• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi"

Copied!
256
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN MODEL FLIPPED CLASSROOM BERBANTUAN LEARNING MANAGEMENT SYSTEM EDMODO PADA MATERI SISTEM PERKEMBANGBIAKAN

TUMBUHAN DAN HEWAN KELAS IX SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Erista Rebeca Roulina Siahaan NIM : 161434057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

1 Tesalonika 5: 16-18

Kupersembahkan untuk:

Dua tokoh guru yang sejati di hidupku,

(3)

vii

ABSTRAK

PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN MODEL FLIPPED CLASSROOM BERBANTUAN LEARNING MANAGEMENT SYSTEM EDMODO PADA MATERI SISTEM PERKEMBANGBIAKAN

TUMBUHAN DAN HEWAN KELAS IX SMP

Erista Rebeca Roulina Siahaan 161434057

Flipped classroom adalah salah satu model pembelajaran yang terbentuk ketika terjadinya pergeseran budaya belajar dari konvensional ke arah modern. Berdasarkan hasil wawancara dengan empat guru IPA kelas IX SMP di Kota Yogyakarta, flipped classroom dianggap berpeluang membantu guru untuk mengajarkan materi yang berbobot besar dengan waktu tatap muka yang terbatas seperti materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan. Namun, pengetahuan guru terhadap bentuk alat evaluasi pembelajaran yang cocok pada model ini masih minim. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan dan mengetahui kualitas serta kelayakan alat evaluasi berbantuan Learning Management System (LMS) Edmodo untuk model pembelajaran flipped classroom pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP.

Penelitian menggunakan metode R&D 4-D yang dikembangkan oleh Thiagarajan dengan mengadaptasi 3 dari 4 tahap penelitian, yaitu 1) Pendefinisian (Define), 2) Perancangan (Design), dan 3) Pengembangan (Develop). Data didapatkan dari kegiatan wawancara dan validasi produk.

Hasil produk awal mencakup e-classroom Edmodo dan tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif yang dapat digunakan secara klasikal, dengan berbantuan LMS bernama Edmodo, ataupun keduanya. Adapun produk akhir penelitian adalah alat evaluasi dengan berbagai macam bentuk, seperti pada ranah kognitif berbentuk kuis online, pre & post tes, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), dan ulangan harian, pada ranah psikomotor berbentuk portofolio, dan di ranah afektif berbentuk jurnal sikap dan penilaian teman sejawat online. Hasil validasi menunjukkan bahwa produk tergolong ke dalam kategori sangat baik karena mendapatkan rerata skor sebesar 3,6. Kesimpulan penelitian adalah produk layak untuk diujicobakan dengan adanya perbaikan sesuai dengan saran dari validator.

(4)

viii

ABSTRACT

DEVELOPING AN LEARNING ASSESSMENT TOOL FOR FLIPPED CLASSROOM MODEL ASSITED WITH LEARNING MANAGEMENT SYSTEM EDMODO ABOUT THE BREEDING SYSTEM OF PLANTS AND

ANIMALS FOR THE NINETH GRADE

Erista Rebeca Roulina Siahaan 161434057

Flipped classroom is one of the learning model that was formed when learning culture changed from convensional to modern way. Based on interview with four teacher who teach science in 9th grade around Yogyakarta, flipped

classroom deemed to help teachers to teach the subject with lots of materials nor limited time to learn in class such as Breeding System of Plants and Animals. However, teacher’s knowledge of learning assessment tool that suitable for flipped classroom is still slight. Research aimed to develop and to know the quality along with appropriateness of the learning assessment tool assited with LMS Edmodo for flipped classroom model in Breeding System of Plants and Animals for 9th grade.

Research used R&D method from 4-D by Thiagarajan while adappting 3 of 4 stages in the method, which are 1) Define, 2) Design, and 3) Develop. Data obtained from interview and validation.

