• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGREEMENT PERSIAPAN PEMBUKAAN

4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini diuji dengan uji validitas dan reliabilitas. Validitas kuesioner dilihat dari nilai korelasi (r) antara skor total dengan skor masing-masing pertanyaan. Pengujian kuesioner dilakukan dengan mengambil 30 orang responden (n=30) dari franchise (pembeli waralaba) yang memiliki outlet franchise Alfamart di wilayah Bogor, Jakarta, Serpong dan Bekasi yang diambil melalui persetujuan pihak managemen dan franchise terlebih dahulu dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05).

Berdasarkan perhitungan uji validitas dengan metode product moment Pearson yang dilakukan dengan menggunakan microsoft excel, diperoleh hasil korelasi setiap pernyataan untuk masing-masing atribut tingkat kepentingan dan tingkat kepercayaan.

Dari hasil uji validitas yang diperoleh untuk masing-masing atribut tingkat kepentingan, terdapat satu variabel (Lampiran 1) yang tidak sahih, karena memiliki r-hasil lebih kecil dari r-tabel (0,361) yaitu variabel keuntungan/return (0.204). Kemudian dari kuesioner tersebut dilihat apakah variabel tersebut penting atau tidak, ternyata variabel tersebut dianggap terlalu umum sehingga semua orang pasti akan menjawab sama/mutlak, maka variabel tersebut direduksi. Sedangkan untuk variabel yang lain, hasil uji menunjukkan bahwa semau pertanyaan valid, karena semua nilai korelasi (r) uji lebih besar dari r tabel).

Suatu alat ukur atau instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang baik, apabila alat ukur atau instrumen tersebut selalu memberikan hasil yang sama, meskipun digunakan berkali-kali baik oleh peneliti yang sama maupun berbeda (Sudarmanto, 2005). Uji reliabilitas pada 30 kuesioner menunjukkan nilai alpha yang bisa diterima (acceptable). Untuk analisis faktor dan pertanyaan tingkat kepentingan atribut memiliki nilai alfa sebesar 0,7498, sedangkan nilai alpha untuk pertanyaan tingkat kepercayaan atribut sebesar 0,7614, sehingga semua analisis dinyatakan reliabel (lihat Lampiran 2). 4.4. Karakteristik Responden

Berdasarkan 40 kuesioner yang telah terkumpul, didapatkan sejumlah karakteristik franchise Alfamart (Lampiran 3). Karakteristik franchise Alfamart tersebut dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan terakhir, dan pendapatan rata-rata per bulan.

Untuk karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, presentase terbanyak adalah yang berjenis kelamin pria sebesar 72% (29 orang). Sedangkan untuk wanita sebesar 28% (11 orang). Sebaran responden berdasarkan jenis kelaminnya dapat dilihat pada Gambar 8.

72% 28% Pria Wanita 95% 5% Sudah menikah Belum menikah

Gambar 8. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Ditinjau dari usia, franchise Alfamart terbanyak berusia 31 – 40 tahun sebanyak 21 orang (52%), dan yang paling sedikit franchise Alfamart yang berusia > 61 tahun (3%) yaitu sebanyak 1 orang. Sebaran responden berdasarkan usia bisa dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Karakteristik responden berdasarkan usia

Berdasarkan status pernikahan, dari total 40 responden, 95% (38 orang) diantaranya adalah responden yang sudah menikah, dan sisanya sebesar 5% yaitu hanya 2 orang franchise Alfamart saja yang belum menikah. Sebaran karakteristik responden bisa dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan

Sebaran karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, frekuensi terbesar adalah franchise berpendidikan terakhir S1 yaitu sebesar 59% (24 orang), dan persentase paling kecil adalah responden dengan

5% 52% 35% 5% 3% 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 - 60 tahun > 60 tahun

pendidikan terakhir Diploma yaitu hanya 3% (1 orang). Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir bisa dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

Dalam penelitian ini karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan didominasi oleh wiraswasta dengan persentase sebesar 52% (21 orang), dan persentase terkecil adalah franchise yang masih mahasiswa yaitu hanya sebesar 3% (1 orang). Sedangkan sebesar 5% ditempati oleh jenis pekerjaan lainnya yaitu sebagai Ibu Rumah Tangga dan purnawirawan TNI AU. Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan

Dilihat dari jenis pekerjaan franchise Alfamart yang sebagian besar wiraswasta, maka persentase terbesar pendapatan rata-rata per bulan yang dimiliki franchise Alfamart, yaitu sebesar 92% (37 orang) diatas Rp 5.000.000. Adapun persentase terkecil sebesar 3% (1 orang) franchise Alfamart menyatakan bahwa pendapatan mereka antara Rp1.000.001 – 2.500.000. Sedangkan tidak ada franchise yang berpenghasilan dibawah Rp. 1.000.000. Data sebaran karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata per bulan bisa dilihat pada Gambar 13.

