• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA

EMOTIONAL QUOTIENT

(EQ)

DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA

MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN

skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi

Oleh Nitta Jayanti 4401410095

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan Lingkungan” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Semarang, Juli 2014

(3)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN” yang disusun oleh:

nama : Nitta Jayanti NIM : 4401410095

telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 21 Juli 2014.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Andin Irsadi, S.Pd. , M.Si. NIP 19631012 198803 1001 NIP 19740310 200003 1001

Ketua Penguji/ Penguji Utama

Drs. Supriyanto, M.Si. NIP 19510919 197903 1005

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Penguji Pendamping Pembimbing

Drs. Bambang Priyono, M.Si. Dr. Saiful Ridlo, M.Si.

(4)

ABSTRAK

Jayanti, Nitta. 2014. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan Lingkungan. Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dr. Saiful Ridlo, M.Si.

Proses belajar mengajar di sekolah masih ditemui siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Berdasarkan tes IQ yang telah dilaksanakan, ada sekitar 20% siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang relatif rendah, serta ada pula siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah namun dapat mengelola emosi dan berkomunikasi dengan baik sehingga dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, dalam proses belajar siswa keseimbangan antara kecerdasan inteligensi, emosional dan spiritual sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient

(EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif, afektif dan psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan.

Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang dan sampel yang digunakan adalah 71 siswa yang diambil dengan teknik proporsional random sampling. Data diambil dengan instrumen angket kuesioner, tes dan praktikum untuk kemudian dianalisis dengan uji korelasi.

Hasil dari uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa pada materi pengelolaan lingkungan dengan koefisien korelasi antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif yaitu sebesar 0,336, dengan hasil belajar siswa domain afektif sebesar 0,556 serta dengan hasil belajar psikomotor sebesar 0,381.

Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Emotional Quotient (EQ), maka semakin baik pula hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotornya pada materi pengelolaan lingkungan.

Kata kunci: Emotional Quotient, hasil belajar, pengelolaan lingkungan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan Lingkungan”.

Dibalik terselesaikannya skripsi ini, Penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi strata 1 Jurusan Biologi FMIPA Unnes.

2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberi ijin untuk melaksanakan penelitian.

3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Dr. Saiful Ridlo, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Drs. Supriyanto, M.Si dan Drs. Bambang Priyono, M.Si sebagai dosen penguji yang berkenan menelaah dan memberi masukan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

6. Dewi Mustikaningtyas, S.Si, M.Si Med sebagai dosen wali yang sangat perhatian mengarahkan saya ke dalam kebaikan dan kelancaran selama perkuliahan.

7. Kepala sekolah, guru beserta seluruh staf SMP Negeri 29 Semarang yang memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 8. Siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 29 Semarang yang berpartisipasi dalam

penelitian skripsi ini.

9. Seluruh pengajar dan staf Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang memberikan bantuan dan ilmu pengetahuan. 10. Kedua orangtuaku (Bapak Aksianto dan Ibu Siti Fatonah), Kakakku (Nikken

Jayanthi dan Dwi Priyanto), Adikku (Nilla Jayanthi) yang selalu mendoakan

(6)

tiada henti, mengajariku untuk bermimpi dan membuatnya nyata serta memberikan motivasi untuk tidak henti-hentinya membuat bangga mereka. 11. Seno Aji Saputro, thanks for always standing for me. You are my spirit and

inspiration, stark ♥

12. Susi Nur Fitriana, Irma Luthfi, Erin Priskila, Monica Septa, Nova Aida, Janne Hillary, Elfira, Vita dan Pramesti yang telah menunjukkan arti kehidupan dengan persahabatan yang mendewasakan.

13. Rekan-rekan S1 Pendidikan Biologi UNNES 2010, BEM KM FMIPA 2011, Google Student Champions 2013, Denok Kenang Semarang 2013 atas kebersamaan yang menginspirasi.

14. Murid-muridku di Rumah Belajar Hikari yang setiap hari memberikan keceriaan alami dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah berkenan membaca skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Juli 2014 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 47

(8)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Halaman

A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 61

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Berpikir ... 32 2. Hubungan antara Variabel Bebas (X) dengan Variabel terikat (Y) ... 37 3. Prosedur Penelitian... 37

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Tes

Emotional Quotient ... ...42 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar

Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan ... ...43 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar

Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan ... ...43 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar

Domain Psikomotor Materi Pengelolaan Lingkungan ... ...44 5. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil

Belajar Siswa Domain Kognitif ...45 6. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil

Belajar Siswa Domain Afektif ... ...46 7. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil

Belajar Siswa Domain Psikomotor ... ...46

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus Biologi ... 61

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 62

3. Kisi-kisi Instrumen Tes Emotional Quotient ... 73

4. Contoh Hasil Tes Emotional Quotient ... 74

5. Validasi Skala Tes Emotional Quotient ... 76

6. Hasil Revisi Item Skala Tes Emotional Quotient ... 79

7. Kisi-kisi Instrumen Domain Kognitif ... 82

8. Contoh Hasil Belajar Domain Kognitif ... 84

9. Kisi-kisi Instrumen Domain Afektif ... 85

10. Contoh Hasil Belajar Domain Afektif ... 88

11. Kisi-kisi Penilaian Domain Psikomotor ... 90

12. Contoh Hasil Belajar Domain Psikomotor ... 92

13. Hasil Analisis Data ... 94

14. Foto-foto Penelitian ... 120

15. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ... 122

16. Surat Permohonan Ijin Observasi ... 123

17. Surat Ijin Penelitian ... 124

18. Surat Ijin Penelitian Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang ... 125

19. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 126

(12)

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Pembentukan pribadi tersebut mencakup pembentukan cipta, rasa dan karsa (kognitif, afektif dan psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan fisik (Tirtarahardja dan Sulo 2005). Untuk mengembangkan pembentukan pribadi peserta didik tersebut dapat diperoleh dengan suatu tindakan yaitu belajar. Belajar adalah hal yang hampir setiap saat seseorang lakukan. Mulai dari pagi hari ketika bangun tidur hingga tidur lagi di malam hari selalu tak pernah lepas dari kegiatan belajar. Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks. Proses belajar dapat terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu dari lingkungan sekolah, keluarga dan sekitarnya yang dapat dijadikan sumber belajar (Dimyati & Mudjiono 2009).

Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa yang akan menghasilkan suatu perubahan pada diri siswa sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Menurut Vandervoort (2006), gaya mengajar guru yang dapat merangsang keaktifan siswa seperti mendorong siswa untuk aktif mengajukan pertanyaan, berpikir kritis dan mengembangkan sikap pribadi terhadap isu-isu kontroversial dinilai dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran tersebut bersifat

(13)

fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan (Widoyoko 2010). Untuk mengetahui perubahan tersebut maka diperlukan adanya penilaian hasil belajar. Hasil belajar siswa saat ini pun berdasarkan kurikulum yang berlaku dituntut untuk membuat penilaian dengan melihat ke dalam tiga domain atau tiga aspek yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diantaranya yaitu Faktor-faktor dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam diantaranya faktor biologis dan psikologis, sedangkan faktor dari luar diantaranya berasal dari lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Faktor dari dalam yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir dan belajar. Kecerdasan umum (inteligensi) ataupun kecerdasan dalam bidang tertentu (emosional, spiritual) banyak dipengaruhi oleh kemampuan potensial.

(14)

Setelah melakukan kegiatan observasi dan wawancara di SMP Negeri 29 Semarang, diperoleh hasil yang kontras dimana dalam proses belajar mengajar di sekolah tersebut ditemukan siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Berdasarkan hasil tes IQ di sekolah tersebut oleh Lembaga Psikologi Kartika, ada sekitar 20% siswa kelas VII yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang relatif rendah, serta ada pula siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah namun dapat mengelola emosi dan berkomunikasi dengan baik sehingga dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi. Padahal seperti yang diungkapkan dalam penelitian Lewis et al (2005), bahwa kecerdasan intelegensi maupun emosional diperlukan untuk pemecahan masalah baik disengaja maupun tidak dalam suatu kelompok belajar seperti berkolaborasi dengan teman, berpikir kritis dan mengambil keputusan bersama.

(15)

mengenali emosi orang lain dan seni membina hubungan atau bekerja sama.

Spiritual Quotient (SQ) dapat berupa kemampuan membedakan, rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan dibarengi dengan pemahaman. Apabila seseorang memiliki karakteristik namun tidak memiliki kecerdasan dalam hal emosional, maka dapat mengganggu kegiatan baik di sekolah maupun di rumah (Kutash 2000). Oleh sebab itu, dalam proses belajar siswa kecerdasan-kecerdasan tersebut sangat diperlukan.

IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman 2001). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan kemampuan intelektualnya saja, melainkan juga dapat mengasah keterampilan dalam mengelola emosi siswa sehingga perlu adanya tindak lanjut dari dilaksanakannya tes pengukur kecerdasan baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional siswa. Menurut Mayer dan Cobb (2000), aspek kecerdasan emosional perlu diajarkan di dunia pendidikan sebagai upaya dalam penurunan perilaku buruk siswa di sekolah. Hal ini diperlukan karena masih kurangnya pemahaman para guru dan siswa mengenai hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa.

(16)

lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan domain afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). Sama halnya seperti yang diungkapkan Haryati (2007), ketiga domain tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Nilai kognitif bukan merupakan satu-satunya penilaian, namun selama ini guru lebih menekankan ke dalam penilaian domain kognitif saja dengan berdasarkan nilai tugas, ulangan harian dan ulangan umum. Chatib dan Said (2012) menemukan banyak fakta dan kejadian bahwa para guru dan sekolah tidak benar-benar adil dalam menilai kecerdasan beragam siswa hingga kini. Pendidikan di sekolah telah membuat definisi yang tidak manusiawi tentang kemampuannya karena kenyataannya kemampuan hanya dihargai dari sisi kognitif saja, tanpa melihat dimensi kemampuan dalam diri manusia yang lebih luas. Padahal tuntutan untuk menerapkan kurikulum 2013 sudah akan dilaksanakan pada tahun ajaran berikutnya dimana penilaiannya sudah mengarah ke penilaian berbasis kecerdasan jamak.

(17)

mampu,menyokong kehidupannya. Manusia dan lingkungan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dan memiliki hubungan timbal balik.

Berdasarkan uraian di atas, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan lingkungan”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan?

2. Apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan?

3. Apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan?

C. PENEGASAN ISTILAH

(18)

1. Emotional Quotient(EQ)

Emotional Inteliigence (EQ) merupakan suatu wujud tolak ukur kekuatan otak, yaitu IQ (Wipperman 2007). EQ adalah jenis kecerdasan yang memberi kita rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Dalam penelitian ini EQ diungkap dengan skala kecerdasan emosional yang terdiri dari beberapa aspek yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan seni membina hubungan. Skor yang diperoleh nantinya akan diketahui apakah EQ siswa tersebut sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah atau sangat rendah. Skor hasil tes EQ siswa kemudian diuji korelasi terhadap hasil belajar siswa.

2. Hasil Belajar

(19)

3. Materi Pengelolaan lingkungan

Materi pengelolaan lingkungan adalah materi pokok dari pengelolaan lingkungan hubungannya dengan aktivitas manusia. Materi ini merupakan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Biologi semester 2 kelas VII. Materi ini terdapat pada Standar Kompetensi (SK) 7 yaitu memahami saling ketergantungan dalam ekosistem dan Kompetensi Dasar (KD) 7.4 yaitu mengaplikasikan peranan manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Indikator dari pembelajaran ini yaitu menjelaskan konsekuensi penebangan hutan, menjelaskan pengaruh aktivitas manusia yang mengakibatkan pencemaran dan menyebutkan serta melakukan upaya untuk mengatasi dan mencegah pencemaran lingkungan.

4. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan lingkungan

(20)

D. TUJUAN PENELITIAN

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan.

2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan.