Initial product’s result includes Edmodo e-classroom and three domains of learning outcomes which are cognitive, psychomotor, and affective that can be used in the classroom, assisted by LMS named Edmodo, or combination of the two. The final product were into various forms, like in cognitive formed into online quiz, pre-post test, student’s worksheet, and final exam, psychomotor formed into portofolio, and affective formed into an online affective peer-to-peer and affective journal. Validation’s result shows the product categorized as very good term because got 3.6 of total average. The research concluded that learning assessment was feasible tobe tested with improvements from the validators’ suggestions.

Keywords: Research and Developments, learning assessment tool, flipped classroom, LMS

(5)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsinya yang berjudul “Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran Model Flipped Classroom Berbantuan Learning Management System Edmodo Pada Materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan Kelas IX SMP” dengan baik. Naskah skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat gelar sarjana pendidikan di Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pelaksanaan kegiatan penelitian hingga penyusunan naskah skripsi tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya motivasi, masukan, kritik, dan saran kepada penulis dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbing penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi.

2. Kedua orangtuaku, Edison Siahaan dan Rince Christina Pakpahan serta kedua adikku, Daniel dan Demetrio yang telah mencintaiku dengan sepenuh hati. 3. Ibu Dr. Luisa Diana Handoyo, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Biologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Yoanni Maria Lauda Feroniasanti M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, arahan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis mulai dari awal penelitian hingga naskah skripsi ini selesai disusun.

(6)

x

5. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan motivasi selama penulis menjalani perkuliahan.

6. Kepala SMP Negeri 1 Yogyakarta, SMP Negeri 6 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, dan SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta yang telah memberikan izin dan kesediaan waktunya kepada penulis agar penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

7. Bapak Hendra Michael Aquan, S.Si., MEnvMgmt., Ibu Mega Wulandari, M.Hum., Ibu Evi Lianawati, S.Pd., dan Ibu Widyati, S.Pd. yang telah bersedia menjadi validator dalam penelitian ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi beserta Staff Sekretariat JPMIPA atas bimbingan dan bantuan kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 9. Christianto Ega Prasetyo, yang selalu mendukung penulis selama 24/7

sekaligus partner untuk saling melengkapi, berkembang, dan menguatkan. 10. Altha, Fica, Debby Eli, Wulan, Belinda, Cecep, Vina, Prima, Laura, Iren,

Abednego, Andi, dan Norman, para sahabat yang tidak pernah lelah untuk saling mendoakan dan mendukung satu sama lain agar bisa menyelesaikan segala sesuatu yang sedang dikerjakan sampai tuntas.

11. Mbak Monicha Roosa, kakak saya selama di Yogyakarta sekaligus teman diskusi dan berbagi cerita tentang segala hal.

12. Lindra, Ayu, Maria, Tyas, dan Yolla, teman-teman kost yang selalu saling bahu membahu dan menemani kala mengerjakan skripsi #dikostsaja.

(7)

xi

13. Rhajiv, Anindita, Azizha, Rizky, Triana, Arvin, Graini, Christy, Dewi, Nida, Lina, dan Dwi Setyo, teman-temanku yang jauh di mata tetapi selalu dekat di hati. Terima kasih karena selalu saling mendoakan, menguatkan, dan menghibur sejak bertahun-tahun yang lalu.

14. Teman-teman Pendidikan Biologi Angkatan 2016, keluarga besar Pendidikan Biologi USD, dan Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

15. Semua pihak yang turut dalam penulisan naskah skripsi ini tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, doa, dan dukungannya

Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih memiliki kekurangan sehingga diperlukan adanya perbaikan pada penelitian selanjutnya. Akhir kata, semoga karya ini dapat berguna bagi setiap orang yang akan melakukan kegiatan penelitian yang sejenis.

