• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

4. Higher Order Thingking Skills (HOTS)

Kegiatan industri yang memanfaatkan sistem cyber-fisik semakin sering dilakukan di abad ke-21. Dampaknya, akan banyak pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh manusia akan digantikan oleh robot atau mesin. Manusia lambat laun akan kehilangan banyak lapangan pekerjaan jika tidak mampu beradaptasi dengan perubahan era ini. Namun, hal ini dapat dicegah dengan mencetak sumber daya manusia (SDM) dengan keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21. Perlu adanya perubahan pada sistem pembelajaran di sekolah agar dapat mencetak SDM yang sesuai dengan keterampilan abad 21. Adapun keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21 antara lain: 1) kreativitas (creativity), kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kemampuan berkolaborasi (collaboration), dan kemampuan berkomunikasi (communication). Keterampilan ini biasa disebut dengan 4C. Salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan 4C adalah mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang biasa dikenal dengan Higher Order Thingking Skills (HOTS) (Sani, 2019). Keterampilan ini dapat diasah lewat kegiatan pembelajaran di sekolah.

b. Pengertian HOTS

Keterampilan berpikir seseorang akan membuat dirinya dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ia temui disekitarnya. Menurut Sani (2019) keterampilan berpikir terbagi menjadi dua, yaitu Lower Order Thingking Skills (LOTS) dan Higher Order Thingking Skills (HOTS). Keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dapat menuntun seseorang dalam menemukan solusi dari permasalahan lewat proses yang lebih sistematis dan bermakna. Informasi atau ide yang didapatkan nantinya akan dianalisis, digabungkan dengan fakta/ data yang ada, dijelaskan, hingga sampai pada tahap kesimpulan. Dalam mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) peserta didik, diperlukan alat evaluasi yang dapat menunjang hal tersebut. Artinya, alat evaluasi yang diperlukan tidak hanya untuk melihat nilai, tetapi juga dapat mencetak peserta didik yang memiliki kemampuan abad 21.

c. Pengertian PISA dan Kaitannya dengan HOTS

Pada tingkat internasional, kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik diukur melalui beberapa tes, salah satunya adalah Programme for International Student Assessment (PISA). PISA dibuat oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Tes PISA mencakup 3 materi pelajaran dasar yaitu, IPA (science), membaca (reading), dan matematika (mathematics). Tes ini diuji kepada peserta didik yang berumur 15 tahun atau berada pada kelas IX SMP setiap tiga tahun sekali. Tes ini mampu mengukur kecakapan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi.

Hasil dari tes PISA tidak hanya untuk memastikan apakah peserta didik dapat memproses ulang informasi yang diterima, tetapi juga menguji seberapa baik dirinya dalam mengaplikasikan hal-hal yang dipelajarinya pada suatu permasalahan kompleks (di dalam maupun luar sekolah) untuk menghasilkan solusi yang nyata (OECD, 2018).

Menurut Sani (2019), ada enam tingkatan atau level pada soal tes PISA. Penjelasannya dijabarkan di dalam Tabel 2.2.

Tabel 2. 2. Tingkatan Uji Pengetahuan IPA dalam Tes PISA 2012 Tingkatan

Kompetensi Deskripsi Kemampuan

Level 1 Peserta didik dapat menyatakan penjelasan ilmiah yang nyata dan memiliki bukti dasar. Tetapi pengetahuan ilmiahnya terbatas, sehingga hanya dapat menerapkan apa yang diketahuinya pada beberapa situasi yang diketahuinya.

Level 2 Peserta didik dapat melakukan penalaran langsung dan menginterpretasi/ berpendapat secara harafiah. Hal ini dikarenakan peserta didik memiliki pengetahuan ilmiah yang cukup sehingga dapat memberikan penjelasan pada situasi yang dikenalnya atau dari hasil investigasi sederhana pada suatu permasalahan.