3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan masukan untuk kalangan akademisi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan hubungan antara Emotional Quotient

(EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa serta memberikan sumbangan bagi dunia psikologi pendidikan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

(21)

b. Bagi Guru

Mendapat gambaran untuk mengenal kemampuan siswa serta mengelola kelas dari hasil tes Emotional Quotient (EQ) sehingga dapat mengarahkan pendidikan berdasarkan kecerdasan jamak.

c. Bagi Sekolah

Dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa untuk menggali Emotional Quotient (EQ) yang dimilikinya.

d. Bagi Peneliti

Untuk melatih dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian, serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan antara

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Emotional Quotient (EQ) a. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan dalam dunia pendidikan sangatlah penting. Bagi pendidik (guru) dan orangtua pada umumnya perlu mengetahui konsep-konsep kecerdasan yang jelas agar dapat menuntun perkembangan kecerdasan anak (siswa). Berikut ini dikemukakan beberapa konsep kecerdasan yang telah dikemukakan oleh para ahli di bidangnya (Prawira 2012):

1) Konsep Kecerdasan Menurut Vernon

Vernon telah membuat sistematika dan definisi-definisi mengenai kecerdasan. Ia menggolongkan kecerdasan menjadi tiga kategori yaitu kecerdasan ditinjau dari segi biologi, kecerdasan ditinjau dari segi psikologis dan kecerdasan ditinjau secara operasional. Ditinjau dari ilmu biologi, kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan dasar manusia yang secara relatif diperlukan untuk penyesuaian diri pada alam sekitar yang baru. Meskipun pada kenyataannya di dunia ini terdapat banyak orang yang mempunyai kecerdasan yang tinggi tidak mampu menyesuaikan dirinya pada alam sekitar yang dengan baik. Dalam hal ini, pengamatan tergolong salah satu faktor kecerdasan individual.

Ditinjau secara psikologis, kecerdasan merujuk adanya pengaruh-pengaruh relatif keturunan dan lingkungan sekitar terhadap perkembangan kecerdasan

(23)

individual. Kecerdasan merupakan pembawaan dasar akibat pengaruh-pengaruh latihan, pengalaman dan pengaruh-pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Secara operasional, kecerdasan didefinisikan dalam pelaksanaan atau dalam aplikasinya secara operasional dengan menggunakan istilah-istilah yang pasti misalnya melakukan tes IQ ataupun mengerjakan soal-soal tes yang sangat sukar dan kompleks.

2) Konsep Kecerdasan Menurut Freeman

Menurut Freeman, kecerdasan dipandang sebagai suatu kemampuan yang dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu kemampuan adaptasi, kemampuan belajar dan kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Seseorang dikatakan cerdas jika orang tersebut mampu menyesuaikan dirinya pada situasi-situasi tertentu dan problema-problema baru secara mudah, efektif dan mempunyai variasi-variasi tingkah laku. Kecerdasan merupakan kemampuan umum seseorang secara sadar untuk menyesuaikan pikirannya kepada alam sekitarnya yang baru. Hal ini yang membuat suatu kesanggupan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

(24)

persoalan-persoalan yang memakai simbol-simbol verbal dan bilangan. Seseorang dikatakan cerdas apabila ia dapat melakukan berpikir abstrak secara abstrak.

3) Konsep Kecerdasan Menurut Alfred Binet

Menurut Binet, kecerdasan adalah kecenderungan untuk mengambil dan mempertahankan pilihan yang tetap, kapasitas untuk beradaptasi dengan maksud memperoleh tujuan yang diinginkan dan kekuatan untuk autokritik.

4) Konsep Kecerdasan Menurut D. Wechsler

Ahli ini berpendapat bahwa kecerdasan adalah kumpulan kapasitas atau kapasitas global individu untuk berbuat menurut tujuannya secara tepat, berpikir secara rasional dan menghadapi alam sekitar secara efektif. Kapasitas kumpulan adalah sekelompok kapasitas, artinya kesanggupan atau kemampuan dasar yang ada pada individu.

5) Konsep Kecerdasan Menurut G. Stoddard

(25)

6) Konsep Kecerdasan Menurut Bruce W. Tuckman

Bruce W. Tuckman mengemukakan ada sepuluh macam konsep kecerdasan diantaranya kecerdasan adalah suatu kemampuan intelektual umum, kecerdasan sebagai kelompok-kelompok sifat, kecerdasan sebagai kesanggupan adaptasi, kecerdasan dipandang sebagai sesuatu yang dapat diukur, kecerdasan sebagai suatu faktor diskrit, kecerdasan sebagai kemampuan belajar, inteligensi sebagai perilaku terpelajar, kecerdasan sebagai dua tingkatan proses yakni tingkat kecerdasan asosiatif dan kecerdasan tingkat abstrak, kecerdasan sebagai kemampuan-kemampuan mental majemuk, serta kecerdasan sebagai bentuk kemampuan, bakat dan prestasi.

b. Pengertian Emotional Quotient (EQ)/ Kecerdasan Emosional

Menurut Prawira (2012) emosi adalah perasaan tertentu yang bergejolak dan dialami seseorang serta berpengaruh pada kehidupan manusia. Emosi memang sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Namun sebenarnya terdapat banyak macam ragam emosi, antara lain rasa sedih, takut, kecewa dan sebagainya yang berkonotasi negatif. Emosi lain seperti rasa senang, puas, gembira dan lain-lain, semuanya berkonotasi positif. Emosi merupakan kekuatan pribadi yang memungkinkan manusia mampu mengenali emosi sendiri dan emosi orang lain serta tahu cara mengekspresikannya dengan tepat.

(26)

kecerdasan manusia yang terutama digunakan manusia untuk berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lainnya. EQ seseorang dipengaruhi oleh kondisi dalam dirinya dan masyarakatnya seperti adat dan tradisi. Potensi EQ manusia lebih besar dibanding IQ (Nggermanto 2001). Istilah Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional baru dikenal secara luas pada tahun 90-an dengan diterbitkannya buku “Emotional Quotient” yang ditulis oleh Daniel Goleman yang menjelaskan EQ adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence). Kecerdasan akademik tersebut berupa kemampuan kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ (Gandasetiawan 2009). Meskipun IQ tinggi, tetapi EQ rendah maka tidak akan cukup membantu. IQ mungkin membantu dalam hal memahami dan menghadapi dunia pada satu tingkat, tetapi emosi lebih dibutuhkan untuk memahami dan menghadapi diri sendiri dan orang lain. Tanpa kecerdasan emosi, kemampuan untuk mengenali dan menghargai perasaan serta bertindak jujur sesuai dengan perasaan tersebut, maka seseorang tidak dapat berhubungan baik dengan orang lain, berhasil di dunia, membuat keputusan dengan mudah dan akan sering merasa terombang-ambing (Segal 2000).

(27)

dari kecerdasan yang lebih akademis atau intelektual tersebut. EQ merupakan gabungan emosi dan kecerdasan. Menurut pandangan Dann (2002), emosi-emosi dan pikiran berjalan secara beriringan. Jadi, EQ merupakan kemampuan dalam menggunakan emosi-emosi untuk membantu memecahkan masalah dan menjalani kehidupan secara lebih efektif.