Yogyakarta, 1 Oktober 2020

(8)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Batasan Masalah ... 4 D. Tujuan Penelitian ... 5 E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Evaluasi Pembelajaran ... 7

2. Alat Evaluasi Pembelajaran ... 8

3. Model Pembelajaran Flipped Classroom ... 13

4. Higher Order Thingking Skills (HOTS) ... 19

5. Learning Management System (LMS) ... 23

6. Materi Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan ... 27

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

(9)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Langkah-Langkah Penelitian Pengembangan ... 37

C. Spesifikasi Produk ... 39

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 40

E. Teknik Analisis Data ... 45

F. Indikator Keberhasilan Penelitian ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil Analisa Kebutuhan ... 49

B. Hasil dan Deskripsi Produk Awal ... 61

1. Alat Evaluasi Ranah Kognitif ... 62

2. Alat Evaluasi Ranah Afektif ... 63

3. Alat Evaluasi Ranah Psikomotor... 67

4. E-classroom Edmodo ... 69

C. Hasil Validasi Produk ... 73

1. Data Hasil Validasi Ahli Materi ... 74

2. Data Hasil Validasi Ahli Media ... 74

3. Data Hasil Validasi Guru IPA SMP Kelas IX... 75

D. Revisi dan Kajian Produk Akhir ... 77

E. Pembahasan ... 84 F. Keterbatasan Pengembangan ... 90 BAB V PENUTUP ... 91 A. Kesimpulan ... 91 B. Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN ... 96

(10)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Perbedaan Kegiatan Klasikal Model Tradisional dengan Flipped

Classroom ... 15

Tabel 2. 2. Tingkatan Uji Pengetahuan IPA dalam Tes PISA 2012 ... 21

Tabel 2. 3. Hubungan Level PISA dengan Taksonomi Bloom ... 23

Tabel 3. 1. Kisi-Kisi Analisis Kebutuhan melalui Wawancara ... 41

Tabel 3. 2. Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Ahli Materi, Media, dan Guru Mata Pelajaran ... 43

Tabel 3. 3. Pedoman Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif Skala Lima ... 46

Tabel 3. 4. Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 47

Tabel 4. 1. Hasil Wawancara Analisis Kebetuhan ... 51

Tabel 4. 2. Komentar dan Saran Validator Ahli Media ... 74

Tabel 4. 3. Rekapitulasi Hasil Validasi Produk oleh Guru ... 75

Tabel 4. 4. Komentar dan Saran Validator Guru I ... 76

Tabel 4. 5. Rekapitulasi Data Hasil Validasi Keempat Validator ... 76

(11)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Literature Map Relevansi Penelitian ... 32

Gambar 2. 2. Diangram Kerangka Berpikir ... 35

Gambar 3. 1. Langkah-langkah Model R&D 4-D milik Thiagarajan (Sugiyono, 2017) ... 36

Gambar 3. 2. Langkah-langkah Penelitian Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran Model Flipped Classroom Berbantuan LMS Pada Materi Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan Kelas IX SMP dengan metode 4-D ... 37

Gambar 4. 1. Pengantar Penilaian Teman Sejawat di Google Form ... 64

Gambar 4. 2. Bagian Data Diri Penilai (1) ... 64

Gambar 4. 3. Bagian Data Diri Penilai (2) ... 65

Gambar 4. 4. Bagian Data Diri Orang yang Dinilai ... 66

Gambar 4. 5. Salah Satu Pernyataan dan Pilihan Jawaban ... 67

Gambar 4. 6. Kolom Pengumpulan Tugas Vlog di E-Classroom Edmodo (via Teacher account) ... 68

Gambar 4. 7. Kolom Pengumpulan Tugas Vlog di E-Classroom Edmodo (via Student account) ... 69

Gambar 4. 8. Welcome Greetings E-classroom ... 70

Gambar 4. 9. Salah Satu Unggahan Materi Pembelajaran Tiap Pertemuan... 71

Gambar 4. 10. Contoh Pengumuman: Undangan Diskusi Online ... 72

(12)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus Kegiatan Pembelajaran ... 97

