• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. masuk dalam pengelolaan TNGGP. Klaim dilakukan dengan cara alih status Batu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. masuk dalam pengelolaan TNGGP. Klaim dilakukan dengan cara alih status Batu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

128 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Studi ini menyoroti persoalan klaim PMP terhadap kawasan Batu Karut yang masuk dalam pengelolaan TNGGP. Klaim dilakukan dengan cara alih status Batu Karut dari lahan pengelolaan TNGGP menjadi lahan milik masyarakat dalam bentuk sertifikat hak milik. Hasil studi ini menghasilkan kesimpulan bahwa konflik antara PMP dan TNGGP atas klaim kepemilikan kawasan Batu Karut Bogor, pada dasarnya terkait dengan adanya SK Redistribusi Menteri Dalam Negeri No. 222/DJA/1984 dimana didalamnya termasuk Blok Batu Karut sebagai obyek redistribusi yang bisa dimiliki dalam bentuk Sertifikat Hak Milik. Pada SK tersebut nyatanya tidak disertai lampiran peta obyek redistrbusi sehingga pihak-pihak yang mengusulkan hanya menginterpretasikan lokasi yang disebutkan dalam SK tersebut. SK Redistribusi dalam pandangan penulis tidak menjadi alasan tunggal, karena disamping adanya regulasi tersebut, penulis menengarai berdasarkan temuan di lapangan ada pemicu lain, diantaranya : Adanya sumber rujukan peta yang berbeda antara BPN Bogor dan TNGGP sehingga proses pengajuan sertifikat bisa diloloskan BPN Bogor; potensi nilai ekonomi tinggi Batu Karut diantaranya adalah tegakan kayu pinus yang berumur ± 20 tahun, getah pinus, potensi pasir, posisi geografi Batu Karut yang membelah lahan MNC dan akan mengembangkan proyek perumahan, golf dan wisata alam; potensi ekowisata Batu Karut yang berdekatan dengan wisata yang sudah berkembang lebih dahulu di wilayah Bogor diantaranya wisata Danau Lido.

(2)

129 Dalam klaim Batu Karut masyarakat di jadikan alat, karena rujukan regulasi yang dipakai adalah SK Mandagri mengenai Redistribusi / Heredistribusi tanah negara bebas, yang bisa di miliki oleh masyarakat penggarap tanah tersebut. Dengan demikian mekanisme redistribusi lahan adalah salah satu celah “aman” yang memungkinkan masyarakat untuk memiliki lahan garapan tanah negara bebas menjadi hak milik. Selajutnya PMP memanfaatkan masyarakat seolah-olah telah terjadi proses jual beli antara masyarakat yang tercantum dalam sertifikat dengan PMP, meskipun faktanya masyarakat yang tercantum sertifkat merupakan “rekaan” dan segala proses yang terjadi dalam dokumen pengajuan peningkatan hak (warkah) persidangan terbukti dipalsukan dan merupakan modus yang digunakan PMP bekerjasama dengan oknum Desa Pasir Buncir untuk menguasai Batu Karut .

Pada perkembangannya terjadi dinamika kontestasi para pihak dalam mempertahankan Batu Karut. Kontestasi klaim Batu Karut secara garis besar melalui 2 proses yaitu : non litigasi dan mekanisme litigasi. Proses non litigasi dilakukan dengan saling bersurat (permohonan dan keberatan) kepada pihak-pihak terkait dengan masalah Batu Karut diantaranya saling bersurat antara PMP dan TNGGP ke instansi-instansi : BPN Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan dan Bupati Bogor. Kemudian mekanisme litigasi yang ditempuh melalui dua proses yaitu : Proses Pidana dan Perdata. Proses Pidana ditempuh karena adanya dugaan pemalsuaan dokumen (warkah ) pengajuan peningkatan hak Batu Karut menjadi Hak Milik oleh oknum PMP dibantu oleh oknum aparat Desa Pasir Buncir. Proses perdata di lakukan oleh PMP untuk menuntut ketiga institusi yang sudah dianggap menghalangi hak perdata dan investasi PMP terhadap Batu Karut yaitu TNGGP, Dinas Pertanian dan Kehutanan dan Bupati Bogor. Secara tidak langsung proses perdata ini juga ingin

(3)

130 menguji kebenaran di pengadilan, dokumen siapa yang benar menurut pendapat pengadilan sebagai dasar kepemilikan lahan Batu Karut.

TNGGP menyampaikan kasus penerbitan sertifikat Batu Karut ke BPK, sehingga permasalahan Batu Karut menjadi obyek temuan BPK dengan katagori adanya kerugian negara berupa hilangnya asset negara karena adanya penerbitan sertifikat oleh BPN Bogor. Diharapkan dengan penyampaian kerugian negara berupa hilangnya asset kawasan ke BPK, diharapkan mampu membantu mempertahankan kawasan konservasi sebagai asset negara dari tekanan korporasi melalui proses pemilikan lahan dengan modus sertifikasi .