Mayer dan Salovey dalam Dann (2002) memandang EQ sebagai suatu kemampuan psikologis dalam memahami dan menggunakan informasi emosional. Sebagai individu semua orang memiliki kemampuan bawaan (innate capability) berbeda dalam melakukan sesuatu dan belajar dari kehidupan cara-cara memperbaiki EQ melalui usaha, praktik dan pengalaman. Mereka percaya bahwa sesungguhnya EQ merupakan suatu kecerdasan yang bisa diukur dengan handal dan obyektif. Dua macam kecerdasan yang berbeda tersebut (IQ dan EQ) mengungkapkan aktivitas bagian-bagian yang berbeda dalam otak. Kecerdasan intelektual terutama didasarkan pada kerja neokorteks, lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas otak. Pusat-pusat emosi berada di bagian otak yang lebih dalam, dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno. Kecerdasan emosi dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat emosi ini, tetapi tetap dalam keselarasan dengan kerja pusat-pusat intelektual (Nggermanto 2001).

(28)

Oleh sebab itu maka akan membebaskan pusat perasaan dari impuls dan pengaruh yang membatasi untuk menunjukkan cinta satu sama lain.

Setelah membuka hati seseorang akan dapat melihat kenyataan dan menemukan peran emosi dalam kehidupan seperti menjadi lebih bijak dalam menanggapi perasaan. Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan seseorang harus dapat mengambil tanggung jawab. Setiap orang harus mengerti permasalahan, mengakui kesalahan dan keteledoran yang terjadi, membuat perbaikan serta memutuskan bagaimana mengubah segala sesuatunya untuk mencapai perubahan yang lebih baik.

Cara menerapkan dan mengembangkan EQ yang dirumuskan oleh Gottman dalam Nggermanto (2001) yaitu dengan langkah-langkah seperti menyadari emosi anak, mengakui emosi sebagai kesempatan, mendengarkan dengan empati, mengungkapkan emosi, membantu menemukan solusi dan langkah terakhir yaitu menjadi teladan. EQ memberikan implikasi positif lebih jauh lagi dari sekedar teori ilmiah atau kesuksesan di tempat belajar dan bekerja, karena berfokus pada intrapersonal dan interpersonal, orang-orang yang ber-EQ tinggi atau yang sedang belajar menerapkan EQ menemukan hidupnya lebih bermakna. Emosi positif membuat belajar lebih nyaman dengan hasil lebih optimal, sedangkan emosi negatif menjadikan belajar menjemukan dengan hasil minim (Goleman 2001).

(29)

sikap dan mencapai keseimbangan dalam pikiran, perasaan dan perbuatan. Semua orang mencari kepuasan emosi dan karena itu menggunakan daya khayal mereka untuk menciptakan suasana yang merangsang emosi. Itu sebabnya kepandaian dan tubuh diolah lewat latihan yang tepat. Keseimbangan merupakan patokan utama dalam menilai apakah seseorang cerdas secara emosi atau tidak (Maurus 2007). Seseorang dapat dikatakan seimbang jika dalam kesatuan antara aspek batin dan sikapnya telah menemukan cara untuk mengubah tekanan normal dan pada sisi lain, berhasil memberikan orientasi positif terhadap tekanan negatif. Proses ini membutuhkan dan melibatkan keberanian bertindak.

Kecerdasan emosi sesungguhnya membantu pikiran rasional atau akal (Segal 2000). EQ bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran sendiri, kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial. Bila EQ tinggi seseorang akan mampu memahami berbagai perasaan secara mendalam ketika perasaan-perasaan ini muncul dan benar-benar dapat mengenali diri sendiri. EQ yang lebih tinggi juga akan memberi kemampuan untuk tetap terhubung dengan dirinya, bahkan saat dia memperhatikan perasaan orang lain. Orang yang cerdas secara emosional akan dapat mengetahui perbedaan antara apa yang penting bagi mereka dan orang lain. Oleh karena itu, EQ berperan penting di keluarga, sekolah, masyarakat, sekolah dan tempat kerja.

c. Komponen-komponen Emotional Quotient (EQ)

(30)

penilaian diri sendiri atau melalui suatu instrumen. Komponen-komponen dasar dalam pengukuran EQ dapat digolongkan menjadi lima kerangka kerja kecakapan emosi, yaitu (Goleman 2001):

1) Kesadaran Diri

Kesadaran diri berupa mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. Kemampuan ini mempunyai peranan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu dan mencermati perasaan-perasaan yang muncul. Adanya komponen ini mengindikasikan anak berada dalam kekuasaan emosi manakala tidak memiliki kemampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya. Hal penting yang perlu dipahami dalam kemampuan mengenali emosi diri , tenggelam dalam masalah dan pasrah.

(31)

2) Pengaturan Diri

Pengaturan diri berupa mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras. Hal ini dibutuhkan agar tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Anak yang terampil mengelola emosinya akan mampu menenangkan kembali kekacauan-kekacauan yang dialaminya sehingga ia dapat bangkit kembali. Sedangkan anak yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bernaung melawan perasaan murung. Dampaknya anak kehilangan masa cerianya.

Pengaturan diri ini memiliki aspek-aspek seperti kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas dan inovasi. Kendali diri merupakan sikap mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak. Sifat dapat dipercaya berupa memelihara norma kejujuran dan integritas. Kewaspadaan merupakan tanggung jawab atas pribadi. Adaptibilitas yaitu keluwesan dalam menghadapi perubahan sedangkan inovasi yaitu dengan sikap menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan serta informasi-informasi baru.

3) Motivasi

(32)

yaitu antusiasme, gairah, optimisme dan keyakinan diri. Anak yang mempunyai kemampuan memotivasi diri sendiri dengan baik cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam segala tindakan yang dikerjakannya. Kemampuan ini tentunya didasari oleh kemampuan mengendalikan emosinya, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Jadi, kemampuan seseorang dalam menata emosi merupakan modal pokok untuk mencapai tujuan atau cita-citanya. Hal itu juga sangat vital untuk memotivasi dan menguasai diri sendiri.

Aspek-aspek dari motivasi ini diantaranya dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme. Dorongan prestasi merupakan dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan. Komitmen berupa sikap menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok. Inisiatif yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan sedangkan optimisme adalah kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan atau kegagalan.

