• Tidak ada hasil yang ditemukan

HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT ANTITUBERKULOSIS

Dalam dokumen Rudi Satriawan S6006003 (Halaman 32-38)

Penyebab TB diketahui lebih dari satu abad dan selama hampir 50 tahun sudah ditemukan berbagai macam obat yang efektif untuk mengatasi, tetapi masalah TB dunia sekarang lebih besar dari sebelumnya. Hal ini diperkirakan karena hubungan antara TB

dengan infeksi HIV serta terjadinya multiple drug resistant tuberkulosis (TB-MDR).36

Efek samping dan toksisitas obat juga ancaman untuk dokter dan pasien dalam melanjutkan terapi.16

Efek Hepatotoksik Obat Antituberkulosis

Kebanyakan obat antituberkulosis larut dalam lemak dan eliminasinya memerlukan biotransformasi menjadi senyawa larut dalam air. Biotransformasi tersebut sebagian besar terjadi pada fase hepatik I dan II yang memerlukan enzim biotransformasi. Reaksi fase I terjadi oksidasi atau demetilasi, dilakukan oleh enzim

cytochrome P-450 (CYP-450). Hasil oksidasi obat tidak terlalu larut dalam air dan

membutuhkan metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase I sering menghasilkan metabolit toksik. Sebagian besar senyawa larut dalam air diikat oleh glukoronidasi atau sulfat menghasilkan metabolit non-toksik yang mudah dieliminasi pada reaksi fase II. Tahap

metabolik untuk detoksifikasi melibatkan glutathione, yang mengikat senyawa beracun

commit to user

Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2012

19

Isoniazid

Isoniazid merupakan hidrazid dari isonicitinic acid, menghambat sintesis

mycolic acid komponen penting dinding sel mikobakteri. Isoniazid mudah diabsorbsi

pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam

setelah pemberian per oral. Isoniazid mengalami asetilasi di hati dan kecepatan metabolisme isoniazid dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna

mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan waktu paruh.37,38 Tingkat asetilasi manusia

ditentukan secara genetik dan dibagi menjadi asetilasi tipe lambat dan cepat.17

Keterlibatan arus asetilasi pada toksisitas isoniazid masih kontroversial. Penelitian awal menunjukkan bahwa asetilator cepat lebih rentan terhadap perkembangan

antituberculosis drug-induced hepatotoxicity (ATDH). Penelitian terbaru menunjukkan

pada asetilator lambat berkembang ATDH lebih sering dan juga lebih berat dibanding asetilator cepat. Asetilasi lambat lebih banyak isoniazid terhidrolisis langsung menjadi

hidrazin dan asetilhidrazin yang dapat diubah menjadi hidrazin.14,17

Penggunaan isoniazid pada penderita yang menunjukkan kelainan fungsi hati akan menyebabkan bertambah parahnya kerusakan hati. Umur merupakan faktor yang sangat penting untuk memperhitungkan risiko efek toksik isoniazid pada hati. Kerusakan hati jarang terjadi pada penderita yang berumur dibawah 35 tahun. Kelainan terbanyak adalah enzim transaminase yang meningkat. Hepatitis karena pemberian

isoniazid terjadi 4-8 minggu setelah pengobatan dimulai.37,38

Hepatotoksisitas karena isoniazid bukan hasil dari hipersensitivitas atau reaksi alergi dan paling mungkin disebabkan oleh metabolit toksik. Hepatotoksisitas karena isoniazid dianggap idiosinkratik. Reaksi idiosinkratik dapat mempengaruhi setiap sistem organ dengan dimediasi Imunoglobulin E. Merupakan sindrom reaktif metabolit yaitu metabolit reaktif yang dihasilkan lebih berperan dibanding obat itu sendiri.

Sindrom reaktif metabolit dapat pulih pada sebagian besar penderita.14

Jalur metabolik utama metabolisme INH adalah asetilasi oleh enzim hati N-acetyl transferase 2 (NAT2). Isoniazid terasetilasi menjadi asetilisoniazid dan kemudian terhidrolisis menjadi asetilhidrazin dan asam isonikotinat. Asetilhidrazin kemudian

commit to user

Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2012

20

terasetilasi menjadi hidrazin, atau menjadi diasetilhidrazin, seperti terlihat pada

gambar 3.14,17

Isoniazid sebagian kecil secara langsung dihidrolisis menjadi asam isonikotinat dan hidrazin. Sebagian besar penelitian sebelumnya telah difokuskan pada hipotesis bahwa asetilhidrazin adalah metabolit toksik isoniazid. Penelitian terbaru menyatakan bahwa hidrazin kemungkinan besar menjadi penyebab hepatotoksisitas. Toksisitas hidrazin telah digambarkan sejak awal tahun 1908 dan diketahui menyebabkan

kematian sel yang irreversible. Kerusakan hati yang terjadi dapat menjadi progresif dan

menyebabkan hepatitis fatal pada beberapa pasien.14,16

Gambar 3. Metabolisme isoniazid Dikutip dari (14)

