• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2010 hingga Juli 2011. Pengambilan sampel dilakukan di bak pembenihan dan kolam budidaya gurami yang berlokasi di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Ilmu Dasar, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Patologi Anatomi dan Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Jawa Barat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan–bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel telur yang terinfeksi Saprolegnia, telur gurami sehat, sampel air kolam, akuades steril, Subaround Dextrose Agar (SDA), Glucose Yeast Agar (GYA), Glucose Yeast Broth (GYB), Muller Hinton Agar (MHA), Kloramfenikol, NaCl 0,85%, larutan McFarland, HCl 10 N, Formalin, media garam minimum dengan 2% koloidal protein (MGMC), Formaline Buffer Saline. Alat–alat yang digunakan adalah botol kaca steril, tabung reaksi, cawan Petri, gelas Beaker, labu Erlenmeyer, pipet volumetrik, gelas ukur, spatula, jarum ose, bunsen, pipet mikro, kertas saring, corong, Cork borer No 2, hot plate, vorteks, pinset, stirer, jangka sorong, oven, inkubator, autoclave, shaker water bath, timbangan analitik, sentrifus, mikroskop cahaya, spektrofotometer, kotak plastik, aerator akuarium.

3.3. Isolasi dan Identifikasi Saprolegnia sp.

Telur gurami yang terinfeksi Saprolegnia diambil dan disimpan pada botol steril dengan suhu penyimpanan 10-14°C (Mousavi et al 2009). Teknik pengambilan sampel Saprolegnia disajikan pada Lampiran 1. Telur diletakkan pada cawan Petri steril. Hifa Saprolegnia diambil kemudian diamati morfologi Saprolegnia yang tumbuh di telur di bawah mikroskop cahaya. Untuk mendapatkan koloni murni Saprolegnia ditanam pada media SDA (Bruno & Wood 1999) yang telah diberi antibiotika klorampenikol. Kemudian diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam. Identifikasi morfologi berdasarkan zoosporangium dan organ seksual. Isolat yang tumbuh diidentifikasi menggunakan metoda Hughes (1994), Beakes et al. (1994) dan Rajan (2000).

3.4. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik

Sampel air diambil dari kolam ikan yang tidak pernah terinfeksi Saprolegnia atau sampel air dari ikan yang sehat. Sampel air diambil pada bagian permukaan kolam yaitu 20–30 cm dari permukaan (Brzezinska & Donderski 2006) untuk mendapatkan sampel air yang mewakili. Sampel air diambil dengan menggunakan botol steril kemudian disimpan dalam kotak pendingin yang disesuaikan suhunya yaitu kurang dari 7°C (Brzezinska & Donderski 2006). Pengambilan sampel air disajikan pada Lampiran 1.

Bakteri kitinolitik dari sampel air dipelajari dengan menggunakan metode sebar (spread plate) dengan menggunakan media garam minimum dengan 2% koloidal kitin (MGMC) (Suryanto 2001). Komposisi dan cara pembuatan MGMC tersaji pada Lampiran 2. Isolat diinkubasi pada suhu 30° C. Zona terang disekitar koloni diukur sebagai kemampuan bakteri untuk mendekomposisi kitin. Strain ini dikultur pada media agar miring MGMC. Kemudian isolat disimpan di kulkas pada suhu 4 °C dan dilakukan peremajaan setiap 1 bulan.

3.5. Penampakan Morfologi dan Biokimia Bakteri Kitinolitik

Biakan murni bakteri kitinolitik dikarakterisasi sifat morfologi dan biokimianya. Pengamatan ciri-ciri morfologi koloni bakteri antara lain bentuk dan warna koloni, motilitas, bentuk sel dan sifat gram. (Cappuccino & Sherman 1996). Uji motilitas menggunakan media semi padat Sulfide indol motility (SIM). Sifat biokimia yang diuji meliputi penggunaan sitrat dengan media Simmons Citrate Agar (SCA), uji amilase dengan media Starch Agar (SA), uji karbohidrat menggunakan media Triple Sugar Indol Agar (TSIA). Uji katalase menggunakan larutan 3% H2O2 (Cappuccino & Sherman 1996; Allen et al. 1983).

