• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini terdiri atas lima bab dengan uraian sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini membahas tentang penjelasan mengenai latar belakang, permasalahan dan batasan masalah, tujuan, metode penelitian, sistematika pembahasan, dan relevansi.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas mengenai dasar teori yang digunakan untuk menunjang penyusunan tugas akhir ini.

Bab 3 : Perancangan dan Pemodelan

Bab ini membahas mengenai data yang dibutuhkan dan permodelan sistem kelistrikan Kalimantan pada tahun 2029 sampai 2050.

Bab 4 : Simulasi dan Analisis

Bab ini membahas analisis hasil simulasi berupa respon frekuensi dari backbone sistem transmisi interkoneksi Kalimantan dan respon sudut rotor pembangkit sistem kelistrikan Kalimantan terhadap gangguan dengan memperhatikan standar batas yang dapat menentukan apakah sistem keslitrikan tersebut stabil atau tidak.

Bab 5 : Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.

5 1.7 Relevansi

Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

1. Sebagai referensi untuk PT. PLN mengenai kestabilan transien dari sistem kelistrikan Kalimantan.

2. Sebagai referensi untuk penelitian dengan topik yang serupa.

6

Halaman ini sengaja dikosongkan

7

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik

Pada suatu sistem kelistrikan, sangat diperlukan aliran daya yang dapat mengalirkan daya sesuai dengan kebutuhan beban secara terus menerus. Tetapi, tidak selamanya daya akan teralirkan secara tetap dan stabil. Hal itu disebabkan salah satunya yaitu oleh gangguan yang dapat terjadi pada sistem kelistrikan. Tetapi sistem harus bisa kembali ke keadaan normal setelah terjadi gangguan tersebut agar sistem dapat memenuhi kebutuhan listrik dari beban kembali. Kemampuan sistem untuk dapat kembali ke keadaan normal seteleh terjadi gangguan tersebut merupakan kestabilan sistem tenaga listrik[4].

Suatu sistem kelistrikan dapat dikatakan stabil apabila sistem tersebut dapat mempertahankan singkronisasinya antara daya input mekanis pada prime mover dan daya output listrik pada sistem sampai akhir periode transien dan sistem dapat kembali ke keadaan steady-state.

Dalam keadaan seimbang, daya mekanis pada prime mover dan daya output listrik sistem bergerak bersamaan dengan kecepatan konstan.

Dalam keadaan tidak seimbang, terdapat perbedaan besaran antara daya mekanis pada prime mover dan daya output listrik sistem. Kriteria utama kestabilan suatu sistem adalah bagaimana sistem dapat mempertahankan kesingkronisasiannya pada akhir periode transien. Jika pada periode transien, sistem kelistrikan mampu meredam osilasi yang terjadi hingga kembali menuju ke keadaan steady-state. Apabila setelah terjadi gangguan, suatu sistem akan dianggap tidak stabil apabila osilasi yang terjadi karena gangguan pada sistem tidak dapat diredam sehingga sistem tidak dapat kembali ke keadaan steady-state[5].

Gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya kestabilan sistem dibagi menjadi 2 yaitu gangguan kecil, yang biasanya berupa perubahan beban atau perubahan operasi pembangkitan, dan gangguan yang kedua yaitu gangguan besar seperti hubung singkat dan generator padam atau lepas.

Gangguan kecil biasanya terjada pada saat waktu dimana masyarakat biasa beraktifitas menggunakan peralatan yang membutuhkan listrik. Gangguan besar yang biasa disebut gangguan transien adalah gangguan yang biasa disebabkan oleh kesalahan penggunaan peralatan

8

listrik yang terhubung dengan sistem, gangguan dari alam ataupun human error yang tidak disengaja.

2.2 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga Listrik

Kestabilan sistem tenaga listrik dibagi menjadi beberapa macam menurut variabel sistem yang mampu dipengaruhi oleh gangguan.