Rifampisin menunjukkan peningkatan reaksi idiosinkratik metabolik

hepatoselular pada pasien yang mendapat isoniazid, mungkin oleh peningkatan pembentukan metabolit toksik isoniazid. Secara histopatologi terlihat perubahan

commit to user

Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2012

21 nonspesifik menyerupai hepatitis virus dengan nekrosis nonzonal, dan masif pada lebih

dari 10% kasus berat. Subacute hepatic necrosis dapat terlihat pada 30% kasus.17

Penelitian terhadap genetik manusia menunjukkan bahwa pasien dengan

homozigot cytochrome P450 2E1 c1/c1(CYP2E1 c1/c1) host gene polymorphisme,

yang memiliki peningkatan aktivitas cytochrome P450 2E1, memiliki risiko hepatotoksisitas lebih tinggi, khususnya asetilator lambat. Genetik CYP2E1 c1/c1 dikaitkan dengan aktivitas gen CYP2E1 yang lebih tinggi dan dapat menyebabkan produksi hepatotoksin yang lebih tinggi. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa isoniazid dan hidrazin menginduksi aktivitas CYP2E1. Isoniazid memiliki efek inhibisi terhadap aktivitas CYP1A2, 2A6, 2C19, dan 3A4.57. Gen CYP1A2 diperkirakan terlibat dalam detoksifikasi hidrazin. Isoniazid dapat menginduksi toksisitasnya,

kemungkinan disebabkan oleh induksi atau inhibisi enzim-enzim di atas.14,17

Rifampisin

Rifampisin adalah antibiotik derivat rifamisin dihasilkan oleh Steptomyces

mediterranei terutama digunakan sebagai obat anti tuberkulosis. Kadar puncak dalam

plasma tercapai setelah 2-4 jam pemberian rifampisin per oral. Rifampisin setelah diserap dari saluran cerna cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Obat ini cepat mengalami deasetilasi sehingga dalam waktu enam jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk diasetil rifampisin yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Waktu paruh eliminasi rifampisin bervariasi antara 1,5 – 5 jam dan memanjang bila ada kelainan fungsi hati. Penderita tuberkulosis mengalami efek toksik kurang dari 4% dengan pemberian dosis biasa.

Efek samping paling sering muncul adalah ruam kulit, demam, mual, dan muntah.38

Jalur utama metabolisme rifampisin adalah deasetilasi menjadi deasetil rifampisin dan secara terpisah terhidrolisis menghasilkan rifampisin 3-formil. Rifampisin dapat menyebabkan disfungsi hepatoselular pada awal pengobatan yang

sembuh tanpa penghentian obat. Mekanisme rifampisin-induced hepatotoxicity tidak

commit to user

Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2012

22

Rifampisin mengaktifkan hepatocyte pregnane X receptors, menyebabkan

induksi sitokrom. Rifampisin juga menginduksi uridine

diphosphate-glucuronosyl-transferase dan transport P-glycoprotein yang terlibat dalam metabolisme obat lain.

Rifampisin adalah penginduksi kuat sistem sitokrom P-450 hepatik pada hati dan usus

sehingga meningkatkan metabolisme banyak senyawa lain. Penggunaan kombinasi rifampisin dan isoniazid dihubungkan dengan peningkatan risiko hepatotoksisitas.

Rifampisin menginduksi isoniazid hidrolase sehingga plasma half life acetyl isoniazid

diperpendek dan cepat berubah menjadi metabolit aktif. Produksi hidrazin lebih cepat dan lebih banyak ketika rifampisin dikombinasikan dengan isoniazid (terutama pada asetilator lambat), maka terjadi toksisitas yang lebih tinggi. Pajanan hidrazin

menyebabkan pengurangan adenosine triphosphate (ATP), menghambat enzim

mitokondrial succinate dehydrogenase yang mengurangi fungsi mitokondria.

