• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

5. Hasil Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest

dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan atau untuk mengetahui apakah selisih rata-rata skor pretest dan posttest signifikan pada masing-masing kelompok. Jika data terdistribusi normal maka uji

ini menggunakan rumus Bivariate Correlation Coefficients yaitu

Pearson’s Correlation Coefficient (Field, 2009: 177). Jika data tidak terdistribusi normal maka menggunakan analisis statistik nonparametrik yaitu rumus Spearman’s Correlation Coefficient (Field, 2009: 179). Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan untuk data skor pretest dan posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdistribusi normal, maka uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest dilakukan menggunakan Paired T-test.

Uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest ini berisi 2 uji yaitu uji Paired T-test untuk kelompok eksperimen, dan Paired T-test untuk kelompok kontrol. Berikut ini adalah penjelasan dari hasil analisis penghitungan uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol yang dilakukan menggunakan Paired T-test.

a. Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest pada Kelompok Eksperimen

Uji Signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan atau apakah selisih rata-rata skor pretest dan posttest signifikan pada kelompok eksperimen. Hipotesis dalam uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest menggunakan Paired T-test pada kelompok eksperimen (Field, 2009: 181) adalah: Ho : tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan

Ha : ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen (Ha: ≠ ).

Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan hasil uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest dengan menggunakan Paired T-Test pada kelompok eksperimen adalah: 1) Jika harga sig. (2-tailed) Paired T-test ≥ 0,05, maka Ho diterima

atau Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen. 2) Jika harga sig. (2-tailed) Paired T-test < 0,05, maka Ho ditolak

atau Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen.

Hasil penghitungan uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen yang dilakukan mengggunakan Paired T-test dengan program SPSS 22.00 dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen

Paired Samples Test Paired Differences t df Sig. (2- tailed) Mean Std. Deviat ion Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pai r 1 Pre Eks – Post Eks -21.778 15.021 2.891 -27.720 -15.836 -7.533 26 .000

Tabel 4.12 adalah hasil uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa harga sig. (2-tailed) Paired T-test adalah 0,000. Nilai 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak atau Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen.

b. Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest pada Kelompok Kontrol

Hipotesis dalam uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest dengan Paired T-test pada kelompok kontrol (Field, 2009: 181) adalah:

Ho : tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol (Ho: = ).

Ha : ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol (Ha: ≠ ).

Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan dalam uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest dengan menggunakan Paired T-test pada kelompok kontrol adalah:

1) Jika harga sig. (2-tailed) Paired T-test 0,05, maka Ho diterima atau Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol.

2) Jika harga sig. (2-tailed) Paired T-test < 0,05, maka Ho ditolak atau Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol.

Hasil penghitungan uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol yang dilakukan mengggunakan Paired T-test dengan program SPSS 22.00 dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Uji signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

Paired Samples Test Paired Differences t df Sig. (2- tailed) Mean Std. Deviat ion Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pai r 1 Pre Kon – Post Kon -16.923 14.235 2.792 -22.673 -11.173 -6.062 25 .000

Tabel 4.13 merupakan hasil uji signifikansi selisih rata-rata skor pretest dan posttest kelompok kontrol. Nilai sig. (2-tailed) Paired T-test adalah 0,000. Nilai 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak atau Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol.

B. Pembahasan

Peneliti melakukan penelitian terkait dengan pengaruh penerapan penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD. Terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini, yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nol (Ho) pada penelitian ini adalah tidak

ada perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan media fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya, sedangkan hipotesis alternatifnya (Ha) adalah ada perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya. Data yang digunakan untuk menganalisis uji hipotesis adalah data skor posttest. Sudjana (2016: 22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki atau dikuasai siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Data skor posttest merupakan hasil dari proses belajar siswa, setelah siswa mendapatkan treatment dengan menggunakan media fabel untuk kelompok eksperimen dan menggunakan media lain untuk kelompok kontrol sebagai penyampaian materi.

