• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Uji Hipotesis Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian

2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian

Analisis regresi dalam penelitian ini mengguanakan analisis regresi logistik dengan tipe regresi binary logistic. Regresy binary logistic adalah regresi yang digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian dengan variabel Y (respons) bertipe kategorial dua pilihan (Trihendradi, 2007: 63). Tujuan regresi binary logistic adalah untuk memprediksi besar variabel dependen yang berupa sebuah variabel binary

logistic menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya

(Santoso, 2015: 249).

Dalam penelitian ini untuk perusahaan Property, Real Estate and

Building Construction dengan variabel dependen (respons) Y bertipe

kategorik/dua pilihan yaitu Non Fraud 0 dan Fraud 1. Keterangan ini dapat dilihat dalam tabel identifikasi data:

Tabel 4.4 Identifikasi Data

Sumber: Data sekunder yang diolah

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Non Fraud 0

69

Dalam penelitian ini jumlah data yang diproses sebanyak 125 perusahaan atau N=125. Untuk melihat kelengkapan daya yang diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case ditunjukkan pada tabel

case processing summary:

Table 4.5 Data yang diproses

Tahapan dalam pengujian dengan menggunakan uji regresi logistik dapat dijelaskan sebagai berikut (Ghozali, 2011: 346):

a. Menilai Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer

and Lemeshow’s Goodness and Fit Test. Model ini untuk menguji

hipotesis nol bahwa data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit (Ghozali, 2011: 346). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s

Goodness and Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka

hipotesis nol ditolak atau model dikatakan tidak fit. Hal ini berarti ada

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 125 100.0 Missing Cases 0 .0 Total 125 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 125 100.0

70

perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga

goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi

nilai observasinya.

Jika nilai staistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness and Fit Test lebih besar 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya

Table 4.6

Kelayakan Model Regresi

Hasil output SPSS yang disajikan dalam tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai Chi-square sebesar 6,296 dengan signifikansi (p) sebesar 0,614. Berdasarkan hasil tersebut, dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka model dapat disimpulkan mampu memprediksi nilai observasinya atau model dikatakan fit dengan data dan model dapat diterima sehingga model ini dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

b. Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Untuk pengujian ini statistik digunakan pada fungsi likelihood.

Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square Df Sig.

71

dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2LogL yaitu satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja dan satu model dengan konstanta serta variabel bebas.

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log

Likehood (-2LogL) awal (block number = 0) dengan nilai -2 Log Likehood (-2LogL) akhir (block number = 1). Adanya penurunan nilai Likehood (2LogL) menunjukkan model regresi yang lebih baik atau

dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2011: 346). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian ‘Sum of Square Error’ pada model regresi, sehingga penurunan nilai Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik.

Sumber: Data sekunder yang diolah

Table 4.7

Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model

(Block Number 0: Beginning Block)

Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood Coefficients

Constant

Step 0

1 158.212 .688

2 158.188 .717

72

Tabel 4.7 menunjukkan nilai -2 Log Likelihood (-2LogL) pada blok pertama (block number = 0) terlihat nilai -2LogL sebesar 158,188. Kemudian nilai -2LogL berikutnya (block number = 1) ditunjukkan pada tabel 4.8 berikut ini:

Sumber: Data sekunder yang diolah

Pada tabel 4.8 terlihat bahwa nilai -2 Log Likehood (-2LogL) pada

block number = 1 setelah dimasukkan ketujuh variabel independen

yaitu ACHANGE, ROA, LEVERAGE, RECEIVABLE, TATA,

AUDREP, dan DCHANGE menjadi sebesar 126,866.

Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.7 dan 4.8 nilai -2 Log

Likehood (-2LogL) awal (block number = 0) sebesar 158,188 dan -2

Log Likehood (-2LogL) berikutnya (block number =1) sebesar 126,866. Hal ini berarti mengalami penurunan sebesar 31,322. Terjadinya penurunan nilai 2LogL ini menunjukkan model regresi

Table 4.8

Hasil Uji Keseluruhan Model

(Block Number = 1)

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant ACHANGE ROA LEV REC TATA AUDREP DCHANGE

Step 1 1 132.281 .037 1.928 -1.999 .096 -.087 7.133 .694 -.160 2 127.276 .019 3.665 -3.673 -.233 -.366 11.395 .901 -.201 3 126.871 -.026 4.588 -4.402 -.411 -.416 12.727 .968 -.180 4 126.866 -.035 4.720 -4.468 -.436 -.418 12.865 .974 -.176 5 126.866 -.035 4.722 -4.469 -.436 -.418 12.867 .975 -.176 6 126.866 -.035 4.722 -4.469 -.436 -.418 12.867 .975 -.176