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan tersebut diatas, maka penyelesaian Konflik Batu Karut dapat dilakukan melalui 3 solusi yaitu Negosiasi, Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat. negosiasi Merupakan cara upaya menyelesaikan konflik antara kedua belah pihak yang memiiliki kepentingan yang berbeda dengan cara melakukan pertemuan antara pihak-pihak yang berkonlik sehingga konflik dapat diselesaikan dengan kesepakatan sesuai kepentingan kedua belah pihak pihak yang berkonflik (TNGGP dan PMP). Pemberdayaan masyarakat bertolak dari padangan bahwa masyarakat yang dilibatkan dalam konflik setifikasi Batu Karut umumnya adalah masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu, sehingga melalui mekanisme tertentu perlu kebijakan yang akan membawa dampak pada kesejahteraan masyarakat Desa Pasir Buncir dengan tidak menabrak koridor hukum yang berlaku. Sementara komunikasi perlu dilakukan mengingat salah satu pemicu konflik adalah adanya sumber rujukan regulasi berbeda antara TNGGP dan Batu Karut dalam penerbitan Sertifikat Batu Karut baik dari sisi aturan maupun peta. Dengan dibangunnya pendekatan komunikasi diharapkan kedepan akan terjadi sinergitas antar BPN dan TNGGP sehingga

(4)

131 ketidaksingkronan dalam program atau kebijakan antara BPN dan TNGGP bisa dihindari, tidak hanya di tingkat daerah bahkan lebih jauh akan di akomodir pada tingkat BPN RI dan Kementerian Kehutanan.

4.2. Saran

Hasil studi menunjukan bahwa masalah utama konflik Batu Karut berakar dari penyerobotan tanah milik TNGGP yang di alih status hukumnya menjadi sertifikat atas nama masyarakat oleh PMP. Hal itu terjadi karena kurangnya komunikasi dan pemahaman hukum kehutanan ataupun aturan lainnya yang menimbulkan interpretasi sendiri terhadap persoalan konflik sertifikat Batu Karut. Konflik Batu Karut didasari oleh adanya pengaruh yang tidak tunggal baik aktor maupun latar belakang terjadinya. Oleh karena itu saran yang bisa disampaikan juga tidak bisa berdiri sendiri melainkan saling berkiatan satu dengan lainnya. Adapun saran yang bisa diberikan adalah sebagai berikut :

1. Negosiasi

Merupakan cara upaya menyelesaikan konflik antara kedua belah pihak yang memiiliki kepentingan yang berbeda dengan cara melakukan pertemuan antara pihak-pihak yang berkonlik sehingga konflik dapat diselesaikan dengan kesepakatan sesuai kepentingan kedua belah pihak pihak yang berkonflik (TNGGP dan PMP).

2. Komunikasi

a. Perlu dibangun pola komunikasi yang sinergis antara institusi TNGGP dengan otoritas penerbit sertifikat tanah yaitu BPN khususnya dalam hal singkronisasi

(5)

132 data (peta, regulasi dan lebijakan lain) dalam bentuk MoU (Nota Kesepahaman) atau bentuk lainnya sebagai mitra sejajar sehingga komunikasi dua arah berjalan seimbang. Hal ini diperlukan megingat TNGGP memiliki kawasan “pulau” (kawasan yang terpisah dari polygon induk) lain sebagaimana Batu Karut dan berada pada kawasan yang sedang mengalami perkembangan secara ekonomi yang tidak menutup kemungkinan pola-pola klaim tanah sebagaimana klaim Batu Karut akan terjadi kembali.

b. Komunikasi yang efektif dengan Pemerintahan Desa atau masyarakat penyangga kawasan hutan dalam bentuk sosialisasi atau rapat koordinasi sebagai bagian dari pola pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan, sehingga masyarakat lebih memahami dan bertanggung jawab terhadap pelestarian kawasan hutan TNGGP.

c. Kegiatan kunjungan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama serta tokoh penting lainnya, sebagai bagian dari pengenalan kejadian, penyebab dan cara-cara mengelola konflik kawasan hutan yang dapat di pelajari dan difahami lebih jauh.

d. memberikan ruang yang cukup bagi desa dalam masalah tata batas kawasan dengan mengikutsertakan secara aktif pihak desa yang menangani bidang peta desa atau batas desa, baik dalam konteks ground chek batas yang dilakukan setiap tahun oleh pihak pengelola langsung kawasan konservasi atau rekonstruksi batas kawasan yang dilakukan setiap lima tahun oleh BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) Kementerian Kehutanan yang berwenang mengenai tata batas kawasan hutan di seluruh Indonesia. Pola ini dilakukan sebagai bagian dari pendekatan pengelola kawasan dengan pemerintah daerah

(6)

133 dan masyarakat setempat sehingga masyarakat lebih memahami betul tata batas kawasan hutan yang ada di wilayah desa mereka dan lebih mewaspadai bentuk-bentuk manipulasi data pihak-pihak yang ingin memanfaatkan masyarakat dalam penguasaan tanah kawasan hutan atau tanah kawasan lainnya.