Stabilitas sistem tenaga dikategorikan menjadi tiga[5], yaitu:

1. Kestabilan Frekuensi 2. Kestabilan Sudut Rotor 3. Kestabilan Tegangan

Klasifikasi stabilitas sistem tenaga dijelaskan pada Gambar 2.1

Gambar 2. 1 Klasifikasi Stabilitas Sistem Tenaga (IEEE Transaction on Power System vol. 19, no. 2, 2004)

2.2.1 Kestabilan Sudut Rotor

Kestabilan sudut rotor merupakan kemampuan seluruh mesin sinkron yang terinterkoneksi pada sistem kelistrikan untuk mempertahankan singkronisasinya setelah terjadi gangguan. Kestabilan sudut rotor ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan mempertahankan keseimbangan antara torsi elektromekanik dan tori mekanik pada

masing-Stabilitas Sistem Tenaga

Kestabilan Sudut Rotor

Stabilitas

9

masing mesin sinkron. Pada saat kondisi normal, input torsi mekanikal dan output torsi elektrik pada setiap mesin sinkron adalah sama. Tetapi pada saat terjadi gangguan, kestabilan akan berubah dan torsi input mekanikal akan berbeda dengan torsi output elektrik. Pada keadaan tersebut, kecepatan sudut rotor pada generator akan berubah sehingga mesin-mesin sinkron yang ada akan mengalami kehilangan singkronisasinya, hal tersebut disebabkan day output dari mesin singkron berubah seiring dengan berubahnya sudut rotor[6].

Pada saat gangguan terjadi, mesin sinkron akan kehilangan singkronisasinya dan rotor akan bergerak dengan kecepatan tertingginya atau bahkan kecepatan terendahnya dibanding dengan kecepatan normal untuk membangkitkan tegangan, kejadian ini disebut fall out of step.

Hal yang dapat mempengaruhi kestabilan sudut rotor adalah gangguan kecil dan gangguan besar atau transien. Kestabilan rotor akibat gangguan besar atau transien merupakan kemampuan sistem untuk mempertahankan singkronisasi mesin-mesin sinkron pada sistem ketika mendapatkan gangguan besar, seperti hubung singkat atau generator lepas. Stabilitas transien sudut rotor pada sistem kecil memiliki kurun waktu 3 sampai 5 detik setelah terjadi gangguan, jika sistem sangat besar dengan ayunan antar wilayah yang dominan, kurun waktu dari stabilitas transien sudut rotor sistem tersebut dapat diperpanjang 10 sampai 20 detik. Kestabilan sudut rotor gangguan kecil dan kestabilan sudut rotor gangguan transien merupakan fenomena jangka pendek. Hal yang menyebabkan sistem kehilangan kestabilannya adalah kurangnya torsi singkronisasi dan kurangnya torsi damping. Kurangnya torsi singkronisasi menyebabkan sudut rotor mesin sinkron tidak stabil, kurangnya torsi damping menyebabkan osilasi yang tidak stabil[6].

2.2.2 Kestabilan Frekuensi

Ketika suatu sistem tenaga mengalami gangguan yang besar akibat ketidakseimbangan suplai daya dan beban, frekuensi sistem akan berubah dan sistem akan kehilangan singkronisasinya. Kestabilan frekuensi adalah kemampuan sistem dalam mempertahankan frekuensinya tetap pada kondisi stabil ketika mendapatkan gangguan yang besar.

Kestabilan frekuensi dibagi menjadi dua yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Kestabilan frekuensi jangka panjang adalah kestabilan frekuensi yang disebabkan control governor yang tidak bekerja ketika sistem mengalami gangguan besar, rentang waktunya puluhan detik hingga beberapa menit. Kestabilan frekuensi jangka pendek terjadi ketika

10

ada perubahan beban yang besar, ketika beban meningkat generator tidak mampu menyesuaikan kebutuhan daya dari beban sehingga frekuensi sistem terganggu. Berdasarkan IEEE Std C37.106-2003 (Revision of ANSI/IEEE C37.106-1987), operasi frekuensi yang diijinkan untuk naik turunnya frekuensi yaitu 1% untuk continous operation, 1.5% batas atas untuk operation frequency limit dan 6.66% batas bawah untuk operation frequency limit[7] dan akan dijelaskan pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Batasan Operasi Beban Penuh saat Frekuensi Tidak Normal.

