ANALISIS KEEFEKTIFAN KEBIJAKAN FISKAL
TERHADAP KINERJA SEKTOR PERTANIAN
DENGAN PENEKANAN PADA AGROINDUSTRI
DI INDONESIA
DISERTASI
DARSONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:
“ANALISIS KEEFEKTIFAN KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA SEKTOR PERTANIAN DENGAN PENEKANAN PADA AGROINDUSTRI
DI INDONESIA”
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2008
Darsono
DARSONO. The Effectiveness of Fiscal Policy Analysis on Agricultural Sector Performance with Emphasis on Agroindustry in Indonesia(MANGARA TAMBUNAN as Chairman, HERMANTO SIREGAR, and D.S. PRIYARSONO as Member of Advisory Committee).
Indonesian economy where agricultures as single biggest sector which recently facing poor agriculture performance. The problem lies in the weak connection between agriculture as source primary commodities with agroindustrial development. This agriculture structural problem, should be understood and can be analyzed in the context government fiscal allocation problem that hypothetically may or may not supported both agriculture and agroindustrial development. The objectives of this research, are: (1) to analyze the agregate performance of agricultural sector and agroindustry, (2) to analyze the relationship between fiscal policy instruments with performance of agricultural and agroindustrial development, (3) to analyze the effectiveness of fiscal policy instrument on the performance of agricultural and agroindustrial development, and (4) to examining the relationship of agriculture sector with agroindustrial performance under certain fiscal instruments.
The time series data (1970.1 - 2005.4) which quartely groupped were used to empirically examined all four research objectives above. In analyzing the time series data prepared, the Vector Error Correction Model (VECM) was develop along with Impulse Response Function (IRF) and Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). This model is essentially used to show the role and response of fiscal instrument on agriculture and agroindustrial performance.
The result of analysis, in general show that fiscal policy was not effective for improving the performance of agricultural sector and agroindustry. Poor performance of agricultural sector was found in the declining contribution of output and value added. The agroindutries competitive level, although increase in absolute term but it was consistently declined. The long term fiscal policy that have strong influence on agricultural and agroindustrial, are: agricultural research and development, agricultural infrastructure, fiscal decentralization, income tax, and value added tax. The agriculture sector and agroindustries response to fiscal instruments shocks was adjusted in the relatively long term; for agriculture it take 8 years and agroindustries 7 years. The fiscal instruments element that would have effects on the performance of agriculture, are: value added tax, agricultural subsidy, agricultural research and development budget, budget for agricultural infrastructure, and fiscal decentralization. Instruments of fiscal policy, in the long term is viwed as an effective tool for improving the performance of agroindustry. The instrument are: value added tax, budget for agricultural infrastructure, and fiscal decentralization. While shocks for agroindustries performance from agriculture show it take 7 years to reach stability. The performance of agriculture sector that have a push effect on agroindustries are: GDP of agriculture, export, and import of agricultural products.
Some important implications derived from result of analysis is that, in order to develop a high performance of agriculture and agroindustries, it is suggested government of Indonesia should improve the fiscal instrument (implied budget allocation) especially focused on: budget of agricultural research and development, agricultural infrastructure, fiscal decentralization, income tax, and value added tax.
Key words: Fiscal policy, agricultural sector, agroindustry, agricultural infrastructure, Vector Error Correction Model
Sektor pertanian telah berperan untuk memulai, dan menumbuhkan perekonomian agregat sejak periode 1960an. Namun banyak studi menemukan bahwa peran tersebut semakin menurun tidak wajar sehingga sejak pertengahan periode 1990an tidak mampu lagi menjadi pendukung tumbuhkembangnya perekonomian Indonesia. Disamping itu rantai agroindustri tidak berkembang sebagai fase antara untuk mengantarkan industrialisasi di Indonesia. Sehingga perekonomian domestik tidak dapat menciptakan nilai tambah produk primer pertanian, dan tidak dapat menikmati nilai tambah tersebut untuk kesejahteraan. Terjadi fenomena under dan miss-investment pada sektor pertanian. Masalah tersebut bersifat struktural dan jangka panjang, maka pendekatan penyelesaiannya menyangkut ekonomi-politik dengan fiskal sebagai stimulator. Persoalannya adalah kebijakan fiskal apa yang efektif untuk memperbaiki kinerja sektor pertanian dan agroindustri. Permasalahan penelitian dirumuskan: bagaimana kinerja sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian agregat di Indonesia?, bagaimana hubungan antara kebijakan fiskal dengan kinerja sektor pertanian dan kinerja agroindustri?, instrumen kebijakan fiskal apa yang efektif mempengaruhi kinerja sektor pertanian, dan kinerja agroindustri di Indonesia?, dan bagaimana keterkaitan sektor pertanian dan agroindustri pada situasi kebijakan fiskal di Indonesia?
Tujuan penelitian adalah: mengkaji kinerja sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian agregat di Indonesia, mengkaji hubungan kebijakan fiskal dengan kinerja sektor pertanian dan kinerja agroindustri di Indonesia, mengkaji instrumen kebijakan fiskal yang efektif mempengaruhi kinerja sektor pertanian, dan kinerja agroindustri di Indonesia, dan mengkaji keterkaitan antara kinerja sektor pertanian dengan kinerja agroindustri pada kondisi fiskal di Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian; data sekunder deret waktu tiga bulanan, mulai tahun 1970 triwulan 1 sampai tahun 2005 triwulan 4 dari berbagai sumber. Tujuan penelitian pertama dianalisis menggunakan nilai-nilai rasio konvensional. Tujuan penelitian kedua dianalisis dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Tujuan penelitian ketiga dan keempat dianalisis dari inovasi residual (error term) dengan
impulse response function (IRF) maupun forecast error variance decomposition (FEVD). Keefektifan kebijakan fiskal diukur dari frekuensi pengaruh dan magnitude parameter sistem kointegrasi VECM, IRF, dan FEVD. Pengolahan data menggunakan piranti lunak eviews 4.1.
Kesimpulan penelitian; secara umum kebijakan fiskal tidak efektif memperbaiki kinerja sektor pertanian dan agroindustri. Secara khusus: pertama, (a) dorongan fiskal belum optimal dan bertendensi menurun (undervalue) untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian dan agroindustri, (b) terjadi gejala kurang tepat sasaran (missalocation) dan kurang fokus pada fasilitas publik pertanian (seperti infrastuktur pertanian dan agroindustri) dan strategi pertumbuhan jangka panjang (seperti penelitian dan pengembangan pertanian), (c) penurunan kinerja sektor pertanian terjadi pada semua aspek dalam perekonomian, (d) nilai tambah input dan output serta daya saing agroindustri secara absolut meningkat namun pertumbuhannya menurun konsisten.
Kedua, instrumen kebijakan fiskal dalam jangka panjang yang paling kuat mempengaruhi kinerja sektor pertanian dan agroindustri adalah: pajak penghasilan, anggaran sektor pertanian, anggaran penelitian dan pengembangan pertanian, anggaran infrastruktur pertanian, dan desentralisasi fiskal, disamping itu investasi. Ketiga, (a) guncangan instrumen kebijakan fiskal dalam jangka panjang yang direspon dengan peningkatan kinerja sektor pertanian adalah: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, anggaran
konsumsi, (b) respon mencapai keseimbangan selama 8 tahun, (c) guncangan instrumen kebijakan fiskal dalam jangka panjang yang direspon dengan peningkatan kinerja agroindustri adalah: pajak pertambahan nilai, anggaran penelitian dan pengembangan pertanian, dan anggaran infrastruktur pertanian, (d) respon mencapai keseimbangan selama 7 tahun, (e) instrumen kebijakan fiskal dalam jangka panjang yang efektif memperbaiki kinerja sektor pertanian adalah: pajak pertambahan nilai, subsidi pertanian, anggaran penelitian dan pengembangan pertanian, anggaran infrastruktur pertanian, dan desentralisasi fiskal, (f) instrumen kebijakan fiskal dalam jangka panjang yang efektif memperbaiki kinerja agroindustri adalah: pajak pertambahan nilai, anggaran infrastruktur pertanian, dan desentralisasi fiskal, (g) secara keseluruhan, instrumen kebijakan fiskal yang berpengaruh kuat, direspon positif, dan efektif dalam mempengaruhi variabilitas dan peningkatan kinerja sektor pertanian dan agroindustri adalah: penerimaan pajak penghasilan, penerimaan pajak pertambahan nilai, anggaran penelitian dan pengembangan pertanian, anggaran infrastruktur pertanian, dan desentralisasi fiskal.
Keempat, (a) guncangan kinerja sektor pertanian dalam jangka panjang yang direspon dengan peningkatan kinerja agroindustri adalah: ekspor produk pertanian dan kesejahteraan petani, (b) respon mencapai keseimbangan selama 7 tahun, (c) kinerja sektor pertanian yang berperan efektif/terkait mendorong kinerja agroindustri adalah: PDB pertanian, ekspor, dan impor produk pertanian.
Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah: pertama, perkuatan pemahaman eksekutif dan legislatif perlunya membangun perekonomian Indonesia berbasis pertanian dan agroindustri secara konsisten, visioner, dan antisipatif terhadap perubahan. Kedua,
instrumen kebijakan fiskal yang berpengaruh kuat dan efektif sehingga perlu diperhatikan (dengan menaikkan porsi anggaran) adalah anggaran penelitian dan pengembangan pertanian, anggaran infrastruktur pertanian, desentralisasi fiskal, penerimaan pajak penghasilan, dan pajak pertambahan nilai. Ketiga, diperlukan insentif pajak (pertanian) dan perbaikan talaksana sistem pajak di pusat dan di daerah. Keempat, subsidi lebih dikonsentrasikan untuk input produksi pertanian dan didekatkan kepada petani. Kelima,
misi penelitian pertanian harus dapat segera dikembangkan oleh petani dan industri pertanian dan melibatkan pihak swasta. Keenam, perkuatan kebijakan infrastruktur pedesaan dan agroindustri. Ketujuh, meratifikasi DAU dan meningkatkan intervensi alokasi anggaran sektor pertanian di daerah dengan instrumen DAK. Kedelapan, untuk memajukan agroindustri, perlu mendorong peningkatan PDB pertanian dan melakukan perubahan struktur ekspor produk pertanian primer ke olahan, merubah struktur impor produk olahan pertanian ke impor barang modal pertanian. Kesembilan, dorongan fiskal yang kuat pada sektor pertanian dan agroindustri dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Rekomendasi penelitian lanjutan adalah: pertama, penelitian untuk merumuskan pajak optimal pada sektor pertanian dan agroindustri. Kedua, penelitian lebih mendalam khusus mengenai efektifitas inovasi, outcome penelitian dan pengembangan pertanian serta tata kelola infrastruktur pertanian diera otonomi daerah. Ketiga, penelitian mendalam mengenai level subsidi pertanian serta bentuk-bentuk ”perlindungan” sektor pertanian yang optmial. Keempat, penelitian mengenai efektivitas dorongan fiskal yang didesentralisasikan ke daerah terhadap sektor pertanian dan agroindustri di tingkat perekonomian lokal.
vi @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagaian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
ANALISIS KEEFEKTIFAN KEBIJAKAN FISKAL
TERHADAP KINERJA SEKTOR PERTANIAN
DENGAN PENEKANAN PADA AGROINDUSTRI
DI INDONESIA
DARSONO
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Membangun Indonesia dengan memajukan sektor pertanian dan agroindustri seyogyanya menjadi pilihan langkah penting pemerintah. Peran pemerintah memajukan sektor pertanian dan agroindustri dilakukan dengan memperbaiki (melalui peningkatkan upaya dan alokasi anggaran) instrumen kebijakan fiskal efektif yaitu: penerimaan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, anggaran penelitian dan pengembangan pertanian, anggaran infrastruktur pertanian, dan desentralisasi fiskal. Keterkaitan efektif antara kinerja sektor pertanian untuk memajukan agroindustri adalah: PDB pertanian, ekspor, dan impor produk pertanian.
Kepada para Petani dan Nelayan di seluruh Indonesia; disertasi ini dipersembahkan atas cucuran keringat untuk turut memajukan Indonesia walau sebagian besar daripadanya masih harus berjuang dalam kemiskinan.
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia-Nya sehingga disertasi dengan judul : Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Sektor Pertanian dengan Penekanan pada Agroindustri di Indonesia dapat diselesaikan. Tema ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan dari para peneliti terdahulu mengenai penurunan kinerja sektor pertanian dan tidak berkembangnya agroindustri di Indonesia pada situasi negeri dengan kelimpahan sumberdaya pertanian. Analisis dalam disertasi ini memberi jawaban dari sisi fiskal, apa yang perlu diprioritaskan dengan intervensi fiskal efektif yang ditempuh pemerintah untuk memajukan sektor pertanian dan menumbuhkembangkan agroindustri.
Pada kesempatan ini penulis secara tulus mengucapkan terimakasih yang mendalam dan dengan segala hormat kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan segala kerifannya mengarahkan dan membimbing dengan cara berfikir komprehensif sistemik atas suatu permasalahan untuk memperoleh alur penulisan yang baik.
2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, utamanya dalam pemodelan, pengolahan data, dan sistematika isi disertasi. Beliau juga yang merekomendasikan penulis untuk dapat studi lanjut S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
3. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan utamanya dalam aspek penajaman, pengkayaan, dan pengkritisan analisis dengan menjaga konsistensi.
4. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan pengarahan dengan segala dedikasi untuk memberi semangat selama penulis menempuh kuliah S3 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Yogyakarta), Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS (Pembantu Rektor I Universitas Sebelas Maret Surakarta) atas rekomendasi untuk studi lanjut S3.
6. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr.Ir. Eka Intan K. Putri, M.Si selaku Penguji Luar Komisi dan Pimpinan Sidang dalam ujian tertutup Program Doktor; atas saran masukan bagi perbaikan disertasi.
7. Prof. Dr. Ir. Rudi Wibowo, MS dan Dr. Ir. I Wayan Rusastra, M.Sc. APU selaku Penguji Luar Komisi dalam ujian terbuka Program Doktor atas pengkayaan masukan untuk perbaikan disertasi.
8. Para Dosen di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, atas segala didikan dan pengajarannya. Tidak lupa juga semua Guru sejak Taman Kanak-Kanak hingga Pendidikan Tinggi; yang telah mengenalkan penulis huruf dan angka, makna fenomena, dan makna pengetahuan kehidupan. Untuk semuanya penulis mendoakan semoga akan menjadi amal baik yang tak akan putus pahalanya.
9. Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjanan Institut Pertanian Bogor yang telah memberi kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan dan menikmati studi pada jenjang S3 di IPB. Kepada semua staf administrasi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor khususnya di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Santi, Ruby, Yani, Amalia, Kokom, dan Husain) atas segala layanan administrasi yang baik. 10. Prof. Dr. dr. Syamsul Hadi, SPKJ, Kon., (Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta/ UNS), Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS (Pembantu Rektor I UNS), Prof. Dr. Ir. Soentoro, MS (Dekan Fakultas Pertanian UNS), Ir. Catur Tunggal, BJP, MS (Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian (Agribisnis) Fakultas Pertanian UNS), dan Dr. Ir. Suprapti Supardi, MS (Ketua Laboratorium Ekonomi Pertanian) atas ijin studi lanjut S3 sehingga harus meninggalkan tugas pokok selama pelaksanaan studi tersebut. Kepada Dr. Drajat Trikartono, MS dan Prof. Dr. Sunardi, M.Sc. (Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat/LPPM UNS) yang telah merelakan penulis mendahului meninggalkan
lembaga yang baru ditumbuhkan.
11. Semua rekan di Laboratorium Ekonomi Pertanian Sosek (Agribisnis) Fakultas Pertanian UNS, atas kerelaan untuk menanggung tambahan beban tugas selama penulis menempuh studi S3.
12. Pengelola beasiswa Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Departemen Pndidikan Nasional yang telah memberi pendanaan dalam studi Program Doktor saya.
13. Prof. Dr. Ir. Syarifudin Baharsyah, M.Sc; Dr. Noer Soetrisno, MA.; Prof. Dr. Ir. Rudi Wibowo, MS; Dr. Endah Murniningtyas, M.Sc.; Dr.Husain Sawit, M.Sc; Dr.Ir. Djafar Hafsah; Dr. Ir. Iwantono; Prof. Dr. Ir. Soekartawi, M.Sc; dan Dr.Ir. I Wayan Rusastra, MS, APU yang telah memberi kesempatan diskusi kepada penulis untuk memperdalam analisis selama penulis mengumpulkan data. Bahkan telah meluangkan waktu untuk merespon setiap email yang penulis kirim dalam keterbatasan waktu para beliau yang luar biasa.
14. Muhamad Arif, Harry Zulfikar, Fetty Prihastini, dan Agustina Mardyanti (Pusat Data UNESCAP-CAPSA Bogor) yang telah dengan sangat profesional melayani penulis dalam pencarian data dan bahan pustaka serta jurnal.
15. Staf layanan data dan pustaka di Bank Indonesia, Departemen Keuangan RI, BPS, Departemen Pertanian RI, Balitbang Departemen Pertanian RI, Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian RI, Departemen Perdagangan RI, Sekretariat Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) di Jakarta, Sekretariat United Nations di Jakarta, Sekretariat Asian Development Bank (ADB) di Jakarta, dan Sekretariat World Bank di Jakarta. 16. Dr. Ir. Benny Rachman, M.Si (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian RI); Redaktur: Jurnal Agro Ekonomi, Jurnal Forum Pascasarjana, dan Jurnal Sosial Ekonomi dan Agribisnis yang telah memungkinkan diterbitkannya tulisan sebagai bagian dari disertasi ini.
Nasional Yogyakarta), dan Ir. Mohamad Romdhi, M.Si (Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) atas diskusi dalam pengolahan data.
18. Teman-teman seangkatan (2004) juga angkatan 2002, 2003, 2005, dan 2006 Ilmu Ekonomi Pertanian serta teman dan sahabat di berbagai program studi, atas kehangatan persaudaraan dan saling menasehati.
19. Kepada Keluarga Bapak Suhendi, Bapak H. Hatta, dan Bapak Karjiyo di Jl. Babakan Raya Darmaga Bogor, atas telah memberi naungan tempat tinggal selama penulis menempuh pendidikan Doktoral di Bogor.