3. Pemberdayaan Masyarakat

Selain masalah komunikasi, persoalan yang membelenggu pertanahan di sana adalah karena rendahnya kemampuan secara ekonomi masyarakat, sehingga perlu dilakukan pendekatan kesejahteraan agar tingkat ekonomi masyarakat serta kesadaran masyarakat terhadap pelestarian TNGGP meningkat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan melalui :

4. Kegiatan yang berbasis di dalam kawasan yaitu kegiatan yang dilaksanakan didalam hutan dengan memanfaatkan potensi yang ada di dalam kawasan sesuai dengan karakteristik kawasan tersebut. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam jangka waktu tertentu dengan diimbangi oleh proses rehabilitasi atau restorasi dengan melibatkan masyarakat sebagai tenaga, pemanfaatan potensi ekologi kawasan, kegiatan Green Belt. Semua kegiatan yang berbasis di dalam kawasan tentunya harus mengacu pada ketentuan peraturan yang mengatur dalam kawasan tersebut. Misalnya didalam kawasan TN ada ketentuan yang mengatur tentang zonasi, dimana setiap wilayah didalam kawasan TN akan di bagi kedalam zona pengelolaan sesuai dengan karakteristik kawasan, kondisi faktual kawasan dan juga kebutuhan pengelolaan kawasan.

5. Kegiatan yang berbasis di luar kawasan hutan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan di luar kawasan hutan dengan cara mengembangkan potensi yang

(7)

134 dimiliki masyarakat untuk menciptakan kemandirian secara ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan sehingga tidak lagi tergantung secara penuh terhadap kawasan hutan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan bisa berbentuk bantuan ekonomi yang bersifat langsung dan tak langsung. Bantuan ekonomi yang bersifat langsung bisa berbentuk bantuan ternak domba dan sejenisnya atau pembibitan tanaman atau ekonomi kreatif lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Sedangkan bantuan ekonomi yang bersifat tidak langsung bisa berbentuk bantuan manajemen wirausaha atau agen pengembangan wirausaha kreatif mandiri masyarakat dengan menjembatani antara produk yang dihasilkan masyarakat kawasan hutan disektor hulu dengan perusahaan atau konsumen langsung di sektor hilir.

6. Melibatkan PMP sebagai operator lapangan dalam hal pemberdayaan masyarakat di dalam maupun di luar kawasan. pelibatan PMP dalam pemberdayaan masyarakat tentunya tidak lepas dari statement-statement yang dikeluarkan oleh petinggi PMP kepada wartawan yang menjelaskan mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di Batu Karut tidak lain adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemanfaatan Batu Karut bagi masyarakat Desa Pasir Buncir. Misalnya sebagai pihak penyelanggara pembibitan tanaman hutan bekerjasama dengan masyarakat. Hasil dari pembibitan masyarakat tersebut di beli dengan harga pantas oleh TNGGP untuk kegiatan restorasi kawasan TNGGP. Jika Batu Karut berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan pengelolaan TNGGP di jadikan sebagai tempat wisata konservasi maka PMP diberi kesempatan sebagai penyelenggara wisata konservasi tersebut dengan melibatkan masyarakat sebagai tenaga pendamping lapangan, sehingga “hasrat”

(8)

135 PMP untuk mengembangkan agrowisata dapat tersalurkan tanpa harus memiliki secara fisik kawasan Batu Karut.

Referensi

Dokumen terkait

Cross pernah menyimpulkan bahwa Yahweh pada mulanya nama Kultik dari El dengan melihat model susunan Panteon Kanaan dan Israel yang menempatkan Yahweh dan El terlibat

Pada pengujian diatas merupakan data yang dihasilkan dengan sebuah alat perangkat elektronik dari signal generator dan spectrum analyzer, adapun respon frekuensi yang

 Penulis mencoba meminimalisasi permasalahan yang ada pada Dinas Pu Kalimantan Tengah dengan membuat suatu Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Realisasi Anggaran dengan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari 19 orang yaitu bidan puskesmas, Kepala Bidang Anak dan Remaja Dinas kesehatan Tegal, Kepala Puskesmas, Bidan Koordinator Anak dan

a. Tata Cara Pembayaran : Pembayaran dilakukan dengan cara transfer langsung ke Madrasah/PPS berdasarkan Surat Keputusan Penerima Bantuan yang diterbitkan oleh Tim

Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah bahwa fokus penelitian ini pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yag telah bekerja melebihi masa

Salah satu cara untuk mempertahankan mutu genetik ternak sapi bali dan berbagai bangsa sapi lain di daerah sumber bibit adalah menghitung dengan tepat jumlah sapi dari berbagai

Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan peserta didik dalam memahami makna dari suatu persoalan