
Mekanisme Penentuan Batas Kritis Hara ………... 22
Penyusunan Rekomendasi Pemupukan untuk Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan 24
Tanah Andisol ... 25
UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA PEGAGAN ... 29
Pendahuluan ………. 30
Bahan dan Metode ... 32
Hasil dan Pembahasan ………. 39
Simpulan ……….. 47
UJI KALIBRASI HARA N, P, K MENGGUNAKAN ANALISA JARINGAN DAUN PADA TANAMAN PEGAGAN …... 49
Pendahuluan ………. 50
Bahan dan Metode ... 53
Hasil dan Pembahasan ………. 60
Simpulan ……….. 90
VALIDASI PEMUPUKAN DENGAN KISARAN PEMUPUKAN N, P, K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MAKSIMUM PADA TANAMAN PEGAGAN ... 91
Pendahuluan ………. 92
Bahan dan Metode ... 93
Hasil dan Pembahasan ………. 97
Simpulan ……….. 99
STUDI FREKUENSI DAN CARA PANEN PEGAGAN PADA SISTEM RATOON UNTUK PRODUKSI MAKSIMUM SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA ... 101
Pendahuluan ………. 101
Bahan dan Metode ... 103
Hasil dan Pembahasan ………. 106
Simpulan ……….. 109
PEMBAHASAN UMUM ……… 111
SIMPULAN DAN SARAN ……….. Simpulan... Saran... 121 121 122 DAFTAR PUSTAKA ………... 123
1. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang
diamati ... 36
2. Pengaruh umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman pegagan
aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl... 40
3. Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi N pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung
Putri, Cipanas, 1500 m dpl………... 41
4. Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi P pada daun ke-1, ke-2 atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung
Putri, Cipanas, 1500 m dpl ………... 42
5. Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi K pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung
Putri,Cipanas, 1500 m dpl………... 43
6. Pengaruh umur tanaman terhadap produksi bobot kering daun, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri,
Cipanas, 1500 m dpl………... 44
7. Pengaruh posisi daun terhadap kandungan senyawa asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas,
1500 m dpl... 45
8. Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun pada umur 3,4,5,6 bulan setelah tanam ( BST) dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl...
46
9. Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun posisi ke -1, 2, 3 dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri,
Cipanas, 1500 m dpl………... 46
10. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang
diamati ... 56
11. Rekapitulasi uji F pada peubah pertumbuhan pegagan pada
aplikasi hara N, P, dan K ……….. 61
12. Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan
produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N... 65
13. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen
pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N ………...
67
14. Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan
produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P …... 69
15. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen
pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P ………... 71
16. Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan
produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K ... 73
17. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada
aplikasi pupuk K ……… 74
18. Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun tanaman
sampel, dan status hara N tanah ……….. 77
19. Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun (ubinan
1mx1m), dan status hara N tanah ……… 77
20. Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun tanaman sampel,
dan status hara P-total tanah ……… 82
21. Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun (ubinan 1mx1m),
dan status hara P-total tanah ……… 82
22. Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun tanaman sampel,
dan status hara K tanah ……….. 86
23. Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun (ubinan
1mx1m)………... 86
24. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang
diamati ... 96
25. Pengaruh pemupukan NPK terhadap produksi bobot segar dan
kering serta bioaktif asiatikosida tanaman pegagan ………. 97
26. Pengaruh pemupukan NPK terhadap kehilangan hara yang
terangkut produksi tanaman pegagan serta senyawa asiatikosida .... 98
28. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang
diamati ... 106
29. Pertumbuhan vegetatif panjang daun, lebar daun, dan tebal daun pada dua varietas pegagan dan tiga macam umur panen sitem
ratoon ……… 107
30. Produksi bobot segar, bobot kering, dan bobot senyawa
asiatikosida pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen
sitem ratoon ………. 108
1. Bagan alir pelaksanaan penelitian ………... 8
2. Struktur komponen utama asiatikosida ………... 13
3. Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi produksi asiatikosida melalui produksi terna kering
tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N ………... 66
4. Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman
pegagan pada aplikasi pupuk P ………... 70
5. Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman
pegagan pada aplikasi pupuk K ………... 75
6. Korelasi antara konsentrasi N daun terhadap hasil relatif bobot
kering terna dan senyawa asiatikosida per tanaman ... 79
7 Korelasi antara dosis N daun terhadap hasil relatif bobot kering
terna dan senyawa asiatikosida per tanaman ... 79
8. Korelasi antara dosis N daun dengan hasil relatif bobot kering per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan... 80
9. Korelasi antara konsentrasi N daun dengan hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan serta baas kritis hara P tanaman pegagan... 80
10. Korelasi antara dosis P dan konsentrasi P daun terhadap hasil
relatif bobot kering terna per tanaman………... 83 11. Korelasi antara konsentrasi P dan konsentrasi P daun terhadap
hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman……... 84 12. Korelasi antara konsentrasi P daun dengan hasil relatif bobot
kering terna per tanaman serta batas kritis hara P tanaman pegagan 84
13. Korelasi antara dosis P daun dengan hasil relatif senyawa
asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara P tanaman pegagan 85
14 Korelasi antara dosis K daun terhadap hasil relatif bobot kering
terna per tanaman ………... 87
15 Korelasi antara konsentrasi K daun terhadap hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman ………... 88
16 Korelasi antara konsentrasi K daun dengan hasil elatif bobot kering terna per tanaman serta batas kritis hara K tanaman
pegagan ………... 88
asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara K tanaman
pegagan ………... 89
Halaman
1 Lay out uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi bioaktif asiatikosida peggan di KP,
Gunung Putri... 131
2 Lay out uji kalibrasi hara N menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan
di KP Gunung Putri... 132
3 Lay out uji kalibrasi hara P menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan
di KP Gunung Putri... 133
4 Lay out uji kalibrasi hara K menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan
di KP Gunung Putri... 134
5 Lay out studi frekwensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum bioaktif asiatikosida di KP
Gunung Putri... 135
6 Lay out penelitian diagnosa analisis jaringan tanaman dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan
di KP. Gunung Putri... 136
7 Data klimatologi di KP. Gunung Putri tahun 2008 dan 2009... 137
8 Tabel hasil analisa karakteristik tanah Andisol di KP. Gunung
Putri... 138
(VI) (V) (IV) (III) (II) (I)
Keterangan :
Rancangan Penelitian : Regresi Linier, dengan 6x ulangan.