4) Empati

(33)

dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain. Jadi, bia dipahami orang dengan kemampuan yang andal dalam mengenali emosi orang lain akan mudah sukses dalam pergaulannya dengan orang lain di tengah-tengah masyarakat luas.

Ada lima aspek dalam wilayah emosi ini yaitu memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis. Memahami orang lain dengan mengindra perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka. Lalu orientasi pelayanan yaitu mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengembangkan orang lain maksudnya adalah merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka. Mengatasi keragaman merupakan sikap menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-orang sedangkan kesadaran politis yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.

5) Keterampilan Sosial

(34)

dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi.

Keterampilan sosial memiliki kerangka kerja antara lain pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi serta kemampuan tim. Pengaruh artinya memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi. Komunikasi yaitu berupa mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan. Kepemimpinan dengan membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain. Manajemen konflik yakni dengan kemampuan negoisasi dan pemecahan silang pendapat. Pengikat jaringan yaitu dengan menumbuhkan hubungan sebagai alat. Kolaborasi dan kooperasi berupa kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama sedangkan kemampuan tim yakni dengan menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.

2. Hasil Belajar Siswa a. Pengertian Hasil Belajar

(35)

ketiga domain tersebut. Dengan memperhatikan ketiga domain tersebut, diharapkan dapat terlihat sejauh mana keefektifan dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran atau tingkah laku siswa.

Menurut Daud (2012) hasil belajar merupakan kecakapan nyata, yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes prestasi belajar dan setiap kegiatan belajar manusia selalu ada prestasi belajar dan biasanya inilah yang menjadi sasaran akhir dari proses belajar seseorang, terutama kepada siswa. Untuk memperoleh hasil belajar siswa diperlukan langkah evaluasi hasil belajar terlebih dahulu. Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan melalui kegiatan penilaian dan/ atau pengukuran hasil belajar. Melalaui evaluasi hasil belajar, kita dapat mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran. Hasil belajar ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata atau simbol. Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar tersebut dapat terlaksana, maka hasil belajar dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk pengembangan, seleksi, kenaikan kelas maupun penempatan (Dimyati dan Mudjiono 2009).

(36)

orangtuanya atau yang disebut dengan raport. Dalam laporan kemajuan belajar siswa tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya (Sudjana 2009).

b. Klasifikasi Hasil Belajar

Hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga domain. Secara eksplisit ketiga domain tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Haryati 2007). Ketiga domain tersebut diantaranya sebagai berikut:

1) Domain Kognitif

Domain kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi. Tujuan domain kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur untuk memecahkan suatu permasalahan (Haryati 2007).

(37)

tes di atas kertas, namun lebih cenderung pada penyelesaian soal-soal dalam bentuk masalah yang realistis dengan kemampuan berpikirnya.

2) Domain Afektif

Domain afektif merupakan nilai sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Sekalipun bahan ajar berisi domain kognitif, domain afektif harus menjadi satu bagian. Domain afektif dibagi menjadi beberapa kategori. Kategori tersebut dari yang paling sederhana sampai tingkat yang kompleks yaitu reciving/ attending, responding, valuing, organisasi dan karakteristik (Sudjana 2009).

(38)

3) Domain Psikomotor

Domain psikomotor merupakan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. Ada enam aspek dalam domain psikomotor ini, yakni persepsi, kesiapan, respon terpimpin, respon tampak yang kompleks, penyesuaian dan penciptaan. Keenam aspek tersebut berkaitan satu sama lain atau tidak dapat berdiri sendiri. Seseorang yang berubah tingkat kognitifnya secara tidak langsung juga berubah sikap dan perilakunya. Tipe hasil belajar domain psikomotor berhubungan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu (Sudjana 2009).

Manusia memiliki kemampuan psikomotor, yaitu perkembangan tubuh atau jasmani setiap individu akan aktivitas dirinya terhadap sesuatu atau menghasilkan suatu benda (Chatib & Said 2012). Lebih luas, psikomotor diartikan kemampuan seseorang untuk menampilkan diri tentang sesuatu atau kemampuan menghasilkan produk, sesederhana apapun bentuknya. Misalnya, anak berani tampil untuk memberikan presentasi, membaca puisi, menyanyi dalam paduan suara, menari atau olahraga yang disukainya. Kemampuan anak seperti menggambar, membuat kerajinan tangan dan membuat produk juga merupakan kemampuan psikomotor.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

(39)

1) Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor ini meliputi:

a) Faktor biologis

Dalam hal ini, faktor biologis disebut juga faktor jasmaniah. Faktor yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera. Kesehatan seseorang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa yang sehat akan mudah menerima pelajaran sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Sebaliknya keadaan siswa yang kurang sehat dapat membuat proses belajar mengajar terganggu karena siswa tidak dapat mengikuti pelajaran seperti biasa dan tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik.

Panca indera merupakan syarat vital proses belajar seseorang. Misalnya mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajarnya di sekolah meski tak sedikit pula seseorang yang memiliki cacat tubuh tetap dapat belajar sebagaimana mestinya.

b) Faktor psikologis

(40)

rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi hasil belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.

(41)

2) Faktor eksternal

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada faktor-faktor di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya antara lain adalah: a) Faktor lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga sangat erat kaitannya dalam memberi pengaruh dalam pencapaian hasil belajar seorang siswa. Faktor yang mempengaruhinya antara lain sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga. Adanya sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik. Dilihat dari pendidikan orang tua, orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah dan dukungan dari keluarga juga merupakan suatu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat, maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis. Dengan menjaga keharmonisan keluarga, siswa tidak memiliki beban pikiran sehingga akan dapat menerima pelajaran dengan baik dan memperoleh hasil belajar yang baik pula.

b) Faktor lingkungan sekolah

(42)

kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. Kompetensi guru dan siswa sangat penting dalam meraih hasil belajar yang baik. Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya tidak akan terjadi keseimbangan. Apabila situasi dan kondisi di sekolah seimbang, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan sehingga akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan hasil belajarnya. Dalam hal kurikulum dan metode mengajar meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Guru memiliki peran penting untuk menumbuhkan semangat belajar siswa.

c) Faktor lingkungan masyarakat

(43)

Kerangka berpikir:

Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

siswa

Fenomena: dalam proses belajar mengajar ditemukan siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan

inteligensinya.