2.3 Kestabilan Transien

Kestabilan transien merupakan kemampuan dari suatu sistem tenaga mempertahankan kondisi sinkronnya setelah terjadi gangguan transien secara tiba-tiba pada sistem tersebut[6]. Gangguan transien merupakan gangguan besar yang berupa hubung singkat atau generator lepas. Analisis kestabilan transien sangat dibutuhkan pada suatu sistem agar dapat mengetahui apakah sistem tersebut dapat kembali ke keadaan steady-state setelah terjadi gangguan transien. Gangguan transien pada suatu sistem akan mengganggu kestabilan sistem ketika ganggu besar yang terjadi secara tiba-tiba pada first swing atau ayunan pertama pada saat AVR dan governor belum bekerja.

11

Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam analisis kestabilan transien adalah besar gangguan yang terjadi, kondisi initial sistem saat beroperasi dan lama rentang waktu gangguan berlangsung. Saat melakukan perencanaan sistem kelistrikan atau melakukan pengembangan sistem, diperlukan adanya analisis kestabilan transien atau yang disebut Transient Stability Assesment, karena suatu sistem yang dapat dikatakan stabil pada saat kondisi steady-state belum tentu dapat stabil ketika mendapati gangguan transien. Macam gangguan yang menyebabkan kestabilan transien terganggu adalah lepasnya suatu generator yang menyebabkan beban berlebih, terjadinya hubung singkat, starting motor, dan juga pelepasan beban yang besar dan mendadak.

2.4 Dinamika Rotor dan Persamaan Ayunan

Persamaan ayunan rotor mesin sinkron merupakan dasar dinamika yang menyatakan bahwa momen putar merupakan hasil kali dari momen inersia rotor dengan percepatan sudutnya[3] dinyatakan pada persamaan 2.1 berikut:

𝐽 ∝𝑚(𝑡) = 𝑇𝑚(𝑡) − 𝑇𝑒(𝑡) = 𝑇𝑎(𝑡) (2.1) Dengan Keterangan,

𝐽 Momen inersia total dari massa rotor dalam kg-m2 𝛼𝑚 Percepatan sudut rotor (rad/s2)

𝑇𝑚 Torsi mekanis atau poros penggerak yang diberikan oleh prime mover dikurangi dengan momen putar perlambatan (retarding) yang disebabkan oleh rugi-rugi perputaran (N-m)

𝑇𝑒 Torsi elektris pada total 3-phase output daya elektrik oleh generator dikurangi dengan rugi-rugi elektrikal (N-m)

𝑇𝑎 Torsi percepatan bersih (net), (N-m)

Torsi mekanis 𝑇𝑚 dan torsi elektris 𝑇𝑒 bernilai positif pada generator sinkron. Pada kondisi steady state 𝑇𝑚 bernilai sama dengan 𝑇𝑒, sehingga torsi percepatan bersih 𝑇𝑎 bernilai nol, dan, dari persamaan (2.1), percepatan rotor 𝛼𝑚 bernilai nol, kondisi ini menghasilkan kecepatan rotor yang konstan yang bisa juga disebut kecepatan sinkron. Ketika 𝑇𝑚 lebih besar nilainya dibanding 𝑇𝑒, 𝑇𝑎 bernilai positif dan 𝛼𝑚 bernilai positif pula, kondisi ini menghasilkan meningkat kecepatan rotor bekerja.

12

Berlaku pun untuk sebaliknya, ketika 𝑇𝑚 bernilai kurang dari 𝑇𝑒 maka kecepatan rotor akan menurun.

