• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Pelayanan Publik

II.7. Standar Pelayanan Publik

Setiap instansi/lembaga penyedia pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan. Standar pelayanan yaitu sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi layanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sedangkan bagi penerima pelayanan yaitu untuk memperoleh kepastian dalam proses pengajuan permohonan sesuai dengan kebutuhan setiap penerima pelayanan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik menjelaskan: Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 bahwa “Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan wajib ditaati oleh pemberi atau penerima layanan”. Komponen standar pelayanan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 21 sekurang-kurangnya meliputi:

a. Dasar hukum;

b. Persyaratan;

c. Sistem, mekanisme, dan prosedur;

d. Jangka waktu penyelesaian;

e. Biaya atau tarif;

f. Produk pelayanan;

g. Sarana, prasarana, atau fasilitas;

h. Kompetensi pelaksana;

i. Pengawasan internal;

j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan;

k. Jumlah pelaksana;

l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;

m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan

n. Evaluasi kinerja pelaksana.

PERMENPAN Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan membagi komponen standar pelayanan menjadi dua bagian. Komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi:

1. Persyaratan

2. Sistem, mekanisme, dan prosedur 3. Jangka waktu pelayanan

4. Biaya/tarif

5. Produk pelayanan

6. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan

Sedangkan komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan pelayanan di internal organisasi (manufacturing) meliputi:

1. Dasar hukum

2. Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas 3. Kompetensi pelaksana

4. Pengawasan internal 5. Jumlah pelaksana 6. Jaminan pelayanan.

7. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan.

8. Evaluasi kinerja pelaksana.

Nina Rahmayanty mengemukakan bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan, standar pelayanan tersebut sekurang- kurangnya meliputi:

a. Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

b. Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

c. Biaya pelayanan

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan

d. Produk pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

e. Sarana dan prasarana

Penyedian sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

f. Kompentensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan, penetapan, dan penerapan Standar Pelayanan sesuai dengan PERMENPAN Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan meliputi:

1. Sederhana

Standar pelayanan mudah dimengerti, mudah diikuti, mudah dilaksanakan, mudah diukur, prosedur jelas, dan biaya terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.

2. Partisipatif

Standar pelayanan yang partisipatif mengadung arti bahwa dalam penyusunan standar pelayanan melibatkan masyarakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan.

3. Akuntabel Akuntabel

Artinya segala sesuatu yang diatur dalam standar pelayanan harus dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.

4. Berkelanjutan

Berkelanjutan atinya standar pelayanan harus terus-menerus dilakukan perbaikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan melakukan inovasi pelayanan.

5. Transparansi

Transparansi artinya standar pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat

6. Keadilan

Keadilan artinya standar pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan dapat menjangkau semua masyarakat tanpa membeda-bedakan status ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.

Standar pelayanan diperlukan untuk mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dan memuaskan masyarakat. Standar pelayanan antara lain adanya dasar hukum dalam kegiatan pelayanan, prosedur pelayanan yang jelas, jangka waktu penyelesaian pelayanan yang jelas, prasarana, atau fasilitas pelayanan yang mendukung kegiatan pelayanan, kompetensi petugas pelayanan, pengawasan

internal, penanganan pengaduan, saran, dan masukan dalam kegiatan pelayanan, jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan, dan evaluasi kinerja pelaksana kegiatan pelayanan.

BAB III

PERIZINAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK

perizinan adalah suatu bentuk pelaksaanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan ini dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan suatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh oleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Dalam hal perizinan, yang berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat administratif, kaitannya adalah dengan tugas pemerintah dalam hal memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Dalam hal pelayanan publik, izin merupakan bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik.

Izin dapat berbentuk tertulis dan atau tidak tertulis, namun dalam Hukum Administrasi Negara izin harus tertulis, kaitannya apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diingikan, maka izin yang

berbentuk suatu keputusan adminstrasi negara (beschicking) dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pengadilan.

Izin yang berbentuk beschiking, sudah tentu mempunyai sifat konkrit (objeknya tidak abstrak, melainkan berwujud, tertentu dan ditentukan), individual (siapa yang diberikan izin), final (seseorang yang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu).

Selain itu aspek yang perlu dikedepankan dalam pemberian perizinan yaitu Praktik good governance dalam pelayanan publik agar mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaan masyarakat. Pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan perekonomian daerah perlu meningkatkan profesionalisme, termasuk penataan bidang perizinan guna meningkatkan pelayanan publik karena perizinan adalah elemen yang sangat diperhatikan para pelaku bisnis dalam menanamkan investasinya didaerah.