73

yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.

c. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkeke R Square)

Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke’s R2 dapat diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression. Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011: 346). Tabel 4.9 menunjukkan hasil uji koefisien determinasi sebagai berikut:

Berdasarkan hasil output SPSS yang ditunjukkan dalam tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,309. Hal ini berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 30,9%. Sedangkan sisanya

Table 4.9

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 126.866a .222 .309

74

yaitu sebesar 69,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Misalnya menurut Skousen et al (2009) dalam penelitiannya variabel Gross Profit Margin (GPM), Sales in

Change (SCHANGE), FREEC, OSHIP, INVENTORY, BDOUT, AUDCHANGE merupakan faktor-faktor lainnya yang dapat

digunakan.

d. Hasil Matriks Klasifikasi

Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan kecurangan laporan keuangan pada perusahaan. Dalam output regresi logistik angka ini dapat dilihat dalam clasification table. Tabel klasifikasinya menghitung estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect) (Ghozali, 2011:347).

Tabel 4.10 diatas menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan tingkat prediksi model

Table 4.10 Matriks Klasifikasi Classification Tablea Observed Predicted FSF Percentage Correct 0 1 Step 1 0 17 24 41.5 1 9 75 89.3 Overall Percentage 73.6

75

adalah sebesar 73,6%, dimana 89,3% fraud dan 41,5% nonfraud telah mampu diprediksi oleh model. Artinya kemampuan prediksi dari

model dengan variabel ACHANGE, ROA, LEVERAGE,

RECEIVABLE, TATA, AUDREP, dan DCHANGE secara statistik

dapat memprediksi sebesar 89,3%.

Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan adalah sebesar 89,3%. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model regresi yang digunakan, terdapat sebanyak 75 perusahaan (89,3%) diprediksi melakukan financial statement fraud dari total 84 perusahaan yang melakukan financial statement fraud. Kekuatan prediksi model perusahaan yang dinyatakan tidak melakukan fraud (non fraud) adalah sebesar 41,5%, yang berarti bahwa dengan model regresi yang digunakan terdapat 17 perusahaan (41,5%) dari total 41 perusahaan yang tidak melakukan financial statement fraud. Sehingga secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 73,6%.

e. Hasil Uji Regresi Logistik

Estimasi parameter dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien regresi dari tiap-tiap variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil

76

terlihat 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5%. Hal itu berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variable terikat. Analisis uji regresi ini untuk menguji seberapa jauh semua variabel terikat. Hasil koefisien regresi dapat ditentukan dengan menggunakan nilai probabilitas (Sig) pada tabel berikut:

Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model berikut ini:

FSF= - 0,035 + 4,722ACHANGE + 12,867 TATA + 0,975AUDREP

Berdasarkan pengujian regresi logistik (logistic regression) sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, interpretasi

Tabel 4.11

Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Step 1a ACHANGE 4.722 2.194 4.633 1 .031 112.431 1.526 8285.761 ROA -4.469 5.767 .600 1 .438 .011 .000 929.537 LEVERAGE -.436 1.213 .129 1 .719 .647 .060 6.974 RECEIV -.418 .942 .197 1 .657 .659 .104 4.170 TATA 12.867 3.424 14.119 1 .000 387209.534 471.219 318177612.188 AUDREP .975 .455 4.578 1 .032 2.650 1.085 6.470 DCHANGE -.176 .447 .155 1 .694 .839 .349 2.014 Constant -.035 .671 .003 1 .958 .965

a. Variable(s) entered on step 1: ACHANGE, ROA, LEVERAGE, RECEIV, TATA, AUDREP,DCHANGE.

77

hasil disajikan dalam tujuh bagian. Bagian pertama membahas pengaruh perubahan total aset (ACHANGE) terhadap financial

statement fraud (FSF) (H1). Bagian kedua membahas pengaruh return on assets terhadap financial statement fraud (FSF) (H2). Bagian ketiga

membahas pengaruh rasio leverage (LEVERAGE) terhadap financial

statement fraud (FSF) (H3). Bagian keempat membahas pengaruh

persentase perubahan piutang pada penjualan (RECEIVABLE) terhadap financial statement fraud (FSF) (H4). Bagian kelima membahas pengaruh rasio total akrual (TATA) terhadap financial

statement fraud (FSF) (H5). Bagian keenam membahas pengaruh

opini audit (AUDREP) terhadap financial statement fraud (FSF) (H6). Bagian ketujuh membahas pengaruh pergantian direksi (DCHANGE) terhadap financial statement fraud (FSF) (H7). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Pengaruh perubahan total aset (ACHANGE) terhadap Financial