2.5 Hubung Singkat

Hubung singkat merupakan suatu gangguan yang paling sering terjadi dalam suatu sistem kelistrikan. Hubung singkat bisa terjadi akibat adanya sambaran petir, kegagalan isolasi, ataupun gangguan alam seperti binatang atau ranting pohon, kesalahan teknis pengerjaan dan kesalahan manusa juga dapat mengakibatkan hubung singkat. Saat hubung singkat terjadi, arus yang sangat besar mengalir menuju titik gangguan, sehingga tegangan disekitar titik gangguan hubung singkat akan turun secara signifikan[8]. Jadi semakin besar arus hubung singkat yang terjadi, semakin rendah pula tegangan yang ada di sekitar titik gangguan hubung singkat. Perubahan tegangan tersebut yang mengakibatkan kestabilan sistem terganggu. Arus yang sangat besar itu juga menyebabkan kerusakan peralatan yang ada di sekitar titik gangguan hubung singkat.

2.6 High Voltage Direct Current

Pada awal mula perindustrian suplai listrik dunia, terdapat perdebatan besar antara pendukung suplai arus bolak-balik dan suplai arus searah untuk distribusi listrik. Dominasi suara dimenangkan oleh pemasok suplai arus bolak-balik untuk hamper semua pasokan listrik domestik, industri dan komersial di dunia. Semakin pesatnya perkembangan sistem kelistrikan, membuat beberapa permasalahan muncul pada sistem arus bolak-balik, sebagian besar menyangkut jarak dan efisiensi.

Sehingga pada awal tahun 1920-an, skema transmisi arus searah pertama kali diakui bahwa ada keuntungan dalam penggunaannya, sehingga konsep HVDC mncul, tetapi peralatan konverter yang ada masih belu memadai. Pada tahun 1954 teknologi HVDC baru bisa dimanfaatkan setelah terdapat penemuan teknologi konverter yang mampu mengkonversikan tegangan AC menjadi DC dan sebaliknya[9].

HVDC dikategorikan menjadi 3 yaitu[6]:

1. Monopolar Link

Saluran ini merupakan saluran yang searah dan menggunakan satu konduktor saja yang berpolaritas negatif dan memiliki ground return.

Saluran ini memiliki satu rectifier dan satu inverter.

2. Bipolar Link

13

Saluran bipolar link adalah saluran dua arah dengan dua konduktor yang memiliki polaritas yang berbeda yaitu positif dan negatif. Saluran ini memiliki dua rectifier dan dua inverter. Pada persimpangan antar converter, arus yang mengalir pada kedua konduktor sama besar sehingga tidak ada arus yang menuju ground.

3. Homopolar Link

Konfigurasi HVDC ini memiliki dua konduktor dengan polaritas yang sama, biasanya menggunakan polaritas negatif. Memakan polaritas negatif dilakukan agar dapat mengurangi kemungkinan munculnya korona.

Saluran transmisi HVDC memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan saluran transmisi HVAC. Pada saluran transmisi HVDC, menggunakan sistem asinkron, sehingga tidak akan menyebabkan ketidakstabilan sistem, saluran transmisi HVDC multiterminal yang menghubungkan dua atau lebih saluran transmisi HVDC tidak harus memiliki frekuensi yang sama. Jika ada dua sistem kelistrikan AC yang diinterkoneksikan menggunakan saluran transmisi HVDC tidak akan meningkatkan short circuit ratio. Saluran transmisi HVDC memiliki rugi korona dan radio interference yang lebih baik daripada saluran transmisi HVAC.

Saluran transmisi HVDC memiliki faktor daya yang selalu bernilai satu, sehingga rugi-rugi saluran transmisi HVDC sangat rendah dibandingkan dengan saluran transmisi HVAC karena tidak diperlukan kompensasi daya reaktif[10]. Biaya investasi kabel untuk saluran transmisi HVDC lebih murah disbanding dengan investasi yang dibutuhkan untuk kabel saluran transmisi HVAC jika jaraknya mencapai atau melebihi titik break even point yaitu 600 Km untuk saluran udara, 30 km untuk kabel bawah laut maupun kabel tanam. Tetapi jika jarak saluran tidak mencapai titik break even point tersebut makan investasi saluran transmisi HVAC lebih murah[11].