Dalam pelayanan dan pengurusan perizinan harus pula sejalan dengan Standar pelayanan publik. Menurut Pasal 1 Ayat 7 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009, Pelayanan Publik adalah tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada

masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas.

Terdapat beberapa hambatan sistem perizinan di Indonesia pada awal dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain belum adanya sistem perizinan yang baku, integratif dan komprehensif, banyaknya berbagai instansi yang mengeluarkan izin, tumpang tindihnya peraturan tentang perizinan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, perizinan hanya semata-mata dengan tujuan pemasukan bagi pendapatan daerah, serta masih banyaknya celah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam pengurusan perizinan di daerah.

Namun, sejak berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) No. 97 Tahun 2014, Perizinan di integrasikan kedalam satu dinas yang terdiri dari berbagai dinas teknis dalam satu pintu yang sering disebut Pelayanan Terpadu Satu Pintu. PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses, dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. Pada awalnya PTSP dibentuk untuk mempermudah izin usaha (easy doing bussiness) di Indonesia. Pada tingkat pemerintah daerah, dibuat berbagai peraturan yang lebih teknis yang memuat standar pelayanan dan standar operasional baik berupa peraturan walikota/peraturan bupati atau peraturan kepala dinas penanaman modal untuk memperlancar pelayanan izin-izin

teknis bagi masyarakat yang membutuhkan.

Adapun tujuan Perizinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pemerintah dan dari sisi masyarakat. Dari sisi pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah Untuk melaksanakan peraturan, apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak, dan sekaligus untuk mengatur ketertiban. Selain itu juga sebagai sumber pendapatan daerah, dengan adanya permohonan izin , maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah, karena setiap izin yang dikeluarkan, pemohon harus membayar retribusi lebih dahulu.

Dampaknya semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi yang tujuan akhirnya akhirnya adalah untuk biaya pembangunan.

Sedangkan dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah untuk adanya kepastian hukum, adanya kepastian hak dan untuk mudahnya mendapatkan fasilitas. Misalnya dalam hal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tujuan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ini adalah untuk melindungi kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang ditujukan atas kepentingan hak atas tanah.

Jadi, sebenarnya perizinan merupakan upaya pemerintah dalam menjalankan fungsi negara sebagai regulator (pengatur)

sekaligus upaya perlindungan warga negara terhadap hak individu, sehingga membutuhkan satu kesamaan kehendak dalam proses pelaksanaannya agar esensi pelayanan publik dapat diwujudkan. Jika terdapat kendala dan hambatan dalam proses pelaksanaannya maka tentu harus kembali berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semoga pelayanan publik dibidang perizinan dapat terus berbenah agar masyarakat yang dilayani dapat merasakan peran pemerintah dalam melayani kebutuhan rakyatnya.

III.1. Mekanisme Perizinan di indonesia

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP 24/2014) terdapat banyak perubahan fundamental baik proses dan syarat untuk mendirikan perusahaan maupun untuk mendapatkan izin usaha.

Sebelumnya pemerintah membuat sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk pengurusan izin usaha, namun hal tersebut menurut pemerintah masih kurang optimal.

Kemudian Indonesia melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian meresmikan Online Single Submission (OSS) sebagai sistem yang mempermudah para pelaku bisnis dalam melakukan pengurusan perizinan usahanya.

BAB IV

ONLINE SINGLE SUBMISSION

OSS adalah sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) merupakan Perizinan Berusaha yang diterbitkan Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri, pimpinan lembaga, Gubernur, atau Bupati/Walikota kepada pelaku bisnis melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Saat ini, perizinan di Indonesia harus diurus dan diterbitkan melalui sistem OSS.

Dengan berlakunya OSS versi 1.0 ini diharapkan memberikan kemudahan kepada para pelaku usaha dalam mengurus perizinan usaha.

Hal penting dalam OSS diantaranya adalah :

1. Kemudahan pengurusan perizinan usaha untuk melakukan izin usaha.

2. Pemberian fasilitas yang tepat kepada pelaku usaha dalam melakukan pelaporan.

3. Pemberian fasilitas terhadap para pelaku usaha agar dapat terhubung dengan pihak terlibat untuk memperoleh izin secara aman, cepat, dan real time; dan

4. Penyimpanan data perizinan dalam satu identitas yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB).

Tampilan OSS Versi 1.0 IV.1. Tahapan Akses OSS

Sebelum dapat mengakses sistem OSS dilakukan pendaftaran terlebih dahulu dengan membuat dan melakukan aktivasi akun terlebih dahulu.