0% 0% 10% 3% 59% 28% SD SMP SMA Diploma S1 S2/S3 13% 27% 52% 3%

5% Pegawai negeriKaryawan swasta

Wiraswasta Mahasiswa Lainnnya

Gambar 13. Karakteristik responden berdasarkan besarnya pendapatan

4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian

Franchise Alfamart

Analisis faktor digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi franchise dalam proses pembelian franchise Alfamart. Metode ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara jumlah variabel-variabel yang saling bebas satu dengan lainnya, sehingga dapat dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel (faktor) yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal, tetapi tetap mencerminkan variabel aslinya. Pada penelitian ini, terdapat 25 variabel yang akan dianalisis namun variabel yang lolos dalam uji validitas berjumlah 24 variabel. Hanya 1 variabel yang direduksi karena tidak valid, yaitu variabel keuntungan (return). Adapun keduapuluh empat variabel termasuk di dalamnya adalah (X1) Besarnya Investasi, (X2) Reputasi merek, (X3) Jaringan toko/branch, (X5) Teman/kenalan, (X6) Keluarga, (X7) Jiwa wirausaha, (X8) Pengalaman bisnis ritel, (X9) Sistem managemen, (X10) PBP dan BEP, (X11) Ketersediaan dana, (X12) Promosi, (X13) Pelatihan Managemen, (X14) Kualitas franchise, (X15) Latar belakang perusahaan, (X16) Harga jual produk, (X17) Variasi produk (X18) Pemasok (supplier), (X19)Pelayanan toko, (X20) Penampilan toko, (X21) Komunikasi dengan franchisor, (X22) SOP (Standard Operation Procedure), (X23) Potensi bisnis ritel, (X24) Motivasi pembelian, (X25) Mencari pengalaman. Langkah pertama adalah menilai variabel yang dianggap layak untuk dimasukkan kedalam analisis selanjutnya. Dari hasil perhitungan komputer dengan menggunakan program SPSS 11.5 diperoleh output hasil pengolahan awal analisis faktor (Lampiran 4). Hasil pengolahan memperlihatkan angka Keiser-Meyer-Olkin

0% 3% 5% 92% <- Rp 1.000.000 Rp 1.000.001 - 2.500.000 Rp 2.500.000 - 5.000.000 >- Rp 5.000.001

Measure of Sampling Adequacy (K-M-O MSA) mencapai 0,637 dengan signifikansi 0,000 dan angka chi square pada uji Barlett sebesar 537,759 K-M-O adalah indeks pembanding besarnya koefisien korelasi observasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial, sedangkan Barlett Test of Sphericity digunakan untuk menguji apakah matriks korelasi tersebut merupakan matriks identitas atau bukan, karena matriks identitas tidak dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Karena angka KMO sudah di atas 0,5 dan signifikansi jauh di bawah 0,05 (0,000<0,05), maka semua variabel bisa dianalisis lebih lanjut.

Dalam perhitungan Tabel Anti-Image Matrix (Anti Image Correlation) pada Lampiran 5 didapatkan variabel yang memiliki nilai MSA (angka korelasi yang bertanda “a”) di bawah 0,5, yaitu variabel keluarga (0,438a) (lihat Lampiran 5). Dengan demikian perlu dilakukan pengujian ulang analisis faktor tersebut dengan mengeluarkan variabel keluarga dari analisis faktor. Setelah dilakukan pengujian ulang, kini tidak ada variabel yang memiliki MSA dibawah 0,5 sehingga tidak perlu dilakukan pengujian ulang lagi terhadap analisis faktor tersebut. Dapat dilihat pada Lampiran 4 terjadi kenaikan angka K-M-O MSA setelah pengujian ulang tersebut.