20. Teristimewa untuk kedua orang tua, mertua, keluarga besar Purwodadi Grobogan, Yogyakarta, Malang, Bandung, dan Jakarta atas segala do’a dan dorongan yang telah memberi kekuatan bagi penulis untuk terus melangkah. Kepada istri dan putri-putraku yang telah memberi kasih sayang, do’a semangat, dan pengorbanan lahir dan batin.
21. Kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan yang telah memungkinkan diselesaikannya disertasi dan studi S3 saya ini, teman-teman di organisasi, dan jaringan kerjasama atas kehangatan persaudaraan bakti; diucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya.
Penulis menyadari, bahwa dari upaya maksimal untuk mewujudkan disertasi ini pasti masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Semoga karya disertasi ini bermanfaat; amin.
Bogor, Agustus 2008
Darsono
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1966 di Purwodadi Grobogan, Jawa Tengah. Anak ke empat dari lima bersaudara dari Bapak Yasmo dan Ibu Masunandah.
Pada tahun 1979 menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Karanganyar. Pada tahun 1982 lulus dari SMP Negeri III Purwodadi (mendapat penghargaan pelajar teladan) selanjutnya tahun 1985 lulus dari SMA Negeri I Purwodadi (mendapat penghargaan pelajar teladan).
Pada tahun 1991 menyelesaikan program sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tahun 1989 berkesempatan menjadi ketua delegasi pertukaran pemimpin pemuda Indonesia-Jepang untuk tema industri pertanian (nogyo to jibasangyo). Tahun 1993 dengan beasiswa dari TMPD melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Program Pascasarjana IPB dan lulus tahun 1996 (mendapat penghargaan akademik IPB). Pada tahun 2003 mendapat beasiswa dari AUSAID untuk short course mengenai business consulting di Australia dengan host Earnts and Young-Curtin University WA. Mulai tahun 2004 dengan beasiswa BPPS melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB (mendapat penghargaan akademik IPB).
Sejak tahun 1991 bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian (Agribisnis) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) hingga sekarang. Mendapat tugas tambahan sebagai sekretaris Pusat Kuliah Kerja Usaha Lembaga Kewirausahaan UNS (1996-98), Ketua Pelaksana Laboratorium Ekonomi Pertanian (1997-99), sekretaris Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Lemlit UNS (1997-2000), dan sekretaris Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UNS (2000-4). Dewan Pendiri dan Ketua Asosiasi Business Development Services Indonesia (2001-5). Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) (2004-sekarang). Menulis buku Ekonomi Jambu Mete, dan ikut menulis buku Budaya Patriarkhi (PPK-UGM dan Ford Foundation).
Menikah dengan Sri Widajanti tahun 1995 dan dikaruniai dua anak: Maharestri Rahmi Widarso (1998) dan Mahajendra Arham Widarso (2000).
Halaman
DAFTAR TABEL……….... xx
DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR LAMPIRAN……….... xxiii xxviii I. PENDAHULUAN……… 1
1.1. Latar Belakang………... 1
1.2. Perumusan Masalah………... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 9
1.4. Ruang Lingkup……….. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA………... 13
2.1. Kebijakan Fiskal ………... 13
2.1.1. Penerimaan Pemerintah………... 13
2.1.2. Pengeluaran Pemerintah……….. 16
2.1.3. Defisit dan Keberlanjutan Fiskal………. 18
2.1.4. Desentralisasi Fiskal……….... 18
2.2. Investasi... 20
2.3. Konsumsi... 22
2.4. Pembangunan Sektor Pertanian………. 23
2.4.1. Kebijakan Sektor Pertanian………. 2.4.2. Subsidi Pertanian... 23 24 2.4.3. Infrastruktur Sektor Pertanian………. 25
2.4.4. Inovasi Teknologi Sektor Pertanian……….... 26
2.4.5. Penelitian dan Pengembangan Sektor Pertanian………. 27
2.5. Kinerja Sektor Pertanian………... 28
2.5.1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian………... 28
2.5.2. Produktivitas Produk Pertanian………... 29
2.5.3. Penyerapan Tenaga Kerja ………... 30
2.5.4. Ekspor dan Impor Pertanian ………... 31
2.6. Kinerja Agroindustri……….. 34
2.7. Studi-Studi Terdahulu………... 35
2.7.1. Peran Fiskal dalam Perekonomian Negara……….. 35
2.7.2. Kebijakan dan Kinerja Pertanian………... 2.7.3. Kebijakan dan Kinerja Agroindustri………... 2.7.4. Alasan Pemilihan Variabel……….. 2.7.5. Posisi Penelitian……….. 39 41 42 53 III. KERANGKA TEORI………... 55
3.1. Kebijakan Fiskal……… 56
3.1.1. Jalur Keynesian Pengaruh Kebijakan Fiskal…………... 57
3.1.2. Penerimaan Pemerintah………... 67
3.1.3. Pengeluaran Pemerintah……….. 70
3.1.4. Pengeluaran Pemerintah Sektoral……… 3.1.5. Subsidi………. 72 73 3.1.6. Dampak Pengeluaran Pemerintah……….. 74
3.1.7. Keseimbangan Fiskal ………... 76
3.1.8. Utang Pemerintah ………... 77
3.1.9. Desentralisasi Fiskal……… 79
3.2. Investasi………... 82
3.3. Konsumsi... 84 3.4. Kinerja Sektor Pertanian………...
3.4.1. Pertumbuhan Output ………... 3.4.2. Penyerapan Tenaga Kerja……….... 3.4.3. Perdagangan Internasional Komoditi Pertanian………. 3.4.4. Kesejahteraan Petani………...
86 86 88 92 95 3.5. Kinerja Agroindustri………..
3.5.1. Nilai Tambah Unit Input dan Output……….. 3.5.2. Daya Saing Agroindustri……….
97 97 98 3.6. Analisis Deret Waktu ………...
3.6.1. Metode Vector Autoregresive dan Vector Error Cor-
99
3.6.2. Kointegrasi ………. 3.6.3. Restriksi Jangka Panjang pada Sistem Kointegrasi...
104 105 3.7. Kerangka Pemikiran Penelitian…..………... 108
IV. METODE PENELITIAN………. 112
4.1. Kerangka Analisis………... 4.1.1. Pilihan Alat Analisis………... 4.1.2. Analisis Untuk Mencapai Tujuan Penelitian…………... 4.2. Spesifikasi Model………..
112 112 115 118 4.3. Pengujian Model………....
4.3.1. Uji Stasioner……….... 4.3.2. Uji Ordo Lag... 4.3.3. Uji Kointegrasi……….... 4.3.4. Identifikasi Persamaan Kointegrasi……….
120 120 123 123 125 4.4. Analisis Simulasi Dampak Kebijakan Fiskal………....
4.4.1. Impulse Response Function………. 4.4.2. Dekomposisi Ragam Kesalahan Peramalan ..…………. 4.5. Data dan Pengolahan Data……….... 4.6. Hasil Uji Diagnostik Data dan Model...
126 127 130 131 139 V. DINAMIKA KEBIJAKAN FISKAL PADA SEKTOR
PERTANIAN DI INDONESIA………... 151
5.1. Episode Perekonomian dan Mainstream Fiskal Indonesia….... 5.2. Dinamika Kebijakan Fiskal Indonesia……….. 5.3. Penerimaan Pemerintah………. 5.3.1. Pajak... 5.3.2. Utang Pemerintah... 5.3.3. Defisit Anggaran... 5.4. Pengeluaran Pemerintah... 5.4.1. Pengeluaran Untuk Sektor Pertanian………... 5.4.2. Subsidi Pertanian... 5.4.3. Pengeluaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian....
5.4.5. Desentralisasi Fiskal... 5.5. Investasi dan Konsumsi Masyarakat... 5.5.1. Investasi... 5.5.2. Konsumsi Masyarakat……….
181 185 185 189 VI. KINERJA SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI DI
INDONESIA……….... 192 6.1. Kinerja Sektor Pertanian...
6.1.1. PDB Pertanian... 6.1.2. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian... 6.1.3. Ekspor Pertanian... 6.1.4. Impor Pertanian... 6.1.5. Kesejahteraan Petani... 6.2. Kinerja Agroindustri... 6.2.1. Nilai Tambah Input Agroindustri... 6.2.2. Nilai Tambah Output Agroindustri... 6.2.3. Daya Saing Agroindustri...
192 194 201 206 210 212 216 218 220 222
VII. PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA
SEKTOR PERTANIAN ... 225 7.1. Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Kinerja Sektor
Pertanian ... 7.2. Respon Dinamik Kinerja Sektor Pertanian atas Guncangan Kebijakan Fiskal ... 7.3. Kebijakan Fiskal yang Efektif Mempengaruhi Kinerja
Sektor Pertanian...
225
232
249 VIII. PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA
AGROINDUSTRI... 256 8.1. Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Kinerja Agroindustri...
8.2. Respon Dinamik Kinerja Agroindustri atas Guncangan Kebijakan Fiskal ... 8.3. Instrumen Kebijakan Fiskal yang Efektif Mempengaruhi Kinerja Agroindustri...
256
262
276
Kinerja Agroindustri... 8.4.1. Respon Dinamik Kinerja Agroindustri atas Guncangan Kinerja Sektor Pertanian... 8.4.2. Kinerja Sektor Pertanian yang Efektif Mempengaruhi Kinerja Agroindustri...
280
280
288 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN...