Statement Fraud (FSF)

Hasil pengujian variabel persentase perubahan total aset (ACHANGE) mempunyai signifikansi 0,031 lebih kecil dari α = 0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan 4,722. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis H1 diterima sehingga dapat dikatakan persentase perubahan total aset berpengaruh positif signifikan terhadap financial statement fraud pada tingkat

78

signifikansi 5%. Hasil ini mengindikasi bahwa semakin tinggi kondisi ketidakstabilan keuangan perusahaan, maka kemungkinan perusahaan melakukan financial statement fraud juga semakin tinggi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Laila Tiffani (2015) dan Skousen (2009), tetapi tidak mendukung hasil peneltian yang dilakukan oleh Ratmono et

al. (2014).

Bentuk manipulasi pada laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen salah satunya berkaitan dengan pertumbuhan aset perusahaan (Skousen et al., 2009). Tingginya aset yang dimiliki perusahaan menjadi daya tarik bagi investor. Untuk menarik para investor, manajemen perusahaan tentunya berupaya untuk sebaik mungkin menyajikan gambaran perusahaan melalui laporan keuangan yang meyakinkan bagi investor salah satunya yaitu dengan tingginya aset yang dimiliki.

Namun berbeda dengan hasil Ratmono et al (2014) yang menunjukan ACHANGE tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan kecurangan laporan keuangan. Merissa Yesiariani (2016) mengatakan bahwa perusahaan kemungkinan mempunyai tingkat pengawasan sangat baik yang dilakukan oleh Dewan Komisaris untuk memonitor dan mengendalikan tindakan manajemen yang bertanggung jawab langsung terhdap fungsi

79

bisnis seperti keuangan, sehingga walaupun manajemen menghadapi tekanan ketika stabilitas keuangan terancam oleh keadaan ekonomi, industry dan situasi entitas yang beroperasi tidak akan mempengaruhi terjadi kecurangan laporan keuangan. 2) Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Financial Statement

Fraud (FSF)

Hasil pengujian Return on total Asset (ROA) mempunyai nilai signifikansi 0,438 lebih besar dari α =0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar -4,469. Hal ini menunjukkan hipotesis H2 tidak diterima sehingga dapat dikatakan bahwa

Return On total Assets (ROA) tidak memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud pada tingkat signifikansi 5%. Hasil

penelitian ini mendukung hasil penelitian yang Ratmono et al (2014) dan Laila Tiffani (2015). Tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Widarti (2015) dan Skousen et al. (2009) yang menunjukkan hasil berbeda bahwa Return On total Assets berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.

Tidak berpengaruhnya ROA terhadap financial statement

fraud disebabkan karena manajer menganggap bahwa besarnya

target ROA perusahaan masih dinilai wajar dan bisa dicapai. Manajer tidak menganggap bahwa target ROA tersebut sebagai target keuangan yang sulit untuk dicapai sehingga besarnya target

80

ROA tidak memicu terjadinya kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen (Laila Tiffani, 2015).

Namun berbeda dengan hasil Widarti (2015) dan Skousen et al (2009) yang menunjukan ROA berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Widarti (2015) mengatakan bahwa ROA merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Perolehan laba perusahaan yang sesuai dengan target, memicu perhatian para investor terhadap perusahaan. Demi mencapai target laba yang telah direncanakan tersebut, akan mendorong pihak manajemen melakukan manajemen laba sehingga laporan keuangan perusahaan akan disajikan secara tidak wajar apabila ternyata laba yang dihasilkan oleh perusahaan rendah.

3) Pengaruh rasio leverage (LEVERAGE) terhadap Financial

Statement Fraud (FSF)

Hasil pengujian rasio leverage (LEVERAGE) mempunyai nilai signifikansi 0,719 lebih besar dari α =0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar -0,436. Hal ini menunjukkan hipotesis H3 tidak diterima sehingga dapat dikatakan bahwa rasio

81 financial statement fraud pada tingkat signifikansi 5%. Hasil

penelitian ini mendukung hasil penelitian Susmita dan Nanik (2015). Tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Laila Tiffani (2015) dan Sihombing (2014) yang menunjukkan hasil berbeda bahwa rasio leverage berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.