Keterangan :
Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Lampiran 3 Lay out uji kalibrasi hara P menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri
Keterangan :
Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Ulangan : I,II,III,IV, dan V
Varietas : Boyolali
Keterangan :
Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V.
( I
I II III IV Keterangan :
Rancangan Penelitian : Petak Terbagi (Split plot), yang diulang 4 x Main Plot : Varietas (V)
V1 = Varietas Boyolali
V2 = Varietas Lokal (Gn. Putri)
Sub Plot
R1 = Panen Setiap 1 bulan Jarak Tanam : 50 cm x 50 cm
R2 = Panen Setiap 2 ½ bulan Jumlah Tanaman Per Petak = 40 Tanaman
R3 = Panen Setiap 5 bulan Total Populasi = 560 Tanaman
Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : 135 kg N/ha ∞ 3.614 g urea/tanaman; 60 kg P/ha ∞ 4.016 g SP18/tanaman; 132 kg K/ha ∞ 2.650g KCl/tanaman
V2R3 V2R1
V1R3 V1R1
V2R2
V1R2
V1R3 V1R1
V2R3 V2R1
V1R2
V2R2
V2R3 V2R1
V1R3 V1R1
V2R2
V1R2
V1R3 V1R1
V2R3 V2R1
V1R2
V2R2
U
Lampiran 6 Lay out penelitian diagnosa analisis jaringan tanaman dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa bioaktif asiaticosida maksimum pada tanaman pegagan (Centella asiatica L.Urban) di KP. Gunung Putri
ULANGAN I
K0 K2 K4 K1 K3
ULANGAN II
K1 K0 K3 K4 K2
ULANGAN III
K0 K4 K2 K3 K1
ULANGAN IV
K4 K2 K0 K1 K3
ULANGAN V
K3 K0 K1 K3 K2
Keterangan:
Rancangan : Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan. Perlakuan : Pemupukan NPK, yang terdiri dari lima taraf yakni;
K0 = tanpa pupuk NPK (kontrol).
K1 = Kisaran Dosis NPK rendah, umumnya dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK pada batas kritis.
K2 = Kisaran Dosis NPK cukup, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman antara Status hara NPK pada kisaran rendah dan tinggi.
K3 = Kisaran Dosis NPK optimum, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK optimum.
K4 = Kisaran Dosis NPK tinggi, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman diatas Status hara NPK optimum.
Luas unit percobaan : 300 m2. Ukuran petak 3 x 4 m2
Jarak tanam 30 x 40 cm.
Varietas pegagan : Var. Boyolali.
Jumlah tanaman/unit percobaan : 50 tan/unit percobaan
Lampiran 7 Data Klimatologi di Kebun Percobaan Gunung Putri Tahun 2008 dan 2009
Bulan Hujan Suhu (
0
C)
Rata-rata Curah Hujan
(mm) Hari
Min Maks
Oktober 16.15 23.16 19.85 731.00 14
November 15.90 22.84 19.37 1161.50 18
Desember 16.12 22.68 19.40 797.00 18
Januari 16.11 23.08 19.60 955.50 16
Februari 15.78 21.62 18.70 1602.00 17
Maret 16.28 23.75 20.01 721.50 13
Lampiran 8 Tabel hasil analisis krakteristik tanah Andisols di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur
Sifat Tanah Nilai Uji Tanah Metode/ekstraktan Satuan
pH H2O 5.96 (Agak Masam) pH meter
pH KC1 5.62 pH meter
C-Organik 3.85 (Tinggi) Kirmies %
N-Total 0.34 (Sedang) Kjedahl %
C/N ratio 11.32 -
P-tersedia 17.95 Bray-1 ppm
Ca 7.98 (sedang) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
Mg 1.41 (Sedang) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
K 0.26 (Rendah) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
Na 0.33 (Rendah) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
Total 9.98 me/100g
Al 0 1 N KC1 me/100g
KTK 19.17(Sedang) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g
KB 52.06 (Tinggi) %
Pasir 54.46 Pipet %
Debu 33.31 Pipet %
Liat 12.23 Pipet %
Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan pegagan berdasar
status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum
tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis
tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan pada jenis tanah yang sama juga
mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien
dengan penggunaan konsep LEISA (Low External Input Sustainable) hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan
hara tersebut. Nilai uji tanah dan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada
hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Nursyamsi et al. 2002 dan Sutriadi et al. 2003). Dikemukakan oleh Leiwakabessy (1996) melalui data penelitian kalibrasi
maka data analisis tanah dan jaringan tanaman dari laboratorium serta produksi
relatif tanaman dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi pemupukan rasional
yang berimbang dengan takaran optimum untuk menduga produksi tanaman.
Penyusunan rekomendasi pupuk yang tepat dapat didasarkan pada hasil
analisis tanah atau tanaman (Lozano 1990). Analisis tanaman umumnya
menggunakan jaringan daun yang merupakan prosedur untuk menentukan
konsentrasi unsur dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman
(Heckman 2001), dan merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam
menentukan status hara pada tanaman, karena dapat memberikan informasi aktual
penyerapan hara (Zwart 2006).