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 102

Lampiran 3. Uraian Materi Pembelajaran ... 121

Lampiran 4. Lembar Penilaian Pengetahuan/ Kognitif ... 132

Lampiran 5. Lembar Penilaian Sikap/ Afektif ... 181

Lampiran 6. Lembar Penilaian Keterampilan/ Psikomotor... 189

Lampiran 7. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ... 192

Lampiran 8. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan ... 208

Lampiran 9. Surat Izin Wawancara Analisis Kebutuhan ... 211

Lampiran 10. Lembar Kuesioner Validasi Produk ... 215

Lampiran 11. Surat Izin Validasi Produk ... 235

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Digital native adalah istilah yang menggambarkan perilaku manusia yang lahir dan tumbuh pada zaman yang serba digital dan hidupnya tidak dapat terpisah dari perkembangan teknologi. Hal ini menyebabkan manusia pada zaman sekarang dianggap mampu beradaptasi dengan perubahan tren yang dinamis dan cepat berubah dari segala aspel sehingga mendukung munculnya peradaban yang baru (Prensky, 2001). Rupanya, hal ini juga membuat adanya pergeseran budaya belajar di beberapa negara. Indonesia adalah salah satunya. Gaya pembelajaran yang awalnya konvensional diubah ke dalam bentuk digital/ IT karena lebih diminati oleh peserta didik yang sudah berperilaku digital native (Krentler and Willis-Flurry, 2005). Konsep belajar yang hanya berada di kelas dianggap kuno karena dengan bantuan teknologi peserta didik dapat belajar dimana, kapan, dan dengan siapa pun. Hal ini pula yang menjadi alasan munculnya model flipped classroom pada tahun 2000 (Tütüncü and Aksu, 2018).

Secara garis besar flipped classroom adalah model pembelajaran yang membalik budaya belajar yang telah ada. Saat di luar kelas peserta didik belajar dan memahami materi di luar kelas, sedangkan di dalam kelas mereka melakukan kegiatan mengerjakan tugas dan kolaboratif. Flipped classroom membuat peserta didik dapat memanfaatkan perkembangan teknologi secara maksimal karena dapat diakses secara online/ daring (Kurniawidi dan Nakita,

(14)

2015). Namun, model pembelajaran ini dianggap sulit untuk diaplikasikan karena guru harus membuat alat evaluasi pembelajaran yang berbeda untuk memastikan keberhasilan proses belajar saat di luar kelas. Kebutuhan akan alat evaluasi yang berbeda (khususnya untuk model flipped classroom) masuk ke dalam tingkat penting agar proses pembelajaran dapat terukur keberhasilannya. Perkembangan alat evaluasi untuk mengakomodasi flipped classroom harus mengacu pada teknik penilaian tertentu sehingga tidak melenceng dari fungsi dasar sebuah alat evaluasi (Jamornmann, 2004).

Learning Management System atau LMS adalah portal daring yang dapat digunakan guru untuk menjangkau peserta didik dalam memberikan pembelajaran layaknya di kelas. Lewat LMS, guru dapat mengunggah banyak materi pembelajaran dalam bentuk bermacam-macam (video interaktif, e-modul, infogaris, dan lain-lain) (Cavus and Alhih, 2014) beserta dengan alat evaluasi pembelajaran yang dapat diakses secara daring. EDMODO merupakan salah satu contoh LMS tidak berbayar yang sering digunakan oleh guru karena cenderung praktis digunakan. Hal ini dikarenakan tampilannya yang mirip dengan salah satu media sosial yaitu Facebook (Usman, 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di empat sekolah, materi tentang Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan di kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) dianggap cocok untuk diajarkan ke peserta didik melalui model flipped classroom. Pada kegiatan wawancara, guru-guru menyatakan bahwa materi ini memiliki bobot teori yang cukup besar sehingga tidak jarang menimbulkan miskonsepsi diantara peserta didik jika materi tidak

(15)

diulang-ulang kembali. Akan tetapi, waktu pembelajaran klasikal itu terbatas. Jika guru harus selalu mengulang isi materi terkait, maka kegiatan pembelajaran lainnya juga ikut tertunda, tidak terkecuali kegiatan evaluasi pembelajaran.

