• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.6. Hasil Uji Diagnostik Data dan Model

Pengujian stasioner menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) baik tanpa memasukkan tren maupun dengan tren. Dengan menggunakan lag maksimum 13, pada pengujian in level (I(0)) hampir semua variabel mengandung unit root sehingga belum stasioner kecuali variabel DEF. Pengujian dilanjutkan pada first

differenced atau I(1) seperti terlihat pada Tabel 12, hasilnya masih terdapat 6

variabel yang belum stasioner/masih mengandung unit root (PPh, PPn, DEF, RDA, NTI, dan NTO). Pengujian dilanjutkan pada second difference atau I(2); telah menghasilkan semua variabel yang tidak lagi mengandung unit root atau stasioner berdasarkan nilai probabilitas penerimaan hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa variabel mengandung unit root mendekati nol, dengan parameter nilai kritis Mac Kinnon (1996) one-side p-values. Dengan demikian semua variabel yang digunakan adalah stasioner pada derajat 2 atau I(2).

Hubungan jangka panjang (long-run relations) dalam kointegrasi (dengan menyusun restriksi matrik kointegrasi) dimungkinkan jika seluruh variabel menunjukkan unit-root dalam ordo yang sama. Syarat tersebut dapat dipenuhi oleh

Tabel 12. Hasil Uji Unit Root Variabel yang Digunakan

Tanpa Tren Dengan Tren Variabel Differenced ADF Test

Statistic

Prob* ADF Test Statistic Prob* Kesimpulan PPh(0) 7.132274 (1.0000) 5.569364 (1.0000) Belum Stasioner PPh(1) 0.692107 (0.9916) -1.429370 (0.8479) Belum Stasioner PPh PPh(2) -7.091872 (0.0000) -7.265717 (0.0000) Stasioner PPn(0) 4.802732 (1.0000) 3.822634 (1.0000) Belum Stasioner PPn(1) -1.139553 (0.6989) -2.788775 (0.2040) Belum Stasioner PPn PPn(2) -11.45721 (0.0000) -9.757204 (0.0000) Stasioner DEF(0) -4.706605 (0.0001) -4.267816 (0.0048) Stasioner DEF(1) 0.336670 (0.9794) 0.364398 (0.9988) Belum Stasioner DEF

DEF(2) -11.06100 (0.0000) -11.30276 (0.0000) Stasioner

U(0) -0.750958 (0.8292) -1.717973 (0.7384) Belum Stasioner

U(1) -13.74013 (0.0000) -13.74013 (0.0000) Stasioner

U

U(2) -9.046198 (0.0000) -9.011287 (0.0000) Stasioner

EA(0) -0.429667 (0.8996) -1.711871 (0.7407) Belum Stasioner EA(1) -5.973196 (0.0000) -5.938964 (0.0000) Stasioner EA EA(2) -6.325427 (0.0000) -6.337591 (0.0000) Stasioner SP(0) -2.067865 (0.2581) -3.126838 (0.1041) Belum Stasioner SP(1) -8.575369 (0.0000) -8.753798 (0.0000) Stasioner SP SP(2) -11.13970 (0.0000) -11.16670 (0.0000) Stasioner

RDA(0) 3.804931 (1.0000) 2.461686 (1.0000) Belum Stasioner RDA(1) -2.153953 (0.2243) -4.242793 (0.0051) Belum Stasioner RDA

RDA(2) -10.52323 (0.0000) -10.51902 (0.0000) Stasioner

IA(0) 0.994352 (0.9964) -0.613652 (0.9764) Belum Stasioner IA(1) -6.259328 (0.0000) -6.553867 (0.0000) Stasioner IA IA(2) -7.847149 (0.0000) -7.817358 (0.0000) Stasioner DF(0) 1.553562 (0.9994) 0.101151 (0.9970) Belum Stasioner DF(1) -5.225600 (0.0000) -5.827816 (0.0000) Stasioner DF DF(2) -7.372630 (0.0000) -7.343268 (0.0000) Stasioner