Penentuan jaringan daun yang tepat sebagai pewakil yang dapat
mempresentasikan status hara dari individu tanaman merupakan hal penting yang
harus diketahui. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa daun yang dijadikan sampel
daun adalah daun ke-1 umur 5 bulan yang diambil dari rumpun induk dan rumpun
anakannya yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara
konsentrasi hara N, P, K daun dengan hasil (terna pegagan dan senyawa bioaktif
asitikosida). Hal disebabkan karena daun ke-1 umur 5 bulan merupakan daun
yang baru tumbuh sempurna, sehingga konsentrasi hara N, P, dan K yang
dikandungnya relatif stabil. Pada daun tua yang mulai berwarna hijau pucat dan
dengan rendahnya kandungan klorofil dan protein (Albrigo 1966). Kandungan P
di dalam tanaman sekitar 0.15% - 1.00% bobot kering pada kebanyakan tanaman,
dengan nilai kecukupan dari 0.20% - 0.40% pada jaringan daun yang baru masak
(Jones 1998). Konsentrasi K tertinggi pada daun baru, tangkai daun dan batang
tanaman, kandungan K pada daun berkurang seiring dengan bertambahnya umur
(Jones 1998).
Pada tanaman pegagan, daun merupakan jaringan tanaman yang penting
karena Senyawa bioaktif asiatikosida yang tergolong terpene pada tanaman
pegagan banyak ditranslokasikan di jaringan palisade daun, sehingga tingginya
produktivitas dalam budidaya tanaman pegagan ditentukan oleh tingkat produksi
herbal (daun) pegagan dikalikan dengan kandungan senyawa bioaktifnya
(asiatikosida).
Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status
hara pada tanaman, karena status hara pada jaringan tanaman juga merupakan
gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa
konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari
semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah
(Wijaya 2008). Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat sebagai bahan
diagnosis status hara bagi produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pada
tanaman pegagan umur 5 bulan setelah tanam (BST) adalah posisi daun ke-1
untuk analisis hara N, P, dan K, karena status hara N, P, atau K pada daun tersebut
menunjukkan hubungan yang paling baik dan secara konsisten berpengaruh
terhadap produksi terna kering maupun senyawa asiatikosida. Penetapan sampel
daun dari satu posisi daun dan pada umur tertentu saja pada setiap rumpun
pegagan adalah lebih praktis dan ekonomis dalam aplikasinya, karena hal ini
dapat menghindari kesalahan dalam pengambilan sampel daun serta dapat
menekan ongkos analisa daun sampel di laboratorium.
Uji kalibrasi dilakukan di lapangan untuk mengetahui hubungan antara nilai
analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Sehingga uji kalibrasi
memberikan makna dari nilai analisis jaringan daun yang diperoleh dari
laboratorium menjadi data interpretasi, apakah kandungan hara dalam daun
tanaman (daun) dapat dilakukan dengan metode yang berdasarkan kurva
kontinyu. Pada metode ini, kategori uji jaringan tanaman diperoleh dengan
memplot hasil relatif dengan nilai uji jaringan tanaman, selanjutnya dengan
melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Uji kalibrasi pada penelitian ini dilakukan
agar interpretasi angka nilai analisis daun (status hara daun) lebih bermanfaat,
maka nilai analisis daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon
tanaman`dikelompokkan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Penetapan
kategori respon tanaman mempunyai beberapa manfaat , yakni untuk memberikan
makna dari nilai indeks analisis, dan untuk memprediksi respon tanaman terhadap
pemberian pupuk sekaligus membuat rekomendasi pemupukan (Dahnke dan
Olson 1990; Kidder 1993).
Pengelompokan nilai-nilai analisis daun ini didasarkan atas adanya
hubungan hara daun dengan produksi relatif menggunakan model regresi. Hasil
uji regresi yang telah dilakukan, telah diketahui bahwa model regresi kuadratik
adalah model terbaik untuk menyatakan hubungan antara dosis pupuk N, P dan
K dengan produksi relatif terna pegagan maupun senyawa bioaktif asiatikosida
artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya
dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman.
Selanjutnya dapat ditetapkan dosis pupuk N, P, dan K maksimum untuk
mendapatkan produksi dengan kuantitas tinggi dan kualitas kandungan
asiatikosida yang memenuhi persyaratan MMI.
Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri
produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total,
panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. Berdasarkan
hasil analisis lintas yang dilakukan secara bertahap terhadap produksi senyawa
asiatikosida melalui produksi terna kering pegagan, diketahui nilai pengaruh
langsung dan keeratan korelasi dari karakter jumlah daun total secara konsisten
menunjukkan nilai tertinggi pada ketiga aplikasi hara N, P, maupun K. Sehingga
karakter pertumbuhan vegetatif jumlah daun total dari tanaman sampel dapat
dijadikan sebagai karakter penciri produksi senyawa asiatikosida tanaman
Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering
terna terletak pada titik 2.97 % N dengan kriteria rendah N ≤ 2.97 % dan tinggi N
> 2.97 %. Untuk produksi senyawa asiatikosida adalah 2.98 % N dengan kriteria
rendah rendah N ≤ 2.98 % dan tinggi N > 2.98 %. Titik kritis hara N pada daun
sampel tanaman pegagan ini sejalan dengan pernyataan Brady (1990) bahwa
Kebanyakan tanaman mengandung Nitrogen 1.50 sampai 6.00% dari berat kering
tanaman dengan nilai kecukupan 2.50 sampai 3.50% dalam jaringan daun. Batas
kritis hara P bagi produksi terna kering yakni 0.23 % P dengan kriteria rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %, sedang untuk produksi senyawa asiatiosida adalah 0.23 % P dengan kriteria . rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %,
kondisi ini sejalan dengan pendapat Havlin (2005) Nilai kritis P di bawah 0.20%
dan lebih tinggi dari 1.00% dianggap berlebihan. Titik kritis hara K daun sampel
bagi produksi terna kering adalah 3.98 % K dengan kriteria rendah K ≤ 3.98 %
dan tinggi K > 98 %. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada
3.85 % K dengan kriteria rendah K ≤ 3.85 % dan tinggi K > 3.85 %. Menurut
Jones (1998) kandungan K pada tanaman berkisar 1 – 5% dari berat kering
jaringan daun dengan nilai kecukupan 1.5 – 3% pada jaringan dewasa yang baru
terbentuk. Aplikasi pemupukan N, P, dan K hanya diberikan pada tanaman
dengan status hara daun tergolong rendah.