Hasil analisis penelitian dapat dibuktikan melalui uji hipotesis pada data skor posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dilakukan menggunakan Independent T-test. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga sig. Independent T-test (2-tailed) sebesar 0,113 ≥ 0,05, maka Ho diterima, dan Ha ditolak artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Secara umum kelompok eksperimen (Mean = 68.59; SE = 1.894) memiliki rata-rata skor posttest lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (Mean = 63.23; SE = 2.763). Perbedaan rata-rata skor posttest tersebut tidak

signifikan t(51) = 1.661 p > 0,05. Kesimpulan yang dapat diambil adalah penerapan penggunaan media fabel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD.

Hasil analisis dari penelitian ini berlawawan dengan teori yang dikemukaan oleh Nurgiyantoro (2013: 38) bahwa manfaat fabel sebagai bacaan anak dalam nilai personal adalah mengembangkan aspek intelektual anak. Hasil penelitian tersebut juga tidak sesuai dengan pendapat Joseph Frank (dalam Asfandiyar 2007: 7), bahwa cerita merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek kognitif (penghayatan) anak-anak. Fabel yang merupakan karya seni sastra, berdasarkan hasil analisis penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian tentang pembelajaran seni di Amerika pada tahun 1980-an mengemukaan bahwa anak-anak sekolah dasar yang belajar seni berdampak pada kemampuan siswa dalam bidang IPA, matematika, dan bahasa. Kemampuan anak yang belajar seni dalam tiga bidang tersebut lebih tinggi dari pada kemampuan anak yang tidak belajar seni (Djodar dalam Nurgiyantoro, 2013: 38).

Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar (7-11 tahun), termasuk pada tahap operasional konkret (Dahar, 2011: 132- 133). Keberhasilan seseorang dalam mencapai hasil belajar IPA, hendaknya diterapkan berdasarkan pengalaman langsung, kenyataan yang ada di lingkungan dan melalui benda tiruan. Media fabel digunakan sebagai sarana penyampaian pesan dari guru kepada siswa dalam pembelajaran dengan tujuan agar materi dapat tersampaikan dengan jelas tidak abstrak lagi. Siswa

dengan melakukan pembelajaran menggunakan fabel menjadikan siswa mempunyai pengalaman yang bermakna, sehingga ketercapaian kemampuan siswa dalam hasil belajar kognitif dapat diketahui. Guru dalam kaitannya dengan hal ini, maka berusaha untuk membangkitkan semangat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studi untuk membangun sikap positif.

Pada kenyataannya upaya guru dalam membangun sikap positif tersebut dengan penggunaan media fabel hanya memberikan besar pengaruh “kecil” terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD yang ditunjukkan dengan harga r = 0,220 atau 4,84% uji besar pengaruh perlakuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa media fabel memberikan pengaruh 4,84% terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD, sedangkan sisanya sebesar 95,52% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti (Kasmadi & Sunariah, 2013: 151). Variabel lain tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa, dari luar diri siswa dan pendekatan belajar siswa.

Variabel yang berasal dari dalam diri siswa, misalnya motivasi; konsentrasi; intelegensi; minat; bakat; dan kesehatan tubuh. Variabel yang berasal dari luar diri siswa adalah berasal dari lingkungan sosial dan lingkungan non sosial, misalnya dalam kondisi lingkungan sosial mencakup kondisi lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah dan lingkungan kelompok, sedangkan lingkungan non sosial adalah lembar kerja siswa, suasana belajar dan waktu belajar, dan penggunaan media. Variabel terkait dengan pendekatan belajar siswa juga dapat mempengaruhi hasil dari penelitian, seperti metode pembelajaran yang digunakan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Syah (2008: 144-155) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil bejalar siswa adalah faktor dari dalam diri siswa (faktor internal), faktor dari luar diri siswa (faktor eksternal) dan faktor pendekatan belajar.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berasumsi bahwa faktor-faktor seperti pelaksanaan penggunaan metode TAI; teman sekolah, lembar kerja siswa, suasana kegiatan pembelajaran, penggunaan media, minat, motivasi, dan konsentrasi dapat mempengaruhi hasil analisis dari penelitian ini. Faktor- faktor tersebut dapat diamati secara langsung ketika proses pembelajaran berlangsung.