Menurut Suriadhi, dkk (2014), dengan flipped classroom guru dapat lebih membagi bobot belajar teori dan aplikatif pada suatu materi agar lebih efisien dan efektif karena pembelajaran di luar kelas dapat dilakukan melalui LMS. Hal ini juga membuat proses evaluasi pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan di jam klasikal, tetapi juga saat di luar jam klasikal. Namun, diperlukan pengembangan alat evaluasi pembelajaran khususnya yang cocok dengan flipped classroom agar dapat terukur keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara analisis kebutuhan yang menyatakan bahwa guru-guru merasa bahwa flipped classroom dapat cocok untuk diajarkan pada materi terkait namun pengetahuan mereka terhadap alat evaluasi yang cocok dengan flipped classroom.

Alat evaluasi yang dikembangkan dapat digunakan baik secara klasikal (paper based), dengan berbantuan LMS bernama Edmodo, ataupun keduanya. Bentuk alat evaluasi beragam sehingga mampu menarik minat peserta didik dalam belajar literasi sains (Salamah dkk, 2017). Selain itu, alat evaluasi juga mencakup ketiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan alat evaluasi pada penelitian ini mengadaptasi poin-poin tersebut agar pembelajaran dengan model flipped classroom dapat terjadi secara maksimal dan bermakna dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik (Alanda dkk, 2019). Peserta didik dapat dibiasakan

(16)

untuk mengasah keterampilannya dalam berpikir tingkat tinggi lewat pemberian soal-soal Higer Order Thingking Skill (HOTS) yang dapat juga didaptasi dari model tes PISA. Pembiasaan pengerjaan soal HOTS dengan adaptasi model PISA sejak dini kepada peserta didik dapat berdampak baik. Hal ini dikarenakan peserta didik dapat dilatih keterampilan berpikir tingkat tingginya melalui beberapa tingkatan/ level kemampuan berpikir dalam cakupan yang lebih luas dan global (Pratiwi, 2019).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk alat evaluasi yang sering digunakan guru pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP?

2. Bagaimana desain pengembangan alat evaluasi berbantuan LMS untuk model pembelajaran flipped classroom pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP?

3. Bagaimana kualitas dan kelayakan alat evaluasi yang dikembangkan untuk model pembelajaran flipped classroom dengan berbantuan LMS pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP?

C. Batasan Masalah

Meninjau dari rumusan masalah, peneliti menyusun batasan masalah dalam penelitian ini, antara lain:

1. Dalam melakukan analisis kebutuhan sekolah, peneliti hanya memilih sekolah yang berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

(17)

2. Alat evaluasi yang dikembangkan hanya untuk mata pelajaran IPA-Biologi Kelas IX semester I materi Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan (KD 3.2 & 4.2).

3. Kompetensi Dasar yang digunakan mengacu dari Kompetensi Dasar yang terdapat di dalam Kurikulum 2013.

4. Nama aplikasi LMS yang digunakan dalam penelitian adalah Edmodo.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk alat evaluasi yang sering digunakan guru pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP. 2. Untuk mengembangkan desain pengembangan alat evaluasi berbantuan

LMS untuk model pembelajaran flipped classroom pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP.

3. Untuk mengetahui kualitas dan kelayakan alat evaluasi yang dikembangkan untuk model pembelajaran flipped classroom dengan berbantuan LMS pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak terkait, yaitu:

(18)

Peneliti memperoleh pengalaman dan wawasan yang lebih luas dalam mengembangkan alat evaluasi khusus untuk model pembelajaran flipped classroom dengan berbantuan LMS pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan sehingga dapat digergunakan untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Guru

Guru memiliki variasi model alat evaluasi yang lebih beragam, terbaharui, dan sesuai dengan pesatnya kemajuan zaman untuk mengukur kemajuan pembelajaran peserta didik.