I(0) -1.514658 (0.5234) -3.059029 (0.1204) Belum Stasioner I(1) -15.57405 (0.0000) -15.51709 (0.0000) Stasioner I

I(2) -13.06905 (0.0000) -13.02022 (0.0000) Stasioner

KONS(0) 1.947989 (0.9999) 0.256123 (0.9982) Belum Stasioner KONS(1) -6.863274 (0.0000) -7.370393 (0.0000) Stasioner KONS

KONS(2) -9.632908 (0.0000) -9.597520 (0.0000) Stasioner

GDPA(0) 0.631324 (0.9901) -2.340034 (0.4093) Belum Stasioner GDPA(1) -6.058800 (0.0000) -6.122314 (0.0000) Stasioner GDPA

GDPA(2) -7.311621 (0.0000) -7.286618 (0.0000) Stasioner

TKA(0) -1.402444 (0.5796) -2.348516 (0.4049) Belum Stasioner TKA(1) -9.853501 (0.0000) -11.45611 (0.0000) Stasioner TKA

TKA(2) -10.70926 (0.0000) -10.66882 (0.0000) Stasioner

XA(0) -0.839886 (0.8041) -0.839886 (0.8041) Belum Stasioner XA(1) -6.650767 (0.0000) -6.629156 (0.0000) Stasioner XA

XA(2) -8.460027 (0.0000) -8.426582 (0.0000) Stasioner

IMA(0) 1.384556 (0.9989) 0.438290 (0.9991) Belum Stasioner IMA(1) -10.77816 (0.0000) -11.06587 (0.0000) Stasioner IMA

Tabel 12. Lanjutan

Tanpa Tren Dengan Tren Variabel Differenced ADF Test

Statistic

Prob* ADF Test Statistic Prob* Kesimpulan WP(0) -2.190406 (0.2108) -2.454364 (0.3503) Belum Stasioner WP(1) -17.08213 (0.0000) -17.03904 (0.0000) Stasioner WP WP(2) -10.38136 (0.0000) -10.34941 (0.0000) Stasioner

NTI(0) 2.468072 (1.0000) 0.794577 (0.9997) Belum Stasioner NTI(1) -1.818942 (0.3701) -4.123810 (0.0074) Belum Stasioner NTI

NTI(2) -9.974768 (0.0000) -9.940666 (0.0000) Stasioner

NTO(0) 2.503645 (1.0000) 1.344970 (1.0000) Belum Stasioner NTO(1) -1.423332 (0.5691) -3.824572 (0.0181) Belum Stasioner NTO

NTO(2) -8.179889 (0.0000) -8.148535 (0.0000) Stasioner

DSA(0) -2.540693 (0.1081) -2.536192 (0.3105) Belum Stasioner DSA(1) -6.945676 (0.0000) -6.961212 (0.0000) Stasioner DSA

DSA(2) -10.47226 (0.0000) -10.43222 (0.0000) Stasioner

Keterangan: * = Probabilitas untuk menolak Ho=mengandung unit root sampai pada tingkat signifikansi (α=1%), dimana nilai ADF Test Statistic lebih negatif dari nilai batas penolakan (α=1%) dengan parameter nilai kritis MacKinnon (1996) one-sided p-values pada I(2).

seluruh variabel. Hasil pengujian unit root disajikan pada Tabel 12 selengkapnya pada Lampiran 2.

2. Uji Structural Break

Data series yang digunakan dalam rentang waktu yang panjang (1970-2005 atau 35 tahun) dimungkinkan adanya pengaruh siklus (siclical influences) kebijakan dan atau kondisi makroekonomi yang ekstrim pada rentang waktu tersebut. Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, pengaruh siklus kebijakan dan atau makro ekonomi yang ekstrim selama waktu tersebut ada dua, yaitu adanya periode oil boom tepatnya terjadi pada triwulan 3 tahun 1973 dan krisis moneter yang terjadi tepatnya pada triwulan 1 tahun 1998.