Domain Kognitif

Domain Afektif

Domain Psikomotor Ada peran kecerdasan lain yang

mempengaruhi hasil belajar:

Emotional Quotient / Kecerdasan Emosional

Faktor Intern Faktor Ekstern

Faktor Psikologis

(44)

B. Hipotesis

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 29 Semarang, yang terletak di Jl. Kedungmundu, Semarang, Jawa Tengah. Waktu penelitian bulan Mei 2014 tahun ajaran 2013/2014 semester genap. Analisis data dilakukan di Laboratorium

Microteaching Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.

B. Populasi dan Sampel

Menurut Sukardi (2008) populasi adalah semua anggota kelompok yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang yang berjumlah 7 kelas yaitu 248 siswa.

Sedangkan sampel merupakan sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data tersebut. Untuk penentuan besar sampel jika jumlah populasinya kurang dari 10.000 menggunakan rumus sebagai berikut:

 

2

1 N d

N n

 

Dimana :

(46)

d = Tingkat signifikansi (0,05)

Dari rumus diatas diperoleh besar sampel penelitian ini adalah:

 

2

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 siswa yang diambil dari 7 kelas reguler. Adapun metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik proporsional random sampling.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (dependent variable): variabel bebasnya yaitu skor tes

Emotional Quotient (EQ)

2. Variabel terikat (independent variable): variabel terikatnya yaitu nilai ulangan harian, nilai sikap dan nilai produk siswa.

(47)

D. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel-variabel lain (Sukmadinata 2009). Hubungan antara satu variabel dengan variabel-variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian.(signifikansi) secara statistik. Adanya korelasi antara dua variabel atau lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab-akibat dari suatu variabel terhadap variabel lainnya.

(48)

Variabel terikat (Y1)

Variabel bebas (X) Variabel terikat (Y2)

Variabel terikat (Y3)

Gambar 2. Hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menempuh 4 tahap yang secara skematis dapat dilihat seperti pada skema berikut ini:

Gambar 3. Prosedur Penelitian Persiapan dan

Observasi Awal

Pra Penelitian

Finalisasi Pengumpulan data penelitian

Emotional Quotient (EQ)

Hasil belajar kognitif

Hasil belajar afektif

(49)

1. Persiapan Awal dan Observasi

Pada tahap awal dan observasi, peneliti meminta surat ijin observasi kepada pihak Universitas Negeri Semarang. Setelah itu mendatangi lokasi penelitian yaitu SMP Negeri 29 Semarang untuk menyerahkan surat ijin, kemudian melakukan observasi di sekolah tersebut dengan melakukan wawancara serta pengamatan langsung kepada staf TU, guru BK, guru biologi dan beberapa siswa. Setelah melakukan wawancara dan menemukan suatu permasalahan, peneliti memberikan informasi tentang tujuan penelitian kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian.

2. Pra Penelitian

Pada tahap pra penelitian ini, peneliti menyusun proposal dan semua instrumen penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. Pengumpulan Data Penelitian

Setelah memperoleh ijin untuk melakukan penelitian, peneliti meminta surat ijin penelitian ke Dinas Pendidikan Kota Semarang. Kemudian peneliti menuju SMP Negeri 29 Semarang untuk melakukan pengumpulan data penelitian. 4. Finalisasi

(50)

F. Data dan Metode Pengumpulan Data 1. Sumber data : Siswa, guru.

2. Jenis data : Dalam penelitian ini sumber datanya berupa data primer. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama). Data yang diperoleh berupa skala kecerdasan emosional/

Emotional Quotien (EQ), ulangan harian materi pengelolaan lingkungan, angket penilaian domain sikap, hasil penilaian keterampilan pembuatan produk ilmiah berupa pupuk organik dengan bantuan bakteri EM4.

3. Cara pengambilan data : Memberikan kuesioner skala Kecerdasan Emosional/ Emotional Quotient (EQ) pada siswa serta melakukan pengambilan nilai dengan menggunakan instrumen penilaian hasil belajar biologi siswa domain kognitif, afektif dan psikomotor untuk materi pengelolaan lingkungan.

G. Metode Analisis Data

(51)

belajar menggunakan instrumen yang telah dibuat bersama-sama dengan guru Biologi di sekolah tempat penelitian.

Penelitian ini menggunakan analisis bivariat. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoadmodjo 2010). Sebelum melakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov Test dan ternyata diperoleh nilai p < 0,05 maka data berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal maka menggunakan uji Korelasi Pearson.

Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p ≤ 0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila

didapatkan nilai p > 0,05.

Kekuatan korelasi “r” (Najmah, 2011):

1. 0,00 – 0,25 = Tidak ada hubungan / lemah hubungan 2. 0,26 – 0,50 = Sedang

3. 0,51 – 0,75 = Hubungan kuat

4. 0,76 – 1,00 = Korelasi sangat kuat / sempurna

(52)
(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat

a. Hasil Tes Emotional Quotient (EQ)

Tes Emotional Quotient (EQ) dilakukan dengan cara menyebarkan angket kuesioner kepada sampel siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang, kemudian dianalisis dengan hasil seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Tes Emotional Quotient

Emotional Quotient Frekuensi Persentase Sangat tinggi

Tinggi Rendah Sangat rendah

40 31 0 0

56,3 43,7 0 0

Jumlah 71 100,0

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat Emotional Quotient (EQ) siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang 100% masuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi. Pada kategori tinggi sebanyak 31 responden (43,7%) dan sangat tinggi sebanyak 40 responden (56,3%). Dari data tersebut dapat diartikan bahwa sebagian besar siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang memiliki tingkat Emotional Quotient (EQ) yang sangat tinggi.