Syah (2008: 144-155) menyatakan bahwa faktor pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Pelaksaan pembelajaran yang berlangsung di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan model kooperatif yaitu bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil sebagai sebuah tim terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan siswa yang heterogen untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Rusman, 2013: 202). Teori tersebut tidak sejalan dengan pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara berkelompok dengan siswa berjumlah tiga anak dalam setiap kelompok. Hal ini disebabkan apabila siswa bekerja dalam kelompok dengan jumlah anggota lebih dari tiga pembelajaran tidak akan efektif karena siswa

akan menggangtungkan pekerjaan kepada siswa lainnya, pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan foto pelaksanaan pembelajaran (lampiran 16 dan 17).

Materi pembelajaran diajarkan selama dua pertemuan pada masing- masing kelompok. Pertemuan pertama adalah pelaksanaan pembelajaran dengan materi penyesuaian bentuk tubuh hewan terhadap lingkungannya. Pertemuan kedua pembelajaran dilakukan dengan materi penyesuaian tingkah laku hewan terhadap lingkungannya. Perbedaan kegiatan pembelajaran di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah media yang digunakan. Media fabel digunakan di kelompok eksperimen dan media gambar yang sering digunakan guru di kelompok kontrol. Pelaksanaan pembelajaran di kelompok eksperimen dan kontrol menggunakan metode TAI (Team Assisted Individualization). Metode TAI dikembangkan oleh slavin, di mana pembelajaran memadukan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual dalam pelaksanaannya belum dapat mengatasi permasalahan terkait individualisasi siswa dengan kemampuan yang heterogen dan keterbatasan waktu dalam pembelajaran. Hal ini bertentangan dengan gagasan Slavin (2005: 187) yang menjelaskan bahwa dasar pemikiran di balik individualisasi pembelajaran adalah bahwa para siswa memasuki kelompok dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam, sehingga dapat mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa yang beragam maupun pencapaian prestasi siswa tidak menimbulkan permasalahan tertentu dalam penggunaan waktu. Pada pelaksanaannya beberapa siswa bekerja secara sendiri-sendiri

tidak saling membantu antara siswa yang satu dan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, hal ini dapat dibuktikan dengan foto pelaksanaan pembelajaran (lampiran16 dan 17).

Pada dasarnya komponen dan tahapan kegiatan pembelajaran di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama. Slavin (2008: 195-200) menyatakan bahwa ada delapan komponen dalam metode pembelajaran TAI, yaitu 1) teams, pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 siswa; 2) placement test, pemberian pretest kepada siswa atau melihat rata- rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu; 3) student creative, siswa melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; 4) team study, tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya; 5) team scores and team recognition, pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dipandang berhasil dalam menyelesaikan tugas; 6) teaching group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok; 7) facts test, pelaksanaan tes-tes kecil bardasarkan fakta yang diperoleh siswa; 8) whole class units, pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

Berdasarkan komponen-komponen tersebut, tahapan pelaksanaan pembelajaran yang pertama adalah placement test. Placement test yaitu pemberian pretest kepada siswa untuk melihat kemampuan awal. Pelaksanaan

pretest dengan jumlah 10 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian memungkinkan siswa bekerja dengan waktu kurang lebih 2 jam. Pelaksanaan pretest diberikan kepada kelompok eksperimen dan kontrol diluar waktu pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan selama 2 pertemuan. Hal ini disebabkan karena jika dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran waktu tidak akan cukup dan siswa akan terburu-buru dalam mengerjakan soal. Pada tabel 3.1 waktu pengambilan data dapat dilihat bahwa pretest dilakukan dihari yang berbeda sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan perlakuan (treatment).