3.6. Uji Penghambatan Pertumbuhan Saprolegnia sp. secara In Vitro

Kemampuan bakteri kitinolitik menghambat pertumbuhan Oomycetes diuji dengan asai antagonisme in vitro. Biakan Saprolegnia sp. diinokulasikan pada agar MGMC dengan jarak 3,5 cm dari kertas cakram tempat inokulan bakteri. Bakteri kitinolitik sebanyak 10 µl (setara dengan 108 sel/ml) diinokulasikan pada kertas cakram. Biakan diinkubasi pada suhu 30°C. Zona hambat terhadap miselium yang tumbuh diamati mulai hari kedua hingga hari ketujuh. Diameter zona hambat dihitung dengan mengukur selisih radial pertumbuhan Saprolegnia normal dengan radial pertumbuhan Saprolegnia yang terhambat oleh isolat bakteri. Alur kerja uji antagonisme in vitro dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.7. Uji Pengukuran Kadar N-asetilglukosamin

Enzim kitinase diketahui memiliki kemampuan dalam mendegradasi kitin pada dinding sel jamur. Saprolegnia sp. merupakan kelompok Oomycetes dengan kandungan kitin yang rendah sehingga perlu diketahui apakah enzim kitinase yang dikeluarkan bakteri ini yang berperan dalam menghambat pertumbuhan Saprolegnia sp. Hifa Saprolegnia sp. diperbanyak dalam media GYB selama 72 jam kemudian diautoclave dan dikeringkan dalam oven hingga mencapai berat konstan. Hifa kering ditimbang sebanyak 0,1 gram diinokulasikan pada media cair garam tanpa kitin yang telah diinokulasikan isolat bakteri potensial yang akan diuji. Kelompok kontrol

ditambahkan hifa kering tanpa bakteri kitinolitik. Inkubasi pada shaker water bath 150 rpm selama 24 jam. Sampel dihitung gula reduksinya yaitu kadar GlcNAc dengan metode Jeaniaux 1966 dalam Irawati 2008. Metode pengukuran kadar GlcNAc pada uji antagonisme ini disajikan pada Lampiran 4.

3.8. Uji Awal Produksi Glukanase oleh Isolat Bakteri Kitinolitik

Isolat Candida albicans (isolat laboratorium mikrobiologi FMIPA USU) dengan konsentrasi 108 disebar pada media Muller Hinton Agar (MHA) dengan menggunakan cotton swab. Sebanyak 10µl (setara dengan 108) bakteri kitinolitik yang telah diinokulasikan pada kertas cakram diletakkan pada keempat sisi cawan Petri yang telah diinokulasikan C. albicans. Biakan diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam. Pengamatan yang dilakukan adalah mengukur zona hambat yang terbentuk yaitu zona bening di sekitar koloni bakteri.

3.9. Uji Patogenitas Saprolegnia sp.

Isolat Saprolegnia sp. diuji patogenitasnya terhadap sel telur gurami untuk mengetahui patogenitasnya terhadap sel telur. Isolat Saprolegnia yang digunakan adalah pada tahap zoospora sehingga perlu untuk melakukan preparasi Saprolegnia sp. Alur kerja preparasi Saprolegnia sp. tersaji pada Lampiran 5. Telur gurami sehat sebanyak 25 buah ditempatkan pada wadah kaca percobaan yang memiliki volume 400 ml air steril. Aplikasi perlakuan dengan pemberian isolat zoospora Saprolegnia sp. sebanyak 0,4 ml (104 sel/ml) ke dalam wadah kaca selama masa perkembangan telur hingga menjadi larva. Kontrol tidak diberikan isolat zoospora Saprolegnia sp. Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung tingkat penetasan, tingkat kematian dan tingkat infeksi. Alur kerja uji patogenitas tersaji pada Lampiran 6.

3.10. Uji Patogenitas dan Perlekatan Mikroba pada Telur

Uji patogenitas dilakukan untuk mengetahui potensi bakteri kitinolitik sebagai patogen bagi telur. Isolat bakteri yang diguunakan dilakukan preparasi sebelum diaplikasikan. Alur preparasi isolat bakteri kitinolitik tersaji pada Lampiran 7. Telur

gurami sehat sebanyak 25 buah ditempatkan pada wadah kaca percobaan yang memiliki volume 400 ml air steril. Aplikasi perlakuan dengan memberikan isolat bakteri kitinolitik sebanyak 0,4 ml (105 sel/ml) ke dalam wadah kaca selama masa perkembangan telur hingga menjadi larva. Kontrol tidak diberikan bakteri. Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung tingkat penetasan dan tingkat kematian (mortality rate).