Pengujian structural break menggunakan Chow test menghasilakan periode shock yang berpengaruh nyata adalah pada triwulan 1 tahun 1998 (1998Q1) dengan

tingkat signifikansi (α=1%) ditunjukkan oleh nilai probabilitas menolak H0 yang

menyatakan bahwa terdapat structural break point dengan nilai F-statistik yang ada. Dengan demikian pada triwulan tersebut di gunakan variabel dummy sebagai representasi pangaruh krisis moneter (D_MNTR). Nilai 0 diberikan pada periode 1970Q1-1997Q4 dan nilai 1 untuk periode 1998Q1-2005Q4. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 13 dan Lampiran 3.

Tabel 13. Hasil Uji Structural Break dengan Chow Breakpoint Test

Chow Breakpoint Test:

1998:1

Chow Breakpoint Test:

1998:1 Variabel F-statistic Probability Variabel F-statistic Probability PPh 14.71075 0.000000 KONS 40.22672 0.000000 PPn 16.17603 0.000000 GDPA 2.172605 0.006845 DEF 15.02361 0.000000 TKA 3.667723 0.000009 U 22.13242 0.000000 XA 4.559880 0.000000 EA 4.507170 0.000000 IMA 10.58517 0.000000 SP 25.72705 0.000000 WP 4.651989 0.000000 RDA 2.675687 0.000766 NTI 2.630608 0.000935 IA 6.211081 0.000000 NTO 2.571643 0.001212 DF 3.289100 0.000050 DSA 8.085175 0.000000 I 6.623899 0.000000 3. Uji Kointegrasi

Satu set data deret waktu yang tidak stasioner I(1) dikatakan memiliki hubungan kointegrasi jika kombinasi linear data deret waktu tersebut stasioner. Ada dua prosedur yang bisa digunakan untuk menguji kointegrasi antar data deret waktu. Pertama, uji Engle - Granger (The Engle - Granger Two Step Method), dan kedua adalah uji Johansen (Johansen Cointegration Test) untuk sistem persamaan.

Prosedur uji kointegrasi Engle-Granger dilakukan dalam dua tahap, pertama dilakukan regresi variabel satu dengan variabel lainnya. Kedua, residual yang diperoleh dari regresi tersebut diuji apakah residualnya stasioner atau tidak dengan

menggunakan uji Aughmented Dickey - Fuller dengan hipotesis nol residual tidak stasioner. Jika hipotesis nol diterima, artinya residual tidak stasioner, variabel yang diuji tidak berkointegrasi. Sebaliknya hipotesis nol tidak diterima, artinya residual stasioner, maka variabel yang diamati berkointegrasi (Thomas, 1997). Sampai tahap ini, digunakan uji kointegrasi Engle-Granger, sedangkan uji kointegrasi Johansen akan digunakan dalam uji rank kointegrasi karena akan dianalisis model VAR yang terkendala (restrited VAR) atau disebut dengan Vector Error Correction Model

(VECM).