Model regresi yang terbaik antara dosis pupuk N, P, K daun sampel dengan
hasil relatif pada tanaman pegagan (berat kering terna maupun bobot senyawa
asiatikosida) adalah kuadratik. Berdasarkan model regresi kuadratik dosis pupuk
N, P dan K untuk menghasilkan terna kering maksimum yakni 2.57 g N/tan,
0.72 g P2O5/tan dan 2.69 g K2O/tan. Rekomendasi dosis pupuk N, P dan K untuk
menghasilkan asiatikosida maksimum yakni 2.04 g N/tan, 0.42 g P2O5/tan dan
2.93 g K2O/tan. Antara ketiga hara N, P, dan K yang direkomendasikan untuk
tanaman pegagan tersebut jumlah hara K lebih banyak dibutuhkan yang dikuti
secara berurutan oleh hara N dan K. Hal ini juga berlaku untuk kedua jenis
produksi pegagan yakni bobot terna kering maupun senyawa asiatikosida.
Tanaman mengandung K dalam jumlah besar dibandingkan unsur-unsur lain dan
bersifat sangat mobil. Bahkan di dalam larutan phloem K merupakan kation
fotosintesis karena terlibat di dalam sintetis ATP, produksi dalam aktivitas
enzim-enzim fotosintetis (seperti RuBP karboksilase), penyerapan CO2 melalui mulut
daun, dan menjaga keseimbangan listrik selama fotofosforilasi di dalam kloroplas.
Selain itu, K juga terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis (assimilate) dari daun melalui floem ke jaringan organ reproduktif (Havlin et al. 2005).
Tingginya kebutuhan hara N ini karena Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah
banyak sebagai nutrisi tumbuhan. Nitrogen juga sangat penting dalam tumbuhan
karena merupakan komponen penyusun asam amino, asam nukleat, protein
(plasma maupun enzim), klorofil, hormon, alkaloid, dan bahan organik lainnya.
Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat
optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan
karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap
penebalan dinding sel, membatasi pembentukan protoplasma, sukulensi
berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus
mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro
molekul dari prekusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis
bahan-bahan lainnya di seluruh bagian tanaman. Pembawa (carrier) dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengandung N lainnya yang sangat
diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Kekurangan N juga sebagai penyebab
hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun-daun yang kecil dan hijau pucat
dan nekrotik berkembang pada ujung daun (Albrigo 1966). Menurut Havlin
(2005) bahwa fosfor di dalam tanaman bersifat mobil sehingga terjadi kahat fosfor
dari daun dan akan dipindahkan ke daun yang lebih muda. Hal ini mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan dan tanaman tidak mampu berproduksi secara
optimal. Kadar fosfor di dalam tanaman 0.1 - 0.5% lebih rendah dari kadar
nitrogen dan kalium. Marschner (1985) menyatakan bahwa kebutuhan fosfor
untuk pertumbuhan optimum tanaman berkisar 0.3 - 0.5% dari bobot kering
tanaman selama pertumbuhan vegetatif, pada konsentrasi lebih tinggi dari 1%
dalam bahan kering kemungkinan tanaman akan keracunan. Pasokan P yang
cukup mengakibatkan pertumbuhan perakaran meningkat, sehingga serapan hara
dan air meningkat. Oleh karena fungsi P yang sangat penting untuk pertumbuhan
proses-proses tersebut, seperti pembelahan sel dan pengembangan sel, respirasi,
dan fotosintetis (Marschner 1986; Havlin et al. 2005).
Hasil pengujian validasi atas rekomendasi pemupukan pegagan yang
dihasilkan dari percobaan sebelumnya, diketahui bahwa terjadi perbedaan
pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum
pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.72
g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam yang merupakan dosis maksimum
menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha
dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha.
Kehilangan hara tertinggi terjadi pada perlakuan pemupukan yang
menghasilkan produksi terna kering dan kadar asiatikosida tertinggi yang terjadi
pada perlakuan K3 dengan dosis (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tan/musim
tanam, yakni sebesar 487.14 kg N + 38.64 kg P + 484.38 kg K per hektar. Kadar
senyawa asiatikosida yang dihasilkan juga meningkat dengan semakin besarnya
dosis pemupukan NPK yang diberikan hingga kekisaran pemupukkan NPK
maksimum, tetapi pada kisaran dosis pemupukan yang lebih tinggi terjadi
penurunan. Kehilangan hara terangkut panen dapat ditekan dengan
mengembalikan limbah pengolahan pegagan dalam bentuk bahan organik yang
telah dikomposkan.
Tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan
aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun, tapi pada
pertumbuhan vegetatif lebar daun terjadi perbedaan pengaruh yang nyata. Lebar
daun aksesi Boyolali cenderung lebih lebar dibandingkan aksesi lokal. Hal ini
disebabkan karena aksesi Boyolali yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan tanaman introduksi, sehingga membutuhkan masa adaptasi untuk
dapat mengekspresikan potensi produksinya dengan baik pada iklim mikro
setempat. Sebaliknya pegagan aksesi lokal telah eksis dengan kondisi agroklimat
di lahan penelitian, sehingga mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang cenderung menghasilkan produksi bobot segar
(2.988 kg/m2), bobot kering (1.824 kg/m2) atau bobot asiatikosida (2.58 g/m2)
panen ratoon yang diuji menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap produksi pegagan. Berdasarkan permintaan pasar dan pertimbangan ekonomis
panen dapat dilakukan lebih awal yaitu umur 3 bulan atau 4 bulan setelah tanam
dengan konsekwensi penurunan produksi yang diperoleh baik bobot terna kering
maupun senyawa asiatikosida.