9.1. Ringkasan dan Sintesis ... 9.2. Kesimpulan... 9.3. Implikasi Kebijakan... 9.4. Saran Penelitian Lanjutan...
292 292 303 308 312
DAFTAR PUSTAKA………... 314
LAMPIRAN………. 331
Nomor Halaman
1. Pangsa Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Berbagai
Negara dan Indonesia ………. 4
2. Determinan Pertumbuhan Pendapatan dan Sumbangan Kawasan dan Sektoral Negara-Negara Maju...……….. 5
3. Persentase Penerimaan Pemerintah Pusat terhadap PDB di Negara- Negara Asia, dan Indonesia...………... 14
4. Utang Luar Negeri Negara-Negara Asia Pasifik dan Indonesia ……. 15
5. Persentase Pengeluaran Pemerintah Pusat terhadap PDB di Negara- Negara Asia dan Indonesia ………... 17
6. Keseimbangan Fiskal Pemerintah Pusat terhadap PDB di Negara-Negara Asia dan Indonesia ………... 19
7. Porsi Penerimaan dan Pengeluaran dalam Desentralisasi Fiskal Berbagai Negara di Dunia dan Indonesia………... 20
8. Belanja Pemerintah untuk Pembangunan Pertanian……... 21
9. Kebutuhan Beberapa Produk Pangan Tahun 2035 dan Kemampuan Produksi Tahun 2001 di Indonesia... 22
10. Variabel Terpilih dalam Penelitian……….. 53
11. Komponen Deterministik VEC dalam Sistem Variabel VAR(1)... 108
12. Hasil Uji Unit Root Variabel yang Digunakan……… 140
13. Hasil Uji Structural Break dengan Chow Breakpoint Test……… 142
14. Hasil Uji Kointegrasi dengan Engle - Granger Two Step Method….. 143
15. Kemampuan Menjelaskan Perubahan VariabeldenganPairwise Granger Causality Tests……….. 147
16. Rata-rata Pertumbuhan Utang Domestik dan Luar Negeri... 163
17. Porsi Pengeluaran Total, Pengeluaran Pembangunan, Pengeluaran Rutin, dan Pengeluaran Sektor Pertanian terhadap Utang... 164
18. Alokasi Pinjaman Bank Dunia per Sektor... 165
19. 20. Pembiayaan Defisit Anggaran... Alokasi Belanja Pemerintah Pusat Beberapa Negara di ASEAN... 167 171 21. Pangsa Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat... 185
22. Investasi Domestik Bruto Negara-negara Berkembang dan Maju... 188
23. Kinerja Sektor Pertanian dalam Perekonomian Makro... 199
24. Struktur PDB Indonesia Menurut Sektor... 201
25. Perubahan Struktur Tenaga Kerja Pertanian Indonesia... 203
26. Tenaga Kerja Menurut Sektor di Berbagai Negara... 204
27. Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Kegiatan Ekonomi di Beberapa Negara... 205
28. Kegiatan Ekonomi Penduduk pada Sektor Pertanian di Dunia... 206
29. Kontribusi Ekspor Beberapa Negara Pengekspor Terbesar di Dunia.. 207
30. Pangsa Ekspor Produk Berbasis Pertanian di Pasar Dunia... 209
31. Kontribusi Impor Beberapa Negara Pengimpor Terbesar di Dunia.... 212
32. Perbandingan Pendapatan Petani dan Garis Kemiskinan di Indonesia... 214
33. Perkembangan Status Petani di Indonesia... 215
34. Pertumbuhan Nilai Tambah Input Industri Pertanian di Asia... 219
35. Pertumbuhan Nilai Tambah Output Industri Petanian di Asia... 221
36. Indeks Daya Saing Produk Industri Berbasis Pertanian Indonesia... 223
37. Indeks Daya Sing Produk Pertanian Indonesia dan Negara- Negara Lain………. 224
Sektor Pertanian... 39.
40.
41.
Respon Dinamik Kinerja Sektor Pertanian atas Guncangan
Kebijakan Fiskal ... Peran Guncangan Instrumen Kebijakan Fiskal terhadap
Variabilitas Kinerja Pertanian... Rangkuman Peran Guncangan Instrumen Kebijakan Fiskal yang Efektif terhadap Variabilitas Kinerja Sektor Pertanian dalam Jangka Panjang ...
247
250
254 42. Hubungan Jangka Panjang Kebijakan Fiskal dengan Kinerja
Agroindustri... 257 43.
44.
Respon Dinamik Kinerja Agroindustri atas Guncangan
Kebijakan Fiskal... Peran Guncangan Kebijakan Fiskal terhadap Variabilitas Kinerja Agroindustri...
275
277 45. Rangkuman Peran Guncangan Kebijakan Fiskal yang Efektif
terhadap Variabilitas Kinerja Agroindustri dalam Jangka Panjang .... 279 46.
47.
Respon Dinamik Kinerja Agroindustri atas Guncangan Kinerja Sektor Pertanian... Hubungan Keterkaitan antara Kinerja Sektor Pertanian dengan Kinerja Agroindustri...
287
289 48. Rangkuman Peran Guncangan Kinerja Sektor Pertanian
terhadap Variabilitas Kinerja Agroindustri dalam Jangka Panjang... 290 49. Rangkuman Hubungan Jangka Panjang antara Kebijakan
Fiskal dengan Kinerja Sektor Pertanian dan Kinerja Agroindustri... 307 50. Implikasi Kebijakan Analisis Kefektifan Kebijakan Fiskal terhadap
Kinerja Sektor Pertanian dengan Penekanan Agroindustri di
Indonesia... 309
Nomor Halaman
1. Keseimbangan Makro dalam Pendekatan Keynesian………... 60 2. Efektifitas Kebijakan Fiskal pada Kurs Tetap dan Modal Terbatas... 65 3. Efektifitas Kebijakan Fiskal pada Kurs Fleksibel dan Modal
Terbatas………... 66
4. Dampak Subsidi terhadap Peningkatan Produksi Pertanian………... 74
5. Jalur Efek Block Grant……… 81
6. Jalur Efek Specific Grant………... 81 7. Alokasi Tenaga Kerja antar Sektor Model Harris-Todaro………….. 91 8. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian Berdasar Variabel Terpilih….. 109 9. Diagram Alur Penelitian dan Tahap Analisis dengan VECM...….. 138 10. Komposisi Penerimaan Pemerintah Pusat... 159 11. Pangsa PPh terhadap PDB, Total Penerimaan, dan Total Pajak……. 160 12. Pangsa PPn terhadap PDB, Total Penerimaan, dan Total Pajak... 161 13. Pangsa Utang terhadap PDB, dan Total Penerimaan... 162 14. Pangsa Defisit terhadap Penerimaan Total , PDB, dan
Pengeluaran Total... 166 15. Pengeluaran Total dan Pengeluaran Pembangunan……….... 168 16. Pangsa Pengeluaran Pembangunan terhadap PDB dan
Pengeluaran Total... 169 17. Alokasi Belanja Sektor Pertanian Beberapa Negara ASEAN……… 170 18. Pangsa Anggaran Sektor Pertanian terhadap Pengeluaran Total,
Pengeluaran Pembangunan, dan PDB... 172
Pembangunan, Pengeluaran Total, dan PDB……….. 175 20. Pangsa Pengeluaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian
terhadap Pengeluaran Total, Pengeluaran Pembangunan,
Pengeluaran Sektor Pertanian, dan PDB... 177 21. Pangsa Pengeluaran Infrastruktur Pertanian terhadap
Pengeluaran Total, Pengeluaran Pembangunan,
Pengeluaran Sektor Pertanian, dan PDB... 179 22. Pengeluaran Pemerintah Untuk Irigasi... 180 23. Pangsa Anggaran Desentralisasi Fiskal terhadap Pengeluaran
Total, dan Pengeluaran Pembangunan... 183 24. Pangsa Investasi terhadap Pengeluaran Total, Pengeluaran
Pembangunan, dan PDB... 186 25. Komposisi Investasi Domestik dan Luar Negeri Sektor Pertanian 189 26. Konsumsi, Pengeluaran Pemerintah, dan PDB... 190 27. Pangsa Konsumsi terhadap Pengeluaran Pemerintah dan PDB... 191 28. PDB, PDB Pertanian dan Pangsa PDB Pertanian terhadap PDB... 197 29. Pangsa Tenaga Kerja Pertanian terhadap Populasi, Angkatan
Kerja, dan Kesempatan Kerja di Indonesia... 202 30. Ekspor Produk Pertanian dan Total Ekspor Indonesia... 208 31. Pangsa Ekspor Pertanian dan Non Pertanian Indonesia... 209 32. Impor Produk Pertanian dan Total Impor Indonesia………... 210 33. Pangsa Impor Pertanian dan Non Pertanian Indonesia…………... 211 34. Net-Barter Terms of Trade Petani Indonesia………... 213 35. Nilai Tambah Input, Nilai Tambah Output, dan Daya Saing
Agroindustri ………... 217
36. Nilai Tambah Input Agroindustri……….…... 218 37. Nilai Tambah Output Agroindustri………. 220
38. Daya Saing Agroindustri………. 222
(PPh), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan Kesejahteraan
Petani (WP)………. 234
40. Respon shocks pada Pajak Pertambahan Nilai terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPn), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA),
dan Kesejahteraan Petani (WP)………... 235 41. Respon shocks pada Anggaran Sektor Pertanian terhadap Belanja
Pertanian (EA), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan
Kesejahteraan Petani (WP)………. 237
42. Respon shocks pada Subsidi Pertanian terhadap Subsidi Pertanian (SP), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan Kesejahteraan
Petani (WP)………. 239
43. Respon shocks pada Anggaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian terhadap Anggaran Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (RDA), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan
Kesejahteraan Petani (WP)………. 241
44. Respon shocks pada Anggaran Infrastruktur Pertanian terhadap Anggaran Infrastruktur Pertanian (IA), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor
Pertanian (IMA), dan Kesejahteraan Petani (WP)……….. 242 45. Respon shocks pada Desentralisasi Fiskal terhadap Desentralisasi
Fiskal (DF), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan
Kesejahteraan Petani (WP)………. 244
46. Respon shocks pada Investasi terhadap Investasi (I), PDB Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor
Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan Kesejahteraan Petani
(WP)……… 245 47. Respon shocks pada Konsumsi terhadap Konsumsi (KONS), PDB
Pertanian (GDPA), Tenaga Kerja Pertanian (TKA), Ekspor
Pertanian (XA), Impor Pertanian (IMA), dan Kesejahteraan Petani
(WP)……… 247
Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………... 263 49. Respon shocks pada Pajak Pertambahan Nilai terhadap Nilai
Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 264
50. Respon shocks pada Anggaran Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 265
51. Respon shocks pada Subsidi Pertanian terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing Agroindustri
(DSA)……….. 267 52. Respon shocks pada Anggaran Penelitian dan Pengembangan
Pertanian terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah
Output (NTO) dan Daya Saing Agroindustri (DSA)……….. 268 53. Respon shocks pada Anggaran Infrastruktur Pertanian terhadap
Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya
Saing Agroindustri (DSA)……….. 270
54. Respon shocks pada Desentralisasi Fiskal terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 271
55. Respon shocks pada Investasi (I) terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing Agroindustri
(DSA)... 272 56. Respon shocks pada Konsumsi (KONS) terhadap Nilai Tambah
Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 274
57. Respon shocks pada PDB Pertanian (GDPA) Terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 281
58. Respon shocks pada Tenaga Kerja Pertanian (TKA) terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 282
59. Respon shocks pada Ekspor Produk Pertanian (XA) terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 283
Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 285
61. Respon shocks pada Kesejahteraan Petani (WP) terhadap Nilai Tambah Input (NTI), Nilai Tambah Output (NTO) dan Daya Saing
Agroindustri (DSA)………. 286
Nomor Halaman
1. Data Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal terhadap Kinerja Sektor Pertanian dengan Penekanan Pada Agroindustri di
Indonesia………...