Kedua, teaching group yaitu siswa menerima penjelasan materi dari guru. Pembelajaran di kelompok eksperimen dan kontrol selama dua kali pertemuan diawali dengan penjelasan dari guru terkait materi yang akan dipelajari. Melalui video yang disajikan menjadi strimulus untuk siswa dalam menangkap materi yang akan dipelajari, sehingga guru dapat menjelaskan materi berdasarkan apa yang telah dilihat siswa melalui video. Ketika siswa diputarkan video terdapat beberapa siswa tidak termotivasi. Tayangan video tidak menimbulkan adanya dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan serta keterampilan. Mereka melihat dengan posisi kepala menunduk diatas meja. Adanya sikap negatif dari beberapa siswa terhadap mata pelajaran yang disajikan guru, maka dapat menimbulkan kesulitan belajar terhadap siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya foto-foto hasil penelitian (lampiran 16 dan 17).

Kegita adalah teams, yaitu siswa dibagi menjadi 9 kelompok berdasarkan nama hewan, yaitu kelompok bangau, angsa, ayam, burung elang, burung gagak, burung pipit, kupu-kupu, lebah, burung unta. Setiap

kelompok terdiri dari 3 orang siswa. Pembagian kelompok di kelas eksperimen dan kontrol tidak dilakukan berdasarkan kemampuan siswa yang heterogen, namun pembagian kelompok berdasarkan tempat duduk terdekat. Kegiatan berkelompok tidak dapat menyelesaikan masalah terhadap kemampuan siswa yang heterogen, sehingga siswa kesulitan dalam mengerjakan tugas, menjadi saling menggantungkan pekerjaanya dengan anggota lainnya, bahkan anggota dalam kelompok bergurau dan tidak mengerjakan. Suasana kelompok yang tidak kondusif, akan menyita konkentrasi anak yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan foto kegiatan penelitian (lampiran 16 dan 17).

Keempat adalah student creative, yaitu siswa melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh guru. Kegiatan mengerjakan tugas di kelompok eksperimen di antaranya setiap kelompok berdiskusi untuk mengidentifikasi hewan pada media dan mencari bentuk penyesuaian diri hewan berdasarkan media ada dengan bantuan membaca buku paket masing-masing kelompok; mengisi tabel sesuai denan Lembar Kerja Kelompok (LKK); siswa bertukar media fabel yang sudah didapatkan secara bergiliran berpindah pada kelompok yang lainnya, sampai semua kelompok mendapatkan sembilan media fabel; masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok yang telah dibuat. Berdasarkan kegiatan pembelajaran tersebut pada kegiatan mengidentifikasi hewan yang pengisian tabel siswa merasa kebingungan karena kolom dalam Lembar Lerja Kelompok banyak yang harus diisi, beberapa kelompok kurang dapat memahami bagaimana mengisi tabel karena guru menjelaskan cara pengisian tabel dengan kurang mendalam.

Kegiatan presentasi di kelompok eksperimen dan kontrol hanya dilakukan pada beberapa kelompok saja, karena tidak memungkinkan dilakukan pada semua kelompok, dan suasana di kelompok kurang kondusif. Hal ini dapat dibuktikan adanya foto-foto kegiatan penelitian (Lampiran 16 dan 17).

Kelima, teams study yaitu setiap kelompok yang mengalami kesulitan, mendapatkan bimbingan dari guru. Guru membimbing kelompok yang kesulitan dalam menegerjakan tugas, seperti cara mengisi tabel, menggunakan media, dan bertukar media selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan agar pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan siswa dapat memahami materi yang dipejalari. Hal ini dapat dibuktikan dengan foto-foto kegiatan penelitian (lampiran 16 dan 17).