Langkah berikutnya adalah melakukan proses inti dari analisis faktor, yakni mengekstraksi sekumpulan variabel yang tersisa sebanyak 23 variabel.sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis). Setelah proses ekstraksi dilakukan, maka diperoleh nilai communalities. Communalities pada dasarnya jumlah keragaman dari suatu variabel mula-mula yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Semakin tinggi nilai communality sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk dan semakin besar juga keragaman variabel tersebut dengan faktor yang terbentuk.

Untuk variabel motivasi pembelian menunjukkan nilai communality sebesar 0,862, artinya sekitar 86,2% keragaman dari variabel motivasi pembelian dapat dijelaskan oleh faktor yang nanti akan terbentuk. Kemudian pada variabel komunikasi dengan franchisor nilai communality sebesar 0,825,

artinya sekitar 82,5% keragaman dari variabel komunikasi dengan franchisor dapat dijelaskan oleh faktor yang nanti akan terbentuk. Demikian seterusnya untuk variabel yang lainnya, dengan ketentuan bahwa semakin besar nilai communalitiy suatu variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Tabel 10 menunjukkan nilai communalities dari 23 variabel yang dianalisis berdasarkan urutan terbesar hingga terkecil.

Tabel 10. Urutan nilai communality masing-masing variabel

No. Variabel Communality

1. Motivasi pembelian .862

2. Komunikasi dg Franchisor .825

3. Pemasok (supplier) Toko .792

4. Pelatihan Manajemen .787

5. Latar Belakang Perusahaan .783

6. Jaringan toko (branch) .770

7. SOP (Standard Operation Prosedure) .766

8. Teman/kenalan .759

9. PBP dan BEP .759

10. Pelayanan toko .756

11. Harga jual produk .751

12. Kualitas Franchise .750

13. Pengalaman bisnis ritel .729

14. Penampilan toko .714

15. Besar Investasi .708

16. Ketersediaan dana (financial) .693

17. Jiwa wirausaha .681

18. Merek (brand) .677

19. Mencari pengalaman bisnis .665

20. Promosi .639

21. Variasi produk .590

22. Potensi bisnis ritel .550

23 Sistem managemen franchise .546

Dalam pengolahan ini terbentuk enam faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian franchise Alfamart. Pembentukan faktor-faktor ini terdapat pada Tabel total variance explained disajikan pada Lampiran 6. Pada tabel tersebut terlihat keenam faktor yang terbentuk ini memiliki angka eigencvalue di atas 1 dan dapat menjelaskan 71,960% dari total keragaman faktor yang terbentuk. Eigenvalues menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung keragaman 23 variabel yang dianalisis.

Jika Tabel total variance menjelaskan dasar jumlah faktor yang didapat dengan perhitungan angka, maka untuk menampilkan hal tersebut dengan grafik dapat dilihat pada Scree Plot (Lampiran 7), yaitu grafik yang menunjukkan dampak factoring terhadap angka eigenvalue. Terlihat bahwa dari faktor satu ke faktor dua (garis dari sumbu Component Number = 1 ke 2), arah garis menurun dengan cukup tajam. Kemudian dari faktor 2 ke 3, garis masih menurun. Demikian pula dari faktor 3 ke 4, 4 ke 5, 5 ke 6 masih tetap menurun, akan tetapi dengan sudut lebih kecil. Namun, setelah faktor 6 angka eigenvaluenya sudah di bawah angka 1 dari sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meringkas keduapuluh tiga tersebut sangat tepat, jika dibentuk enam faktor.

Analisis selanjutnya dilakukan pada Component Matrix pada Tabel 11 yang menunjukkan distribusi dari 23 variabel pada enam faktor yang menunjukkan distribusi dari 23 peubah pada enam faktor yang terbentuk. Sedangkan angka-angka yang ada pada tabel tersebut adalah factor loadings, yang menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor pertama sampai keenam. Proses penentuan variabel asal kedalam faktor dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi setiap baris yang didasarkan pada angka mutlak terbesar dari nilai factor loadings yang diberikan setiap variabel terhadap masing-masing faktor.