327
2. Uji Stasioner dengan Augmented Dickey-Fuller Test……….... 337 3. Uji Structural Break dengan Chow Test……….. 358 4. Uji Kointegrasi dengan Engel- Granger Two Step Tes……….. 360
5. Uji Ordo Optimal VAR………... 365
6. Uji Granger Causality Berbasis VAR (4)………... 366 7. Uji Rank Kointegrasi VAR(4) dengan Johansen Cointegration Test. 372 8. Hasil Estimasi Kointegrasi VECM... 373 9. Impulse Response Function……… 382 10. Forecast Error Variance Decomposition……… 396
1.1. Latar Belakang
Sejarah peradaban ekonomi bangsa-bangsa di dunia senantiasa dimulai, ditumbuhkan dan didukung secara konsisten oleh pertanian untuk kemakmuran rakyatnya (Rozalle, and Swinnen, 2004). Hal itu dibuktikan bagi negara-negara yang memiliki limpahan (endowment) sumber daya pertanian (alam, dan hayati). Bagi Indonesia potensi itu ada, bahkan banyak studi (misalnya Arifin, 2001, 2004; Tambunan, 2003a, 2003b; Pakpahan, 2004; PSE UGM, LPEM-FEUI, dan PSP IPB, 2004; ADB, SEAMEO SEARCA, Crescent, CASER and Ministry of Agriculture
RI, 2005; Syafa’at, et.al., 2005) memperkirakan akan terjadi kemakmuran di Indonesia dengan mengelola secara baik sumberdaya pertaniannya.
Sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia telah berperan untuk memulai, dan menumbuhkan perekonomian agregat sejak periode 1960an. Namun banyak studi mengindikasikan, peran pertanian semakin menurun secara tidak wajar (dengan parameter penurunan produktivitas, pangsa ekonomi, serapan tenaga kerja, dan kemampuan membangkitkan sektor sekunder) sehingga sejak pertengahan periode 1990an pertanian tidak mampu lagi menjadi pendukung tumbuh kembangnya perekonomian Indonesia hingga pasca krisis besar (moneter) tahun 1997 (Booth, 1988, 2002; Martin and Warr, 1993; Muslim, 2002; Fuglie, 2004; Druska and Horrace, 2004; Simatupang, et. al., 2004; Sastrosoenarto, 2006).
menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk, menyerap lebih separo total tenaga kerja dan bahkan terbukti telah menjadi katub pengaman pada krisis ekonomi Indonesia (Arifin, 2004; Priyarsono, et.al., 2005; Sastrosoenarto, 2006).
Namun, kebijakan ekonomi dan politik bahkan pasar sering tidak kondusif terhadap sektor pertanian. Hal tersebut dijelaskan oleh pangsa (share) sektor pertanian dalam struktur perekonomian Indonesia periode 1965 sampai 2000an dari indikator terpenting semuanya mengalami penurunan, tanpa diikuti peningkatan pada penciptaan sektor manufaktur berbasis pertanian dan penunjang agribisnis ( off-farm dan non-farm) sebagaimana transformasi dalam perekonomian. Laju investasi swasta tumbuh negatif (-2.07%) selama periode 1994-2001, karena besarnya resiko dan ketidakpastian. Intinya adalah, sektor pertanian mengalami under investment
(BPS, dan World Bank, 2003, 2006) sekaligus miss investment (Siregar, 2008) pada kapasitas sumberdaya yang ada.
Indikasi selanjutnya, tidak berkembangnya rantai agroindustri sebagai fase antara untuk mengantarkan proses transformasi industrialisasi di Indonesia (Sastrosoenarto, 2006). Sehingga perekonomian domestik tidak dapat menciptakan nilai tambah produk primer pertanian, dan tidak dapat menikmati nilai tambah tersebut untuk kesejahteraan. Daya saing agroindustri Indonesia selalu menurun, bahkan mulai tahun 2004 lebih rendah dari Vietnam (Sudaryanto, et.al., 2002; Sa’id dan Dewi, 2006).
negara-negara miskin, berbasis pertanian justru tidak ramah terhadap pertanian dan petaninya sendiri yang jumlahnya mayoritas dan kontributor utama terhadap sistem politik, demokrasi dan perekonomian negara (Arifin, 2001). Di Asia, Braun dan Greenwood (2007) menyatakan; pemerintahan di Asia makin menjauhi petani.
Kondisi tersebut digambarkan oleh Pryor and Holt (1998) dalam Arifin (2004) pada Tabel 1. Agribisnis adalah kegiatan yang berkembang sebagai akibat majunya sektor pertanian yang dapat menggerakkan sektor manufaktur dan jasa berhubungan dengan pertanian. Indonesia dengan pangsa pertanian relatif masih besar (20%, tahun 1998) namun penggerakan sektor sekunder yang mendukung sektor pertanian (manufaktur dan jasa dalam agribisnis) masih rendah (60%) dibandingkan dengan satu kawasan (Philipina sebasar 70%, Malaysia sebesar 73% dan Thailand sebesar 79%) yang pangsa pertaniannya lebih kecil. Amerika Serikat dengan pangsa pertanian hanya 1% mampu menggerakkan sektor sekunder dengan pangsa 91% terhadap PDB.
negara-negara maju masih penting dalam menyumbang pertumbuhan pendapatan dan perekonomian.