Tabel 14. Hasil Uji Kointegrasi dengan Engle - Granger Two Step Method

Augmented Dickey-Fuller test statistic (RESIDUAL) Variabel

ADF Test Statistic

Prob* Hasil Kesimpulan

PPh -5.162431 0.0000 Stasioner Berkointegrasi PPn -4.619855 0.0002 Stasioner Berkointegrasi DEF -3.642347 0.0061 Stasioner Berkointegrasi U -5.308786 0.0000 Stasioner Berkointegrasi EA -5.966882 0.0000 Stasioner Berkointegrasi SP -7.891892 0.0000 Stasioner Berkointegrasi RDA -5.104927 0.0000 Stasioner Berkointegrasi IA -5.865128 0.0000 Stasioner Berkointegrasi DF -4.534749 0.0003 Stasioner Berkointegrasi I -8.722872 0.0000 Stasioner Berkointegrasi KONS -4.870060 0.0001 Stasioner Berkointegrasi GDPA -4.390276 0.0005 Stasioner Berkointegrasi TKA -5.853747 0.0000 Stasioner Berkointegrasi XA -3.460142 0.0106 Stasioner Berkointegrasi IMA -6.029489 0.0000 Stasioner Berkointegrasi WP -7.710729 0.0000 Stasioner Berkointegrasi NTI -5.206516 0.0000 Stasioner Berkointegrasi NTO -4.817832 0.0001 Stasioner Berkointegrasi DSA -4.859178 0.0001 Stasioner Berkointegrasi Keterangan: Lihat keterangan Tabel 12

Hasil Uji Engle-Granger Two Step Method disajikan pada Tabel 14 dan Lampiran 4. Pengujian menghasilkan kesimpulan bahwa dengan uji Augmented

Dickey-Fulleratas residual regresi variabel, semua stasioner yang ditunjukkan nilai

probabilitas penerimaan Ho sampai 1% (α=1%) kecuali variabel XA sampai 5% (α=5%). Dengan demikian semua variabel berkointegrasi.

4. Uji Ordo Optimal VAR

Sebelum menguji adanya kointegrasi antar variabel (dengan rank

kointegrasi) maka ditentukan dahulu optimum lag dari reduced (unrestricted) VAR. Sebagaimana diuraikan pada bagian 4.3.3., penelitian ini menggunakan pendekatan

Likelihood Ratio Test Statistic. Dengan memilih 6 sebagai maksimum ordo untuk

unrestricted VAR, berdasarkan kriteria LR: sequential modified LR test statistic

masing-masing dengan level signifikansi (α= 5%) menunjukkan 4 sebagai ordo optimum. Berarti, panjang lag yang tepat dari model adalah 4 (lihat Lampiran 5).

5. Model VAR dan Uji Granger Causality

Model VAR standar (unrestricted) multivariat dibangun dengan memperhatikan; pertama, evaluasi parameter kritis model terutama melihat nilai kebaikan (goodnes of fit) model dengan nilai R2. Kedua, sistem persamaan mampu mengakomodasi tujuan penelitian yaitu diperoleh paling tidak 8 persamaan kointegrasi (hasil rank kointegrasi diuraikan di bagian 6) yang merepresentasikan hubungan jangka panjang pada variabel kinerja sektor pertanian (5 variabel) dan agroindustri (3 variabel). Sistem persamaan optimal ketika variabel yang terpilih dimasukkan sebagai representasi kebijakan fiskal adalah, PPh, PPn, EA, SP, RDA, IA, DF. Sedangkan variabel DEF dan U dikeluarkan dari model. Untuk keperluan

kalkulasi statistik, karena variabel SP mengandung nilai nol, maka di konversi dengan menambahkan nilai 100 untuk semua data untuk dapat dioperasikan transformasi logaritma (kecuali WP dan DSA) sehingga kodenya menjadi SP_. Variabel penyeimbang ekonomi makro yaitu I dan KONS. Variabel komponen kinerja sektor pertanian adalah, GDPA, TKA, XA, IMA, dan WP. Variabel komponen kinerja agroindustri meliputi NTI, NTO, dan DSA. Model VAR standar

(unrestricted) multivariat mempunyai tingkat ketepatan model yang baik (sebagian

besar nilai R2 di atas 0.60) dengan diagnosis statistik jangka panjang yang baik. Model VAR digunakan untuk memperoleh persamaan kointegrasi dengan VECM, sehingga VAR tidak dibahas.

Dalam kerangka model VAR, hubungan antar variabel belum menunjukkan hubungan kausalitas antara variabel-variabel pada ruas kanan terhadap variabel di ruas sebelah kiri. Untuk mengetahui karakteristik hubungan kausalitas atau perubahan variabel mana lebih berpengaruh terhadap perubahan variabel yang lain, dilakukan analisis Granger causality. Hasil analisis disajikan pada Tabel 15, selengkapnya pada Lampiran 6. Sesuai dengan tujuan penelitian, analisis difokuskan pada perubahan variabel-variabel komponen fiskal yang berhubungan

(causality) pada perubahan variabel-variabel kinerja sektor pertanian dan

agroindustri.