Level 3 Peserta didik dapat memilih dan mengidentifikasi antara fakta (isu ilmiah) dan pengetahuan lalu mendeskripsikan serta mengkomunikasikan sebuah fenomena pada model yang sederhana. Hal ini membuat peserta didik dapat mengembangkan pernyataan singkat menggunakan fakta beserta konsep ilmiahnya, dan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan ilmiah dari pelajaran yang sama mauun berbeda.

Level 4 Peserta didik dapat bekerja secara efektif dan mengintegrasikan penjelasan dari berbagai pelajaran sains dan teknologi beserta isu yang mencakup fenomena pelajaran tersebut. Penjelasan intra pelajaran ini juga dapat dihubungkan oleh peserta dalam aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat peserta didik pada akhirnya mampu untuk merefleksi tindakannya dan mengomunikasikan

Tingkatan

Kompetensi Deskripsi Kemampuan

keputusan yang diambilnya berdasarkan pengetahuan atau bukti ilmiah.

Level 5 Peserta didik dapat mengidentifikasi komponen ilmiah, menerapkan konsep dan pengetahuan sains pada permasalahan kompleks yang terjadi dalam kehidupan. Selain itu, peserta didik juga dapat membandingkan, memilih, dan mengevaluasi bukti ilmiah yang sesuai untuk solusi dari permasalahan terkait. Hal ini membuktikan bahwa peserta didik dapat menghubungkan pengetahuannya dengan baik dan mengkonstruksi argumen berdasarkan analisis kritis.

Level 6 Peserta didik dapat mengidentifikasi, menjelaskan, dan menerapkan pengetahuan umum ilmiah dan pengetahuan sains dalam permasalahan kompleks yang berbeda-beda secara terus menerus. Peserta didik sudah fasih dalam menghubungkan berbagai sumber informasi dan bukti yang berbeda-beda untuk mengambil sebuah keputusan/ kesimpulan. Selain itu, peserta didik mampu mendemonstrasikan bentuk pikiran dan penalaran yang ilmiah secara jelas dan terus menerus (konsisten) pada permasalahan kompleks yang tidak lumrah atau belum pernah ditemuinya. Bentuk kemampuan ini membuat peserta didik pada akhirnya mampu untuk mengembangkan argumen yang berpusat pada personal, sosial, dan situasi global.

Sumber: Sani, 2019 Pada dasarnya soal-soal PISA merupakan soal-soal HOTS yang mengambil tema berbasis global dan berasal dari lintas ilmu (Sani, 2019). Indonesia sendiri sudah berpartisipasi pada tes ini sejak tahun 2001. Sayangnya, capaian para peserta didik Indonesia pada tes PISA masih tergolong rendah. Pada tes PISA tahun 2015 yang diikuti oleh 70 negara, Indonesia menduduki peringkat 9 dari bawah (OECD, 2018). Hal ini diakibatkan karena masih banyak peserta didik yang tidak dibiasakan untuk mengasah HOTS-nya di sekolah.

Menurut Setiawan, dkk (2014), kaitan PISA dengan HOTS dapat dilihat pada karakteristik soal tipe PISA yang dibandingkan dengan karakteristik soal dengan level keterampilan berpikir menurut Bloom (Taksonomi Bloom). Pada Taksonomi Bloom level keterampilan berpikir yang tergolong kategori LOTS adalah C1-C3, sedangkan yang tergolong kategori HOTS adalah C4-C6. Jika soal tipe PISA dikaitkan dengan level keterampilan berpikir menurut Bloom, maka soal-soal level 1-3 tergolong keterampilan berpikir tingkat LOTS dan soal-soal level 4-6 tergolong keterampilan berpikir tingkat HOTS. Hubungan dari level PISA dan keterampilan berpikir menurut Taksonomi Bloom dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2. 3. Hubungan Level PISA dengan Taksonomi Bloom Level

PISA Taksonomi Bloom

Level Keterampilan Berpikir Level 1 C1 Mengingat Low Order Thingking Level 2 C2 Memahami Level 3 C3 Menerapkan Level 4 C4 Menganalisis High Order Thingking Level 5 C5 Mengevaluasi Level 6 C6 Menciptakan Sumber: Setiawan dkk, 2014

5. Learning Management System (LMS)

Dokumen terkait