Harapan pekebun pegagan adalah berupaya untuk mendapatkan produksi
terna pegagan sebanyak-banyaknya dengan kandungan bioaktif asiatikosida yang
tertinggi, karena industri pengguna mensyaratkan standar terna pegagan dengan
kadar bioaktif yang tinggi. Disamping itu produksi bioaktif yang dihasilkan
merupakan hasil perkalian berat kering terna dengan kadar bioaktif asiatikosida
yang dikandungnya.
Pemupukan NPK pada tanaman pegagan memberikan respon yang positif
baik terhadap pertumbuhan maupun produksi terna dan senyawa bioaktif
asiatikosida. Namun dalam penyusunan rekomendasi pemupukan tetap harus
memperhitungkan aspek ekonomi, terutama harga pupuk dan hasil (berat kering
terna atau bobot asiatikosida) pegagan. Berdasarkan dosis pemupukan dari
beberapa kisaran kecukupan hara pegagan yang telah diuji, diperoleh beberapa
alternatif rekomendasi pemupukan tanaman pegagan guna mendapatkan
produktivitas terna kering pegagan yang tinggi dengan kandungan senyawa
bioaktif asiatikosida yang tinggi. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan
kurva regresi pola kuadratik N ,P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan standar
status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39 % P,
dan 4.84 % K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang
direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g
K0) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan
interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara
15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida
sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha. Hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini lebih tinggi dari produksi penelitian pegagan yang menggunakan aksesi
Boyolali terdahulu yakni 13.53 ton terna kering/ha dengan kandungan asiatikosida
penelitian ini mampu meningkatkan produksi sebesar 25.41 kg terna kering
dengan produksi senyawa asiatikosida sebesar 0.07 kg.
Dalam budidaya tanaman biofarmaka, peranan pupuk sangat berpengaruh
terhadap kualitas tanaman obat yang akan di panen. Efek farmakologis yang
dikandung pegagan menjadi hilang atau menjadi buruk akibat pemupukan yang
salah. Suplai N mempengaruhi pertumbuhan tanaman, penampilan, dan hasil
tanaman. Penambahan suplai N diikuti oleh meningkatnya kandungan senyawa
yang mengandung N seperti asam amino, protein dan vitamin B. Hara P
dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan akar yang baik sehingga tanaman lebih
tahan terhadap kekeringan dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menyerap unsur hara yang menunjang pertumbuhan lebih lanjut. Unsur K
mengendalikan aktivitas lebih dari 50 macam enzim di dalam tubuh tanaman akan
mempengaruhi proses metabolisme tanaman sehingga dapat dipastikan akan
berpengaruh pada mutu tanaman dan hasil panen. Berdasarkan produktivitas
dosis pemupukkan optimum yang diberikan maka setiap pemberian 1 g pupuk P
dapat meningkatkan produksi 56.83g terna kering dengan kandungan senyawa
asiatikosida seberat 0.16 g senyawa asiatikosida adalah yang tertinggi
dibandingkan dengan hara K dan N. Setiap penambahan 1 g pupuk N mampu
meningkatkan produksi terna kering sebesar 2.24 g terna kering dengan produksi
bioaktif 0.06 g senyawa asiatikosida. Penambahan 1 g pupuk K dapat
menghasilkan produksi terna kering sebesar 3.29 g dengan produksi senyawa
asiatikosida sebesar 0.025 g. Musyarofah (2006) dalam penelitian membuktikan
bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia. Pengaruh
unsur hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman dapat dijelaskan dengan
membahas fungsi unsur hara di dalam metabolisme tanaman.
Novelty atau kebaruan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) diketahuinya karakter pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan yang
dapat digunakan sebagai penciri produksi terna kering maupun asiatikosida.
Melalui informasi yang didapatkan, maka secara kwalitatif dapat diprediksi
potensi produksi terna kering maupun asiatikosida yang akan dipanen. Namun
demikian akurasi karakter penciri ini agar mampu memprediksi tingkat produksi
(2) alat diagnosis status hara N, P, dan K serta model regresi kuadratik terbaik
bagi tanaman pegagan yang diperoleh diperlukan untuk menentukan rekomendasi
pemupukan yang tepat guna mendapatkan produksi pegagan yang maksimal; (3)
diketahui batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering
terna dan produksi senyawa asiatikosida dapat digunakan untuk menentukan
apakan tanaman pegagan yang dibudidayakan membutuhkan pemupukan atau
tidak, agar dapat tumbuh dan berproduksi maksimal; (4) mendapatkan status hara
dan dosis pupuk N, P, dan K yang tepat untuk hasil terna kering dan senyawa
bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI. Dalam
aplikasi pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila
memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan
tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini
dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi
pemupukan didasarkan pada uji tanah dan tanaman; dan (5) mendapatkan
informasi waktu dan sistem panen yang tepat, serta rekomendasi dosis pupuk
NPK untuk produksi terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum
yang dapat berkontribusi terhadap teknologi penyiapan bahan baku pegagan
terstandar untuk Good Agricultural Practices (GAP). Berdasarkan informasi ini dapat diasumsikan bahwa apabila panen dilakukan sebelum atau sesudah tanaman
berumur 5 bulan setelah tanam akan menghadapi resiko penurunan produksi.
Namun demikian apabila nilai ekonomi yang didapatkan dari hasil panen yang
Latar Belakang
Pegagan (Centela asiatica) merupakan salah satu tumbuhan liar yang memiliki khasiat obat, berasal dari famili Umbelliferae (Apiaceae) yang dikenal secara internasional dengan nama Asiatic Pennywort, Indian Pennywort atau Gotu cola. Di beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan nama rumput kaki kuda atau antanan, tanaman ini banyak digunakan dalam produk jamu (Widowati et al. 1992).
Persyaratan bahan baku pegagan menurut Badan Pengawasan Obat dan
Makanan RI (2004) adalah mengandung bahan aktif Triterpenoid dengan
konsentrasi asiatikosida ≥ 0.90 %, sedang Materia Medika Indonesia (MMI),
Depkes (1977) mensyaratkan kandungan Glikosida asiatikosida dan asam asiatika ≥ 1.20 %.
Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas biologis adalah Centella Asiaticosid Selected Triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida (glikosida asiatikosida) yang merupakan senyawa yang mempunyai khasiat antara lain untuk
revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena bekerja keras, mengobati darah
tinggi, lepra, syphilis, rematik, demam, borok dan mempercepat penyembuhan
luka (Agil et al. 1992), diuretik, anti-inflammatory, antiseptik, analgesik dan mempengaruhi keseimbangan jaringan (Soeharso et al. 1992).
Selain sebagai tanaman obat, pegagan juga banyak dimanfaatkan sebagai
sayuran (lalapan mentah atau dimasak) di berbagai negara di Asia Tenggara
(kecuali Philipina) dan Sri Lanka. Di Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam daun
pegagan dibuat minuman jus yang ditambah sedikit gula untuk mengatasi rasa
pahit (Bermawie et al. 2007). Saat ini permintaan herbal pegagan yang bermutu dan terstandar dari industri obat dan industri pangan fungsional seperti minumam
kesehatan semakin meningkat. IPB (2005) mengungkapkan kebutuhan industri
akan bahan baku pegagan mencapai 100 ton/th, namun sampai saat ini baru dapat
dipasok 4 ton/th dengan kualitas bahan baku yang bervariasi serta jumlah pasokan
Secara fisiologis unsur hara (elements) dapat melakukan tiga fungsi yang jelas di dalam tumbuhan yakni, (1) fungsi elektro kimia, (2) fungsi struktur, dan
(3) fungsi katalitik. Peranan elektro kimia dapat meliputi proses menyeimbangkan
konsentrasi ion, stabilisasi makro molekul, stabilisasi koloida, netralisasi muatan
dan lain-lain. Sedang peranan struktur dilakukan oleh elemen dalam
keterlibatannya pada struktur kimia molekul biologi, atau dalam membentuk
pollen structural (seperti kalsium dalam pektin, fosfor dalam fosfolipida). Selanjutnya peranan elemen dalam fungsi katalitik yaitu terlibat pada bagian aktif
(active site) suatu enzim. Beberapa unsur makro (seperti N, P, dan K) memiliki ketiga peran tersebut, sedangkan unsur mikro hanya berperan dalam fungsi
katalitik (Anggorowati et al. 2001). Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman pegagan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan mutu yang
memenuhi standar kualitas yang baik (mengandung bahan aktif tinggi), maka
kebutuhan hara tersebut dapat dipenuhi melalui pemupukan.
Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, hal ini disebabkan
karena belum tersedianya pengetahuan mengenai hara mineral yang optimum
untuk mendukung pertumbuhan dan produksi. Penelitian untuk menyusun
rekomendasi pemupukan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman
terhadap hara N, P dan K belum tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah
sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya. Bahkan pada
jenis tanah yang sama juga mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda.
Pemupukan yang efisien hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara
tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Dua cara pendekatan untuk
mengetahui apakah tanaman perlu dipupuk atau tidak yaitu pendekatan diagnosis
gejala visual dan analisis tanaman (Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan
Duncan 1990).
Jaringan tanaman yang umumnya digunakan untuk analisis adalah daun.
Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis dan
metabolisme lainnya yang sangat aktif. Daun juga merupakan salah satu tempat
penyimpanan karbohidrat dan mineral. Hara yang ada pada daun tidak hanya
berperan dalam fotosintesis tetapi juga menggambarkan status hara aktual dalam
dianalisis (Mooney 1992). Dikemukakan oleh Leiwakabessy dan Sutandi (2004)
bahwa ada beberapa tujuan analisis jaringan daun antara lain: (1) mendiagnosis
atau memperkuat diagnosis gejala yang terlihat, (2) mengidentifikasi gejala yang
terselubung, (3) mengetahui kekurangan hara sedini mungkin, dan (4) sebagai alat
bantu dalam menentukan rekomendasi pupuk.
Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mediagnosis status hara
optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun bertujuan untuk mendapatkan
hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun pada umur tertentu.
Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara pada
tanaman pegagan maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan
dengan hasil yang dapat dipasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi. Status hara pada
jaringan tanaman dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanaman-tanaman
yang mempunyai status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi
pemupukan. Penggunaan beberapa model statistik telah membantu dalam
menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan
(Dahnke dan Olsen 1990).
Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan an organik di dalam
tanaman Suatu rentang yang lebih rendah 1.80 sampai 2.20% ditemukan pada
kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4.80 sampai 5.50%
ditemukan pada jenis legum.
Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaanya bagi
tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk
fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik
dan P-anorganik jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total. Dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman
berasal dari P larutan tanah (Brady 1990; Tisdale et al. 1985).
Kalium diserap tanaman melalui difusi. Tanaman yang kekurangan unsur
hara K akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas
buah (Tisdale et al. 1989; Jones 1998). Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau
Panen pegagan biasanya dilakukan petani pada tanaman berumur 3-4 bulan
setelah tanam dengan cara dipangkas bagian daun dan sulurnya. Selang
pemanenan dua bulan sekali dengan hasil produksi total sekitar 15-25 ton terna
segar, atau setara 1.5–2.5 ton terna kering/ha per tahun (Januwati dan Yusron
2005). Tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas produksi terna tanaman pegagan
sangat ditentukan oleh frekuensi dan waktu panen. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Wibowo (1990) bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada
saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh
produk yang berkualitas tinggi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendapatkan jaringan daun yang
tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan, (2)
mendapatkan status hara dan dosis pupuk N, P dan K untuk hasil senyawa bioaktif
asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan, (3) validasi kisaran kebutuhan
hara N, P dan K tanaman pegagan, (4) mendapatkan sistem panen pegagan yang
paling tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida maksimum
yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya metode kriteria sampel
tanaman pegagan untuk analisis hara guna menentukan dosis pupuk yang optimal
untuk tanaman pegagan pada setiap kondisi status hara yang berbeda,
rekomendasi pemupukan, waktu dan sistem panen untuk menghasilkan biomasa
Hipotesis Penelitian
1. Konsentrasi N, P dan K di jaringan daun pegagan bervariasi dengan
berbedanya umur dan setiap umur jaringan tanaman mempunyai keeratan
hubungan dengan hasil senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan.
sehingga terdapat hubungan antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun
dengan hasil bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan.