Dalam Tabel component matrix ini, masih ada beberapa variabel yang tidak terlihat perbedaan nyata pada nilai loading factor, sehingga sulit untuk menentukan variabel tersebut termasuk faktor yang mana. Hal ini terlihat dari masih ada nilai loading factor yang di bawah 0,5, yaitu pada variabel Latar belakang perusahaan. Padahal syarat suatu variabel masuk ke dalam suatu faktor, nilai loading factor harus di atas 0,5. Untuk melihat perbedaan yang nyata pada nilai loading factor dari setiap variabel, maka harus dilakukan proses rotasi. Rotasi dalam penelitian ini adalah rotasi dengan metode Varimax, yang bertujuan untuk memperbesar nilai loading factor yang dulunya memang sudah besar dan memperkecil nilai loading factor yang dulunya memang sudah kecil, sehingga diperoleh distribusi loading factor yang lebih jelas dan nyata.

Tabel 11. Component matrix

Faktor

Variabel 1 2 3 4 5 6 Besar Investasi .246 .313 .604 -.319 .222 .184 Merek (brand) .602 -.177 .121 .275 -.037 .438 Jaringan toko (branch) .443 .531 .065 .490 .122 .181 Teman/kenalan .510 -.496 .030 .021 .122 -.487 Jiwa wirausaha .609 -.430 -.120 .283 -.042 .172 Pengalaman bisnis ritel .368 -.488 .590 .026 -.064 .055 Sistem managemen franchise .509 .324 -.139 -.203 -.301 -.176 PBP dan BEP .496 .162 .557 -.217 .355 .054 Ketersediaan dana (financial) .403 .115 .714 .037 -.060 -.051 Promosi .761 -.164 .120 -.019 .133 -.029 Pelatihan Manajemen .719 .433 -.097 .143 .212 .087 Kualitas Franchise .572 .494 -.141 -.151 .199 -.309 Latar Belakang Perusahaan .526 .499 -.071 .487 -.125 -.013 Harga jual produk .670 -.463 -.015 -.132 .256 -.071 Variasi produk .547 -.392 -.250 .097 .254 -.005

Pemasok (supplier) Toko .694 -.242 -.334 .150 .309 -.149

Pelayanan toko .573 -.342 -.260 -.242 -.249 .349 Penampilan toko .701 -.051 -.148 -.203 -.339 .205 Komunikasi dg Franchisor .720 .386 -.267 -.278 -.043 .081 SOP (Standard Operation

Procedur) .678 .184 -.449 -.220 .135 .057 Potensi bisnis ritel .582 -.028 .099 -.385 -.220 .062 Motivasi pembelian .674 .122 .195 .024 -.442 -.398 Mencari pengalaman bisnis .590 -.135 .225 .360 -.304 -.162

Hasil dari rotasi Varimax ini tidak merubah jumlah faktor yang telah terbentuk, melainkan hanya merubah nilai loading factor saja. Berdasarkan hasil dari rotasi pada Tabel rotated component matrix (Tabel 12), setiap variabel yang terdapat pada faktor yang terbentuk tersebut harus memenuhi ketentuan cut off point, dimana nilai loading factor-nya harus lebih besar dari 0,55, agar variabel tersebut secara nyata termasuk ke dalam bagian dari suatu faktor. Dari 23 variabel yang ada pada Tabel rotated component matrix hanya 21 variabel yang dapat dikelompokkan ke dalam keenam faktor yang telah terbentuk. Terdapat 2 variabel yang tidak memenuhi ketentuan cut off point yaitu variabel pengalaman bisnis ritel dan variabel potensi bisnis ritel.

Tabel 12. Component matrix setelah rotasi dengan metode varimax Faktor Variabel 1 2 3 4 5 6 Besar Investasi -.142 .149 .812 .060 .026 -.044 Merek (brand) .328 -.097 .216 .440 .556 .103 Jaringan toko (branch) .005 .193 .176 .836 -.007 .054 Teman/kenalan .746 .072 .055 -.177 -.049 .400 Jiwa wirausaha .588 -.071 -.062 .255 .476 .187 Pengalaman bisnis ritel .338 -.354 .490 -.097 .296 .391 Sistem managemen franchise -.018 .631 .021 .095 .175 .328 PBP dan BEP .204 .186 .815 .127 .007 .037 Ketersediaan dana (financial)