Tabel 1. Pangsa Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Berbagai Negara dan Indonesia
(%) Pangsa Terhadap PDB
Negara
Sektor Pertanian
Manufaktur dan Jasa
dalam Pertanian
Seluruh Agribisnis
Pangsa Manufaktur dan
Jasa dalam Agribisnis
Philipina 21 50 71 70
India 27 41 68 60
Thailand 11 43 54 79
Indonesia 20 33 53 63
Malaysia 13 36 49 73
Korea Selatan 8 36 44 82
Chile 9 34 43 79
Argentina 11 29 39 73
Brasil 8 30 38 79
Meksiko 9 27 37 75
Amerika Serikat 1 13 14 91
Sumber: Pryor and Holt (1998) dalam Arifin (2004)
Penurunan pangsa pertanian logis sebagai suatu mekanisme transformasi ekonomi jika pertanian berperan secara baik sebagai penggerak (driver) awal dalam transformasi. Namun jika pertanian sendiri tidak cukup kuat dan mantap sebagai penggerak awal transformasi ekonomi (ditandai agroindustri tidak berkembang), tiba-tiba kemudian pertanian diposisikan tidak penting adalah suatu kekeliruan yang fatal karena akan terbentuk landasan perekonomian yang tidak kuat, pada kasus negara agraris (Hill, 1996; Lawang, 2006).
diutamakan didorong untuk mengembangkan sektor pertanian dan agroindustri sebagai harapan dalam strategi pemulihan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Tabel 2. Determinan Pertumbuhan Pendapatan dan Sumbangan Kawasan dan Sektoral Negara-Negara Maju
Determinan Eropa Barat Amerika Utara Jepang Non OECD
Determinan
pertumbuhan pedapatan (% per tahun)
- Suplai tenaga kerja
- Faktor informasi
- Faktor produktivitas
- Faktor akumulasi kapital
- Produk nasional
0.5 - 0.6 0.7 1.9 0.7 - 0.9 0.7 2.3 0.0 - 0.9 1.3 2.1 1.3 0.4 1.3 1.1 4.0
2000 2025 2000 2025 2000 2025 2000 2025 Sumbangan wilayah
pada perekonomian (%)
- Pertanian
- Bahan dasar
- Jasa internasional
- Perlindungan
- Produk internasional
- Barang konsumsi
- Barang kapital
27.4 22.7 27.4 36.5 33.1 14.1 35.0 19.9 23.8 30.5 30.6 25.6 4.7 26.7 18.4 33.6 20.0 31.6 28.0 8.3 27.7 14.4 37.6 22.5 32.1 25.6 4.7 1.5 8.2 5.8 18.0 17.5 14.5 14.4 25.2 5.5 4.5 16.0 13.6 9.9 6.8 20.0 46.0 38.0 34.6 14.4 24.4 63.3 12.1 60.2 34.1 30.9 23.7 38.9 83.3 21.8 Sumbangan Sektoral pada pendapatan lokal (%)
- Pertanian
- Bahan dasar
- Jasa internasional
- Perlindungan
- Produk internasional
- Barang konsumsi
- Barang kapital
8.5 4.6 0.7 65.7 8.2 1.9 10.4 8.5 5.6 0.6 66.4 7.5 1.0 10.4 6.5 7.7 0.6 66.3 7.4 1.3 10.3 5.8 8.3 0.4 65.9 7.1 0.9 11.5 5.3 2.3 1.0 64.7 7.7 4.4 14.7 5.2 2.3 0.7 65.1 6.4 3.1 17.1 19.6 9.7 1.1 38.2 7.7 12.9 5.5 20.3 6.4 0.5 40.3 8.6 13.2 6.6
Sumber: Klundertu and Nahuis (1998)
fiskal, maka instrumen kebijakan fiskal apa yang efektif untuk memajukan sektor pertanian dan agroindustri.
1.2. Perumusan Masalah
Sektor pertanian dan agroindustri di Indonesia, masih sangat tergantung pada investasi infrastruktur publik sebagai komplemen investasi swasta oleh petani dan pelaku usaha agroindustri lainnya. Kebutuhan dukungan pemerintah bukan hanya karena skala usaha petani demikian kecil sehingga tidak mudah melakukan investasi dengan skala besar; namun juga karena secara geografis aktivitas pertanian tersebar secara luas sehingga biaya infrastruktur per jumlah penduduk menjadi tinggi (Arifin, 2004).
Kinerja sektor pertanian menurut Hayami dan Ruttan (1985) diukur dengan
outcome tingkat kesejahteraan petani, produktivitas lahan (arable land) dan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan Tambunan (2003) melengkapi dengan variabel pertumbuhan output (PDB), pertumbuhan ekspor, penciptaan kesempatan kerja, dan ketahanan pangan. Sejak periode tahun 1990an khususnya pasca era otonomi daerah, semua aspek kinerja sektor pertanian di atas menunjukkan penurunan konsisten.
World Bank (2003), menunjukkan bahwa pangsa sektor pertanian di dunia terhadap PDB menurun dari 60% pada tahun 1965 menjadi 28% pada tahun 2000. Di negara berkembang menurun dari 22% menjadi 16%, di negara maju angka penurunannya tercatat dari 5% menjadi 2% untuk periode 1965-2000. Di Indonesia, pada tingkat pertumbuhan sektor pertanian 1.9% per tahun, tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru (BPS, berbagai tahun dan World Bank, 2003, 2006). Fenomena penurunan pangsa produk pertanian terhadap PDB di dunia diikuti peningkatan yang signifikan pada penciptaan sektor manufaktur dan penunjang agribisnis (off-farm dan non-farm), namun di Indonesia tidak demikian.
Permasalahan pengembangan agroindustri disisi lain, terjebak kepada ketergantungan bahan baku impor sehingga sangat rawan terhadap external shock
dan rendahnya multiplier ke belakang maupun ke depan (Rosa dan Bernadette, 2006; Sa’id dan Dewi, 2006). Pemilihan jenis teknologi agroindustri tidak sesuai (Sudaryanto, et. al., 2002), dan iklim pengembangan usaha agroindustri domestik kurang memberikan insentif yang kondusif (Herjanto, 2003).
Permasalahan pasar; dalam studi Timmer (1996) dan Enrique (2008) menunjukkan bahwa pasar pertanian tidak simetris (asimetris market) dimana elastisitas transmisi harga komoditas pertanian kecil sehingga kenaikan harga di tingkat konsumen tidak dapat dinikmati oleh produsen. Dampaknya terdapat disinsentif serius dalam investasi pertanian yang progresif dan tidak mendorong berkembangnya agroindustri.
Dari uraian diatas diperlukan pendalaman dalam hal; struktur penurunan kinerja sektor pertanian dan agroindustri. Kemudian jika kebijakan fiskal sebagai stimulan untuk meningkatkan kinerja, maka instrumen kebijakan fiskal apa yang efektif perlu dipilih pemerintah. Secara khusus juga menyangkut persoalan keterkaitan antara kinerja sektor pertanian dengan kinerja agroindustri di Indonesia. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian agregat di Indonesia?
2. Bagaimana hubungan antara kebijakan fiskal dengan kinerja sektor pertanian dan kinerja agroindustri?
4. Bagaimana keterkaitan antara sektor pertanian dengan agroindustri pada situasi kebijakan fiskal di Indonesia?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan, secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis keefektifan kebijakan fiskal Indonesia terhadap kinerja sektor pertanian dan agroindustri. Secara spesifik tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengkaji kinerja sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian agregat di Indonesia.
2. Mengkaji hubungan kebijakan fiskal dengan kinerja sektor pertanian dan kinerja agroindustri di Indonesia.
3. Mengkaji instrumen kebijakan fiskal yang efektif mempengaruhi kinerja sektor pertanian, dan kinerja agroindustri di Indonesia.
4. Mengkaji keterkaitan antara kinerja sektor pertanian dengan kinerja agroindustri pada kondisi fiskal di Indonesia.
Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat menyangkut hal-hal sebagai berikut:
2. Sebagai rujukan pemerintah dalam memformulasikan kebijakan fiskal dengan memperhatikan bahwa Indonesia adalah negara agraris sehingga sektor pertanian sebagai kekuatan ekonomi dan agroindustri sebagai kekuatan dasar industrialisasi, dijadikan potensi yang dimanfaatkan secara optimal dan konsisten untuk kesejahteraan rakyat.
3.
Sebagai bahan referensi bagi penelitian lanjutan yang lebih mendalam.1.4. Ruang Lingkup
Kebijakan fiskal adalah bentuk intervensi/campur tangan pemerintah dalam perekonomian suatu negara dengan tujuan agar keadaan perekonomian tidak terlalu menyimpang dari keadaan yang diinginkan. Cakupan dalam kebijakan fiskal meliputi penerimaan (revenue) dan pengeluaran (expenditure) pemerintah.
Alat (policy instrument variables) kebijakan fiskal, pada penerimaan meliputi pajak, non pajak, dan hibah. Pajak meliputi pajak pusat, dan pajak daerah. Jenis pajak pusat adalah pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang dan jasa (PPn) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), bea meterai, cukai, pajak/pungutan ekspor, dan bea masuk. Pengeluaran pemerintah menurut I-Account APBN meliputi: (1) belanja pemerintah pusat (pengeluaran rutin dan pembangunan), (2) dana perimbangan, dan (3) dana otonomi khusus dan penyeimbang.
penelitian pengembangan sektor pertanian, infrastruktur pertanian); keseimbangan fiskal (defisit anggaran); dan desentralisasi fiskal.
Investasi adalah investasi agregat yang dilakukan pihak swasta baik dari dalam negeri (PMDM) maupun luar negeri (PMA) di Indonesia. Konsumsi adalah konsumsi agregat yang dilakukan oleh penduduk di Indonesia.
Sektor berarti bagian dari suatu lingkungan/kegiatan ekonomi (ADB, SEAMEO SEARCA, Crescent, CASER and Ministry of Agriculture RI, 2005). Sektor pertanian dalam penelitian ini adalah aktivitas menghasilkan produksi dari budidaya tanaman pangan, perkebunan (rakyat dan industri perkebunan), hortikultura, peternakan, dan perikanan (BPS, 2004; Fuglie, 2004).
Agroindustri adalah bagian aktivitas dalam agribisnis yang mencakup agroindustri hilir yaitu industri pengolahan hasil-hasil pertanian (Herjanto, 2003; Tambunan, 1992). Produk olahan agroindustri dalam penelitian berdasarkan berbagai jenis industri yang dikelompokkan menurut kode International Standard Industrial Classification of All Activity (ISIC) atau Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI).