Keenam, team scores and team recognition yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dipandang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Kegiatan memberikan reward di kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol kepada kelompok yang berhasil mengerjakan tugas dengan benar tidak dilakukan. Hal ini disebabkan karena belum dapat membahas dan memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok terkait dengan tugas mengisi tabel;

Ketujuh, whole class units yaitu pemberian materi kembali oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Kegiatan ini dilakukan guru dengan memberikan pengauatan dan kesimpulan pembelajaran yang dapat menguatkan materi yang telah dipelajari siswa secara menyeluruh dan mendalam. Pelaksanaan kegiatan tersebut, pada

kelompok eksperimen dan kontrol tidak dapat dilakukan secara mendetail karena kondisi kelompok yang tidak kondusif dan waktu yang terbatas. Hal ini dapat dilihat pada foto-foto kegiatan pembelajaran (lampiran 16 dan 17).

Kedelapan yaitu facts test, pelaksanaan tes-tes kecil bardasarkan fakta yang diperoleh siswa. Kegiatan ini dilakukan di akhir pembelajaran pada pertemuan kedua untuk masing-masing kelompok. Siswa mengerjakan 10 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian dalam waktu kurang lebih 2 jam pelajaran. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.1 waktu kegiatan penelitian.

Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa komponen dalam pelaksanaan pembelajaran yang tidak dapat dilakukan secara benar yaitu teaching group, teams, student creative dan team scores and team recognition. Adanya komponen-komponen pembelajaran yang tidak dilakukan dengan benar dapat menjadi faktor tidak adanya perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD.

Selain itu, lingkungan sekolah seperti teman-teman sekelasnya dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya foto kegiatan pembelajaran kelompok eksperimen (lampiran 16) disitu terlihat bahwa siswa yang kebanyakan berjenis kelamin laki-laki terkadang membuat gaduh ketika kegiatan pembelajaran berlangsung dengan mempengaruhi teman satu kelompok atau teman pada kelompok lainnya. Lembar Kerja Kelompok untuk mengisi tabel juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan hasil belajar yang tidak signifikan. Siswa merasa kebingungan ketika mengisi tabel dengan jumlah kolom yang banyak. Hal ini

terlihat dari contoh tabel dalam perangkat pembelajaran yang digunakan di kelompok eksperimen dan kontrol (lampiran 4 dan 5).

Penggunaan media fabel itu sendiri juga dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi tidak adanya berbedaan hasil belajar siswa yang signifikan. Kemungkinannya disebabkan karena isi cerita dalam media fabel terlalu banyak. Hal ini membuat siswa tidak membaca secara keseluruhan isi cerita, karena harus bertukar dengan siswa lainnya. Terlihat bahwa pada lampiran media fabel terdapat cerita yang isinya terlalu banyak mencapai 3 halaman (lampiran 4). Media fabel yang berjumlah 9 dibaca secara bergiliran pada setiap kelompok membuat suasana di dalam kelompok tidak kondusif, karena siswa harus bertukar media dengan kelompok lain yang berada di tempat duduk yang cukup jauh. Berdasarkan penjelasan tersebut, memberikan bukti bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam pembelajaran menggunakan media fabel tersebut.

162 BAB V PENUTUP

Bab V membahas mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran. Kesimpulan berisi hasil penelitian dan menjawab hipotesis penelitian. Keterbatasan penelitian berisi kekurangan yang ada selama penelitian dilaksanakan. Saran berisi masukkan dari peneliti untuk penelitian selanjutnya.

A. Kesimpulan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya?”. Hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya. Pengujian hipotesis menggunakan data skor posttest kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa nilai Independent T-Test sig. (2-tailed) 0,113 ≥ 0,05, maka Ho diterima atau Ha ditolak. Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan pembahasan adalah tidak adanya perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas V SD dalam penggunaan fabel pada materi penyesuaian diri hewan terhadap lingkungannya. Secara umum kelompok eksperimen (Mean = 68.59; SE = 1.894) memiliki rata-rata skor posttest lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (Mean = 63.23;

Dokumen terkait