.009 -.035 .674 .182 .037 .451 Promosi .562 .243 .339 .167 .266 .225 Pelatihan Manajemen .263 .529 .235 .609 .107 .005 Kualitas Franchise .201 .751 .192 .258 -.183 .090 Latar Belakang Perusahaan .021 .327 -.027 .765 .028 .298 Harga jual produk .767 .153 .227 -.088 .269 .090 Variasi produk .717 .100 -.050 .100 .228 -.024

Pemasok (supplier) Toko .795 .296 -.074 .229 .115 .034

Pelayanan toko .325 .233 -.048 -.078 .766 .040 Penampilan toko .199 .429 .059 .082 .650 .241 Komunikasi dg Franchisor .139 .785 .137 .245 .330 .022 SOP (Standard Operation

Procedur)) .370 .702 -.016 .194 .285 -.130 Potensi bisnis ritel .141 .404 .303 -.116 .448 .247 Motivasi pembelian .146 .413 .154 .135 .134 .781

Mencari pengalaman bisnis .304 -.006 .092 .316 .214 .647

Setelah dilakukan rotasi, maka dapat dengan mudah menentukan variabel –variabel mana yang akan masuk ke enam faktor tersebut. Dilihat dari nilai factor loading pada tabel 5, nilai loading variabel besar investasi yang terbesar adalah pada kolom faktor ketiga yaitu sebesar 0,812 (dicetak tebal), sehingga variabel besar investasi dimasukkan ke dalam faktor ketiga. Kemudian variabel merek (brand), nilai loading terbesar pada kolom faktor kelima yaitu sebesar 0,556 sehingga variabel merek (brand) dimasukkan pada faktor kelima, demikian seterusnya untuk variabel-variabel yang lain.

Pemberian nama untuk faktor-faktor yang terbentuk mencerminkan karakteristik dari variabel-variabel yang membentuknya. Tabel 13 meringkas hasil analisis faktor yang kemudian dapat diinterpretasikan sesuai dengan

urutan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi proses keputusan pembelian franchise Alfamart.

Tabel 13. Ringkasan hasil analisis faktor

Faktor Eigen value Varian (%) Variabel Penciri Loadings Factor Faktor Pertama (Pendorong/pengaruh utama) 7,922 34,445 Teman/kenalan Jiwa wirausaha Promosi

Harga jual produk Variasi produk Pemasok (supplier) 0.746 0.588 0.562 0.586 0,717 0,795 Faktor Kedua (Sistem dan informasi franchise) 2,695 11,719 Sistem manajemen franchise Kualitas franchise Komunikasi dengan Franchisor SOP (Standard Operation Prosedure) 0,631 0,751 0,785 0,702 Faktor Ketiga (Faktor analisa keuangan) 2,270 9,868 Besar Investasi PBP dan BEP Ketersediaan dana 0,812 0,815 0,674 Faktor Keempat (Faktor citra perusahaan) 1,423 6,187

Jaringan toko (branch) Pelatihan Manajemen Latar Belakang Perusahaan 0,836 0,609 0,765 Faktor Kelima

(Faktor citra produk franchise) 1,182 5,141 Merek (brand) Pelayanan toko Penampilan toko 0,556 0,766 0,650 Faktor Keenam (Faktor motivasi) 1,058 4,600 Motivasi pembelian Mencari pengalaman bisnis 0,781 0,647

4.5.1. Faktor Pendorong/Pengaruh Utama

Faktor pertama adalah faktor daya tarik utama franchise. Faktor ini memiliki eigenvalue 7,922 dan merupakan eigenvalue terbesar diantara keenam faktor lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor ini merupakan faktor yang paling mempengaruhi sehingga menjadi daya tarik utama franchise dalam pembelian franchise Alfamart. Faktor ini dapat menerangkan keragaman data sebesar 33,517%.

Variabel-variabel yang menyusun faktor pertama ini adalah teman, jiwa wiraswasta, promosi, harga jual produk, variasi produk, dan pemasok (supplier) toko. Hal ini dapat diartikan bahwa ada sekelompok franchise yang membeli franchise Alfamart karena dipengaruhi teman/kenalan atau ingin merealisasikan jiwa wiraswastanya. Jika pemasok (supplier) semakin jelas sehingga franchise tidak perlu repot berhubungan dengan banyak pemasok, harga jual produk franchise semakin terjangkau oleh franchise akhir, dan diikuti pula oleh variasi produk yang banyak, maka franchise akan semakin terdorong untuk melakukan pembelian.