Disamping kelebihannya, saluran transmisi HVDC memiliki kerugian yaitu konverter yang dimiliki dapat menyebabkan harmonisa tegangan dan arus pada sisi AC dan DCnya sehingga membutuhkan filter harmonisa. Konverter pada saluran transmisi HVDC memerlukan daya reaktif untuk mengubah daya dari AC menjadi DC ataupun dari DC menjadi AC. Biaya investasi untuk konverternya memerlukan biaya yang tinggi.

14

Halaman ini sengaja dikosongkan

15

BAB 3

PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenaik perencanan sistem kelistrikan Kalimantan dengan backbone bertegangan 500 kV. Sistem kelistrikan kalimantan dibagi menjadi tiga area yaitu area Kalbar (Provinsi Kalimantan Barat), area Kalselteng (Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah) dan area Kaltimra (Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara). Ketiga area tersebut terpisah dan masing-masing memiliki sistem transmisi 150 kV. Untuk menginterkoneksikan ketiga area tersebut, dilakukan perencanaan penghubungan menggunakan sistem transmisi 500 kV sebagai backbone.

3.1 Perencanaan Sistem Kelistrikan Kalimantan

Sistem kelistrikan Kalimantan memiliki tiga area yang masing-masing akan dibuat backbone 500 kV yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Area Kalbar memiliki dua backbone, yaitu Pontianak dan Ketapang. Area Kalselteng memiliki tiga backbone, yaitu Sampit, Palangkaraya dan Banjarmasin. Area Kaltimra memiliki empat backbone, yaitu Balikapapan, Samarinda, Bontang dan Tanjung Redeb. Pada Area Kalbar dan Kalselteng akan dihubungkan menggunakan sistem transmisi HVAC dengan urutan sambungan Pontianak-Ketapang-Sampit-Palangkaraya-Banjarmasin. Pada area Kaltimra akan dihubungkan menggunakan sistem transmisi HVAC dengan urutan sambungan Balikpapan-Samarinda-Bontang-Tanjung Redeb. Kemudian kedua sistem transmisi HVAC tersebut dihubungkan menggunakan sistem transmisi HVDC pada backbone Banjarmasin-Balikpapan.

Pemilihan backbone untuk sistem transmisi HVDC menggunakan analisis jarak terjauh dan pertimbangan perencanaan pembangkitan dan peramalan beban. Single line diagram akan dijelaskan pada Gambar 3.1

16

Gambar 3. 1 Single Line Diagram Sistem Kelistrikan Kalimantan.

3.1.1 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Backbone 500 kV

Pada subbab ini akan diberikan data perencanaan sistem kelistrikan Kalimantan tentang data peralatan yang akan digunakan, penjelasan pada Tabel 3.1 – Tabel 3.2.

Tabel 3. 1 Data Line pada Backbone 500 kV AC.

Titik 1 Titik 2 Line Panjang Tipe

17

Tabel 3.1 (Lanjutan) Data Line pada Backbone 500 kV AC.

Titik 1 Titik 2 Line Panjang Tipe

Kabel

Tabel 3. 2 Data Bus Backbone 500 kV.

Bus Tegangan

Sistem transmisi HVDC menggunakan peralatan sebagai berikut:

1. Rectifier 12 Pulsa

Sistem transmisi HVDC ini menggunakan rectifier 12 pulsa sebagai penyearah dengan menggunakan thyristor sebagai pengatur switching untuk mengubah tegangan AC menjadi DC.

2. Inverter 12 Pulsa

Inverter 12 pulsa digunakan untuk mengubah kembali tegangan yang telah ditransmisikan oleh rectifier 12 pulsa menjadi tegangan AC.

3. Reaktor

Pada rangkaian sistem transmisi HVDC ini menggunakan smoothing reactor dengan besar 1.0 H. Reaktor berfungsi untuk mengurangi harmonisa yang kemungkinan muncul pada line

18

HVDC dan mencegah gagalnya komutasi yang terjadi pada inverter 12 pulsa.