Berikut ini persyaratan untuk pendaftaran akun OSS : 1. NIK

2. NPWP

3. Alamat email

4. Memiliki usaha, baik usaha perorangan maupun badan usaha;

Melakukan pendaftaran. Para pelaku usaha wajib memiliki NIK kemudian email dan informasi lainnya, konfirmasi pendaftaran dikirimkan ke email.

Melakukan aktivasi. Konfirmasi aktivasi akan dikirimkan email berisi username dan password untuk mengakses OSS.

Kehadiran OSS tentu saja memberikan banyak kemudahan, tapi pada praktiknya OSS versi 1.0 & 1.1 masih memiliki kekurangan.

Salah satu masalah yang kerap terjadi adalah pada jenis pelaku usaha yang kebingungan menentukan Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2017. Karena pra OSS pelaku usaha bebas mengisi bidang usaha apa yang dijalankan.

Akan tetapi di OSS harus sesuai dengan KBLI 2017.

Bahwa dengan adanya OSS versi 1.0 & 1.1 memaksa para pelaku usaha untuk mendaftarkan bidang usaha sesuai dengan format KBLI 2017. Sedangkan tidak semua bidang usaha terangkum di dalam KBLI 2017, contoh untuk usaha konten kreatif.

Hal lainnya adalah semua pelaku usaha "dipaksa" melakukan perubahan anggaran dasar di Notaris sehingga ada extra cost bagi pelaku usaha.

Fitur DPMPTSP atau Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu baru bisa memberikan notifikasi persetujuan pemenuhan komitmen prasarana, sedangkan tidak semua daerah di Indonesia terdapat DPMPTSP.

Hal lainnya adalah format pengisian legalitas yang menggunakan format PT sudah terkoneksi dengan data dari Dirjen AHU sehingga tinggal dilakukan tarik data. Akan tetapi

untuk pengisian badan usaha lainnya harus dilakukan dengan manual.

IV.2. OSS RBA (Berbasis Resiko)

Tampilan OSS RBA

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, kini sistem OSS melayani Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sejak tanggal 2 Juni 2021, Pelaku Usaha dapat mengakses Sistem OSS berbasis risiko melalui halaman oss.go.id.

Pelaku usaha dapat melakukan permohonan perizinan berusaha dan pemenuhan komitmen atas Izin Usaha melalui OSS versi 1.1 hingga tanggal 25 Juni 2021. Bagi pemenuhan

komitmen dan permohonan perizinan berusaha yang disampaikan ke Sistem OSS setelah tanggal 25 Juni 2021 akan diproses berdasarkan OSS RBA.

Dalam kajian kami ada hal penting yang dapat diketahui dalam sistem OSS RBA, yaitu:

IV.3. Kategori Pelaku Usaha

Gambar Kategori Usaha OSS RBA

Terdapat 2 (dua) macam kategori pelaku usaha, yaitu UKM dan non-UKM. Pembagian kategori ini kemudian di lagi berdasarkan skala usaha dibawah ini.

IV.4. Skala Usaha

Gambar Skala Non UMK

Terdapat 6 (enam) jenis skala usaha yang dihitung dengan parameter yaitu skala usaha mikro, kecil, menengah, besar, kantor perwakilan dan badan usaha luar negeri.

Masing-masing skala usaha tersebut kemudian di breakdown lagi tergantung dengan bidang usaha dan risiko yang telah diatur dalam sistem OSS RBA yang dibagi berdasarkan ketentuan dibawah ini.

IV.5. Tingkat Risiko

Terdapat 4 (empat) jenis tingkat risiko yaitu Risiko Rendah (R), Risiko Menengah Rendah (MR), Risiko Menengah Tinggi (MT) dan Risiko Tinggi (T).