2. Terdapat hubungan yang erat antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan
status hara pada jaringan daun tertentu pada tanaman pegagan, sehingga tinggi
rendahnya kualitas dan kuantitas produksi herba pegagan dengan kandungan
senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI
(1.20 %), sangat ditentukan oleh teknik budidaya terutama dosis pupuk serta
sistem panen pegagan seperti frekuensi dan waktu panen yang dilakukan.
Kerangka Pemikiran
Permasalahan dalam pengembangan produk yang berasal dari tanaman
pegagan adalah tidak terjaminnya pasokan dan mutu. Untuk memasok kebutuhan
industri, selama ini pegagan diambil langsung dari alam tanpa usaha
pembudidayaan sehingga jaminan pasokan bahan baku dan mutunya tidak
terjamin. Disamping itu pemanenan pegagan secara langsung melalui pencarian
dan menambang di alam ini berpotensi menyebabkan kehilangan plasma nutfah
tanaman obat. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi herbal pegagan secara
berkelanjutan yang menjamin kebutuhan herbal tersebut dapat dilakukan melalui
penerapan teknologi budidaya pegagan yang efektif secara intensif dengan
penggunaan varietas pegagan yang memiliki potensi kandungan senyawa bahan
aktif tinggi.
Ketersediaan teknologi budidaya tanaman pegagan yang mampu menjamin
produktivitas dan kualitas yang tinggi masih sangat terbatas, sehingga diperlukan
penelitian perakitan teknologi budidaya tanaman pegagan mulai dari penggunaan
aksesi unggul, kesesuaian lingkungan tumbuh, pemupukan yang rasional, serta
Pemanfaatan tanaman pegagan aksesi Boyolali di dataran tinggi dalam
penelitian ini, karena berdasarkan hasil penelitian uji varietas tanaman pegagan
terdahulu, aksesi ini menunjukkan potensi produksi herba segar tertinggi di
Indonesia (13.53 ton/ha/th) dengan kandungan senyawa bahan aktif asiatikosida
(0.94 %) (Bermawie et al. 2008).
Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila
memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan
tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini
dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi
pemupukan didasarkan pada uji tanah dan jaringan tanaman (Nursyamsi et al. 2002), tetapi nilai uji jaringan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil
penelitian korelasi dan kalibrasi (Sutriadi et al. 2003). Jaringan daun yang tepat adalah yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K jaringan
daun dengan hasil. Jaringan daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut
digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman
pegagan. Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat ini, selanjutnya
direkomendasikan sebagai sampel untuk analisis jaringan berikutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mendukung standarisasi mutu pegagan, diperlukan serangkaian
penelitian dengan melakukan studi fisiologi dan agronomi untuk meningkatkan
teknik budidaya pegagan yang intensif dan rasional guna menghasilkan
kandungan senyawa asiatikosida yang tinggi, seperti pemupukan, waktu panen,
dan sistem panen. Bagan alir kerangka penelitian “Diagnosa Status Hara dan
Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk
Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centela asiatica)” tertera pada Gambar 1. Berdasarkan uraian di atas dan kerangka berpikir penelitian tersebut, maka penelitian ini dirumuskan ke dalam empat tahap
percobaan, yaitu: 1) Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K pada Jaringan
Tanaman dengan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan; 2) Uji
Pegagan (Percobaan ini mencakup 3 sub kegiatan yaitu: Aplikasi Pupuk Nitrogen
(N), Fosfat (P), dan Kalium (K); 3) Validasi Pemupukan dengan Kisaran
Pemupukan N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Senyawa Bioaktif
Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan; 4) Studi Frekuensi dan Cara
Panen Pegagan pada Sistem Ratoon untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif
Gambar 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
Tanaman Pegagan Unggul aksesi Boyolali
Percobaan 1:
Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K pada Jaringan Tanaman dengan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan
Luaran: Penentuan umur dan Bagian Jaringan Tanaman yang
Tepat sebagai Alat Diagnosa Hara N,P,K
Luaran: Data Kandungan Senyawa Bioaktif Asiatikosida pada Umur dan Bagian Jaringan
Tanaman Pegagan
Percobaan 2:
Uji Kalibrasi Hara N, P,K Menggunakan Analisa Jaringan Daun yang Tepat
Luaran: Status Hara N,P,K Berdasarkan Analisa Jaringan
Daun Pegagan yang Tepat
Luaran: Dosis Optimum Pupuk N,P,K untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif
Asiatikosida Pegagan
Percobaan 3:
Validasi Pemupukan dengan Kisaran Pemupukan N, P, K
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada
Tanaman Pegagan
Percobaan 4:
Studi Frekuensi dan Cara Panen
Pegagan pada Sistem Ratoon untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif Asiatikosida
Luaran: Teknik Pemupukan dan Sistem Panen Tanaman Pegagan untuk Memperoleh Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida
Maksimum yang memenuhi persyaratan MMI
Penyusunan Rekomendasi Dosis Pemupukan dan Sistem Panen Tanaman Pegagan untuk Memperoleh Produksi Senyawa
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Kegunaan Tanaman Pegagan
Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tidak berbatang, tumbuh
merayap di daerah tropis yang berbunga sepanjang tahun. Bentuk daun
tunggalnya bulat seperti ginjal manusia (reniformis) dengan letak basalis atau rosette berjumlah 2-10 daun, ukuran 2-5 cm x 3-7 cm. Tangkai daun tegak dan sangat panjang ukurannya 9-17 cm, bagian dalam tangkai daun berlubang. Tepi
daun bergerigi dengan penampang 1-7 cm dan kadang berambut. Pangkal dari
tangkai daun melekuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari
(palmitus). Helaian daun biasanya berwarna hijau dan hijau muda. Batangnya lunak dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas
tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5-15 cm, akar
berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang merayap dengan panjang
10-80 cm. Akar rimpangnya bercabang-cabang sedangkan akar serabut tumbuh
dari buku-buku stolon (geragih) yang menyentuh tanah. Tinggi tanaman berkisar
antara 5.39 – 13.3 cm, dengan bunga putih atau merah muda berbentuk payung,
tunggal atau 3-5 bunga secara bersama keluar dari ketiak daun dengan tangkai
bunga (pedunculus) lebih pendek daripada tangkai daun. Buahnya kecil bergantung lonjong atau pipih 2–2.5 mm termasuk buah tipe schizocarpium. Warna kuning coklat atau merah muda kuning dan buahnya berbelah berlekuk dua
(Van Steenis 1997; De Padua et al. 1999; dan Bermawie et al. 2008).