Variabel kinerja sektor pertanian dapat dijelaskan secara nyata (sampai tingkat signifikansi/α = 1%) oleh variabel kebijakan fiskal antara lain pertumbuhan PDB pertanian (GDPA) dan penyerapan tenaga kerja pertanian (TKA). Pertumbuhan PDB pertanian (GDPA) dijelaskan oleh Pajak penghasilan (PPh), sedangkan TKA dijelaskan oleh PPh dan subsidi pertanian (SP) disamping variabel

ekonomi makro investasi. Variabel kinerja agroindustri (daya saing/DSA) dapat dijelaskan secara nyata (sampai tingkat signifikansi/α = 10%) oleh variabel kebijakan fiskal (desentralisasi fiskal/DF dan ekspor produk pertanian/XA).

Dari hasil di atas dapat dimaknai bahwa instrumen kebijakan fiskal selama rentang analisis mempengaruhi secara langsung pada pertumbuhan PDB pertanian (GDPA), penyerapan tenaga kerja sektor pertanian (TKA), dan daya saing agroindustri (DSA). Jalur transmisi pengaruh/menjelaskan secara tidak langsung dapat dirunut antara lain; pajak pertambahan nilai (PPn) mempengaruhi desentralisasi fiskal/DF kemudian berpengaruh pada anggaran sektor pertanian (EA), melalui PPh berpengaruh pada PDB pertanian (GDPA) dan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian (TKA). Alokasi anggaran sektor pertanian (EA) berpengaruh pada penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) bisa positif atau negatif karena penambahan dan pengurangan alokasi anggaran sektor pertanian (EA) yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan PDB pertanian (GDPA) dan penyerapan tenaga kerja pertanian (TKA). Subsisi pertanian mempengaruhi GDPA dan TKA secara tidak langsung juga bisa melalui PPh. Desentralisasi fiskal (DF) mempengaruhi GDPA dan TKA melalui anggaran sektor pertanian (EA) dan PPh. Disamping itu DF juga mempengaruhi TKA melalui investasi (I).

Kinerja sektor pertanian dan agroindustri juga bisa memprediksi/ menjelaskan secara nyata pada variabel kebijakan fiskal. Pada variabel kinerja sektor pertanian; diantaranya PDB pertanian dapat menjelaskan pajak pertambahan nilai (PPn), dan desentralisasi fiskal (DF). Variabel tenaga kerja pertanian (TKA) dapat menjelaskan pajak penghasilan (PPh) (menjelaskan timbal balik), pajak

Tabel 15. Kemampuan Menjelaskan Perubahan Variabel dengan Pairwise Granger Causality Tests