3. Bagi Peserta Didik

Membuat peserta didik tidak memandang tugas sebagai beban melainkan suatu kegiatan yang menyenangkan karena dapat mengembangkan soft skills dan hard skills yang sesuai dengan kebutuhan era zaman sekarang tetapi masih berhubungan dengan materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan

4. Bagi Sekolah

Hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengembangan alat evaluasi yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

(19)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Evaluasi Pembelajaran

a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran bukan hal yang asing di dunia pendidikan karena evaluasi pada proses pembelajaran dianggap penting dalam menilai sistem pembelajaran (semua komponen yang terlibat pada pembelajaran) secara menyeluruh ke dalam bentuk kuantitatif. Secara umum, evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk mengetahui tingkat keefektifan suatu proses pembelajaran. Dalam melakukan evaluasi, dilakukan juga kegiatan penilaian dan pengukuran (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015). Hasil evaluasi dapat dijadikan umpan balik untuk bahan refleksi dan perbaikan terhadap proses pembelajaran agar bisa lebih baik di masa mendatang.

b. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi suatu sistem pembelajaran. Secara umum, sistem pembelajaran terdiri atas beberapa komponen, contohnya adalah tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan belajar, kemampuan peserta didik dan guru, maupun bentuk penilaian terhadap proses-hasil belajar (Arifin, 2012). Evaluasi dapat menjadi bukti tingkat kemajuan peserta didik selama proses

(20)

pembelajaran pada jangka waktu dan sistem pembelajaran tertentu. Dengan bukti ini, guru dapat dengan mudah mendapatkan umpan balik untuk merefleksikan dan memperbaiki komponen sistem pembelajaran yang telah dilakukan (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015).

Menurut Arifin (2012), evaluasi pembelajaran juga memiliki fungsinya sendiri. Berikut adalah penjabarannya:

1) Sebagai sarana perbaikan dan pengembangan terhadap sistem pembelajaran. Perbaikan dan pengembangan ini dapat terjadi pada keseluruhan sistem pembelajaran ataupun pada komponen tertentu di dalam sistem pembelajaran.

2) Sebagai salah satu bahan pertimbangan akreditasi pada suatu lembaga pendidikan.

2. Alat Evaluasi Pembelajaran

a. Pengertian dan Karakteristik Alat Evaluasi Pembelajaran

Arifin (2012) menyatakan bahwa alat evaluasi pembelajaran adalah suatu alat yang digunakan guru untuk mengetahui berhasil tidaknya proses pembelajaran. Alat evaluasi dapat juga disebut dengan instrumen evaluasi. Alat evaluasi dapat digunakan saat proses pembelajaran berlangsung maupun saat sudah selesai. Mengingat kehadiran alat evaluasi tergolong penting di dalam proses pembelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan harus sesuai dengan karakteristiknya. Berikut adalah penjabarannya:

(21)

1. Valid

Alat evaluasi pembelajaran dapat dikatakan valid jika dapat mengukur sesuatu pada objek yang hendak diukur dengan tepat. Misalnya, guru ingin mengevaluasi sitem pembelajaran pada mata pelajaran IPA di materi sistem peredaran darah, maka alat evaluasi yang digunakan harus hanya untuk mengevaluasi setiap komponen pembelajaran pada materi tersebut. Komponen yang dimaksud seperti metode, media, tujuan, dan lain-lain. Tetapi menurut Kerlinger (1989, di dalam Arifin, 2012), validitas alat tidak cukup jika hanya ditentukan dari derajat ketepatan instrumen dalam mengukur sesuatu. Alat evaluasi juga harus melihat dari 3 kriteria lain, yaitu appropriatness, meaningfullness, dan usefullness agar dapat dianggap valid. Appropriatness adalah bentuk kelayakan suatu alat evaluasi dalam menjangkau keragaman aspek/ ranah perilaku peserta didik (kognitif, psikomotorik, dan afektif). Meaningfullness artinya alat evaluasi pada salah satu ranah tidak memiliki proporsi penilaian lebih tinggi daripada ranah yang lain, semuanya seimbang. Terakhir, usefullness adalah hasil yang didapatkan dari alat evaluasi dapat menghasilkan kesimpulan hasil proses pembelajaran peserta didik dengan detail dan sesuai fakta.