Berdasarkan nilai loading factor yang terdapat dalam Tabel 9, dapat dilihat bahwa keempat variabel tersebut memiliki nilai loading yang cukup besar dan memiliki korelasi yang positif antara variabel. Hal ini berarti bahwa semakin besar pengaruh teman/kenalan dan keluarga, maka franchise akan semakin terdorong untuk melakukan pembelian franchise Alfamart. Ada beberapa franchise yang membeli franchise Alfamart karena keinginannya merealisasikan jiwa wiraswasta dan, hal ini terkait dengan motivasi franchise dalam melakukan pembelian, berarti semakin besar keinginannya merealisasikan jiwa wiraswasta akan semakin mempengaruhi franchise dalam proses keputusan pembelian.

4.5.2. Faktor Sistem dan Informasi Franchise

Faktor kedua dinamakan keunggulan franchise, yang terdiri dari empat variabel, yaitu sistem managemen franchise, kualitas franchise, komunikasi dengan franchisor, dan SOP (Standard Operation Prosedure). Keunggulan produk ini terkait dengan hal yang menjadikan suatu usaha istimewa dan membedakan suatu jenis usaha dengan usaha lain Faktor ini memiliki eigenvalue 2,695 dan mampu menerangkan keragaman data (varian) 11,719%. Artinya dari keempat peubah dalam faktor tersebut terdapat sekelompok franchise yang membeli usaha franchise Alfamart lebih disebabkan pada keunggulan sistem franchise yaitu sistem managemen yang profesional, kualitas

franchise yang telah terbukti, lancarnya akses komunikasi dengan franchisor dan adanya SOP (Standard Operation Procedur) yang jelas. Sedangkan sistem managaemen yang profesional, kualitas franchise yang telah teruji (adanya ISO), lancarnya akses komunikasi dengan franchisor dan adanya SOP (Standard Operation Procedur) mempunyai korelasi positif, artinya semakin profesional dan teruji, serta semakin baik dan jelas dalam menjalankan usaha franchise-nya, maka akan semakin tertarik franchise melakukan pembelian usaha franchise Alfamart.

4.5.3. Faktor Analisa Keuangan Franchise

Faktor ketiga dinamakan keuangan franchise karena berhubungan dengan dana yang harus dikeluarkan franchise untuk membeli franchise Alfamart. Faktor ini terbentuk dari tiga variabel, yaitu besar investasi, PBP dan BEP, ketersediaan dana. Faktor ini memiliki eigenvalue 2,270 dan mampu menerangkan keragaman data 9,868%.

Berdasarkan nilai loading dari tiga variabel tersebut yaitu besar investasi (0,812), PBP dan BEP (0,815), dan ketersediaan dana (0,674), memiliki nilai loading yang cukup kuat dan memiliki korelasi positif antara variabel dengan faktor yang terbentuk. Sehingga dapat menginterpretasikan bahwa semakin terjangkau investasi yang harus dikeluarkan yang didukung dengan ketersediaan dana yang dimiliki ditambah dengan kemungkinan PBP (Pay back Period) yang cepat, maka semakin mendorong franchise untuk membeli franchise Alfamart.

4.5.4. Faktor Citra Perusahaan

Faktor keempat ini terdiri dari tiga variabel, yaitu jaringan toko (branch), pelatihan managemen, dan latar belakang perusahaan. Ketiga variabel ini memiliki eigenvalue 1,423 dan mampu menerangkan keragaman data 6,187%. Faktor keempat ini dinamakan citra perusahaan.

Ketiga variabel tersebut memiliki korelasi kuat satu sama lain dalam satu faktor, sebab masing-masing peubah tersebut berkorelasi positif. Interpretasi dari korelasi positif diantara ketiga variabel tersebut (nilai factor loadings jaringan toko/branch adalah 0,836, nilai factor loadings pelatihan managemen sebesar 0,609, dan latar belakang perusahaan sebesar 0,765) adalah semakin banyak jaringan toko/branch Alfamart maka akan semakin dikenal oleh masyarakat membuat franchise akan lebih percaya terhadap reputasi Alfamart sehingga semakin menarik franchise untuk melakukan pembelian franchise Alfamart. Apalagi ditambah lagi dengan latar belakang perusahaan yang terpercaya.