Nilai X2 (Variabel yang dijelaskan) Variabel

Penjelas ∆PPh ∆PPn ∆EA ∆SP ∆RDA ∆IA ∆DF ∆I ∆KONS ∆GDPA ∆TKA ∆XA ∆IMA ∆WP ∆NTI ∆NTO ∆DSA

∆PPh 0.106 0.066 2.026 * 0.449 0.085 0.196 0.102 2.049 * 3.519 * 2.879 ** 0.635 0.496 0.144 1.008 0.236 0.184 ∆PPn 0.084 0.193 0.232 1.970 0.752 2.506 ** 1.750 0.933 1.928 0.079 1.329 0.145 0.430 0.038 0.077 0.378 ∆EA 17.933 *** 0.353 0.088 2.031 * 2.417 * 3.329 ** 0.344 0.321 0.123 0.773 0.416 0.563 0.745 0.244 0.698 0.204 ∆SP 2.281 * 0.549 0.120 0.385 1.972 0.684 0.434 0.428 1.963 10.039 *** 1.153 0.377 0.193 0.125 0.085 0.457 ∆RDA 0.182 0.003 0.028 1.565 2.422 * 0.283 0.232 0.425 0.533 0.463 0.158 0.276 0.109 0.026 0.090 0.123 ∆IA 1.865 0.608 0.166 1.185 0.820 0.012 0.576 1.002 0.284 0.642 0.984 0.202 1.111 0.327 0.385 0.447 ∆DF 1.663 0.548 1.999 * 0.441 1.255 0.055 4.705 *** 2.695 ** 1.156 0.375 0.538 0.228 0.057 0.350 0.481 2.408 * ∆I 0.356 0.663 0.342 1.922 0.551 1.014 1.989 0.161 1.102 7.526 *** 1.238 1.896 0.410 0.672 0.361 0.285 ∆KONS 0.188 0.274 0.588 0.153 0.182 0.118 1.052 0.830 1.117 0.230 0.843 1.592 0.171 0.020 0.064 0.217 ∆GDPA 0.490 4.315 *** 0.118 0.626 1.949 1.136 4.200 *** 0.633 0.813 0.172 0.785 0.371 0.757 0.787 1.018 0.741 ∆TKA 4.071 *** 4.225 *** 0.753 3.460 ** 1.629 7.178 *** 5.986 *** 2.020 * 0.234 13.266 *** 0.346 0.696 0.566 0.238 0.083 0.074 ∆XA 0.595 1.853 1.807 0.653 2.203 * 2.493 ** 1.561 2.183 * 0.312 0.383 1.094 0.959 0.189 0.925 1.583 2.699 ** ∆IMA 0.231 0.602 4.171 *** 0.356 0.430 0.039 0.108 1.974 0.033 0.084 0.084 0.733 0.869 0.184 0.279 0.269 ∆WP 4.208 *** 6.026 *** 0.545 0.840 0.072 0.622 0.305 0.710 10.048 *** 0.423 0.358 0.169 0.198 1.839 1.237 0.725 ∆NTI 0.503 7.076 *** 3.094 ** 0.664 0.014 0.193 0.767 2.874 * 0.436 0.388 0.091 1.740 0.494 0.681 0.056 0.641 ∆NTO 3.324 ** 8.956 *** 3.494 *** 1.448 0.023 0.442 0.872 4.175 *** 1.125 0.184 1.344 1.428 0.275 1.113 0.005 0.837 ∆DSA 0.158 0.311 0.588 2.640 ** 0.310 0.232 0.315 0.641 0.131 0.679 1.597 0.858 0.719 1.673 0.684 1.428

pertambahan nilai (PPn), subsidi pertanian (menjelaskan timbal balik), anggaran infrastruktur pertanian (IA), desentralisasi fiskal (DF), dan investasi (I) (menjelaskan timbal balik). Variabel Ekspor produk pertanian (XA) dapat menjelaskan anggaran penelitian dan pengembangan pertanian (RDA), anggaran infrastruktur pertanian (IA), dan investasi (I). Variabel impor produk pertanian (IMA) dapat menjelaskan variabel anggaran sektor pertanian (EA). Variabel kesejahteraan petani (WP) dapat menjelaskan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), dan konsumsi (KONS).

Variabel kinerja agroindustri antara lain; nilai tambah input (NTI) dapat menjelaskan pajak pertambahan nilai (PPn), anggaran sektor pertanian (EA), dan investasi (I). Nilai tambah output (NTO) dapat menjelaskan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), anggaran sektor pertanian (EA), dan investasi (I). Daya saing agroindustri (DSA) dapat menjelaskan variabel subsidi pertanian (SP).