Dengan dipahaminya parameter;

• Kategori Pelaku Usaha

• Skala Usaha

• Pengetahuan KBLI 2020

• Tingkat Risiko

Maka tidak susah bagi kita untuk memahami sistem OSS RBA. Justru yang menjadi tantangan adalah bagaimana pengaturan komitmen prasarana dari masing-masing Menteri, pimpinan lembaga, Gubernur, atau Bupati/Walikota. OSS berbasis risiko memberikan layanan bagi pelaku usaha yang terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu, UMK dan Non UMK

Gambar Tabel Tingkat Resiko OSS RBA

BAB V

USAHA MIKRO KECIL (UMK) V.1. Kategori UMK

Berikut ini adalah kriteria usaha UMK:

1. Orang Perseorangan

2. Badan Usaha, yang meliputi :

Perserikatan atau persekutuan

Yayasan

Perseroan Terbatas (PT)

Persekutuan Komanditer (CV)

Badan Hukum lainnya

Persekutuan Firma

Persekutuan Perdata

Koperasi

Perusahaan Umum

V.2. Skala Usaha UMK

Skala UMK adalah usaha milik Warga Negara Indonesia, baik orang perseorangan maupun badan usaha, dengan modal usaha maksimal Rp. 5 Miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

Gambar Syarat Usaha Mikro dan Usaha Kecil

V.3. Tingkat Risiko UMK

Perizinan berusaha berbasis risiko adalah perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan tingkat risiko tersebut menentukan jenis perizinan berusaha.

Pemerintah telah memetakah tingkat risiko sesuai dengan bidang usaha atau KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). KBLI yang berlaku saat ini adalah KBLI tahun 2020 dengan angka 5 digit sebagai kode bidang usaha.

Untuk usaha dengan tingkat Risiko Rendah (R) dan Menengah Rendah (MR), proses perizinan berusaha cukup diselesaikan melalui system Online Single Submission (OSS) tanpa membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Sedangkan usaha dengan tingkat Risiko Menengah Tinggi (MT) dan Risiko Tinggi (T) membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Gambar Tabel Perbedaan Resiko Usaha

BAB VI

USAHA NON MIKRO KECIL (NON UMK) VI.1. Kategori Non UMK

Berikut ini adalah kriteria usaha Non UMK:

1. Orang Perseorangan

2. Badan Usaha, yang meliputi :

Perserikatan atau persekutuan

Yayasan

Perseroan Terbatas (PT)

Persekutuan Komanditer (CV)

Badan Hukum lainnya

KPPA (Kantor Perwakilan Perusahaan Asing)

KPPA (Jasa Penunjang Tenaga Listrik Asing)

KP3A

KP3A

PMSE

BUJKA

4. Badan Usaha Luar Negeri

Pemberi Waralaba dari Luar Negeri

Pedagang Berjangka Asing)

PSE Asing

Bentuk Usaha Tetap

VI.2. Skala Usaha Non UMK

Skala usaha Non UMK adalah berdasarkan nilai modal dan unsur kepemilikan asing.

Gambar Tabel Skala Usaha Non UMK

VI.3. Tingkat Risiko Non UMK

Perizinan berusaha berbasis risiko adalah perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha dan tingkat risiko

tersebut menentukan jenis perizinan berusaha.

Setelah diketahui KBLI yang dipilih, maka bisa diketahui jenis risiko beserta perizinan yang harus dipenuhi.

Berikut ini adalah tabel perbedaannya:

Gambar Penjelasan Jenis Risiko

OSS Berbasis Risiko adalah perizinan yang berdasarkan tingkat risiko yang akan mengakibatkan jenis perizinan yang harus diperoleh.

Pertama kamu harus mengetahui kode bidang usaha yang dijalankan, kemudian disesuaikan dengan kode 5 digit KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia

Untuk usaha dengan tingkat Risiko Rendah (R) dan Menengah Rendah (MR), proses perizinan berusaha cukup diselesaikan melalui system Online Single Submission

(OSS) tanpa membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Sedangkan usaha dengan tingkat Risiko Menengah Tinggi (MT) dan Risiko Tinggi (T) membutuhkan verifikasi atau persetujuan dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Gambar Tabel Perbedaan Resiko

BAB VII

KBLI 2020 DALAM OSS RBA

Pemahaman tentang KBLI 2020 dalam OSS RBA juga menjadi hal penting. Karena dasar izin usaha yang harus dimiliki adalah berasal dari jenis usaha yang dijalankan.