4. Sumber Daya Reaktif

Untuk mengubah tegangan AC menjadi DC atau sebaliknya, konverter membutuhkan daya reaktif sebesar kurang lebih 60%

dari daya aktif yang di transfer. Sumber daya reaktif yang digunakan adalah dua filter harmonisa.

Daya yang dikirim HVDC akan dijelaskan pada Tabel 3.3 Tabel 3. 3 Data Sistem Transmisi HVDC.

Tahun

2029 2032 2035 2040 2045 2050 DC Power Flow (MW) 600 450 500 500 500 800

3.1.2 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Barat

Pada subbab ini akan dibahas tentang data sistem kelistrikan Kalimantan Barat dengan dua bus 500 kV pada backbone yaitu Pontianak dan Ketapang, dimana bus backbone Pontianak diwakili oleh bus Sei Raya 500 kV. Sistem kelistrikan Kalimantan ini diasumsikan memiliki beban yang berada pada level tegangan 150 kV. Data beban, pembangkit yang existing dan perencanaan penambahan pembangkit akan ditampilkan hingga tahun 2050 pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 4 Data Beban Sistem Kelistrikan Kalbar.

Nama

19

Tabel 3.4 (Lanjutan) Data Beban Sistem Kelistrikan Kalbar

Nama berada di area Kalbar. Terdapat tiga jenis pembangkitan yang ada yaitu pembangkitan terpasang, rencana pembangkitan tetap dan rencana pembangkita variable. Pembangkitan terpasang adalah pembangkit yang telah dibangun. Rencana pembangkitan tetap adalah pembangkit yang sudah berada dalam proses konstruksi berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017-2026. Rencana pembangkitan variable adalah rencana pembangunan pembangkitan yang belum tetap.

Kapasitas pembangkit pada area Kalbar yang telah terpasang sebesar 480 MW dengan penjelasan pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.

Tabel 3. 5 Data Pembangkitan Terpasang Area Kalbar.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

Pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi pada area Kalbar adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 6 Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kalbar.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

20

Tabel 3.6 (Lanjutan) Data Rencana Pembangkit Tetap Area Kalbar.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTU Kalbar 3 PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kalbar 4 PLTU #1,2 2 x 100

PLTG Kalbar 2 PLTG #1,2,3,4,5 5 x 50

Total 1265

4.1.3 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

Pada subbab ini akan dibahas tentang data sistem kelistrikan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dengan tiga bus 500 kV pada backbone yaitu Sampit, Palangkaraya dan Banjarmasin. Sistem kelistrikan Kalimantan ini diasumsikan memiliki beban yang berada pada level tegangan 150 kV. Data beban, pembangkit yang existing dan perencanaan penambahan pembangkit akan ditampilkan hingga tahun 2050 pada Tabel 3.7.

Tabel 3. 7 Data Beban Sistem Kelistrikan Kalselteng.

Nama

21

Tabel 3.7 (Lanjutan) Data Beban Sistem Kelistrikan Kalselteng.

Nama

Pada tabel di bawah ini akan ditampilkan data pembangkitan yang berada di area Kalselteng. Terdapat tiga jenis pembangkitan yang ada yaitu pembangkitan terpasang, rencana pembangkitan tetap dan rencana pembangkita variable. Pembangkitan terpasang adalah pembangkit yang telah dibangun. Rencana pembangkitan tetap adalah pembangkit yang sudah berada dalam proses konstruksi berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017-2026. Rencana pembangkitan variable adalah rencana pembangunan pembangkitan yang belum tetap.

Kapasitas pembangkit pada area Kalselteng yang telah terpasang sebesar 480 MW dengan penjelasan pada Tabel 3.8 dan Tabel 3.9.

Tabel 3. 8 Data Pembangkitan Terpasang Area Kalselteng.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

Pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi pada area Kalselteng adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 9 Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kalselteng.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTU Kalsel (FTP 2) PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kalselteng 1 PLTU #1,2 2 x 100

22

Tabel 3.9 (Lanjutan) Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kalselteng.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

4.1.4 Data Sistem Kelistrikan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara

Pada subbab ini akan dibahas tentang data sistem kelistrikan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dengan empat bus 500 kV pada backbone yaitu Balikpapan, Samarinda, Bontang dan Tanjung Redeb.

