• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

IV.1.2 Hasil Wawancara dengan Staff Pengajar YAS

Dalam masa penelitian, peneliti menemukan beberapa strategi yang berbeda dari sistem pengajaran atau proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah. Strategi yang dilakukan YAS lebih mengarah kepada bagaimana mendapatkan perhatian anak – anak dengan menjalin hubungan emosional dalam bentuk keakraban dan persahabatan dengan guru pengajar dan juga dengan teman sekelompok mereka. Kemudian mengobservasi tingkat pengetahuan dan wawasan anak – anak tersebut yang nantinya akan menentukan penempatan group – group yang setara dengan kemampuan anak – anak tersebut. Pembagian group kelompok ini terbagi dari group I hingga group III. Kategori group I yaitu anak – anak yang masih belum sekolah hingga kelas 2 (dua) SD atau anak – anak yang masih belum bisa membaca akan masuk dalam kategori group I. Kategori group II yaitu anak – anak yang sudah dapat membaca biasanya dari kelas 3 (tiga) SD hingga kelas 4 (empat) SD. Dalam group II, materinya lebih menekankan pada meningkatkan minat dalam pelajaran Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia serta memulai kebiasaan untuk berdiskusi dengan teman sekelompok mereka. Yang termasuk dalam kategori group III yaitu anak – anak yang berada di kelas 5 (lima) hingga kelas SMP. Dalam group ini hal yang paling ditekankan adalah pentingnya berdiskusi dan memunculkan minat kreatifitas mereka. Semua materi diarahkan untuk menarik minat mereka dalam proses belajar dan agar menimbulkan kesenangan dan kesatuan dalam kelompok serta

Materi pelajaran dibuat semenarik dan seaktraktif mungkin sehingga anak – anak tidak cepat merasa bosan dan justru sebaliknya untuk mencari cara yang terbaik bagaimana meningkatkan kreatiftas mereka. Seperti contohnya: untuk mengerti tentang topik “Time (Waktu)” dalam pelajaran Bahasa Inggris, staff pengajar YAS telah mempersiapkan alat – alat peraga yang dipakai untuk anak – anak seperti, busa papan, kertas berwarna, gunting, lem dan sebagainya. Anak – anak pun mulai belajar dengan bersemangat dengan adanya alat peraga tersebut. Materi pelajaran tetap disesuaikan dengan materi pelajaran disekolah karena salah satu tujuan program belajar YAS juga untuk membantu anak – anak dalam mengejar pelajaran disekolah dan mendapat prestasi yang lebih baik tentunya.

Berikut beberapa gambar yang peneliti dapatkan ketika berada dilapangan:

Gambar Lapangan 1

Gambar Lapangan 2

Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap staff – staff pengajar YAS. Tujuan dari wawancara ini untuk mengetahui keefektifan metode pengajaran yang diberikan YAS kepada peserta kelompok belajar dalam meni membantu anak – anak mengikuti pelajaran di sekolah dan meningkatkan prestasi mereka disekolah.

Nama Informan : Dessi Daowo Informan 10

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Staff Pengajar YAS Lama Bekerja : ± 2 Tahun

Miss Dessi, panggilan akrab anak – anak kepada dirinya. Pada saat diwawancarai oleh peneliti, miss Dessi menjelaskan bahwa dia sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk mengajar anak – anak didesa kecamatan Perbaungan ini. Sedikit latarbelakang dari miss Dessi, beliau berasal dari pulau Nias dan dari keluarga yang lumayan berada. Kecintaannya pada anak – anak memang sudah ada dari hatinya sebelum beliau bergabung dalam team yayasan Abdi Satya. Beliau telah memiliki pengalaman bekerja sebagai guru private sewaktu masih tinggal di Gunung Sitoli, tempat dia dan keluarganya hidup.

Miss Dessi mendapat kesempatan tentang bekerja di YAS dari seorang temannya. Dengan semangat yang tinggi, dia mencoba untuk membagi visinya dalam mengembangkan program belajar YAS dengan pengalamananya dan dasar kecintaannya pada anak – anak, dia pun bergabung dalam team YAS pada tahun 2010. Banyak hal yang dipelajari miss Dessi semenjak dia masuk sebagai team pengajar YAS. Satu hal yang menjadi kunci keberhasilan miss Dessi dalam mengajar adalah perhatian dan kasih sayang, ungkap wanita yang masih berusia 25 tahun ini. Sewaktu menceritakan pengalamannya dilapangan, miss Dessi berkata “ Sering sekali saya harus pulang terlambat ke kantor, rasanya nggak tega untuk membiarkan kalau ada anak – anak didik saya yang belum mengerti atau tertinggal dalam pelajarannya. Saya rela memberikan extra jam kerja saya karena saya ingin anak – anak tersebut dapat mengerjakan tugas dari sekolah mereka”

Untuk materi pelajaran yang YAS berikan kepada anak – anak, pada dasarnya YAS telah menyelaraskan kurikulum yang ada di sekolah masing –

masing desa mereka. Selain mencari tahu minat anak dalam belajar dan berkreatifitas, YAS juga berusaha mendukung anak – anak yang mereka didik agar mampu bersaing dalam prestasi belajar dengan teman – temannya disekolah. Menurut miss Dessi, awalnya YAS lebih menekankan kepada peningkatan minat belajar dan kreativitas anak – anak. Tetapi kurikulum disekolah sejak dua tahun terakhir ini semakin tinggi dan memiliki kerumitan yang tidak semua anak – anak khususnya yang di desa – desa dimana fasilitas sekolah sangat terbatas dan guru – guru pengajarnya juga ada yang tidak selalu hadir, sangat sulit untuk mengikuti materi pelajaran di sekolah, ungkap miss Dessi. Karena alasan itulah, akhirnya miss Dessi meluangkan lebih banyak waktu untuk anak – anak didiknya.

Jam mengajar dalam kelompok belajar biasanya 2.5 (dua setengah) jam lamanya. Dari mulai pukul 14.00 hingga 17.30 wib sore. Dari dua setengah jam belajar ini, materi yang diberikan biasanya dua mata pelajaran. Materi pelajaran yang diberikan umumnya adalah Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, ditambah dengan materi tambahan seperti belajar membaca atau menulis latin (halus kasar) namun materi pelajaran ini, hanya diberikan apabila dianggap perlu untuk mendukung anak – anak lebih baik dalam menulis atau agar mengerti pelajaran harus mampu membaca terlebih dahulu, tutur miss Dessi.

Untuk media belajar yang dipakai, biasanya YAS memulai dari pemilihan tempat atau lokasi untuk belajar. Pemilihan tempat pada dasarnya dari kesediaan salah satu rumah penduduk yang dianggap nyaman dan kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar seperti rumah yang memiliki ruang cukup luas menampung 15 – 30 orang anak – anak peserta belajar. Ruangan dapat berupa teras atau halaman rumah, atau ruang tamu rumah yang luas. Tidak selalu rumah, terkadang YAS juga mendapat ijin dari kepala desa menggunakan ruang balai desa bila memang memungkinkan. Lokasi tempat kelompok belajar juga diusahkan tidak terlalu jauh dari tempat tinggal anak – anak peserta kelompok belajar, minimal mereka dapat menempuh dengan jarak bersepeda. Staff pengajar YAS juga menyedia semua materi – materi pelajaran atau untuk alat peragaan belajar. “Strategi persiapan materi pelajaran, telah didiskusikan setiap hari Jumat untuk materi pelajaran minggu depannya. Kami para staff pengajar akan membahas teori pelajaran dan soal – soal yang akan diberikan untuk anak – anak.

Hal ini supaya kami staff pengajar memiliki dasar dan persepsi yang sama ketika mengajari anak – anak didik kami” tutur penjelasan miss Dessi.

Dalam mengajar anak – anak tersebut, menurut miss Dessi harus diawali dengan kepedulian dan panggilan hati dari pengajar sebagai landasan dasar. Miss Dessi bertutur, “kan tidak semua anak – anak yang datang untuk belajar bersama kita itu dari latarbelakang yang sama semua. Mereka pasti memiliki kelebihan dan kekurangan yang beragam – ragam” sewaktu ditanya tentang sejauhmana kemampuan anak – anak dalam mengerti dan menerima pelajaran dikelompok belajarnya. Ada beberapa alasan lain yang diberikan oleh miss Dessi seputar kemampuan anak – anak didik mereka dalam menerima materi pelajaran di kelompok seperti: (1) Latarbelakang pendidikan mereka yang berbeda. Contohnya ada anak yang sudah kelas 3 SD tapi masih belum bisa membaca. Anak ini idealnya masuk kategori group II namun karena belum dapat membaca dengan baik sekali, kita harus memberikan pengertian kepada anak tersebut agar dia masuk kedalam group I. Bila dia sudah dapat membaca maka dia akan dipindahkan kembali kedalam group II. Staff yang mengajar juga harus memberikan dukungan yang lebih extra agar dia mampu mengikuti pelajaran yang sudah tertinggal, salah satu caranya adalah dengan memberikan teman kelompok kecil yang biasanya terdiri dari satu sampai dua orang untuk membantu atau memotivasi dirinya. (2) Ada beberapa anak yang tidak dapat langsung mengerti materi pelajaran yang dijelaskan dipapan tulis, maka staff pengajar harus mendatangi anak – anak yang dianggap lambat dalam menerima materi pelajaran tadi ketempat duduknya dan memberi bimbingan sedikit lebih extra, (3) Atau ada anak yang tidak terbiasa atau bahkan malu bertanya, staff pengajarnya harus mampu menimbulkan rasa percaya dirinya misalnya dengan mengajak untuk mengerjakan soal bersama satu orang temannya ke depan papan tulis dengan menghidari adanya perasaan dipermalukan. Untuk hal – hal seperti diatas tersebut seorang staff pengajar memang dituntut untuk memiliki perhatian dan extra kepekaan terhadap anak – anak didiknya, kalau tidak mereka akan merasa tidak ada perbedaan antara belajar di kelompok belajar YAS ini dengan di sekolahnya.

Ketika ditanya oleh peneliti “apa yang menjadi strategi anda sebagai pengajar atau YAS sebagai lembaga yang melaksanakan program belajar ini

dalam meningkatkan minat belajar anak – anak agar tetap tertarik mengikuti kelompok belajarnya?” Sambil mengerutkan keningnya miss Dessi menjelaskan “Sebenarnya dari YAS sendiri, strategi kami adalah dengan mengajarkan materi pelajaran tersebut semenarik mungkin misalnya membuat alat – alat peraga, memotivasi mereka untuk berdiskusi dalam kelompok yang lebih kecil, memberikan hadiah apabila prestasi belajar mereka dan tingkat kehadiran baik per triwulan, mengundang beberapa tamu dari luar kota bahkan tamu “bule” untuk mengajar mereka dan sebagainya, begitu” Selain hal – hal diatas, ternyata miss Dessi juga memiliki strategi sendiri dalam meningkatkan minat belajar anak – anak didiknya. Beliau mengungkapnya ada beberapa hal yang dia terapkan seperti; menimbulkan rasa nyaman untuk anak – anak dapat menganggap dirinya sebagai kawan dekat (akrab) bukan menempatkan diri sebagai seorang “guru” yang harus ditakuti dan mencari tahu apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan anak – anak didiknya. Apabila kecocokan telah timbul maka rasa keinginan untuk mendengarkan dan ketertarikan akan materi pelajaran juga pasti akan terjadi, ungkap miss Dessi sembari dengan tersenyum.

Program belajar YAS ini, juga ternyata telah memiliki strategi dalam mengevaluasi bagaimana anak – anak didik mereka dalam menerima dan mengerti pelajaran, melihat bagaimana perubahan minat mereka terhadap pelajaran yang diberikan. Setiap ada pertemuan kelompok belajar, anak – anak peserta kelompok belajar akan diabsen satu per satu, apabila ada anak yang beberapa kali tidak datang, maka staff pengajar akan memfollow up kepada keluarga atau sebelumnya, staff pengajar mereka akan memberikan tugas kepada teman sekelompok anak yang sering absen tersebut untuk mengajaknya kembali ikut bergabung, apabila masih belum datang, maka barulah staff pengajar mengunjungi kerumah anak tersebut dan berdiskusi dengan orang tua mereka. Anak – anak juga akan mendapat nilai rapot per triwulan, untuk mengetahui bagaimana hasil kerajinan mereka dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan selama tiga bulan terakhir dan juga kerajianan dalam kehadiran. Untuk tiga orang yang nilainya diatas rata – rata (nilai standar yang dipakai oleh YAS), maka mereka akan mendapat hadiah sebagai imbalan hasil kerajinan mereka.

Nama Informan : Siti Amini Informan 11

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Staff Pengajar YAS Lama Bekerja : ± 3 Tahun

Miss Siti biasa panggilan anak – anak buat ibu yang sudah mengabdi di yayasan Abdi Satya ini selama lebih dari tiga tahun. Miss Siti bergabung dengan team YAS mulai tahun 2009 hingga saat ini. Walaupun Miss Siti sudah berkeluarga dan memiliki tiga orang anak dan berusia 40-an tahun lebih, beliau lebih memilih untuk dipanggil miss Siti oleh anak – anak didik dan rekan sekerjanya.

Miss Siti berasal dari penduduk lokal salah satu desa di kecamatan Perbaungan, tepatnya berasal dari desa Sementara. Miss Siti bergabung dengan YAS juga karena beliau begitu senang dengan anak – anak. Selain menjadi staff pengajar di YAS, beliau dan suami membuka kelas pengajian gratis buat anak – anak disekitar rumah mereka di malam hari. Kesibukan sebagai seorang istri, ibu dari tiga orang anak, dan juga guru mengaji, tidak mengurangi semangat Miss Siti membagi ilmu dan waktunya untuk anak – anak di desa – desa terpencil dalam meningkatkan kualitas anak – anak yang adalah cikal bakal penerus perubahan bagi penduduk di kecamatan Perbaungan juga sebagai generasi bangsa Indonesia. Menurut miss Siti, banyak sekali anak – anak di desa khususnya anak perempuan berakhir dengan pernikahan yang masih sangat muda dan sebagai istri yang hanya bisa memasak tanpa memiliki bekal pengetahuan, “bahkan sampai ada anak perempuan yang menikah masih umur 14 tahun, coba miss bayangkan” sembari menatap wajah peneliti dengan kesedihannya tersendiri. Dengan dorongan tersebutlah, miss Siti memutuskan untuk bergabung dengan team YAS.

Menurut miss Siti, keberadaan YAS ini sangat menolong sekali dalam perubahan sikap dan mental penduduk di sekitar kecamatan Perbaungan ini. Selain memberikan program tentang penggunaan Biosand Filter, beberapa penyuluhan tentang pertanian dan sanitasi dan YAS juga memiliki program pendidikan anak – anak, “Jadi YAS memang sudah menjadi mitra atau agen perubahan bagi kami penduduk disini” ungkap miss Siti.

Menurut miss Siti, metode yang YAS miliki untuk melaksanakan program bantuan belajar ini sudah cukup baik. Dimulai dari pendekatan terhadap keluarga hingga ke anak – anak yang didik, membuktikan YAS memiliki visi dan komitmen dalam membantu pendidikan anak – anak dari dasar kepada tingkatan yang lebih baik. “Kami, YAS memiliki kekhususan tersendiri dalam mengajar anak – anak didik kami” ungkap miss Siti. Sembari memaparkan pendekatan yang dimaksud adalah rasa hormat yang ditanamkan bukanlah rasa hormat yang “terpaksa” namun keterbukaan bagi semua anak – anak untuk menganggap staff pengajar YAS lebih kepada hubungan persahabatan bukanlah “guru” seperti di sekolah. Hal ini tentunya akan menimbulkan rasa keterbukaan bagi anak – anak untuk datang dengan bebas bertanya atau berdiskusi dengan staff pengajarnya tanpa ada rasa sungkan atau malu. Istilah yang diberikan oleh miss Siti adalah “Guru digugu ditiru” ungkapan yang memiliki arti “Guru didengar bicaranya ditiru perbuatannya” itulah sebabnya panggilan “miss” menjadi penjembatani bagi komunikasi yang nyaman dan menyenangkan buat anak – anak, tutur miss Siti.

Ketika diwawancarai tentang kemampuan anak – anak dalam menerima materi pelajaran di kelompok belajar, miss Siti menjelaskan bahwa umumnya anak – anak yang ada dikelompok belajar bisa dikategorikan 50% mengerti dan menerima pelajaran dengan baik. Selebihnya berarti membutuhkan perhatian dan bimbingan extra dari staff pengajar itu sendiri. Sebelum materi pelajaran dibagikan sebenarnya sudah disesuaikan dengan tingkat kemampuan si anak dalam mengerti materi tersebut beserta soalnya. Faktor kehadiran juga sangat menentukan anak tersebut dapat mengikuti pelajaran atau tidak. Faktor lain yang juga penting diperhatikan adalah bagaimana si anak belajar ketika di sekolah. Menurut miss Siti, tidak semua sekolah di desa – desa meraka memiliki fasilitas yang memadai bahkan tergolong tidak berbobot, misalnya kalau hujan guru – guru dan siswa –siswanya tidak masuk sekolah. Miss Siti percaya “Selemah apapun anak itu pasti masih ada potensi yang lain dalam dirinya. Hal paling penting adalah masih ada keinginan untuk mencoba” ungkapnya. Contoh yang diberikan oleh miss Siti misalnya belajar berhitung dengan menggunakan “hitung tangan” untuk yang lemah perkalian Matematika.

Untuk mendapatkan media yang saat ini dipergunakan oleh YAS masih tergolong sederhana dan disesuaikan dengan kondisi. Misalnya pemilihan tempat untuk belajar, “kami hanya bisa melaksanakan proses belajar mengajar bila ada warga yang sukarela memberi tumpangan rumah atau teras atau halaman untuk anak – anak dapat belajar, alhamdullilah masih semua tercukupkan.” Dari YAS sendiri, mereka menyediakan materi pelajaran yang sudah difotocopy dan dipersiapkan seminggu sebelumnya beserta soal – soal yang harus dikerjakan oleh anak – anak dikelompok masing – masing. YAS menyediakan bahan – bahan praktek atau peraga untuk materi – materi pelajaran tertentu, misalnya alat peraga untuk menjelaskan bangun datar atau bangun ruang, atau tentang “Direction (Petunjuk Arahan)” untuk materi Bahasa Inggris dan lain – lainnya.

Tidak berbeda jauh dengan penjelasan yang diberikan oleh miss Dessi sebelumnya, sebagai seorang pengajar, miss Siti memiliki strategi sendiri dalam mengajar anak didiknya. Walaupun YAS memiliki strategi umum yang diberikan sebagai program – program menarik perhatian dan minat anak – anak peserta kelompok belajar, ternyata hal yang menentukan adalah bagaimana para staff pengajar YAS menjalin hubungan komunikasi yang baik dan berinteraksi dengan anak – anak tersebut. Miss Siti sendiri sering bertanya pada diri sendiri “apa ya yang bisa membuat anak – anak tersebut dapat berprestasi dengan baik?”

Dengan menjelaskan beberapa hal yang menurut beliau dapat dijadikan tolak ukur antara lain: (1) Kehadiran anak tersebut. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk memikat hati si anak agar selalu datang pada pertemuan kelompok belajar. Salah satunya adalah menjalin hubungan emosional yang menyenangkan dengan si anak. Hal ini untuk menimbulkan kerinduaanya tetap datang ke kelompok belajarnya. (2) Menimbulkan rasa ingin tahu dari diri si anak tersebut. Bila rasa ingin tahu ini ada, maka si anak akan terpacu untuk bertanya lebih banyak baik kepada miss yang mengajar atau kepada teman sekelompoknya. (3) Kebiasaan untuk berdiskusi dengan teman harus dikembangkan. Sedangkan dari YAS sendiri, ada beberapa event – event penting yang dirayakan dengan perlombaan diantara kelompok belajar, menciptakan kenyamaan belajar diantara anak – anak hingga ke dalam bentuk persahabatan “biasanya kawan akan mempertahankan kawannya” ujar miss Siti.

Nama Informan : Juita Pasaribu Informan 12

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Koordinator Program Belajar Anak (CDP) Lama Bekerja : ± 5 Tahun

Menjadi seorang koordinator dalam program belajar anak bagi wanita kelahiran 1982 ini, adalah suatu panggilan hati, tidak hanya sekedar mensukseskan program kerja jauh diatas itu adalah bagaimana menjadi “agent of the change” (Agen Perubahan) bagi orang – orang disekitar kita, tutur miss Juita Pasaribu.

Awalnya dimulai dari minat beliau yang suka kepada anak – anak, yang kemudian berkembang menjadi panggilan hati dan tanggung jawab atas pertanyaan yang sering bergejolak dipikirannya “mau kemana ya nanti anak – anak ini jadinya?” Kondisi penduduk yang masih terbilang kekurangan dan kondisi sekolah yang masih jauh di bawah kualitas sekolah – sekolah yang ada di kota Medan, Sumatra Utara. Miss Juita, memulai pengabdian sebagai seorang kakak pembimbing bagi beberapa anak yang memintanya membantu mereka mengerjakan tugas – tugas sekolah. Pada saat itu, beliau bekerja di yayasan Abdi Satya sebagai karyawan kantor bagian administrasi. Karena kecintaannya yang begitu besar, semakin hari anak – anak yang ingin belajar dengan beliau semakin banyak. “Saya ingat waktu itu hanya tiga orang anak, semakin lama semakin banyak menjadi lima belas orang anak. “Saya ingat, saya menggunakan sebagian uang tabungan pribadi saya untuk membeli beberap bahan – bahan materi seperti buku tambahan, papan tulis dan beberapa alat peraga sederhana agar anak – anak itu tertarik untuk terus belajar” ungkap miss Juita sembari mengenang masa dimana beliau memulai pelayanannya ini. Yang ternyata pada akhirnya menjadi program yang sungguh – sungguh membawa perubahan tidak hanya bagi anak – anak desa dimana pertama kali miss Juita memulai, tetapi sekarang lebih banyak desa dan lebih banyak anak. Dari data yang diperoleh peneliti sekarang telah ada 8 desa (dusun) dengan lebih dari 220 anak yang didik dan dibimbing oleh YAS.

Sharing tentang bagaiman metode pelajaran yang diberikan kepada anak – anak peserta kelompok belajar, miss Juita menjelaskan bahwa semua bahan pelajaran yang diberikan berdasarkan kurikulum sekolah. Dari buku – buku

pelajaran sekolah, materi dan topik yang dari buku pelajaran tersebut dimodifikasi kedalam suatu materi yang lebih menarik bagi anak – anak. Materi pelajaran juga harus disesuaikan dengan anak – anak yang mengikuti kelompok belajar, “kan tidak semua anak memiliki kemampuan belajar yang sama, jadi kami dari awal harus tahu dahulu bagaimana si anak tersebut, dan kemudian menempatkannya pada group yang sudah disetarakan kemampuan rata – rata mereka” ungkap beliau. Metode yang diberikan mengikuti pola “Dasar  Kreativitas  Innovasi” Apabila dalam lapangan didapati anak – anak merasa berat dengan materi yang diberikan minggu itu, maka minggu berikutnya melalui evaluasi minggu kami akan menurunkan tingkat kesulitan namun bukan berarti menurunkan kualitas materi kami, tambah miss Juita. Hal yang paling menarik bagi peneliti adalah ketika mendapati bahwa kepekaan staff – staff pengajar terhadap kebutuhan anak – anak cukup tinggi. Faktor ini merupakan kunci bagaimana memenangkan si anak dalam menarik perhatian dan minat belajarnya.

Dalam penyedian media pembelajaran, YAS tidak dapat memiliki keterbatasan. Seperti yang telah dipaparkan oleh kedua informan sebelumnya yaitu miss Dessi dan miss Siti, bahwa lokasi untuk tempat belajar disediakan oleh masyarakat desa atau dusun dimana program belajar dilaksanakan. Sedangkan untuk staff pengajar serta bahan – bahan untuk belajar disediakan oleh team YAS,

Dokumen terkait