(54)

b. Hasil Belajar Domain Kognitif

Hasil belajar domain kognitif diperoleh dari hasil ulangan harian siswa pada materi pengelolaan lingkungan, kemudian dapat diketahui hasil ketuntasan siswa seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan

Hasil belajar Frekuensi Persentase

Tidak tuntas

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil belajar domain kognitif materi pengelolaan lingkungan pada siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang sebagian besar siswa mendapatkan nilai tuntas yaitu sebanyak 56 responden (78,9%) dan 15 responden (21,1%) masih mendapatkan nilai yang tidak tuntas.

c. Hasil Belajar Domain Afektif

Hasil belajar domain afektif untuk penilaian sikap dilakukan dengan cara menyebarkan angket kuesioner kepada sejumlah sampel untuk kemudian dianalisis dengan hasil seperti yang tampak pada Tabel 3.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Afektif Materi Pengelolaan Lingkungan

Hasil belajar Frekuensi Persentase

(55)

Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar domain afektif pada siswa SMP Negeri 29 Semarang 100% masuk ke dalam kategori baik dan sangat baik. Hal ini dapat diketahui dari Tabel 3 yaitu ada sebanyak 42 responden (59,2%) tergolong kategori baik dan sisanya sebanyak 29 responden (40,8%) pada kategori sangat baik.

d. Hasil Belajar Domain Psikomotor

Hasil belajar domain psikomotor diambil dari nilai keterampilan pembuatan produk ilmiah berupa pupuk organik dengan bantuan bakteri EM4 dan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Psikomotor Materi Pengelolaan Lingkungan

Hasil belajar domain psikomotor pada siswa SMP Negeri 29 Semarang seperti tampak pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar adalah terampil dengan jumlah 67 responden (94,4%) dan yang tidak terampil sejumlah 4 responden (5,6%).

Hasil belajar Frekuensi Persentase

Tidak terampil Terampil

4 67

5,6 94,4

(56)

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Kognitif pada Materi Pengelolaan Lingkungan

Uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Kognitif

Correlations Tes EQ Kognitif

Tes EQ Pearson Correlation 1 0,336**

Sig. (2-tailed) . 0,004

N 71 71

Kognitif Pearson Correlation 0,336** 1

Sig. (2-tailed) 0,004 .

N 71 71

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik didapatkan pvalue = 0,004 (nilai probabilitas (p) <  (0,05)), dapat diartikan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan dengan kekuatan korelasi sedang.

b. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Afektif pada Materi Pengelolaan Lingkungan

(57)

Tabel 6 Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Afektif

Correlations Tes EQ Afektif

Tes EQ Pearson Correlation 1 0,556**

Sig. (2-tailed) . 0,000

N 71 71

Afektif Pearson Correlation 0,556** 1

Sig. (2-tailed) 0,000 .

N 71 71

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji statistik didapatkan pvalue = 0,000 (nilai probabilitas (p) <  (0,05)), dapat diartikan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan dengan kekuatan korelasi kuat.

c. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Psikomotor pada Materi Pengelolaan Lingkungan

Uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan tersaji dalam Tabel 7.

Tabel 7 Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Psikomotor

Correlations Tes EQ Psikomotor

Tes EQ Pearson Correlation 1 0,381**

Sig. (2-tailed) . 0,001

N 71 71

Psikomotor Pearson Correlation 0,381** 1

Sig. (2-tailed) 0,001 .

(58)

Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa dari hasil uji statistik didapatkan pvalue = 0,001 (nilai probabilitas (p) <  (0,05)), dapat diartikan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan dengan kekuatan korelasi sedang.

B. Pembahasan

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa tes Emotional Quotient (EQ) pada siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang sebagian besar hasilnya sangat tinggi yaitu sebanyak 40 responden (56,3%) yang berarti sebagian besar siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang dapat mengelola emosinya dengan baik. Hal ini sangat penting karena kecerdasan emosi dapat diterapkan untuk pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Nggermanto (2001) bahwa kecerdasan emosi seseorang dapat dikembangkan menjadi lebih baik, lebih menantang, dan lebih prospek dibanding IQ yang mana dapat diterapkan secara luas untuk belajar, bekerja, mengajar, mengasuh anak, persahabatan dan rumah tangga. Lebih jauh lagi, pengembangan EQ membuka pintu bagi kemajuan kecakapan manusia di bidang kecerdasan spiritual.

(59)

kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosinya merupakan modal pokok untuk meraih cita-cita dan tujuannya.

Ada beberapa siswa yang belum dapat mengelola emosinya dengan maksimal. Hal ini diketahui dari hasil analisis data yang menujukkan bahwa siswa tidak setuju melakukan pertimbangan sebelum melakukan tindakan, mengharapkan kritikan dari teman atau orang lain demi kebaikannya, yakin dalam meraih cita-cita atau tujuan hidupnya, mendengarkan masalah temannya serta ikut membantu memecahkan masalah. Hal ini diduga karena beberapa siswa masih ada yang lebih senang menutup diri. Anak yang cenderung menutup diri seperti itu akan memunculkan emosi-emosi negatif yang membuatnya mudah stress dan bosan dalam belajar sesuatu. Hal ini seperti yang disebutkan pada hasil penelitian Arsawan (2013) bahwa tingkat stres berakibat pada rendahnya kecerdasan emosional.

(60)

mengakibatkan pencemaran serta menyebutkan upaya untuk mengatasi dan mencegah pencemaran lingkungan.

Tujuan domain kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi. Apabila siswa mampu menguji ingatannya dengan baik dan berusaha semaksimal mungkin, maka hasil belajar domain kognitifnya pun maksimal. Namun di samping itu, masih didapatkan 15 responden (21,1%) yang belum mencapai ketuntasan karena mendapatkan nilai <72. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi. Penyebab dari menurunnya prestasi belajar diantaranya yaitu berupa faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang meliputi kondisi kesehatan, minat belajar, motivasi belajar dan kebiasaan belajar sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sejalan dengan hasil penelitian Khafid (2007) bahwa faktor intern dan ekstern yang ada pada diri siswa tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap kesulitan belajar siswa.

(61)

siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki hubungan yang kuat dengan hasil prestasi belajar siswa. Sikap siswa itu berupa kemampuan menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati sesuatu. Oleh karena itu variabel sikap tersebut perlu mendapatkan perhatian penting dalam proses pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan uji statistik diperoleh pendapat responden tertinggi setuju pada pernyataan selalu berusaha memecahkan persoalan yang ada pada materi pengelolaan lingkungan, yaitu sebesar 52 responden (73,2%). Hal ini berarti sebagian besar siswa memiliki karakter berpikir kritis sehingga ketika menemukan permasalahan pada suatu hal siswa berusaha mencari pemecahan masalahnya baik sendiri maupun meminta bantuan orang lain.. Tujuan dari indikator kemampuan menghayati ini yaitu berhubungan kuat dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Keterpaduan dari sistem yang dimiliki tersebut dapat mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Meskipun banyak siswa yang sudah mampu menjaga sikapnya, masih ditemui siswa yang tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan materi pengelolaan lingkungan dengan sebaik-baiknya dengan adanya pilihan oleh satu responden (1,4%). Hal ini dapat terjadi dari beberapa faktor diantaranya kurangnya tingkat pemahaman ajar materi, kurangnya motivasi dan sulit berkonsentrasi.

