• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.6 High Voltage Direct Current

Pada awal mula perindustrian suplai listrik dunia, terdapat perdebatan besar antara pendukung suplai arus bolak-balik dan suplai arus searah untuk distribusi listrik. Dominasi suara dimenangkan oleh pemasok suplai arus bolak-balik untuk hamper semua pasokan listrik domestik, industri dan komersial di dunia. Semakin pesatnya perkembangan sistem kelistrikan, membuat beberapa permasalahan muncul pada sistem arus bolak-balik, sebagian besar menyangkut jarak dan efisiensi.

Sehingga pada awal tahun 1920-an, skema transmisi arus searah pertama kali diakui bahwa ada keuntungan dalam penggunaannya, sehingga konsep HVDC mncul, tetapi peralatan konverter yang ada masih belu memadai. Pada tahun 1954 teknologi HVDC baru bisa dimanfaatkan setelah terdapat penemuan teknologi konverter yang mampu mengkonversikan tegangan AC menjadi DC dan sebaliknya[9].

HVDC dikategorikan menjadi 3 yaitu[6]:

1. Monopolar Link

Saluran ini merupakan saluran yang searah dan menggunakan satu konduktor saja yang berpolaritas negatif dan memiliki ground return.

Saluran ini memiliki satu rectifier dan satu inverter.

2. Bipolar Link

13

Saluran bipolar link adalah saluran dua arah dengan dua konduktor yang memiliki polaritas yang berbeda yaitu positif dan negatif. Saluran ini memiliki dua rectifier dan dua inverter. Pada persimpangan antar converter, arus yang mengalir pada kedua konduktor sama besar sehingga tidak ada arus yang menuju ground.

3. Homopolar Link

Konfigurasi HVDC ini memiliki dua konduktor dengan polaritas yang sama, biasanya menggunakan polaritas negatif. Memakan polaritas negatif dilakukan agar dapat mengurangi kemungkinan munculnya korona.

Saluran transmisi HVDC memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan saluran transmisi HVAC. Pada saluran transmisi HVDC, menggunakan sistem asinkron, sehingga tidak akan menyebabkan ketidakstabilan sistem, saluran transmisi HVDC multiterminal yang menghubungkan dua atau lebih saluran transmisi HVDC tidak harus memiliki frekuensi yang sama. Jika ada dua sistem kelistrikan AC yang diinterkoneksikan menggunakan saluran transmisi HVDC tidak akan meningkatkan short circuit ratio. Saluran transmisi HVDC memiliki rugi korona dan radio interference yang lebih baik daripada saluran transmisi HVAC.

Saluran transmisi HVDC memiliki faktor daya yang selalu bernilai satu, sehingga rugi-rugi saluran transmisi HVDC sangat rendah dibandingkan dengan saluran transmisi HVAC karena tidak diperlukan kompensasi daya reaktif[10]. Biaya investasi kabel untuk saluran transmisi HVDC lebih murah disbanding dengan investasi yang dibutuhkan untuk kabel saluran transmisi HVAC jika jaraknya mencapai atau melebihi titik break even point yaitu 600 Km untuk saluran udara, 30 km untuk kabel bawah laut maupun kabel tanam. Tetapi jika jarak saluran tidak mencapai titik break even point tersebut makan investasi saluran transmisi HVAC lebih murah[11].

Disamping kelebihannya, saluran transmisi HVDC memiliki kerugian yaitu konverter yang dimiliki dapat menyebabkan harmonisa tegangan dan arus pada sisi AC dan DCnya sehingga membutuhkan filter harmonisa. Konverter pada saluran transmisi HVDC memerlukan daya reaktif untuk mengubah daya dari AC menjadi DC ataupun dari DC menjadi AC. Biaya investasi untuk konverternya memerlukan biaya yang tinggi.

14

Halaman ini sengaja dikosongkan

15

BAB 3

PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenaik perencanan sistem kelistrikan Kalimantan dengan backbone bertegangan 500 kV. Sistem kelistrikan kalimantan dibagi menjadi tiga area yaitu area Kalbar (Provinsi Kalimantan Barat), area Kalselteng (Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah) dan area Kaltimra (Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara). Ketiga area tersebut terpisah dan masing-masing memiliki sistem transmisi 150 kV. Untuk menginterkoneksikan ketiga area tersebut, dilakukan perencanaan penghubungan menggunakan sistem transmisi 500 kV sebagai backbone.