6. Rank Kointegrasi

Karena semua variabel terbukti terintegrasi dalam ordo yang sama (lihat bagian

1 dan 3) maka selanjutnya diuji adanya kointegrasi antar variabel dengan Johansen

Test. Uji ini dilakukan untuk memeriksa rank dari matrik kointegrasi dan untuk melihat jumlah vektor kointegrasi. Pengujian dilakukan dengan asumsi; model mengandung intersep yang tidak direstriksi (unrestricted intercepts) dan trend

direstriksi (restricted trends) menjadi linear. Uji ini dilakukan untuk mengetahui jumlah vektor kointegrasi. Dengan menggunakan model VAR 4 (ordo optimal VAR=4, lihat bagian 4) maka ordo cointegrated VAR adalah 3 (ordo cointegrated

Hipotesis nol (H0) pada pengujian Likelihood-Ratio adalah model

mengandung unrestricted intercepts dan restricted trends. Berdasarkan nilai

maximum eigenvalue of the stocastic matrix menolak H0 sampai pada tingkat

signifikansi (α=5%) adalah pada r≤6, r≤7, r≤8, r≤9, r≤10, r≤11, r≤12, r≤13, dan r≤16, artinya, rank kointegrasi (r)=9. Berdasarkan nilai trace of the stocastic matrix

menolak H0 sampai pada tingkat signifikansi (α=1%) adalah r≤6, r≤7, r≤8, r≤9,

r≤10, r≤11, r≤12, r≤13, r≤14, r≤15, dan r≤16, artinya, rank kointegrasi (r)=11. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 sampai 11 persamaan yang dapat menjelaskan adanya kointegrasi pada variabel-variabel dalam sistem persamaan.

7. Model VECM dan Persamaan Kointegrasi

VAR yang mengandung kointegrasi adalah VAR yang terkendala (restricted VAR), yaitu terkendala dengan adanya kointegrasi di dalam model. Dalam hal ini modelnya disebut dengan Vector Error Correction Model (VECM). Setelah diketahui rank kointegrasi dilakukan restriksi umum (general restriction) berdasarkan metode Johansen, yaitu dengan membuat matrik identitas. Restriksi umum menghasilkan pendugaan parameter vektor kointegrasi.

Sesuai dengan tujuan penelitian, untuk menganalisis pengaruh kebijakan fiskal terhadap kinerja pertanian dan agroindustri maka variabel yang ingin diketahui kondisi kointegrasinya adalah GDPA, TKA, XA, IMA, dan WP (kinerja sektor pertanian) dan NTI, NTO, DSA (kinerja agroindustri). Dengan demikian diperoleh 8 persamaan kointegrasi. Parameter matrik dari variabel fiskal dan variabel makro ekonomi direstriksi sama dengan nol. Restriksi umum menghasilkan pendugaan parameter vektor kointegrasi sesuai dengan rank kointegrasi yang

digunakan sebagai pedoman untuk menghasilkan restriksi yang valid dan optimal, sehingga diperoleh model parsimonious VECM (Harris, 1995). Hasil dugaan vektor kointegrasi disajikan pada Lampiran 8 dan akan diurikan pada bagian 7.1. dan 8.1.

PERTANIAN DI INDONESIA

5.1. Episode Perekonomian dan Mainstream Fiskal Indonesia

Dalam analisis dinamika fiskal sejak tahun 1970-2005, tidak terlepas dari dinamika episode perekonomian makro Indonesia yang mempengaruhi landasan, corak dan pengambilan keputusan pada kebijakan fiskal sebagai salah satu pilar dalam kebijakan makro. Berbagai hasil kajian ekonom (Misalnya Hill, 1996; Mubyarto, 2000; Lindblad (ed), 2002; Subiyantoro dan Riphat (ed), 2004; Salim

dalam Soetrisno, 2005) mengkategorikan episode perekonomian berdasarkan corak kebijakan makroekonomi. Rentang waktu analisis pada studi ini (1970-2005), mencakup episode IV-IX selama negeri ini merdeka.