Kinerja sektor pertanian meliputi: pertumbuhaan output, penyerapan tenaga kerja, perdagangan (ekspor, dan impor), dan kesejahteraan petani (Martin and Warr, 1993; Fuglie, 2004; Van der Eng, 1996; Arnade, 1998; Suhariyanto, 2001; Mundlak
and Butze, 2002; dan Tambunan, 2003).
Cakupan analisis digunakan data sekunder dari data nasional dengan periode analisis tahun 1970 triwulan 1 hingga tahun 2005 triwulan 4 (35 tahun). Data deret waktu (time series) memiliki nilai rata-rata dan varian yang selalu berubah sepanjang waktu. Variabel dengan data seri yang selalu berubah dalam fungsi waktu tersebut dikenal sebagai variabel non-stasioner. Estimasi melalui metode klasik seperti OLS (ordinary least squares) akan memberikan hasil yang meragukan (spurious). Disamping itu analisis dalam penelitian ini akan mencakup keterhubungan kebijakan fiskal terhadap kinerja sektor pertanian dan agroindustri dalam jangka panjang. Sehingga model ekonometrik deret waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah vector error correction model (VECM) atau
cointegrated VAR melalui analisis kointegrasi VAR (dengan melakukan over-identifying restriction) maupun inovasi residual (error term) dengan impulse response function (IRF) dan forecast error variance decomposition (FEVD).
Keefektifitas kebijakan fiskal terhadap kinerja sektor pertanian dan agroindustri diukur dari hubungan struktural ekonomi yang signifikan antar variabel pada sistem persamaan kointegrasi, dan frekuensi magnitude respon pada analisis IRF dan peran pada analisis FEVD yang paling besar.
2.1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah bentuk campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan fiskal mempunyai dua instrumen pokok yaitu; perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy) (Mankiw, 2003; Turnovsky, 1981). Dengan instrumen tersebut dapat dijelaskan bagaimana pengaruh penerimaan dan pengeluaran negara terhadap kondisi perekonomian, tingkat pengangguran dan inflasi. Secara keseluruhan arah kebijakan fiskal diharapkan mampu mewujudkan get price right, get all policies right, dan get institution right dalam perekonomian Indonesia (Subiyantoro dan Riphat, 2004). Dinamika kebijakan fiskal ke arah itu dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1. Penerimaan Pemerintah
Tabel 3. Persentase Penerimaan Pemerintah Pusat Terhadap PDB di Negara- Negara Asia, dan Indonesia
(%)
Kawasan/Negara 2001 2002 2003 2004 2005
Asia Tengah
Armenia 16.5 16.8 18.0 15.9 16.8
Azerbaijan 18.0 18.7 24.2 25.0 22.5
Kazakhstan 22.6 21.4 22.2 23.5 28.2
Kyrgyz Republic 17.0 19.1 19.4 19.5 20.3
Tajikistan 15.2 16.7 17.2 17.9 18.1
Turkmenistan 24.9 19.7 20.2 20.5
-Uzbekistan 25.7 25.0 24.2 23.7 23.0
Asia Timur
China, People's Rep. of 14.9 15.7 16.0 16.5 16.8
Hong Kong, China 13.5 13.9 16.8 18.4 17.5
Korea, Rep. of 20.3 20.3 20.8 19.7 23.5
Mongolia 39.4 38.4 37.9 37.3 36.8
Taipei,China 17.7 19.0 20.1 19.0 19.9
Asia Selatan
Afghanistan - 8.4 11.0 12.7 15.6
Bangladesh 9.0 10.1 10.3 10.1 10.3
Bhutan 44.5 39.5 28.2 38.3 38.7
India 17.7 18.6 19.1 19.9 19.6
Maldives 33.0 33.1 34.8 36.5
-Nepal 13.0 13.1 14.5 14.4 15.2
Pakistan 13.3 14.2 14.9 14.3 13.7
Sri Lanka 16.6 16.5 15.7 15.3 16.3
Asia Tenggara
Cambodia 10.3 10.9 10.2 10.8 11.6
Indonesia 17.9 16.1 16.4 15.1 15.0
Lao People's Dem. Rep. 13.2 13.1 11.1 11.3 11.6
Malaysia 23.8 23.1 23.4 22.1 21.5
Myanmar 4.7 5.0 4.6 -
-Philippines 15.5 14.3 14.6 14.5 14.8
Singapore 23.1 17.5 20.5 19.4 21.1
Thailand 15.0 15.8 16.6 17.6 18.1
Vietnam 21.0 21.6 22.8 22.8 21.6
Pacific
Cook Islands 38.0 36.2 32.3 30.5
-Kiribati 114.9 134.1 112.0 109.1
-Marshall Islands, Rep. of 76.3 74.8 66.2 69.0 64.7
Micronesia, Fed. States of 62.8 72.5 70,6 53.7 62.5
Papua New Guinea 30.6 27.9 28.1 29.6
-Samoa 31.4 32.9 32.0 30.6
-Solomon Islands 23.5 18.8 39.4 48.9
-Timor-Leste, Dem. Rep. of 16.0 15.7 24.2 31.1 54.9
Tonga 28.5 30.6 28.4 29.5
-Vanuatu 21.6 22.2 22.1 24.0 24.8
Sumber: Asian Development Bank (2006)
Tabel 4 diketahui, posisi utang luar negeri pemerintah di Asia Pasifik dari tahun 2001-5.
Tabel 4. Utang Luar Negeri Negara-Negara Asia Pasifik dan Indonesia
(Juta US$)
Kawasan/Negara 2001 2002 2003 2004 2005
Asia Tengah
Armenia 906 1 026 1 098 1 183 1 096
Azerbaijan 1 270 1 356 1 568 1 625 1 673
Kazakhstan 15 158 18 252 22 920 32 095 38 380
Kyrgyz Republic 1 677 1 784 1 966 2 104 1 974
Tajikistan 1 017 982 1 031 822 895
Turkmenistan 1 865 1 660 1 519 1 273
-Uzbekistan 3 960 3 925 4 092 3 997
-Asia Timur
China, People's Rep. of 170 110 168 538 193 634 228 600
-Hong Kong, China 340 024 350 693 371 575 429 336 445 365
Korea, Rep. of 128 687 141 471 157 552 172 259 190 010
Mongolia 899 986 1 237 1 338
-Taipei.China 34 336 45 033 63 054 80 888
-Asia Selatan
Afghanistan 7 224 7 297 - 749
-Bangladesh 14 677 15 885 16 953 17 953 18 557
Bhutan 237 292 406 529 608
India 98 843 104 914 111 721 123 278 124 326
Maldives 182 223 273 332 482
Nepal 2 661 2 744 2 968 3 120 3 122
Pakistan 32 124 33 400 33 352 33 307 34 037
Sri Lanka 8 544 9 291 10 646 11 809
-Asia Tenggara
Cambodia 2 489 2 626 2 874 3 110 3 208
Indonesia 133 074 131 343 135 401 137 024 132 718
Lao People's Dem. Rep. 1 205 1 284 1 384 1 961 2 212
Malaysia 45 636 48 858 49 113 52 786 51 719
Myanmar 5 670 6 556 - -
-Philippines 51 900 53 645 57 395 54 846 54 186
Singapore 160 127 163 409 189 071 225 818 245 983
Thailand 67 509 59 459 51 783 51 312 50 871
Vietnam 13 242 13 100 14 100 14 410 17 400
Pacific
Fiji Islands 228 229 246 267
-Kiribati 10 10 16 21 24
Marshall Islands, Rep. of 90 88 91 103 101
Micronesia, Fed. States of 58 57 59 59
-Papua New Guinea 1 575 1 486 1 380 1 367 1 264
Samoa 204 234 365 -
-Solomon Islands 134 152 161 160
-Timor-Leste, Dem. Rep. of 0 0 0 0 0
Tonga 58 60 75 77 81
Vanuatu 69 74 87 90
Utang luar negeri pemerintah di semua kawasan cenderung meningkat selama 5 tahun terakhir. Indonesia, di kawasan Asia Tenggara adalah negara dengan peringkat ke dua setelah Singapura dalam utang luar negeri dengan jumlah 133 074 juta US$ pada tahun 2001 menjadi 132 718 juta US$ pada tahun 2005. Obligasi Publik (OP) oleh pemerintah Indonesia juga telah ditempuh mulai penjualan ritel bulan Juli 2006 sebagai upaya optimalisasi penggalian sumber pendanaan dari masyarakat.
