• Tidak ada hasil yang ditemukan

heran, karena Ash‘ath sebenarnya dalam hatinya tetap sebagai

Dalam dokumen Sejarah Peradaban Islam: Pendekatan tematik (Halaman 51-54)

kaum musyrik dan benci pada Islam sebagaimana terbukti termasuk kaum riddah pada zaman Abu> Bakr, kemudian bergabung kembali dengan Islam saat penaklukan Islam ke kawasan Kufah dengan motif penguasaan politik dan ekonomi.78 Lebih dari itu, dia pernah kecewa pada kebijakan Khalifah ‘Ali> dalam pemberantasan korupsi yang menimpa dirinya ketiga masih menjadi gubernur di kawasan Azarbaijan.

Tindakan Ash‘ath tersebut memperoleh perlawanan dari Bani> Tami>m yang dipimpin oleh ‘Urwah ibn Udayyah al-Hand}ali> dengan mengeluarkan pernyataan la> h}ukma illalla>h sambil melakukan tindakan kekerasan pada Ash‘ath dengan pedangnya sehingga marahlah t}a>’ifah Ash‘ath.79 Dalam hal ini, Ya’ku>bi> mencacat bahwa ketika Ash‘ath mendapat perlawanan dari Bani> Tami>m, Yamani>yah Kufah berpihak padanya sehingga hampir terjadi wali Bashrah, sejak 18H hingga 29H. Pada tahun 29H dipecat oleh Khalifah ‘Uthma>n tanpa sebab dan diganti oleh keluarga dekatnya. Maka, dia pindah dan tinggal di Kufah sehingga dicintai masyarat Kufah dan meminta pada ‘Uthma>n agar Ash‘ari> menjadi wali Kufah sebagai pengganti Sa‘id al-As{ al-Amawi>. ‘Uthma>n menolak usulan tersebut sehingga masyarakat Kufah memusuhi ‘Uthma>n. Posisi Abu> Mu>sá dalam Perang S{iffi>n bersikap netral, tidak memihak ‘Ali> dan Mu‘a>wiyah, al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Umam wa-al-Mulu>k, Juz I, 860.

78Welhausen, Ah}za>b Mu‘a>rad}ah Siya>si>yah Di>ni>yah fi> S{adr al-Isla>m, 12.

79Ketika ‘Ali> mengirim Abu> Mu>sá al-Ash‘ari> untuk melaksanakan

tahki>m datang dua tokoh Khawa>rij pada Ali>, yaitu Zur‘at ibn al-Burj al-T{a>’i> dan H}urqu>s} ibn Zuh}ayr. Keduanya berkata pada Ali>: la> h}ukma illalla>h, Ali> menjawabnya la> h}ukma illalla>h, H{urqu>s} menjawab: ‚bertaubatlah atas kesalahanmu, kembalilah bertempur hingga menjumpai Allah‛, ‘Ali> menjawab: ‚engkau menghendaki itu, tapi kamu menentangku‛. ‘Ali> menyitir ayat: ‚Penuhilah apabila kamu berjanji‛, maka H{urqu>s} menjawab: ‚ Itu dosa, hendaklah engkau bertaubat‛, al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Umam wa-al-Mulu>k, Juz I, 867.

peperangan antara keduanya. Atas dasar ini, Ya‘kubi> berpendapat

bahwa kasus tah}ki>m hakekatnya adalah konflik antara Arab Utara yang diwakili oleh Bani> Tami>m Bashrah dengan Arab Selatan yang diwakili oleh Yamani>yah Kufah.80 Dalam menghadapi gerakan kelompok Ash‘ath tersebut, Bani> Tami>m lainnya, yaitu Ah}naf ibn Qays al-Sa‘a>di>, Mu’khil ibn Qays al-Riya>hi>, dan dari kalangan qurra>’, di antaranya Mis’ar ibn Fada>ki> melakukan tindakan keluar (kharaja) atau memisahkan diri (infas}ala) atau menentang (‘itarada}) terhadap tah}ki>m dan menentang siapa saja yang terlibat di dalamnya.81

Pada saat Perang Jamal sebenarnya mereka telah kecewa pada Khalifah ‘Ali> berkaitan dengan persoalan harta rampasan perang yang tidak boleh dibagi, namun ketika itu belum manifes. Kekecewaan tersebut menjadi manifes ketika Khalifah ‘Ali> menuruti penghentian perang atas nama tah}ki>m yang diusulkan oleh pihak Mu‘a>wiyah. Kelompok manifes yang diawali oleh sikap perlawanan ‘Urwah ibn Udayyah pada Ash‘ath tersebut berkembang menjadi kekuatan oposisi terhadap kebijakan Tah}ki>m ‘Ali>. Kelompok perlawanan ini kemudian terkenal dengan sebutan Khawa>rij Muh}akkimah yang dipimpin oleh sejumlah tokoh utama, yaitu H}urqu>s} ibn Zuh}ayr al-Bajali al-Tami>mi> dan ‘Abdulla>h ibn Wah}ab al-Ra>zibi>. Di bawah kepemimpinan tokoh utama tersebut, pasukan yang berjumlah kurang lebih 12 ribu orang bergerak menuju Haru>rah, sebuah desa terletak 2,5 km dari Kufah sebagai

80Ibn Athi>r, al-Ka>>mil fi> al-Ta>ri>kh, Juz I, 325.

simbol tindakan oposisional terhadap kebijakan Tah{ki>m‘Ali>. Dengan menisbatkan pada nama desa tersebut gerakannya disebut haru>>ri>yah.82

Dari Haru>rah mereka bergerak ke Nahrawan dan menjadikannya sebagai pusat gerakan. Pada tanggal 10 Syawal 37 H mereka memproklamirkan diri sebagai Khawa>rij dalam sebuah konferensi yang dilakukan di rumah Zayd ibn H{us}ayn. Dalam konferensi di Nahrawan yang dihadiri oleh tokoh utama tersebut di atas mengambil keputusan strategis dalam dua hal. Pertama, mereka memilih dan membaiat ‘Abdulla>h ibn Wahha>b al-Ra>sibi> sebagai pemimpin Khawa>rij. Kedua, mereka merumuskan doktrin la> h}ukma illalla>h dan takfi>r yang melahirkan tindakan eksklusi bagi kelompok yang menerima tah{ki>m. Sebagaimana dicacat oleh T{abari> bahwa doktrin tersebut didasarkan pada al-Qur’an Surat al-An‘a>m, ayat 57 dan Surat Yu>suf, ayat 40 dan 67 sehingga kemudian mereka disebutnya sebagai Khawa>rij Muh{akkimah.83

Doktrin tersebut mencerminkan kedangkalan kognitif Khawa>rij dalam menafsirkan al-Qur’an sebagai dasar halalnya membunuh sehingga melahirkan tindakan oposisional yang cenderung anarkhis.84 Tindakan memaklumkan perang dan

82Khawa>rij Muh}akkimah disebut juga sebagai al-Shurra>h sebagainisbat pada makna membeli akhirat dengan pengorbanan diri sebagai persembahan pada Allah, lihat al-Shahrastani>, al-Milal wa-al-Nih}al,131.

83al-T{abari>, Ta>ri>kh al-Umam wa-al-Mulu>k, Juz I, 867; al-Baghda>di>, al-Farq bayna al-Fira>q,73.

84Achmad Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II, terjemahan Muchtar Yahya, dan Sanusi Latief (Jakarta: Jayamurni, 1971), 208-9.

Dalam dokumen Sejarah Peradaban Islam: Pendekatan tematik (Halaman 51-54)