Episode IV (1966-73) sebagai awal demokrasi ekonomi, setelah melewati episode I (1945-52) ekonomi perang, episode II (1952-59) awal penyesuaian ekonomi nasional, episode III (1959-66) ekonomi komando (ekonomi terpimpin). Periode IV ini sebagai periode rehabilitasi dan pemulihan, dimana perekonomian Indonesia telah melalui titik balik pertumbuhan yang mengesankan rata-rata 6.6% dan mencapai 10.9% awal tahun 1970, hiperinflasi telah dapat ditekan dari 636- 650% menjadi inflasi normal sekitar 7.78% (Franseda, 2004). Belanja pemerintah mengutamakan pendanaan bagi pembangunan ekonomi disertai dengan kemajuan aktivitas ekonomi, investasi dan reformasi institusional.

Episode V (1973-80) merupakan periode ekonomi bonansa minyak. Hill (1996) dan Arndt (1973) menyebutnya sebagai periode pertumbuhan yang pesat. Tingginya harga minyak dunia meningkatkan cadangan internasional yang

disterilisasi pengeluaran untuk Pertamina. Devaluasi besar-besaran terjadi pada bulan November 1978 diikuti krisis perang teluk (Irak-Iran) tahun 1979. Belanja pemerintah dikonsentrasikan pada agenda orientasi nasional dengan banyak memberikan fasilitas pengusaha pribumi.

Episode VI (1980-87) merupakan periode ekonomi keprihatinan. Periode ini merupakan tahap penyesuaian terhadap penurunan harga minyak yang tajam, berdampak kepada melambungnya utang luar negeri dan penurunan pertumbuhan ekonomi yang dimulai tahun 1982. Pemerintah melakukan pemotongan pengeluaran, menangguhkan dan pembatalan sejumlah proyek besar, sehingga campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat besar.

Episode VII (1987-94) adalah periode ekonomi konglomerasi. Kebijakan penghematan fiskal berkelanjutan dan manajemen nilai tukar yang efektif dalam reformasi makroekonomi telah menghasilkan pemulihan yang kuat sejak tahun 1987. Komersialisasi dan independensi sektor swasta mulai menguat, konglomerasi raksasa berkoneksi dengan pemerintahan.

Episode VIII (1994-2001) merupakan periode krisis moneter, menuju Ekonomi Kerakyatan. Periode ini adalah antiklimak dari prestasi perekonomian yang ditopang konglomerasi dan kapasitas/peran pemerintah yang kuat. Krisis moneter pada tahun 1997 triwulan 3 telah meruntuhkan konstruksi bangunan perekonomian yang ditopang peran konglomerasi dan pemerintahan. Periode ini memunculkan kesadaran kuat untuk membangun ekonomi kerakyatan, setelah kejatuhan pertumbuhan ekonomi mencapai (negatif) 13% di akhir periode ini.

Episode IX (2001-9) merupakan periode mencari format baru. Periode ini adalah masa transisi perubahan format mendasar dengan perubahan UUD 1945 dan

perundangan yang mengatur otonomi daerah. Konsekuensinya adalah perubahan peran fiskal pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan ekonomi

Permasalahan dominan selama orde baru (sampai episode VIII) adalah ego sektoral, kemampuan komunikasi, dan infrastruktur instrumen kebijakan yang sering menghambat efektivitas fiskal (Subiyantoro, dan Riphat (ed), 2004). Sedang dimasa krisis (sampai episode IX) Permasalahan yang mencolok adalah transisi menguatnya posisi tawar legislatif, dan kekurangsiapan daerah dalam implementasi fiskal yang di desentralisasi (Rasyid, 2002; Saragih, 2003).

Ketidakpastian yang berpengaruh dalam penetapan anggaran belanja negara (APBN) adalah: (1) harga minyak bumi di pasar internasional, (2) kuota produksi minyak mentah oleh OPEC, (3) pertumbuhan ekonomi, (4) inflasi, (5) suku bunga, dan (6) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (Departemen Keuangan, 2001).

Dokumen terkait