Sistem kelistrikan Kalimantan ini diasumsikan memiliki beban yang berada pada level tegangan 150 kV. Data beban, pembangkit yang existing dan perencanaan penambahan pembangkit akan ditampilkan hingga tahun 2050 pada Tabel 3.10.

Tabel 3. 10 Data Beban Sistem Kelistrikan Kaltimra.

Nama

23

Tabel 3.10 (Lanjutan) Data Beban Sistem Kelistrikan Kaltimra.

Nama

Pada tabel di bawah ini akan ditampilkan data pembangkitan yang berada di area Kaltimra. Terdapat tiga jenis pembangkitan yang ada yaitu pembangkitan terpasang, rencana pembangkitan tetap dan rencana pembangkita variable. Pembangkitan terpasang adalah pembangkit yang telah dibangun. Rencana pembangkitan tetap adalah pembangkit yang sudah berada dalam proses konstruksi berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2017-2026. Rencana pembangkitan variable adalah rencana pembangunan pembangkitan yang belum tetap.

Kapasitas pembangkit pada area Kaltimra yang telah terpasang dengan penjelasan pada Tabel 3.11 dan 3.12.

Tabel 3. 11 Data Pembangkitan Terpasang Area Kaltimra.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

24

Tabel 3.11 (Lanjutan) Data Pembangkit Terpasang Area Kaltimra

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTGU Tanjung Batu PLTGU #1 60

PLTG Senipah PLTG #1,2 2 x 40

PLTG Kaltim Peaking PLTG #1,2 2 x 80

PLTG Sambera PLTG #1,2 2 x 20

PLTD Cogindo PLTG #1,2,3,4 4 x 10

Total 767.5

Pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi pada area Kaltimra adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 12 Data Rencana Pembangkitan Tetap Area Kaltimra.

Nama Jenis Unit Kapasitas (MW)

PLTU Kaltim 4 PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kaltim (FTP 2) PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kalstim 5 (MT) PLTU #1,2 2 x 100

PLTU Kaltim (MT PLTU #2 1 x 27.5

PLTGU Senipah PLTGU #1 1 x 36

PLTG Kaltim Peaker 2 PLTG #1,2,3,4,5 5 x 50

PLTU Kaltimra (MT) PLTU #1,2 2 x 200

PLTU Kaltim 3 (MT) PLTG #1,2 2 x 100

PLTU Kaltim 6 (MT) PLTU #1,2 2 x 100

PLTA Kelai PLTA - 55

PLTA Tabang PLTA - 360

Total 2128.5

25

BAB 4

ANALISIS KESTABILAN TRANSIEN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN

Berdasarkan data-data beban dan pembangkit yang didapatkan, dilakukan permodelan dengan membuat single line diagram menggunakan software DigSILENT PowerFactory 15.1. Permodelan dilakukan berdasarkan dan menggunakan data yang berada di bab sebelumnya.

Permodelan dilakukan dengan membuat single line diagram dari masing-masing area lalu dilakukan interkoneksi menggunakan sistem transmisi 500 kV. Setelah single line diagram telah dibuat, dilakukan simulasi load flow untuk mengetahui apakah sistem dapat berjalan dengan baik. Setelah simulai load flow telah dilakukan, kemudian dibuat event gangguan transien berupa short circuit pada line backbone 500 kV.

Permodelan dilakukan dengan membuat single line diagram dari masing-masing area lalu dilakukan interkoneksi menggunakan sistem transmisi 500 kV. Setelah single line diagram telah dibuat, dilakukan simulasi load flow untuk mengetahui apakah sistem dapat berjalan dengan baik. Setelah simulai load flow telah dilakukan, kemudian dibuat event gangguan transien berupa short circuit pada line backbone 500 kV.

Dokumen terkait