3.1 Perencanaan Sistem Kelistrikan Kalimantan

Sistem kelistrikan Kalimantan memiliki tiga area yang masing-masing akan dibuat backbone 500 kV yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Area Kalbar memiliki dua backbone, yaitu Pontianak dan Ketapang. Area Kalselteng memiliki tiga backbone, yaitu Sampit, Palangkaraya dan Banjarmasin. Area Kaltimra memiliki empat backbone, yaitu Balikapapan, Samarinda, Bontang dan Tanjung Redeb. Pada Area Kalbar dan Kalselteng akan dihubungkan menggunakan sistem transmisi HVAC dengan urutan sambungan Pontianak-Ketapang-Sampit-Palangkaraya-Banjarmasin. Pada area Kaltimra akan dihubungkan menggunakan sistem transmisi HVAC dengan urutan sambungan Balikpapan-Samarinda-Bontang-Tanjung Redeb. Kemudian kedua sistem transmisi HVAC tersebut dihubungkan menggunakan sistem transmisi HVDC pada backbone Banjarmasin-Balikpapan.

Pemilihan backbone untuk sistem transmisi HVDC menggunakan analisis jarak terjauh dan pertimbangan perencanaan pembangkitan dan peramalan beban. Single line diagram akan dijelaskan pada Gambar 3.1

16

Gambar 3. 1 Single Line Diagram Sistem Kelistrikan Kalimantan.

3.1.1 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Backbone 500 kV

Pada subbab ini akan diberikan data perencanaan sistem kelistrikan Kalimantan tentang data peralatan yang akan digunakan, penjelasan pada Tabel 3.1 – Tabel 3.2.

Tabel 3. 1 Data Line pada Backbone 500 kV AC.

Titik 1 Titik 2 Line Panjang Tipe

17

Tabel 3.1 (Lanjutan) Data Line pada Backbone 500 kV AC.

Titik 1 Titik 2 Line Panjang Tipe

Kabel

Tabel 3. 2 Data Bus Backbone 500 kV.

Bus Tegangan

Sistem transmisi HVDC menggunakan peralatan sebagai berikut:

1. Rectifier 12 Pulsa

Sistem transmisi HVDC ini menggunakan rectifier 12 pulsa sebagai penyearah dengan menggunakan thyristor sebagai pengatur switching untuk mengubah tegangan AC menjadi DC.

2. Inverter 12 Pulsa

Inverter 12 pulsa digunakan untuk mengubah kembali tegangan yang telah ditransmisikan oleh rectifier 12 pulsa menjadi tegangan AC.

3. Reaktor

Pada rangkaian sistem transmisi HVDC ini menggunakan smoothing reactor dengan besar 1.0 H. Reaktor berfungsi untuk mengurangi harmonisa yang kemungkinan muncul pada line

18

HVDC dan mencegah gagalnya komutasi yang terjadi pada inverter 12 pulsa.

4. Sumber Daya Reaktif

Untuk mengubah tegangan AC menjadi DC atau sebaliknya, konverter membutuhkan daya reaktif sebesar kurang lebih 60%

dari daya aktif yang di transfer. Sumber daya reaktif yang digunakan adalah dua filter harmonisa.

Daya yang dikirim HVDC akan dijelaskan pada Tabel 3.3 Tabel 3. 3 Data Sistem Transmisi HVDC.

Tahun

2029 2032 2035 2040 2045 2050 DC Power Flow (MW) 600 450 500 500 500 800

3.1.2 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Barat

Pada subbab ini akan dibahas tentang data sistem kelistrikan Kalimantan Barat dengan dua bus 500 kV pada backbone yaitu Pontianak dan Ketapang, dimana bus backbone Pontianak diwakili oleh bus Sei Raya 500 kV. Sistem kelistrikan Kalimantan ini diasumsikan memiliki beban yang berada pada level tegangan 150 kV. Data beban, pembangkit yang existing dan perencanaan penambahan pembangkit akan ditampilkan hingga tahun 2050 pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 4 Data Beban Sistem Kelistrikan Kalbar.