Pegagan dapat diperbanyak secara vegetatif dengan tunas akar serta dapat
pula diperbanyak dengan biji atau secara generatif. Hingga saat ini perbanyakan
menggunakan stek tunas akar lebih banyak dilakukan dibandingkan perbanyakan
dengan biji. Perbanyakan dengan biji atau benih jarang dilakukan, karena selain
ukuran bijinya yang terlalu kecil juga sangat sulit untuk mendapatkan biji tersebut
(Januwati dan Muhammad 1992).
tertinggi yakni 0.94 %. Selanjutnya diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif
asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi lebih besar
dibandingkan dataran rendah. Khan et al. (2010) menyatakan bahwa biosintesis dipengaruhi oleh ketinggian tempat, yang dibuktikan dengan kandungan bioaktif
phyllantin dari tanaman Phyllanthus amarus yang ditanam di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam didataran rendah. Sehingga penelitian
ini dilakukan di dataran tinggi yang umumnya memiliki jenis tanah Andisol
dengan menggunakan aksesi terpilih yakni aksesi Boyolali.
Tanaman pegagan belum dibudidayakan secara intensif dan rasional,
sehingga pasokan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan terna pegagan
terstandar untuk industri di masa datang. Pembudidayaan tanaman pegagan
secara intensif memerlukan dukungan teknik budidaya yang tepat dan efisien.
Rebusan daun pegagan telah digunakan untuk bermacam-macam penyakit
antara lain untuk mengobati keracunan jengkol, peluruh air seni dan diaforetika,
penyakit saluran empedu, wasir, batuk kering pada anak-anak, pendarahan
hidung, tukak lambung, sakit ginjal dan sebagai obat kumur pada sariawan
(Anonim 1980). Selain itu digunakan pula untuk obat diare, radang usus,
bronchitis dan keputihan. Penggunaan lokal yaitu untuk mengobati
pembengkakan buah zakar, kaki gajah, luka baru atau borok (Heyne 1987). Di
India digunakan untuk mengobati sipilis dan lepra (Martindale 1967).
Senyawa asiatikosida yang terdapat di dalam tanaman pegagan mampu
meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kewaspadaan. Hal ini dimungkinkan
karena asiatikosida yang terkandung di dalamnya mampu membantu kelancaran
sirkulasi oksigen dan nutrisi serta melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif
oleh radikal bebas karena kandungan asam lemak yang sangat tinggi dan mudah
teroksidasi (Bermawi et al. 2005). Cheng et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak air pegagan dan senyawa asiatikosida, yang merupakan senyawa aktif
dalam ekstrak tersebut potensial sebagai ramuan aktif atau obat untuk mencegah
radang usus. Selanjutnya ditemukan pula bahwa glikosida total yang terkandung
dalam ekstrak pegagan dapat mencegah secara signifikan efek fibrosis pada
terbentuk sebagai akibat dari menumpuknya plak beta-amyloid di otak yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer (Rao et al. 2006). Selain itu pegagan mampu mempercepat proses regenerasi kulit pada bagian yang terluka lebih cepat.
Hal ini disebabkan asiatikosida dan mucopolisakarida yang dikandungnya dapat memacu proliferasi sel fibroblast yang berperan besar pada penyembuhan luka,
yaitu melalui kemampuannya dalam memproduksi substansi dasar pembentuk
serat kolagen. Serat kolagen inilah yang mempertautkan tepi kulit yang luka
(Barnes et al. 2002). Selanjutnya Dalimartha (2000) menambahkan bahwa oksiasiatikosida dapat membunuh tuberkolosis. Seluruh bagian tanaman pegagan
dapat berfungsi sebagai obat kecuali akar. Khasiat dan manfaat dari pegagan
antara lain disebabkan karena pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan
komponen zat kimia yang memiliki efek terapeutik. Dalam 100 g pegagan
terdapat 34 kalori, 8.3 g air, 1.6 g protein, 0.6 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.6 g
abu, 170 mg kalsium, 30 mg fosfor, 3.1 mg zat besi, 414 mg kalium, 6580 ug
betakaroten, 0.15 g tiamin, 0.14 mg riboflavin, 1.2 mg niasin, 4 mg askorbat, dan
2.0 g serat (Duke 1987). Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa
golongan, yaitu asam amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri. Asam
amino terdiri atas sejumlah besar alanin flavonoid terdiri atas quercetin,
kaempferol, dan bermacam-macam glikosida.
Untuk mendukung pertumbuhan dan produksinya tanaman pegagan
membutuhkan unsur hara yang cukup terutama pupuk N, P dan K yang
merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman. Tetapi keberadaan hara N, P
dan K di dalam tanah kurang tersedia bagi tanaman, sehingga selalu menjadi
faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, akibatnya
pengetahuan tentang hara mineral yang optimum untuk mendukung pertumbuhan
dan produksi pegagan belum tersedia.
Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan
Senyawa biokimia metabolit primer adalah senyawa yang berperan dalam