Uji kemampuan bakteri berikatan dengan jaringan sel telur dilakukan dengan memberikan isolat bakteri kitinolitik pada telur gurami. Telur gurami sehat sebanyak 25 buah ditempatkan pada tempat kaca yang memiliki volume 400 ml air steril. Kontrol tidak diberikan bakteri kitinolitik. Perlakuan yaitu dengan memberikan isolat bakteri kitinolitik sebesar 0,4 ml (105 sel/ml) ke dalam wadah kaca. Pengambilan sel telur dilakukan setelah 48 jam. Sel telur yang diambil dibilas dengan menggunakan akuadest steril tiga kali kemudian digerus dan dikultur dalam media MGMC. Bakteri yang tumbuh diamati pembentukan zona bening apakah merupakan bakteri kitinolitik yang ditambahkan. Telur yang telah diinokulasikan bakteri selama 48 jam dan tahap larva diambil dan difiksasi menggunakan formaline buffer saline untuk uji histologi setelah untuk mengetahui perubahan struktur sel dan respons sel terhadap bakteri. Alur kerja uji patogenitas dan perlekatan tersaji pada Lampiran 8.

3.11. Tahap Evaluasi Efek Bakteri Kitinolitik Secara in Vivo

Pada tahap ini dilakukan evaluasi pengaruh bakteri kitinolitik terhadap infeksi Saprolegnia sp. pada telur. Parameter yang akan diamati adalah jumlah telur yang terinfeksi (infection rate), tingkat penetasan (hatching rate) dan tingkat kematian (mortality rate) telur gurami.

Telur gurami umur 3 hari berasal dari pembenihan tradisional di Yogyakarta. Telur gurami merupakan hasil fertilisasi alami induk betina dewasa dan jantan dewasa. Hanya telur yang sehat yang akan ditetaskan. Telur akan menetas sempurna menjadi larva rata-rata pada hari ke 10 hingga 11.

Infeksi telur dapat dilakukan dengan menggunakan zoospora Saprolegnia sp. Koloni Saprolegnia umur 2 hari dipotong dengan menggunakan Cork borer No.2

(dengan diameter 5,5 mm) dan ditempatkan di cawan petri yang terdapat 20 ml Glucose yeast extract agar (GY agar) kemudian diinkubasi 25°C selama 24 -28 jam. Miselium yang dipotong dibilas dengan akuadest steril selama 3 kali kemudian dipindahkan ke dalam 20 ml akuades steril dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 24 jam untuk produksi zoospora. Zoospora diamati di bawah mikroskop kemudian jumlah zoospore dihitung dengan menggunakan haemocytometer. Jumlah zoospora yang diinfeksi yaitu 1 x 104 zoospora (Hanjavanit et al. 2008).

Isolat bakteri kitinolitik ditumbuhkan pada media MGMC pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian sebanyak 0,4 ml kultur bakteri kitinolitik yang setara dengan 105 sel/ml ditambahkan kedalam 400 ml air di wadah kaca (Lategan et al 2004a). Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi bakteri ini pada air di wadah percobaan dan kemampuan bakteri ini dapat hidup setelah 24 jam dengan metode di atas. Gambar wadah kaca percobaan disajikan pada Gambar 5

.

Gambar 5. Wadah kaca untuk percobaan

3.11.1.Rancangan Percobaan

Tempat penetasan yaitu menggunakan bak kaca dengan volume 400 ml dengan pemberian aerator dan air steril (Hanjavanit et al 2008). Air disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Sebanyak 25 telur dipergunakan untuk setiap tempat penetasan. Kelompok kontrol negatif yaitu telur yang tidak diberikan bakteri kitinolitik dan tidak diinfeksi Saprolegnia dan kontrol positif yaitu telur diinfeksi

zoospora Saprolegnia sp. Kelompok perlakuan yaitu terdiri atas pemberian kandidat bakteri kitinolitik dengan dosis pemberian bakteri yaitu 105 sel/ml dan setelah 24 jam dilakukan uji tantang dengan pemberian isolat zoospora Saprolegnia sp. Setiap perlakuan dilakukan ulangan 3 kali. Tingkat kematian dan tingkat penetasan telur ikan diamati setelah diberikan zoospora. Alur kerja uji tantang secara in vivo dan cakupan kegiatan penelitian disajikan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

Persentase infeksi, tingkat penetasan dan tingkat kematian telur dihitung menggunakan rumus (Hanjavanit et al 2008):

3.12. Analisis data

Hasil persentase tingkat mortalitas, daya tetas dan tingkat infeksi pada telur gurami pada kelompok perlakuan dan kontrol dianalisis dengan ANOVA kemudian uji lanjut Tukey dengan SPSS 16.0.

BAB 1V

Dokumen terkait