Nama

19

Tabel 3.4 (Lanjutan) Data Beban Sistem Kelistrikan Kalbar

Nama berada di area Kalbar. Terdapat tiga jenis pembangkitan yang ada yaitu pembangkitan terpasang, rencana pembangkitan tetap dan rencana pembangkita variable. Pembangkitan terpasang adalah pembangkit yang telah dibangun. Rencana pembangkitan tetap adalah pembangkit yang sudah berada dalam proses konstruksi berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017-2026. Rencana pembangkitan variable adalah rencana pembangunan pembangkitan yang belum tetap.

Kapasitas pembangkit pada area Kalbar yang telah terpasang sebesar 480 MW dengan penjelasan pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.

Tabel 3. 5 Data Pembangkitan Terpasang Area Kalbar.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

Pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi pada area Kalbar adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 6 Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kalbar.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

20

Tabel 3.6 (Lanjutan) Data Rencana Pembangkit Tetap Area Kalbar.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTU Kalbar 3 PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kalbar 4 PLTU #1,2 2 x 100

PLTG Kalbar 2 PLTG #1,2,3,4,5 5 x 50

Total 1265

4.1.3 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

Pada subbab ini akan dibahas tentang data sistem kelistrikan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dengan tiga bus 500 kV pada backbone yaitu Sampit, Palangkaraya dan Banjarmasin. Sistem kelistrikan Kalimantan ini diasumsikan memiliki beban yang berada pada level tegangan 150 kV. Data beban, pembangkit yang existing dan perencanaan penambahan pembangkit akan ditampilkan hingga tahun 2050 pada Tabel 3.7.

Tabel 3. 7 Data Beban Sistem Kelistrikan Kalselteng.

Nama

21

Tabel 3.7 (Lanjutan) Data Beban Sistem Kelistrikan Kalselteng.

Nama

Pada tabel di bawah ini akan ditampilkan data pembangkitan yang berada di area Kalselteng. Terdapat tiga jenis pembangkitan yang ada yaitu pembangkitan terpasang, rencana pembangkitan tetap dan rencana pembangkita variable. Pembangkitan terpasang adalah pembangkit yang telah dibangun. Rencana pembangkitan tetap adalah pembangkit yang sudah berada dalam proses konstruksi berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017-2026. Rencana pembangkitan variable adalah rencana pembangunan pembangkitan yang belum tetap.

Kapasitas pembangkit pada area Kalselteng yang telah terpasang sebesar 480 MW dengan penjelasan pada Tabel 3.8 dan Tabel 3.9.

Tabel 3. 8 Data Pembangkitan Terpasang Area Kalselteng.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

Pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi pada area Kalselteng adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 9 Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kalselteng.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTU Kalsel (FTP 2) PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kalselteng 1 PLTU #1,2 2 x 100

22

Tabel 3.9 (Lanjutan) Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kalselteng.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

4.1.4 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara

Pada subbab ini akan dibahas tentang data sistem kelistrikan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dengan empat bus 500 kV pada backbone yaitu Balikpapan, Samarinda, Bontang dan Tanjung Redeb.

Sistem kelistrikan Kalimantan ini diasumsikan memiliki beban yang berada pada level tegangan 150 kV. Data beban, pembangkit yang existing dan perencanaan penambahan pembangkit akan ditampilkan hingga tahun 2050 pada Tabel 3.10.

Tabel 3. 10 Data Beban Sistem Kelistrikan Kaltimra.

Nama

23

Tabel 3.10 (Lanjutan) Data Beban Sistem Kelistrikan Kaltimra.

Nama

Pada tabel di bawah ini akan ditampilkan data pembangkitan yang berada di area Kaltimra. Terdapat tiga jenis pembangkitan yang ada yaitu pembangkitan terpasang, rencana pembangkitan tetap dan rencana pembangkita variable. Pembangkitan terpasang adalah pembangkit yang telah dibangun. Rencana pembangkitan tetap adalah pembangkit yang sudah berada dalam proses konstruksi berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017-2026. Rencana pembangkitan variable adalah rencana pembangunan pembangkitan yang belum tetap.