VII.1. Studi Kasus: KBLI 63122

Pelaku usaha memiliki usaha perdagangan spring bed via online. Sesuai dengan KBLI 2020 maka termasuk dalam KBLI 63122 yang memiliki deskripsi seperti dibawah ini:

Gambar Penjelasan KBLI 63122

Berikutnya, pelaku usaha tersebut memiliki modal usaha RP 100 juta, dimana sesuai dengan parameter tersebut diatas, merupakan usaha mikro. Dan sesuai dengan ketentuan OSS RBA, usaha mikro atas KBLI 2020 memiliki kewajiban sebagai berikut:

Gambar Perjelasan KBLI OSS

VII.2. Migrasi Hak Akses

Migrasi hak akses OSS RBA diperoleh dari OSS versi 1.1. Bahwa di OSS RBA hak akses diberikan kepada badan usaha, sementara di OSS versi 1.1 hak akses diberikan kepada individu (direktur, komisaris serta jabatan lainnya).

A. Updata Data Perusahaan

Updata data perusahaan atau data investasi yang telah disimpan di dalam OSS versi 1.1 akan secara otomatis tersimpan di sistem OSS RBA. Akan tetapi dalam pengalaman kami, tidak semua data akan

"muncul" semua. Pelaku usaha perlu melakukan pengecekan apakah

data telah terupdate secara lengkap. Apabila belum, pelaku usaha dapat melakukan penambahan manual.

VII.3. Implementasi KBLI 2020

KBLI 2020 adalah KBLI yang paling terbaru. Dimungkinkan pelaku usaha yang telah sesuai dengan KBLI 2017 untuk menggunakan OSS RBA. Sebagai contoh adalah KBLI tentang perdagangan besar kosmetik. Di KBLI 2017, perdagangan besar kosmetik adalah kode menggunakan kode 46494, akan tetapi di KBLI 2020 menggunakan kode 46443. Dimana di KBLI 2020, kegiatan perdagangan kosmetik itu di detailkan lebih lengkap, kosmetik untuk manusia dan kosmetik untuk hewan.

Gambar Penjelasan KBLI OSS RBA

DAFTAR PUSTAKA

Ika Ruwaina. (2019). Efektivitas kebijakan online single submission dalam pelayanan perizinan berusaha Di dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu Satu pintu jawa tengah ( Skripsi Fakultas Ekonomi Pembangunan Unnes )

Hisyam Afif Al Fawwaz. (2017). Efektivitas kebijakan online single submission dalam pelayanan perizinan berusaha Di dinas Penanaman modal dan pelayanan terpadu Satu pintu jawa tengah. (Skripsi Jurusan Hukum Bisnis Syariah )

Sri Rahayu Prihatiningsih. (2021). Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Secara Terintegrasi Dan Terkoordinasi ( Laporan Aksi Perubahan Pemda DIY )

Andryan (2021). Hukum dan Kebijakan Publik (Medan, Pustaka Prima, 2021).

Bewa Ragawino (2006). Hukum Administrasi Negara (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)

Web Link http://oss.go.id

http://izinkilat.id/oss-rba http://advokasi.id

http://henrifayol.di

Profil Penulis

Deddy Rusdiana, S.Si, MH, C.Ht : kandidat Doktor Ilmu Manajemen Strategik Universitas Dr. Soetomo Surabaya, ini lahir di Surabaya 16 Nopember 1980, beraktifitas sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Dosen di Akademi Farmasi Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo.

Pendidikan Formal di tempuh di S1 Universitas Airlangga, dan S2 di Universitas Kartini Surabaya. Antusiasme penulis pada bidang hukum dan bisnis terlibat juga sebagai Staf Ahli Konsultan Lingkungan dan perijinan pada Startup Advokasi.id dan henri fayol Indonesia. Penulis memiliki istri Kartika Sari Wijayani, M.Si dan tiga orang putri ( Anissa Amalia Putri, dan Almeera Lutfiah Rabbani ).

Beberapa karya yang dimiliki dan telah terbit adalah : Hukum Maritim Pelayaran Niaga, Buku Panduan Koki Kapal, Introduction ISF Marlins English Language Test for Seafarer, dan Meteorologi dan Oseanografi. Serta memiliki hak cipta surveymeter radiasi murah.

Penulis dapat dihubungi melalui No whattsapp 085645135069/

087770345518 atau korespondensi melalui email di deddyrus@gmail.com

DR. Poenomowati, SH, MM, MH : adalah rector Universitas Kartini dan dosen hukum dagang pada Fakultas Hukum Universitas Kartini jenjang S1 dan Pasca Sarjana (S2).

Pendidikan formal diselesaikan penulis pada program Doktoral Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya.

Karya tulis yang telah diterbitkan adalah Hukum Dagang yang diterbitkan oleh Merdeka Publishing.

Dokumen terkait