• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6. Hasil Uji Antagonisme secara In Vivo

Isolat bakteri potensial berdasarkan uji sebelumnya diuji tantang dengan Saprolegnia sp. secara in vivo. Isolat bakteri diinokulasikan pada telur gurami umur 3 hari selama 24 jam kemudian diuji tantang dengan Saprolegnia sp. selama 7 hari hingga telur menetas menjadi larva. Hasil uji menunjukkan enam bakteri yaitu PB05, PB08, PB13, PB14, PB15, dan PB17 mampu menurunkan tingkat kematian telur gurami dengan perbedaan yang signifikan dengan kontrol yang diinfeksi Saprolegnia sp. dan tidak berbeda nyata dengan kontrol yang tidak dibetrikan baik bakteri maupun Saprolegnia. Tingkat mortalitas hasil uji tantang isolat bakteri potensial disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Tingkat kematian (mortalitas) telur gurami pada uji tantang isolat bakteri terhadap Saprolegnia sp secara in vivo. Histogram dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata(P>0,05) dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil uji menunjukkan enam bakteri yaitu PB05, PB08, PB13, PB14, PB15, dan PB17 mampu meningkatkan daya tetas telur gurami dengan perbedaan yang signifikan dengan kontrol yang diinfeksi Saprolegnia sp. dan tidak berbeda nyata dengan kontrol yang tidak diinfeksikan baik Saprolegnia maupun bakteri. Tingkat daya tetas hasil uji tantang isolat bakteri potensial disajikan pada Gambar 16.

abcd ab abc bcde cde abc bcde bcde cde de a e

Gambar 16. Tingkat daya tetas telur gurami pada uji tantang isolat bakteri terhadap Saprolegnia sp secara in vivo. Histogram dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Saprolegniasis menjadi masalah pada pembenihan ikan gurami karena dapat menurunkan daya tetas dan meningkatkan mortalitas telur. Pada uji in vivo menunjukkan bahwa terdapat enam isolat yang dapat mengatasi permasalah tersebut yaitu PB05, PB08, PB13, PB14, PB15, dan PB17. Penelitian sebelumnya telah melaporkan juga kemampuan bakteri sebagai pengendali hayati Saprolegnia pada beberapa spesies ikan dengan pengujian secara in vivo. Pengendalian Saprolegniasis pada belut Anguilla australis Richardson menggunakan bakteri A. media strain A199 telah dilaporkan oleh Lategan et al. (2004b). Hasil penelitian adalah dengan pemberian A. media strain A199 dapat menurunkan tingkat kematian yang disebabkan saprolegniasis yaitu 27% dibandingkan dengan kontrol yaitu 44%. Bakteri A. media strain A199 memiliki kemampuan untuk meningkatkan tingkat hidup ikan Bidyanus bidyanus selama induksi Saprolegnia sp. pada bak percobaan (Lategan et al 2004a). Bakteri Non Pathogenic Aeromonas Strain NPAS dapat menurunkan kejadian infeksi saprolegniasis pada ikan nila Oreochromis niloticus pada bak percobaan (Osman et al. 2008).

cde bcde de abcd abc bcde abc abc abc ab a e

Infeksi Saprolegnia pada skala laboratorium memiliki kesulitan dalam menghasilkan bentuk infeksi yang baik dan tingkat kematian yang tinggi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Saprolegniasis dapat terjadi pada ikan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu patogenitas Saprolegnia sp., lingkungan dan mekanisme pertahanan tubuh inangnya. Isolat Saprolegnia sp. yang diambil dari lesi pada ikan merupakan jenis memiliki kemampuan menjadi parasit atau patogen karena isolat ini lebih bisa beradaptasi terhadap inang (Noga 1993). Pada jenis Saprolegnia pathogen, tahap zoospora merupakan tahap infektif karena berperan dalam perlekatan pada mukus ikan dan zoospora infektif ini akan melekat pada permukaan inang dan mulai melakukan penetrasi pada bagian inang yang lebih dalam. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi infeksi Saprolegnia sp. adalah suhu. Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa induksi Saprolegnia pada inang dengan menghasilkan tingkat mortalitas tinggi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pada umumnya skala percobaan menggunakan stres fisik seperti suhu dan pembuatan luka pada kulit agar infeksi menjadi berhasil (Lategan et al. 2004a). Pada penelitian ini gejala klinis Saprolegnia memang kurang terlihat jelas namun metoda histologi pada sampel menjadi indikator infeksi yang terjadi pada ikan-ikan yang mati dan reisolasi Saprolegnia kembali. Faktor mekanisme pertahanan ikan sangat mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu antara lain mekanisme fisik untuk menghilangkan spora Saprolegnia dari kulit, kekebalan humoral yang menghambat pertumbuhan miselium dan respon selular terhadap miselium (Noga, 1993).

Isolat bakteri potensial PB05, PB08, PB13, PB14, PB15, dan PB17 yang diuji secara in vivo menunjukkan kemampuan dalam mengurangi mortalitas dan meningkatkan daya tetas telur. Mekanisme ini dapat terjadi melalui zat penghambat yang dikeluarkan bakteri seperti enzim ekstraseluler maupun bahan anti Saprolegnia maupun kompetisi ruang hidup dan kompetisi terhadap zat besi (Vascure et al 2000).