(62)

responden (94,4%). Hal ini diduga karena siswa memahami arahan guru, ikut serta dalam pembuatan pupuk dan mengerjakan laporan sendiri. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian Zulhelmi (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa, dalam hal ini siswa mencari makna dan mencoba untuk menemukan hubungan urutan di dalam kejadian-kejadian dari dunia informasi yang mereka peroleh berdasarkan pengalamannya (learning by experience). Selain itu dipengaruhi pula oleh kemampuan siswa untuk kreatif dan percaya diri menampilkan dirinya dalam menghasilkan produk ilmiah. Namun masih ada beberapa anak yang kurang aktif dimana tampak dari 4 responden (5,6%) mendapatkan nilai tidak tuntas karena memperoleh nilai <72. Berdasarkan tanggapan guru, kemungkinan dikarenakan tidak memperhatikan guru, tidak ikut andil dalam pembuatan pupuk, pasif selama kegiatan berlangsung ataupun tidak membuat laporan.

Berdasarkan uji korelasi dapat diketahui bahwa Emotional Quotient

(63)

Menurut Festus (2012), ada hubungan yang positif antara Emotional Quotient

(EQ) atau yang biasa disebut dengan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik siswa. Oleh karena itu selain pengetahuan, kecerdasan emosional penting dalam pencapaian prestasi akademik sehingga perlu adanya kurikulum sekolah yang memasukkan kecerdasan emosional di dalamnya.

Adanya kecerdasan emosional pada diri siswa, dapat mendorong kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati serta keterampilan sosial siswa sehingga memberi dampak positif terhadap pencapaian hasil belajar kognitifnya. Hasil belajar domain kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek pengetahuan seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berpikir. Pada dasarnya kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Kecerdasan emosi dapat menempatkan emosi seseorang pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut memiliki tingkat emosional yang baik dan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.

(64)

dan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Berbeda dengan anak yang susah mengendalikan emosi, sedang ada masalah di rumah atau sedang dalam pertikaian dengan temannya maka sulit untuk berpikir dan berkonsentrasi sehingga cenderung mendapatkan hasil belajar yang kurang maksimal.

Emotional Quotient (EQ) berhubungan positif dan signifikan dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan termasuk dalam kategori tinggi dengan koefisien korelasi sebesar 0,556 dan pvalue sebesar 0,000. Korelasi positif dan signifikan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan memberikan arti bahwa jika Emotional Quotient (EQ) tinggi, maka hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan juga tinggi. Seperti hasil penelitian Nurdin (2009) yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosional memiliki peranan yang signifikan dalam mempengaruhi perilaku atau sikap manusia termasuk pola perilaku siswa dalam penyesuaian sosial di lingkungan sekolah.

(65)

lingkungan sekolah, dituntut untuk dapat bertingkah dan berperilaku menurut aturan, norma, hukum dan nilai-nilai yang berlaku sebagai cara untuk memperoleh penyesuaian bagi persolan-persoalan hidup serta terciptanya penyesuaian diri dan sosial yang sehat.

Thorndike dalam Goleman (2001) mengungkapkan peranan kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial individu adalah kecerdasan sosial yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan dengan orang lain. Lebih lanjut Goleman (2001) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan banyak ditentukan oleh kualitas kecerdasannya. Seseorang yang cerdas dalam mengelola emosinya dapat meningkatkan kualitas kepribadiannya. Kualitas kepribadian yang baik dapat membentuk siswa berkarakter. Siswa memiliki kemampuan menerima stimulus dengan baik, aktif dalam pembelajaran, menghargai orang lain serta mengatur diri sehingga mampu membentuk pola tingkah laku yang baik. Pada pembelajaran materi pengelolaan lingkungan hidup dibutuhkan sikap-sikap siswa yang bertanggung jawab dan bekerjasama dalam memahami konsekuensi penebangan hutan, memahami sikap-sikap manusia yang mampu mengakibatkan pencemaran serta mengerti bagaimana upaya mengatasi dan mencegah pencemaran tersebut.

(66)

hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan termasuk dalam kategori sedang dengan koefisien korelasi sebesar 0,381 dan pvalue sebesar 0,001. Korelasi positif dan signifikan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan memberikan arti bahwa jika

Emotional Quotient (EQ) tinggi, maka hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan juga tinggi. Godarzi (2013) menyebutkan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi menumbuhkan tanggung jawab siswa yang tinggi pula. Tanggung jawab siswa dalam kegiatan praktikum penting untuk menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah serta dapat menghasilkan produk ilmiah.

(67)

melakukan percobaan untuk kemudian menarik kesimpulan dalam bentuk laporan.

(68)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa simpulan yaitu sebagai berikut.

1. Ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan dengan koefisien korelasi sebesar 0,336 dan pvalue sebesar 0,004. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Emotional Quotient (EQ), maka semakin baik pula hasil belajar kognitifnya.

2. Ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan dengan koefisien korelasi sebesar 0,556 dan pvalue sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi

Emotional Quotient (EQ), maka semakin baik pula hasil belajar afektifnya. 3. Ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa

domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan dengan koefisien korelasi sebesar 0,381 dan pvalue sebesar 0,001. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Emotional Quotient (EQ), maka semakin baik pula hasil belajar psikomotornya.

Gambar

Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 2. Hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y)
Tabel 1  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Tes Emotional Quotient
Tabel 2  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji caba halaman pemeliharaan arsip dapat dilihat pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Uji Coba Halaman Pemeliharaan Arsip Test Hasil Yang Case Tujuan Input Diharapkan Id 13

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan langkah-langkah penggunaan metode diskusi adalah diskusi kelompok kecil dilakukan setelah penyajian informasi melalui

siswa dalam kelompok untuk mencapai kompetensi belajar (Johnson &amp; Johnson, 1987).  Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok. kecil dan diarahkan untuk mempelajari subtansi

Perlu dilakukan pengujian usulan model pemilihan mahasiswa lulusan terbaik pada contoh kasus yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk menyempurnakan

[r]

Puji syukur alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta tahun 2004 oleh Nurhidayati dan Atik, dimana pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa umur di