Selanjutnya hidrazin menyebabkan toksisitas dengan terlibat dalam sejumlah proses

metabolik seperti glukoneogenesis dan glutamine synthetase. Metabolisme hidrazin

diperkirakan meliputi produksi radikal bebas yang menginduksi toksisitas selular baik oleh ikatan kovalen pada makromolekul jaringan atau dengan menginisiasi proses autooksidatif seperti peroksidasi lipid in vivo. Integritas sel dipengaruhi oleh stress oksidatif ketika produksi oksidan aktif melebihi mekanisme pertahanan antioksidan. Penambahan hidrazin menginduksi peningkatan pembentukan ROS kemudian disfungsi mitokondria dan atau menghambat sistem antioksidan. Rifampisin juga berinteraksi dengan obat anti retroviral dan mempengaruhi tingkat plasma obat-obatan serta risiko hepatotoksik.14,17-19

Pirazinamid

Waktu paruh (t½) pirazinamid lebih panjang dibanding isoniazid atau rifampisin,

mendekati 10 jam. Pasien dengan penyakit hepatik, t½ meningkat menjadi 15 jam.

Pirazinamid sebagai turunan asam nikotinik, dideamidasi menjadi pyrazinoic acid di

dalam hati dan sebagian dimetabolisme menjadi 5-hydroxy-pyrazinoic acid oleh xantine

commit to user

Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2012

23 mungkin dibentuk selama metabolisme pirazinamid. Pirazinamid mudah diserap di usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresi pirazinamid terutama melalui filtrasi

glomerulus. Pyrazinoic acid aktif mengalami hidroksilasi menjadi hydroyirazinoic acid

yang merupakan metabolit utama. Ginjal membersihkan metabolit pirazinamid, diperlukan intermittent dosing pada pasien insufisiensi renal.4,17

Efek samping utama pirazinamid adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas

dapat terjadi sesuai dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama terapi.16

Mekanisme toksisitas karena pirazinamid tidak diketahui. Enzim yang berperan dalam toksisitas pirazinamid, dan apakah toksisitas disebabkan oleh pirazinamid atau metabolitnya juga tidak diketahui. Pirazinamid menghambat aktivitas beberapa isoenzim sitokrom P-450 (2B, 2C, 2E1, 3A) pada tikus tetapi penelitian di mikrosom hati manusia menunjukkan bahwa pirazinamid tidak memiliki efek inhibisi terhadap

isoenzim sitokrom P-450.14 Pirazinamid menurunkan kadar nicotinamide acetyl

dehydrogenase pada hati tikus, hal ini mungkin menghasilkan spesies radikal bebas

yang diperkirakan berperan dalam mekanisme cidera untuk isoniazid dan pirazinamid, sebab ada beberapa persamaan dalam struktur molekuler. Pasien yang sebelumnya mendapat reaksi hepatotoksik dengan isoniazid mendapat reaksi lebih berat dengan

pemberian rifampisin dan pirazinamid.17

Etambutol

Etambutol dilaporkan tidak memiliki efek hepatotoksik, tetapi ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan etambutol dalam pengobatan TB. Tes fungsi hati abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan etambutol

dikombinasi dengan OAT lain. Kombinasi ini yang menyebabkan hepatotoksisitas.16

Etambutol diserap ke dalam saluran pencernaan sebanyak 70-80% pada pemberian secara oral. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Waktu paruh eliminasi 3-4 jam. Lima puluh persen etambutol yang dikonsumsi, diekskresi dalam bentuk asal melalui urin, 10% sebagai metabolit, berupa derivat aldehid dan asam karboksilat dalam waktu 24 jam. Etambutol jarang

commit to user

Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2012

24 menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB/hari menimbulkan efek toksik yang minimal. Dosis ini kurang dari 2% penderita akan mengalami efek samping

yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, dan demam.38

Streptomisin

Waktu paruh streptomisin pada orang dewasa normal 2-3 jam dan dapat sangat memanjang pada penderita gagal ginjal. Hampir semua streptomisin berada dalam plasma setelah diserap dari tempat suntikan. Streptomisin diekskresi melalui filtrasi glomerulus. Sekitar 50-60% dosis streptomisin yang diberikan secara parenteral diekskresi dalam bentuk utuh dalam waktu 24 jam pertama. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada penderita, streptomisin dilaporkan tidak memiliki efek hepatotoksik.

6,14,19,24

2.7. MANIFESTASI KLINIS HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT ANTI

Dalam dokumen Rudi Satriawan S6006003 (Halaman 32-38)

Dokumen terkait