Kapasitas pembangkit pada area Kaltimra yang telah terpasang dengan penjelasan pada Tabel 3.11 dan 3.12.

Tabel 3. 11 Data Pembangkitan Terpasang Area Kaltimra.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

24

Tabel 3.11 (Lanjutan) Data Pembangkit Terpasang Area Kaltimra

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTGU Tanjung Batu PLTGU #1 60

PLTG Senipah PLTG #1,2 2 x 40

PLTG Kaltim Peaking PLTG #1,2 2 x 80

PLTG Sambera PLTG #1,2 2 x 20

PLTD Cogindo PLTG #1,2,3,4 4 x 10

Total 767.5

Pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi pada area Kaltimra adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 12 Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kaltimra.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTU Kaltim 4 PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kaltim (FTP 2) PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kalstim 5 (MT) PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kaltim (MT PLTU #2 1 x 27.5

PLTGU Senipah PLTGU #1 1 x 36

PLTG Kaltim Peaker 2 PLTG #1,2,3,4,5 5 x 50

PLTU Kaltimra (MT) PLTU #1,2 2 x 200

PLTU Kaltim 3 (MT) PLTG #1,2 2 x 100

PLTU Kaltim 6 (MT) PLTU #1,2 2 x 100

PLTA Kelai PLTA - 55

PLTA Tabang PLTA - 360

Total 2128.5

25

BAB 4

ANALISIS KESTABILAN TRANSIEN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN

Berdasarkan data-data beban dan pembangkit yang didapatkan, dilakukan permodelan dengan membuat single line diagram menggunakan software DigSILENT PowerFactory 15.1. Permodelan dilakukan berdasarkan dan menggunakan data yang berada di bab sebelumnya.

Permodelan dilakukan dengan membuat single line diagram dari masing-masing area lalu dilakukan interkoneksi menggunakan sistem transmisi 500 kV. Setelah single line diagram telah dibuat, dilakukan simulasi load flow untuk mengetahui apakah sistem dapat berjalan dengan baik. Setelah simulai load flow telah dilakukan, kemudian dibuat event gangguan transien berupa short circuit pada line backbone 500 kV.

4.1 Studi Kasus Kestabilan Transien

Pada simulai ini dilakukan analisis kestabilan transien dengan beberapa kasus yang mungkin dapat terjadi dan mengganggu kestabilan sistem. Studi kasus gangguan yang dipakai adalah berikut:

1. 3-Phase Short Circuit, terjadi pada line backbone 500 kV AC di Saluran backbone Tanjung Redeb 500 kV – Bontang 500 kV karena merupakan area dengan suplai daya terbesar terlihat pada gambar 4.1.

Gambar 4. 1 Studi Kasus 3-Phase Short Circuit.

26

2. HVDC Short Circuit, terjadi pada saluran backbone 500 kV HVDC karena panjangnya saluran HVDC sehingga besar kemungkinan terjadi gangguan, terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4. 2 Studi Kasus HVDC Short Circuit 3. Generator Outage:

a. Tahun 2029 di PLTU Kalbar 2-2 b. Tahun 2032 di PLTU Kalbar 2-2 c. Tahun 2035 di PLTU Kalbar 1 d. Tahun 2040 di PLTU Kalbar 1 e. Tahun 2045 di PLTU Kalbar 1 f. Tahun 2050 di PLTU Kalbar 1

Pemilihan pembangkit yang mati dipilih dari pembangkit terbesar yang terletak pada pusat beban, karena kasus tersebut merupakan kasus terburuk yang dapat diterima sistem dimana pusat beban mengalami kehilangan suplai daya. Dapat dilihat pada gambar 4.3.