4.5.5. Faktor Citra Produk Franchise

Faktor kelima adalah citra produk franchise yang terdiri dari merek (brand), pelayanan toko, dan penampilan toko. Hal ini terkait dengan bagaimana suatu usaha dapat dikenal dan diterima baik di tengah masyarakat. Faktor ini memiliki eigenvalue 1,182 dan mampu menerangkan keragaman data sebesar 5,141%. Berdasarkan nilai loading pada Tabel 9 dari variabel besarnya merek (brand) (0,556), pelayanan toko (0,766), dan penampilan toko (0,650) memiliki nilai loading yang cukup kuat dan memiliki korelasi positif antara variabel dengan faktor yang terbentuk Artinya dari ketiga variabel dalam faktor tersebut terdapat sekelompok franchise yang membeli usaha franchise Alfamart lebih karena merek yang terkenal, toko Alfamart yang bagus dan rapi serta pelayanan di tokonya yang baik dan ramah. Sedangkan kedua variabel tersebut memiliki korelasi positif, artinya semakin terkenal suatu merek, semakin bagus dan rapi penampilan toko, dan semakin baik dan ramah pelayanan tokonya maka akan semakin mendorong franchise untuk melakukan pembelian.

4.5.6. Faktor Motivasi

Faktor yang terakhir dinamakan faktor motivasi franchise yang dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu motivasi pembelian dan mencari pengalaman bisnis. Faktor ini memiliki eigenvalue 1,058 dan mampu

menerangkan keragaman data 4,600 %. Berdasarkan nilai loading pada Tabel 7 dari variabel motivasi pembelian (0,781), dan mencari pengalaman bisnis (0,647) memiliki nilai factor loadings cukup kuat dan memiliki korelasi positif antara peubah

Hal ini menggambarkan bahwa semakin besar motivasi franchise untuk membeli karena alasan mencari pengalaman bisnis akan mudah menarik franchise untuk membeli usaha franchise ini. Hal ini terkait dengan motivasi yang terbentuk langsung berasal dari pribadinya sendiri. Sehingga bila franchisor bisa menumbuhakan dan memfasilitasi motivasi ini maka dengan mudah dapat menarik franchise untuk melakukan pembelian.

4.6. Analisis Sikap Franchise Terhadap Atribut Franchise Alfamart

4.6.1. Analisis Tingkat Kepentingan (evaluation)

Pada analisis ini peneliti menggunakan model sikap multiatribut fishbein yang berfokus pada prediksi sikap yang dibentuk oleh seseorang terhadap suatu objek tertentu, dalam hal ini adalah atribut-atribut yang melekat pada sistem franchise. Berdasarkan data primer yang didapatkan dari 40 orang responden dapat diketahui penilaian franchise dalam bentuk skor kepercayaan (bi) dan skor evaluasi kepentingan (ei) terhadap atribut franchise. Setelah melalui perhitungan dapat diketahui sikap franchise terhadap atribut-atribut franchise.

Pada Tabel 14 disajikan hasil evaluasi tingkat kepentingan (ei) terhadap atribut franchise sesuai dari urutan skor tertinggi sampai terendah. Evaluasi menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi franchise. Mereka akan menganggap artibut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Kemudian franchise akan mengevaluasi kepentingan atribut tersebut. Franchise akan mengidentifikasi atribut-atribut yang dimiliki objek yang akan dievaluasi. Dalam penelitian ini evaluasi kepentingan atribut diukur dengan skala likert, mulai dari 1 = sangat tidak penting, 2 = tidak penting, 3 = kurang penting, 4 = cukup penting, dan 5 = penting, 6 = sangat penting.

Tabel 14. Skor tingkat kepentingan (ei) responden terhadap atribut franchise Frekuensi pada tiap

nilai skala No. Atribut 1 2 3 4 5 6 Skor Evaluasi (ei) 1 Sistem managemen 0 0 0 0 13 27 5.70 2 PBP dan BEP 0 0 0 2 10 28 5.65 3 Pelayanan toko 0 0 1 1 10 28 5.63 4 Komunikasi dengan

Dokumen terkait