Mekanisme isolat bakteri ini dalam menghambat infeksi Saprolegnia sp. secara in vivo kemungkinan disebabkan karena enzim hidrolitik yaitu enzim glukanase dan kitinase. Pengujian enzim glukanase secara in vitro pada media menunjukkan bahwa bakteri potensial PB05, PB13, PB14, PB15 dan PB17

mengeluarkan enzim glukanase yang ditandai dengan terbentuknya zona bening pada sekitar koloni bakteri. Pengujian enzim kitinase yang dikeluarkan dalam menghambat Saprolegnia sp. secara in vitro menunjukkan PB17 mengeluarkan enzim kitinase yang ditandai terukurnya GlcNAc. Berdasarkan uji in vitro menunjukkan bahwa terdapat perubahan morfologi hifa mengalami abnormalitas yang menunjukkan adanya zat ekstraseluler yang dikeluarkan bakteri untuk menghambat pertumbuhan Saprolegnia. Enzim glukanase kemungkinan besar merupakan enzim yang dikeluarkan oleh bakteri ini (Diby et al. 2005). Zat ekstraselular dikeluarkan oleh bakteri A. media A199 pada hasil uji in vitro pada media solid kemungkinan menjadi mekanisme penghambatan Saprolegniasis pada belut Anguillla australis secara in vivo (Lategan et al. 2004a). Penghambatan germinasi zoospora dan miselium S. parasitica oleh bakteri A. media A199 menyebabkan peningkatan tingkat hidup Bidyanus bidyanus (Lategan et al 2004b). A. media A199 mengeluarkan bahan ekstraseluler penghambat S. parasitica yaitu Indol (Ti) (Lategan et al. 2006).

Bakteri yang diperoleh pada uji reisolasi pada permukaan telur menunjukkan adanya kolonisasi bakteri pada jaringan epitel sehingga menyebabkan Saprolegnia tidak dapat menginfeksi telur karena mekanisme kompetisi ini. Hal ini juga diperkuat dengan adanya peningkatan mukus pada permukaan sel telur mengindikasikan adanya kolonisasi bakteri pada epitel sel sehingga merangsang pengeluaran mukus yang secara tidak langsung akan mengeliminasi Saprolegnia yang berusaha menempel pada mukosa sel telur. Lategan et al. (2004a) melaporkan bahwa peningkatan jumlah sel bakteri pada air bak percobaan menunjukkan kolonisasi sel bakteri pada sel epitel ikan dan hal ini menyebabkan Saprolegnia tidak dapat berkompetisi untuk menginfeksi sel telur. Mekanisme kompetisi terhadap besi yang ada pada jaringan ikan oleh bakteri akan menghambat pertumbuhan patogen (Vaschure et al. 2000). Mikroorganisme membutuhkan besi untuk dapat tumbuh. Bakteri yang menghasilkan siderophore merupakan kandidat probiotik yang baik dalam menghambat patogen karena sistem siderophore yang mampu menangkap besi pada jaringan ikan akan menghambat patogen untuk memanfaatkan besi pada jaringan tersebut sehingga terhambat pertumbuhannya.

Status imunitas dan kesehatan ikan mempengaruhi keberhasilan isolat bakteri potensial dalam menghambat infeksi saprolegniasis pada telur ikan gurami pada uji in vivo. Tingkat hidup ikan yang mengalami saprolegniasis pada musim dingin dipengaruhi oleh status imunitas dan kesehatan ikan (Noga 2000). Telur ikan yang digunakan memiliki mekanisme pertahanan yaitu mengeliminasi zoospora yang menempel pada kulit dengan menghasilkan banyak mukus. Pertahanan humoral yang dimiliki oleh telur antara lain pada lapisan fertilisasi (FE) Plecoglossus altivellis dan Tribolon hakonensis terdapat kitinase, lisosim, protease, selulase, mannase, xilanase, dektranase dan glukanase yang bekerjasama untuk melisiskan S. parasitica (Noga, 1993). Pertahanan selular seperti limfosit dan netrofil yang dihasilkan menyebabkan lisis pada miselium Saprolegnia. Mikroflora normal pada telur juga bisa memberikan pengaruh antagonis pada Saprolegnia yaitu beberapa bakteri mikroflora normal pada telur kemungkinan juga memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Saprolegnia sp.

Interaksi beberapa faktor seperti patogenitas patogen, inang yang rentan dan lingkungan yang buruk dapat menyebabkan munculnya suatu wabah penyakit. Pemberian isolat bakteri potensial dalam menghambat munculnya infeksi Saprolegniasis adalah dengan mengurangi patogenitas Saprolegnia dengan mekanisme yang dipaparkan di atas, meningkatkan kondisi inang dengan menstimulasi peningkatan sistem pertahanan fisik serta kondisi lingkungan dengan menyeimbangkan jumlah bakteri yang tidak patogen untuk menekan keberadaan patogen dalam lingkungan air. Pada penelitian ini tidak dipelajari bagaimana kondisi lingkungan ikut mempengaruhi keberhasilan isolat bakteri untuk mengurangi infeksi Saprolegnia sp.

BAB V

Dokumen terkait