27 Gambar 4. 3 Studi Kasus Generator Outage

Untuk studi kasus gangguan, yang digunakan sebagai indikasi kestabilan transien sistem yaitu:

1. Frekuensi pada bus Bontang 500 kV sebagai bus yang mewakili sistem Kaltimra 500 kV.

2. Frekuensi pada bus Palangkaraya 500 kV sebagai bus yang mewakili sistem Kalselteng 500 kV.

3. Frekuensi pada bus Sei Raya 500 kV sebagai bus yang mewakili sistem Kalbar 500 kV.

4. Sudut Rotor pada pembangkit PLTU Kaltim FTP 1 sebagai pembangkit yang mewakili pembangkitan sistem Kaltimra.

5. Sudut Rotor pada pembangkit PLTU Asam 1 sebagai pembangkit yang mewakili pembangkitan sistem Kalselteng.

6. Sudut Rotor pada pembangkit PLTU Kalbar 2-2 sebagai pembangkit yang mewakili pembangkitan sistem Kalbar.

4.2 Hasil Simulasi Kestabilan Transien

Pada subbab ini dijelaskan mengenai hasil dari simulasi kestabilan transien meliputi respon sudut rotor dan frekuensi yang sudah direncanakan pada subbab 4.2

28

4.2.1 Studi Kasus pada Tahun 2029

Pada studi kasus ini menunjukkan hasil simulasi short circuit pada beberapa line backbone 500 kV di tahun 2029. Dalam kasus ini disimulasikan gangguan terjadi pada detik ke 2 dan memiliki fault time sebesar 0.1 detik.

4.2.1.1 3-Phase Short Circuit pada Line Backbone Tanjung Redeb 500 kV – Bontang 500 kV

Grafik berikut ini menunjukkan respon frekuensi dari beberapa bus backbone 500 kV pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.4 – Gambar 4.6.

Gambar 4. 4 Respon Frekuensi bus backbone Bontang 500 kV 48.5

49 49.5 50 50.5 51 51.5

0 5 10 15 20

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

29

Gambar 4. 5 Respon Frekuensi bus backbone Palangkaraya 500 kV

Gambar 4. 6 Respon Frekuensi bus backbone Sei Raya 500 kV

Respon frekuensi pada bus backbone Bontang 500 kV setelah terkena gangguan short circuit pada detik ke 2 naik hingga 101.35% lalu stabil pada detik ke 3.4, sedangkan pada bus backbone Palangkaraya 500 kV turun hingga 94.53% kemudian stabil pada detik ke 2.6, pada bus

47 47.5 48 48.5 49 49.5 50 50.5

0 5 10 15 20

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

48 48.5 49 49.5 50 50.5

0 5 10 15 20

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

30

backbone Sei Raya 500 kV frekuensi turun hingga 96.36% kemudian stabil pada detik 2.7. Hasil menunjukkan bahwa naik turunnya frekuensi akibat gangguan masih dalam batas toleransi. Ketika terjadi short circuit, arus akan mengalur menuju titik gangguan dan tidak ada arus yang mengalir pada rectifier sehingga transmisi HVDC mati seketika membuat area sisi rectifier seperti kehilangan beban sehingga frekuensi seketika naik lalu stabil. Sebaliknya dengan area sisi inverter seperti kehilangan suplai daya sehingga frekuensi seketika turun lalu stabil.

Grafik berikut ini menunjukkan respon sudut rotor dari beberapa pembangkit pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.7 – 4.9.

Gambar 4. 7 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Asam 1 0

5 10 15 20 25 30 35 40

0 5 10 15 20

Sudut Rotor (˚)

Waktu (s)

31

Gambar 4. 8 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kaltim FTP 1

Gambar 4. 9 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kalbar 2-2 Respon sudut rotor pada PLTU Asam 1 setelah terjadi gangguan dari 19.188˚ memiliki nilai tertinggi 21.821˚ dan nilai terendah 16.021˚, sedangkan pada PLTU Kaltim FTP 1 dari 2.263˚ memiliki nilai tertinggi 9.868˚ dan nilai terendah -1.510˚, pada PLTU Kalbar 2-2 dari 16.993˚

32

memiliki nilai tertinggi 23.494˚ dan nilai terendah 12.029˚. Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa setelah terkena gangguan, perubahan pada sistem masih dalam batas toleransi.

4.2.1.2 Generator Outage pada PLTU Kalbar 2-2

Grafik berikut ini menunjukkan respon frekuensi dari beberapa bus backbone 500 kV pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.10 – Gambar 4.12.