Menurut Van Home (2007) dalam Susmita dan Nanik (2015) bahwa leverage merupakan biaya tetap yang digunakan untuk mendanai perusahaan. Biaya ini dapat menguntungkan perusahaan apabila dapat dikelola dengan baik sehingga menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya tetap yang dikeluarkan. Namun hasil penelitian ini menunjukan perusahaan mampu menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya tetap yang digunakan. Sehingga manajemen tidak harus melakukan kecurangan pada laporan keuangan untuk mengembalikan hutang yang digunakan untuk mendanai perusahaannya tersebut.

Namun berbeda dengan hasil Sihombing (2014) dan Laila Tiffani (2015) yang menunjukan Leverage berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Laila Tiffani (2015) mengatakan bahwa semakin besar tekanan dari pihak eksternal maka akan meningkatkan potensi manajemen untuk melakukan

82

kecurangan laporan keuangan. Artinya perusahaan tidak mampu menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya tetap yang digunakan, sehingga hal ini dapat memicu manajemen untuk melakukan kecurangan laporan keuangan atas tekanan dari pihak eksternal agar dapat mengembalikan hutang yang digunakan untuk mendanai perusahaan tersebut.

4) Pengaruh Persentase Perubahan Piutang pada Penjualan (RECEIVABLE) terhadap Financial Statement Fraud (FSF)

Tabel 4.11 menunjukkan hasil pengujian Persentase Perubahan Piutang pada Penjualan (RECEIVABLE) menghasilkan signifikansi 0,657 lebih besar dari α = 0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar -0,418. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis H4 tidak diterima sehingga dapat dikatakan Persentase Perubahan Piutang pada Penjualan (RECEIVABLE) tidak memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Merissa Yesiariani (2016) dan Skousen (2009) yang menunjukkan bahwa Persentase Perubahan Piutang pada Penjualan (RECEIVABLE) tidak memberikan bukti adanya pengaruh terhadap financial statement fraud. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Summers dan Sweeney (1998) dan Sihombing (2014) yang

83

menunjukkan adanya hubungan antara RECEIVABLE dengan

financial statement fraud.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nilai rata-rata perubahan piutang perusahaan dari tahun sebelumnya tidak berpengaruh terhadap perputaran kas perusahaan. Banyaknya piutang usaha yang dimiliki perusahaan tidak mengurangi jumlah kas yang dapat digunakan perusahaan untuk kegiatan operasionalnya sehingga rasio perubahan dalam piutang usaha tidak memicu manajemen untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Merissa Yesiariani, 2016).

Namun berbeda dengan hasil Sihombing (2014) dan Summers and Sweney (1998) yang menunjukan RECEIVABLE berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.

RECEIVABLE diyakini mendapat penilaian subjektif dalam

menentukan nilai dari akun tersebut, manajemen dapat menggunakan akun tersebut sebagai alat untuk memanipulasi laporan keuangan (Summers dan Sweeney, 1998). Dalam penelitian ini menggunakan sampel perusahaan property, real

estate, dan building construction dengan kecenderungan seluruh

perusahaan memiliki piutang yang besar dan peningkatan setiap tahunnya dikarenakan pada umumnya perusahaan property, real

84

sistem yang hampir pasti selalu menimbulkan piutang sehingga variabel ini tidak dapat membedakan mana saja perusahaan yang cenderung melakukan financial statement fraud.

5) Pengaruh rasio total akrual (TATA) terhadap Financial Statement

Fraud (FSF)

Hasil pengujian rasio total akrual (TATA) mempunyai nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari α =0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar12,867. Hal ini menunjukkan hipotesis H5

diterima sehingga dapat dikatakan bahwa rasio total akrual (TATA) memiliki pengaruh positif terhadap financial statement

fraud pada tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian ini

mendukung hasil penelitian Sihombing (2014) dan Merissa Yesiariani (2016). Tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Skousen et al (2009) dan Susmita dan Nanik (2015) yang menunjukkan hasil berbeda bahwa rasio total akrual tidak berpengaruh terhadap financial statement fraud.

Total akrual merupakan cerminan dari aktivitas perusahaan keseluruhan. Tingkat akrual perusahaan akan beragam tergantung dari keputusan manajemen terkait kebijakan tertentu Vermeer (2003) dalam Sihombing (2014). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prinsip akrual berhubungan dengan pengambilan keputusan manajemen dan memberikan wawasan terhadap

85

rasionalisasi dalam pelaporan keuangan Vermeer (2003) dalam Merissa Yesiariani (2016).