2.1.2. Pengeluaran Pemerintah
Tabel 5. Persentase Pengeluaran Pemerintah Pusat terhadap PDB di Negara- Negara Asia dan Indonesia
(%)
Kawasan/Negara 2001 2002 2003 2004 2005
Asia Tengah
Armenia 20.8 19.4 19.2 17.6 18.8
Azerbaijan 20.1 20.8 27.2 27.0 24.2
Kazakhstan 23.0 21.7 23.2 23.8 27.5
Kyrgyz Republic 22.8 24.8 25.0 24.1 25.0
Tajikistan 15.3 16.8 16.3 17.2 18.3
Turkmenistan 24.2 19.6 21.7 20.5
-Uzbekistan 26.7 25.8 24.6 22.9 26.4
Asia Timur
China, People's Rep. of 17.2 18.3 18.1 17.7 18.4
Hong Kong, China 18.4 18.7 20.1 18.8 17.2
Korea, Rep. of 22.0 19.9 23.3 22.2 22.7
Mongolia 43.9 44.2 42.1 39.4 34.1
Taipei,Cnina 24.1 23.3 22.9 21.9 21.0
Asia Selatan
Afghanistan - 8.5 14.0 13.9 15.7
Bangladesh 14.0 14.8 13.7 13.3 13.8
Bhutan 57.3 44.9 39.8 45.0 50.0
India 27.6 28.2 27.6 28.2 27.2
Maldives 37.7 38.0 38.2 38.2
-Nepal 17.5 16.9 16.0 15.5 16.3
Pakistan 17.6 18.5 18.7 17.3 17.1
Sri Lanka 27.5 25.4 23.7 23.4 25.0
Asia Tenggara
Cambodia 16.9 17.3 17.1 15.1 14.7
Indonesia 20.3 18.2 18.1 16.2 15.5
Lao People's Dem. Rep. 20.7 18.4 19.0 17.2 17.7
Malaysia 29.3 28.7 28.7 26.4 25.3
Myanmar 10.5 8.6 9.5 -
-Philippines 19.6 19.6 19.3 18.4 17.5
Singapore 23.4 19.1 14.0 13.8 13.2
Thailand 17.2 18.2 16.2 17.3 18.0
Vietnam 23.9 25.3 27.1 24.9 23.9
Pacific
Cook Islands 36.7 36.0 33.1 31.0
-Kiribati 131.4 134.7 140.2 -
-Marshall Islands, Rep. of 80.9 62.2 66.7 71.5 67.1
Micronesia, Fed. States of 69.4 72.8 70.5 63.2 68.6
Palau, Rep. of 63.9 69.1 63.8 63.1
-Papua New Guinea 34.1 31.8 29.0 27.8
-Samoa 19.6 20.7 21.3 20.0
-Solomon Islands 36.2 29.8 39.5 40.6
-Timor-Leste, Dem. Rep. of 13.9 15.3 21.1 21.3 22.5
Tonga 30.0 32.2 31.6 28.1 27.6
Vanuatu 25.2 24.1 24.0 22.7 25.1
2.1.3. Defisit dan Keberlanjutan Fiskal
Secara umum pengertian fiscal sustainability dapat ditarik dari perumusan
government fiscal financing constraint dengan pendekatan Coddington (Soelistyaningsih, 2005) yaitu apabila pertumbuhan dari rasio utang pemerintah terhadap PDB lebih kecil dibandingkan selisih antara suku bunga riil dengan
pertumbuhan ekonomi. Salah satu ukuran yang digunakan untuk menjaga keberlanjutan fiskal adalah menetapkan suatu besaran defisit (keseimbangan fiskal) sebagai persentase dari PDB. Hasil Studi ADB (2006) mengenai ukuran tersebut disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 diketahui bahwa dalam selang waktu tahun 2001-5 ditinjau dari kawasan, negara-negara di Asia Tenggara relatif menjaga posisi keseimbangan terhadap PDB yang rendah.
Indonesia adalah negara yang selalu menurunkan posisi defisit dalam keseimbangan fiskal terhadap PDB dari (-2.4%) pada tahun 2001 menjadi (-0.5%) di tahun 2005. Menurut ukuran ini semakin kecil nilai persentase tersebut mengindikasikan posisi fiskal yang semakin aman/berkesinambungan.
2.1.4. Desentralisasi Fiskal
Tabel 6. Keseimbangan Fiskal Pemerintah Pusat terhadap PDB di Negara-Negara Asia dan Indonesia
(%)
Kawasan/Negara 2001 2002 2003 2004 2005
Asia Tengah
Armenia -4.3 -2.6 -1.3 -1.7 -2.0
Azerbaijan -2.1 -2.1 -3.0 -2.0 -1.8
Kazakhstan -0.4 -0.3 -1.0 -0.3 0.6
Kyrgyz Republic -5.0 -5.4 -5.1 -4.3 -4.2
Tajikistan 0.1 0.7 1.1 0.7 -0.3
Turkmenistan 0.7 0.2 -1.5 0.0
-Uzbekistan 0.2 -0.9 -1.3 0.0 0.1
Asia Timur
China, People's Rep. of -2.3 -2.6 -2.2 -1.3 -1.6
Hong Kong, China -4.9 -4.8 -3.3 -0.3 0.3
Korea, Rep. of -1.7 0.4 -2.5 -2.5 0.8
Mongolia -4.5 -5.8 -4.2 -2.1 2.7
Taipei,China -6.4 -4.3 -2.8 -2.9 -1.0
Asia Selatan
Afghanistan - -0.1 -3.0 -1.2 -0.1
Bangladesh -5.0 -4.6 -3.4 -3.2 -3.5
Bhutan -12.8 -5.5 -11.6 -6.7 -11.3
India -9.9 -9.6 -8.4 -8.3 -7.6
Maldives -4.7 -4.9 -3.4 -1.7
-Nepal -4.5 -3.9 -1.5 -1.0 -1.1
Pakistan -4.3 -4.3 -3.7 -3.0 -3.3
Sri Lanka -10.8 -8.9 -8.0 -8.1 -8.7
Asia Tenggara
Cambodia -6.6 -6.4 -6.9 -4.3 -3.1
Indonesia -2.4 -2.1 -1.7 -1.1 -0.5
Lao People's Dem. Rep. -7.5 -5.3 -7.9 -5.8 -6.0
Malaysia -5.5 -5.6 -5.3 -4.3 -3.8
Myanmar -5.8 -3.6 -4.9 -6.0
-Philippines -4.0 -5.3 -4.7 -3.9 -2.7
Singapore -0.3 -1.6 6.5 5.6 8.0
Thailand -2.1 -2.2 0.6 0.3 0.1
Vietnam -2.9 -3.6 -4.3 -2.0 -2.3
Pacific
Cook Islands 1.3 0.2 -0.8 -0.6 3.1
Fiji Islands -6.6 -5.6 -6.0 -3.3 -4.3
Kiribati -16.5 -0.6 -28.2 -
-Marshall Islands, Rep. of -4.7 12.7 -0.4 -2.6 -2.4
Micronesia, Fed. States of -6.6 -0.3 0.0 -9.5 -6.1
Palau, Rep. of -20.8 -11.6 -11.7 -12.0
-Papua New Guinea -3.5 -3.9 -1.0 1.8 -0.6
Samoa 11.8 12.1 10.7 10.6
-Solomon Islands -12.7 -11.0 -0.2 8.3
-Timor-Leste, Dem. Rep. of 2.0 0.4 3.2 9.8 32.4
Tonga -1.6 -1.5 -3.2 1.4
-Tuvalu -12.6 58.4 -11.0 -9.0 -4.0
Vanuatu -3.7 -2.0 -1.9 1.3 -0.3
(pajak dan retribusi) yang terkadang tidak proporsional dengan kualitas layanan publik masyarakat, pemerintah daerah kurang berpengalaman dalam menghadapi secara langsung pasar uang/utang dengan pihak luar, reposisi perusahaan pemerintah pusat yang berada di daerah, dan disparitas dalam mendorong peran sektor swasta antar daerah (ADB, SEAMEO, SEARCA, Crescent, CASER and Ministry of Agriculture RI, 2005).
Studi UNESCAP-CAPSA (2005) menemukan, proporsi antara pengeluaran dan penerimaan di negara berkembang, negara transisi, dan negara maju yang diperbandingkan dengan Indonesia. Untuk Indonesia porsi pengeluaran yang didesantralisasikan sebesar 33.24% lebih tinggi dari kawasan yang distudi. Sedangkan porsi penerimaan daerah terhadap total anggaran daerah di Indonesia paling rendah, selengkapnya disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Porsi Penerimaan dan Pengeluaran dalam Desentralisasi Fiskal Berbagai Negara di Dunia dan Indonesia
(%)
Negara Porsi Pengeluaran
Daerah
Porsi penerimaan Daerah
Negara Berkembang 13.78 9.27
Negara Transisi 26.12 16.59
Negara OECD 32.41 19.13
Indonesia 33.24 6.65
Sumber: UNESCAP-CAPSA (2005)
2.2. Investasi
pupuk sejak tahun 1980an dan menjadi nol pada tahun 1999, yang kemudian pada tahun 2005 mulai dievaluasi kembali. Belanja pemerintah untuk penelitian dan pengembangan (R&D) selalu fluktuatif. Penurunan terjadi pada periode 1990an, kemudian meningkat pada pertengahan 1990an. Periode 2000an turun lebih drastis dan konsisten sampai tahun 2004; selengkapnya disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Belanja Pemerintah untuk Pembangunan Pertanian
(Rp1 000)
Uraian 1985/
1986*)
1990/ 1991
1995/ 1996
2000**) 2004
Irigasi 801 790 969 848 982 237 227 330 378 435
Penelitian dan Pengembangan 29 322 21 732 53 474 29 893 27 560 Penyuluhan/Pelatihan 36 060 35 270 25 956 14 194 12 424
Subsidi Pupuk 1 738 550 330 847 120 946 0 0
Pertanian (termasuk Perikanan, Perkebunan)
284 550 314 235 479 130 144 804 424 405
Keterangan: *) dibelanjakan, **) realisasi 9 bulan, tahun dasar 1993
Sumber : ADB, SEAMEO SEARCA, Crescent, CASER and Ministry of