Gambar 4. 10 Respon Frekuensi bus backbone Bontang 500 kV 48.5

49 49.5 50 50.5 51 51.5

0 5 10 15 20

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

33

Gambar 4. 11 Respon Frekuensi bus backbone Palangkaraya 500 kV

Gambar 4. 12 Respon Frekuensi bus backbone Sei Raya 500 kV Respon frekuensi pada bus backbone Bontang 500 kV setelah terkena gangguan short circuit pada detik ke 2 stabil tidak terkena gangguan, sedangkan pada bus backbone Palangkaraya 500 kV turun hingga 99.8%, pada bus backbone Sei Raya 500 kV frekuensi turun hingga 99.8%. Hasil menunjukkan bahwa naik turunnya frekuensi akibat

49.9 49.95 50 50.05 50.1

0 10 20 30 40 50 60

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

49.9 49.95 50 50.05 50.1

0 10 20 30 40 50 60

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

34

gangguan masih dalam batas toleransi. Frekuensi pada backbone Palangkaraya 500 kV dan Sei Raya 500 kV turun akibat kehilangan suplai daya dari salah satu generator sehingga frekuensi turun seketika.

Grafik berikut ini menunjukkan respon sudut rotor dari beberapa pembangkit pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.13 – Gambar 4.15.

Gambar 4. 13 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Asam 1 4

4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

0 5 10 15 20 25 30

Sudut Rotor (˚)

Waktu (s)

35

Gambar 4. 14 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kaltim FTP 1

Gambar 4. 15 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kalbar 2-2 Respon sudut rotor pada PLTU Asam 1 setelah terjadi gangguan relative stabil, juga pada PLTU Kaltim FTP 1 stabil karena tidak terkena akibat dari gangguan, pada PLTU Kalbar 2-2 dari 3.207˚ memiliki nilai tertinggi 3.207˚ dan nilai terendah -1.555˚. Dari grafik tersebut dapat

36

dikatakan bahwa setelah terkena gangguan, perubahan pada sistem masih dalam batas toleransi. PLTU Kalbar 2-2 sudut rotor terganggu akibat terdapat generator yang mati sehingga beban pada generator lainnya bertambah.

4.2.1.3 HVDC Short Circuit pada Line HVDC

Grafik berikut ini menunjukkan respon frekuensi dari beberapa bus backbone 500 kV pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.16 – Gambar 4.18.

Gambar 4. 16 Respon Frekuensi bus backbone Bontang 500 kV 48.5

49 49.5 50 50.5 51 51.5

0 5 10 15 20

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

37

Gambar 4. 17 Respon Frekuensi bus backbone Palangkaraya 500 kV

Gambar 4. 18 Respon Frekuensi bus backbone Sei Raya 500 kV Respon frekuensi pada bus backbone Bontang 500 kV setelah terkena gangguan short circuit pada detik ke 2 naik hingga 101.35% dan turun hingga 99.39% lalu stabil pada detik ke 11.25, sedangkan pada bus backbone Palangkaraya 500 kV turun hingga 99.13% kemudian stabil pada detik ke 3.85, pada bus backbone Sei Raya 500 kV frekuensi turun

48.5

38

hingga 99.34% kemudian stabil pada detik 4.45. Hasil menunjukkan bahwa naik turunnya frekuensi akibat gangguan masih dalam batas toleransi.

Grafik berikut ini menunjukkan respon sudut rotor dari beberapa pembangkit pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.19 – Gambar 4.21.

Gambar 4. 19 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Asam 1 0

5 10 15 20 25 30 35 40

0 5 10 15 20

Sudut Rotor (˚)

Waktu (s)

39

Gambar 4. 20 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kaltim FTP 1

Gambar 4. 21 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kalbar 2-2 Respon sudut rotor pada PLTU Asam 1 setelah terjadi gangguan dari 19.184˚ memiliki nilai tertinggi 22.027˚ dan nilai terendah 15.544˚, sedangkan pada PLTU Kaltim FTP 1 dari 2.263˚ memiliki nilai tertinggi 7.742˚ dan nilai terendah 0.408˚, pada PLTU Kalbar 2-2 dari 16.993˚

-20 -10 0 10 20 30 40

0 5 10 15 20

Sudut Rotor (˚)

Waktu (s)

-10 0 10 20 30 40 50

0 5 10 15 20

Sudut Rotor (˚)

Waktu (s)

40

memiliki nilai tertinggi 31.833˚ dan nilai terendah 9.584˚. Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa setelah terkena gangguan, perubahan pada sistem masih dalam batas toleransi.