Namun berbeda dengan hasil Susmita dan Nanik (2015) dan Skousen et al (2009) yang menunjukan TATA tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Susmita dan Nanik (2015) mengatakan bahwa penggunaan kebijakan manajemen tidak tinggi untuk atau motif untuk melakukan manipulasi laba adalah rendah. Skousen (2009) mengatakan rasionalisasi merupakan unsur yang paling sulit untuk mengindikasi pengukurannya, karena rasionalisasi merupakan sikap pembenaran yang dilakukan oleh manajemen, karyawan, ataupun dewan komisaris.

6) Pengaruh opini audit (AUDREP) terhadap Financial Statement

Fraud (FSF)

Hasil pengujian opini audit (AUDREP) mempunyai nilai signifikansi 0,032 lebih kecil dari α =0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar 0,975. Hal ini menunjukkan hipotesis H6

diterima sehingga dapat dikatakan bahwa opini audit (AUDREP) memiliki pengaruh positif terhadap financial statement fraud pada tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Soelisa dan Mukhlasin (2008). Tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Mardiana (2014) dan Widarti

86

(2015) yang menunjukkan hasil berbeda bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap financial statement fraud.

Soelisa Mukhlasin (2008), kecurangan akuntansi yang material dapat mempengaruhi opini yang diberikan oleh auditor. Opini audit selain unqualified merupakan suatu indikator terjadinya kecurangan akuntansi. Hal ini dikarenakan adanya tekanan dalam mempertanggungjawabkan kinerja dalam mengelola perusahaan, sehingga upaya yang dilakukan adalah dengan memanipulasi laporan keuangan yang nantinya akan disampaikan kepada pihak pemegang saham disertai berbagai analisa laporan keuangan dalam bentuk opini audit yang menunjukan opini audit unqualified sehingga pemegang saham merasa puas atas kinerja manajemen. Perusahaan yang diberikan opini audit unqualified terlihat baik dan sukses dimata pesaing dan investor.

Namun berbeda dengan hasil Widarti (2015) dan Ana Mardian (2014) yang menunjukan AUDREP tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Widarti (2015) mengatakan bahwa tidak terdeteksinya penyimpangan atau kesalahan yang terjadi dalam laporan keuangan. Penyebab tidak terdeteksinya penyimpangan tersebut mungkin disebabkan oleh penggunaan basis akuntansi akrual yang dalam pelaksanaannya

87

diperbolehkan oleh standar akuntansi keuangan, manajemen dapat dengan leluasa untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba yang diinginkan dalam penggunaan dasar akrual agar memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai dan keuntungan.

7) Pengaruh pergantian direksi (DCHANGE) terhadap Financial

Statement Fraud (FSF)

Hasil pengujian pergantian direksi (DCHANGE) mempunyai nilai signifikansi 0,694 lebih besar dari α =0,05. Nilai koefisien beta yang dihasilkan sebesar -0,176. Hal ini menunjukkan hipotesis H7 tidak diterima sehingga dapat dikatakan bahwa pergantian direksi (DCHANGE) tidak berpengaruh terhadap

financial statement fraud pada tingkat signifikansi 5%. Hasil

penelitian ini mendukung hasil penelitian Sihombing (2014) dan Merissa Yesiariani (2016). Tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan Wolfe dan Hermanson (2014) yang menyatakan bahwa pergantian direksi merupakan salah satu indikasi adanya kecurangan laporan keuangan.

Hal ini dapat terjadi apabila pemangku kepentingan tertinggi diperusahaan menginginkan adanya perbaikan kinerja perusahaan dengan cara merekrut direksi yang dianggap lebih kompeten dari

88

direksi sebelumnya Sihombing (2014). Dari pernyataan tersebut disimpulkan bahwa pergantian direksi pada perusahaan bukan disebabkan karena perusahaan ingin menutupi kecurangan yang dilakukan direksi sebelumnya, tetapi pemangku kepentingan tertinggi di perusahaan menginginkan adanya perbaikan kinerja perusahaan dengan cara merekrut direksi yang dianggap lebih kompeten dari direksi sebelumnya.

Namun berbeda dengan hasil Wolfe and Hermanson yang menunjukan DCHANGE berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. Wolfe and Hermanson (2004) mengatakan bahwa perubahan direksi dapat mengindikasi terjadinya fraud. Perubahan direksi merupakan upaya perusahaan untuk menyingkirkan direksi yang dianggap mengetahui fraud yang dilakukan perusahaan serta perubahaan direksi dianggap akan membutuhkan waktu adaptasi sehingga kinerja awal tidak maksimal.

89 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait