5. MENIKMATI DAGING HALAL
5.2 HCP Penanganan Daging
Semua kaidah penyembelihan diatas menjadi Halal Control Points (HCP) dalam pengolahan meat and poultry. Menyangkut seluruh proses pengolahan
secara umum di rumah potong hewan (RPH), Halal Control Points selengkapnya menurut Riaz and Chaudry (2004) adalah sebagai berikut.
HCP 1 → Hewan yang disembelih haruslah hewan yang halal seperti domba, sapi, kambing, ayam atau burung. Hewan yang haram disembelih seperti babi tidak menjadi halal meskipun cara penyembelihannya mengikuti cara yang halal.
HCP 2 → Islam mengajarkan untuk berbuat baik pada binatang sehingga binatang harus diperlakukan dengan baik dan tidak mengalami stres. Setibanya di rumah potong, hewan harus diistirahatkan terlebih dahulu dengan makanan dan minuman yang cukup sebelum disembelih. Penulis tambahkan bahwa pada titik ini praktek meng-gelonggong tidak bisa diterima secara islami.
HCP 3 → Penyembelihan hewan lebih baik tanpa melakukan pemingsanan (stunning). Bila stunning dilakukan maka harus dipastikan bahwa hewan dalam keadaan hidup setelah stunning sebelum penyembelihan dilakukan. Metode
stunning yang biasa digunakan adalah captive bolt stunning, electric stunning, mushroom-shaped hammer stunner (direkomendasikan untuk substitusi captive bolt stunning), dan carbon dioxide stunning atau gassing (tidak direkomendasikan).
Halal Control Points pada Pemrosesan Meat and Poultry
Sumber : Riaz and Chaudry (2004)
HCP 4 → Alat yang digunakan harus tajam dan proporsional dengan ukuran hewan yang akan disembelih. Penyembelihan dianjurkan dilakukan dengan sekali potong sehingga menimbulkan efek anastetik pada hewan yang disembelih.
HCP 5 → Penyembelih haruslah orang islam baik laki-laki ataupun perempuan yang berakal sehat dan terlatih melakukan pemyembelihan. Penyembelih ini tidak boleh weak at heart alias jantungan.
HCP 6 → Penyembelihan haruslah memotong kerongkongan, tenggorokan, arteri
carotid dan vena jugularis, serta tanpa menyentuh tulang belakang (spinal cord).
HCP 7 → Tasmiyah dilakukan sambil memotong kerongkongan. Cukup dengan membaca “Bismillah” sekali saja. Namun biasanya untuk hewan yang lebih besar seperti sapi atau kambing, tasmiyah dilakukan dengan membaca “Bismillahi Allahu Akbar” tiga kali.
HCP 8 → Tidak boleh memotong-motong tubuh hewan sebelum hewan tersebut benar-benar tidak bernyawa. Bisanya setelah darah keluar dan jantung berhenti berdetak, barulah hewan tersebut dikuliti dan diambil jeroannya untuk seterusnya dilakukan pemisahan tulang dan daging.
HCP 9 → Pengemasan dilakukan menggunakan bungkus dan boks yang bersih kemudian diberi label halal sebagai penunjuk bahwa produk ini merupakan produk halal.
Konsep HCP diatas bisa disesuaikan kembali atau pun disederhanakan secara spesifik pada masing-masing perusahaan. Hal ini bisa kita lihat contoh HCP pada rumah potong ayam berikut.
Halal Control Points (*) pada Sebuah Perusahaan Rumah Potong Ayam (RPA) Sumber : Estuti (2005)
Dijelaskan Estuti (2005), bahwa penerimaan ayam hidup (unloading) menjadi haram critical control point atau HCP 1 pada tahap proses produksi daging ayam, karena ada kemungkinan ayam yang dikirim mati. Bila pengawasan ayam mati terlewatkan pada waktu penerimaan ayam, maka yang masuk dalam proses produksi adalah bangkai dan produk menjadi tidak halal. Namun penyebab keharaman ini dapat dicegah dengan adanya upaya pencegahan dengan melakukan
pemeriksaan ante mortem oleh petugas produksi/ QC, sehingga ayam yang mati dapat dipisahkan.
Pemingsanan (stunning) menjadi HCP 2, karena pada tahap ini ada kemungkinan ayam mati karena voltase stunner yang terlalu tinggi. Stunning yang dilakukan untuk ayam biasanya electric stunning. Tahap ini dapat dicegah dengan melakukan pengontrolan tegangan dan arus listrik oleh petugas produksi/QC. Pengawasan selalu dilakukan dengan pengontrolan kondisi ayam hidup setelah
stunning, jika ditemukan ayam mati maka akan dipisahkan, dihitung dan
dimusnahkan.
Penyembelihan (killing) menjadi HCP 3, karena tahap penyembelihan memerlukan persyaratan penyembelih ayam (killerman) adalah seorang muslim yang sudah terlatih dalam melakukan penyembelihan. Bila penyembelih adalah orang yang tidak terlatih dan bukan muslim, bisa menyebabkan hasil penyembelihan yang kurang sempurna atau tidak sesuai dengan syari‟at Islam, sehingga ayam tersebut dapat dikatagorikan bangkai. Hal ini dapat dicegah dengan mengawasi kondisi ayam setelah penyembelihan. Pada penyembelihan ayam yang menggunakan mesin, ditugaskan satu atau dua orang personel yang bertugas menyembelih ayam jika ada ayam yang luput dari mesin dan belum tersembelih.
Penirisan darah menjadi haram HCP 4, penyebab ketidakhalalannya adalah karena darah tidak keluar tuntas dan darah yang tertinggal di dalam tubuh ayam merupakan najis. Sehingga darah harus keluar secara tuntas dari karkas.
Selain control point pada tahap produksi, control point lainnya lainnya berlaku untuk air yang digunakan pada proses produksi tersebut. Hal ini dikarenakan air yang digunakan dalam produksi daging ayam dapat tercemar najis atau kotoran. Bila air terkontaminasi najis, maka air tersebut akan mencemari daging ayam selama proses produksi. Air yang digunakan harus dijamin bersih dan tidak terkena najis.
Menurut Riaz dan Chaudry (2004), pada industri pengolahan meat and
poultry, setelah memastikan daging tersebut berasal dari sumber yang halal,
peralatan yang digunakan menjadi halal control point selanjutnya jika industri tersebut juga mengolah produk non-halal. Peralatan harus dibersihkan terlebih dahulu jika akan digunakan untuk produk halal sehingga tidak terjadi kontaminasi silang. Namun karena tidak mungkin untuk membersihkan peralatan dari lemak babi, oleh karena itu produk babi harus terpisah secara mutlak dari peralatan produk halal.
Ingridient produk olahan daging menjadi halal control point karena
banyaknya ingridient yang statusnya non-halal. Patut diperhatikan pula halal
control point untuk produk olahan daging yang menggunakan casing seperti sosis
baik edible casing ataupun non-edible casing. Berdasarkan asalnya ada 3 jenis
casing yang biasa dipakai yaitu :
Natural casing, casing ini terbuat dari usus binatang seperti domba, sapi, kambing atau pun babi. Casing dari babi tidak boleh dipakai untuk produk halal. Casing untuk produk halal harus berasal dari binatang halal yang juga disembelih secara halal.
Collagen casing, casing ini terbuat dari kulit lembu atau kulit babi. Sama seperti natural casing, casing dari babi tidak boleh dipakai untuk produk halal dan casing yang digunakan harus berasal dari binatang halal yang juga disembelih secara halal.
Cellulosa casing, casing ini adalah non-edible casing. Biasa dibuat dari selulosa tumbuhan dengan menggunakan bahan lain seperti glicerin. Status glicerin ini bersifat syubhat sehingga jika akan menggunakan cellulosa casing baiknya gunakan yang sudah tersertifikasi halal.
Saat ini juga ada jenis kulit sosis artifisial lainnya yang berbahan polyamide dan polivinilidena klorida (PVDC). Bahan polyamide bisa digunakan untuk produksi sosis yang dimasak secara perebusan pada suhu pasteurisasi, sedangkan polivinilidena klorida digunakan untuk sosis yang tidak memerlukan ruang pendingin untuk memasarkannya atau yang disebut sebagai “retort” sosis (Setiawan, 2010). Meski sudah sesuai untuk produk pangan atau food grade, hal perlu diperhatikan pada polyamide dan polivinilidena klorida adalah proses pembuatannya yang berbasis industri plastik. Pada proses tersebut biasanya digunakan zat additif atau lubricant. Zat additif dan lubricant bisa berstatus syubhat bahkan haram seperti senyawa stearat.