4.2.2 Studi Kasus pada Tahun 2032

Pada studi kasus ini menunjukkan hasil simulasi short circuit pada beberapa line backbone 500 kV di tahun 2032. Dalam kasus ini disimulasikan gangguan terjadi pada detik ke 2 dan memiliki fault time sebesar 0.1 detik. Dikarenakan pembangkitan pada area Kaltimra melebihi beban yang ada, dan pada areak Kalselteng dan Kalbar bebannya lebih dari pembangkitannya, maka mulai pada tahun 2032, sistem transmisi HVDC dibuat double line sehingga pada kasus HVDC Short Circuit pada line HVDC, tidak terjadi kelebihan beban pada area Kalselteng dan Kalbar, dan kelebihan daya pada area Kaltimra.

4.2.2.1 3-Phase Short Circuit pada Line Backbone Tanjung Redeb 500 kV – Bontang 500 kV

Grafik berikut ini menunjukkan respon frekuensi dari beberapa bus backbone 500 kV pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.22 – Gambar 4. 24.

Gambar 4. 22 Respon Frekuensi bus backbone Bontang 500 kV 48.5

41

Gambar 4. 23 Respon Frekuensi bus backbone Palangkaraya 500 kV

Gambar 4. 24 Respon Frekuensi bus backbone Sei Raya 500 kV Respon frekuensi pada bus backbone Bontang 500 kV setelah terkena gangguan short circuit pada detik ke 2 naik hingga 101.7% lalu stabil pada detik ke 8.203, sedangkan pada bus backbone Palangkaraya 500 kV turun hingga 95% kemudian stabil pada detik ke 4.553, pada bus backbone Sei Raya 500 kV frekuensi turun hingga 96.92% kemudian

42

stabil pada detik 4.023. Hasil menunjukkan bahwa naik turunnya frekuensi akibat gangguan masih dalam batas toleransi. Ketika terjadi short circuit, arus akan mengalur menuju titik gangguan dan tidak ada arus yang mengalir pada rectifier sehingga transmisi HVDC mati seketika membuat area sisi rectifier seperti kehilangan beban sehingga frekuensi seketika naik lalu stabil. Sebaliknya dengan area sisi inverter seperti kehilangan suplai daya sehingga frekuensi seketika turun lalu stabil.

Grafik berikut ini menunjukkan respon sudut rotor dari beberapa pembangkit pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.25 – 4.27.

Gambar 4. 25 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Asam 1 -10

0 10 20 30 40 50

0 5 10 15 20

Sudut Rotor (˚)

Waktu (s)

43

Gambar 4. 26 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kaltim FTP 1

Gambar 4. 27 Respon Sudut Rotor Pembangkit PLTU Kalbar 2-2 Respon sudut rotor pada PLTU Asam 1 setelah terjadi gangguan dari 20.294˚ memiliki nilai terendah 13.936˚ dan nilai tertinggi 26.021˚, sedangkan pada PLTU Kaltim FTP 1 dari -7.289˚ memiliki nilai tertinggi 2.885˚ dan nilai terendah -12.803˚, pada PLTU Kalbar 2-2 dari 18.170˚

-30

44

memiliki nilai terendah 15.327˚ dan nilai tertinggi 20.068˚ Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa setelah terkena gangguan, perubahan pada sistem masih dalam batas toleransi.

4.2.2.2 Generator Outage pada PLTU Kalbar 2-2

Grafik berikut ini menunjukkan respon frekuensi dari beberapa bus backbone 500 kV pada saat terjadi studi kasus ini pada Gambar 4.28 – Gambar 4.30

Gambar 4. 28 Respon Frekuensi bus backbone Bontang 500 kV 48.5

49 49.5 50 50.5 51 51.5

0 5 10 15 20

Frekuensi (Hz)

Waktu (s)

45

Gambar 4. 29 Respon Frekuensi bus backbone Palangkaraya 500 kV

Gambar 4. 30 Respon Frekuensi bus backbone Sei Raya 500 kV

Gambar 4. 30 Respon Frekuensi bus backbone Sei Raya 500 kV

Dokumen terkait