2. Reliabel

Alat evaluasi pembelajaran dapat dianggap reliabel jika dapat memberikan hasil yang tetap sama walaupun digunakan berulang-ulang pada peserta didik. Contohnya, guru menyusun alat evaluasi yang akan diberikan

(22)

kepada kelompok peserta didik pada saat ini, kemudian alat evaluasi yang sama diberikan kepada kelompok peserta didik yang juga sama pada waktu yang berbeda. Jika alat evaluasi menunjukkan hasil yang tetap atau hampir sama, maka alat evaluasi memiliki tingkat reliabel yang tinggi (Arifin, 2012).

3. Relevan

Alat evaluasi pembelajaran yang telah disusun harus sesuai dengan standar kompetensi, Kompetensi Dasar (KD), dan indikator yang telah dirumuskan di dalam RPP. Selain itu, alat evaluasi penilaian hasil belajar harus menggunakan instrumen yang sesuai dengan ranah yang akan diukur, Contohnya, untuk menilai ranah kognitif maka menggunakan instrumen teknik tes, bukan non-tes (Arifin, 2012).

4. Representatif

Alat evaluasi pembelajaran harus dapat mewakili seluruh materi pembelajaran terkait. Dalam hal ini, alat evaluasi yang disusun harus bercauan dari silabus dan sesuai dengan semua sub materi (teoritis maupun aplikatif) yang terdapat di dalam materi pembelajaran terkait (Arifin, 2012).

5. Praktis

Alat evaluasi pembelajaran dapat mudah untuk digunakan. Hal ini dapat dilihat dari teknik penyusunan alat evaluasi oleh guru, kemudahan peserta didik untuk menggunakannya, serta hasil data mentah pada suatu alat evaluasi dapat dengan cepat diperiksa atau tidak (Arifin, 2012).

(23)

6. Spesifik

Alat evaluasi pembelajaran juga harus diimbangi dengan kisi-kisi dan rubrik penilaian yang jelas dan sesuai dengan jenis alat evaluasi yang digunakan. Hal ini dilakukan agar proses evaluasi tidak menimbulkan ambiguitas bagi orang yang dinilai (peserta didik) maupun orang yang menilai (guru) (Arifin, 2012).

7. Objektivitas

Ratnawulan dan Rusdiana (2015) menyampaikan bahwa alat evaluasi pembelajaran wajib terbebas dari unsur subjektivitas. Untuk memastikan objektivitas suatu alat evaluasi, maka alat evaluasi harus ditinjau dari beberapa hal. Pertama, isi alat evaluasi tidak mengandung latar belakang atau data dari orang yang dinilai yang bersifat pribadi seperti suku, agama, ras, atau bahkan relasi antara penilai dengan orang yang dinilai. Kedua, penilai harus dapat melihat kemampuan peserta didik yang sesuai dengan kenyataannya. Ketiga, proses evaluasi harus bersifat kontinu dan komprehensif.

8. Proporsional

Menurut Arifin (2012), alat evaluasi pembelajaran harus memiliki rentang kesulitan yang beragam. Misalnya, pada alat evaluasi ranah kognitif jenis tes berbentuk uraian seorang guru tidak boleh menyusun soal-soal uraian dengan tingkat kesulitan dan kemudahan yang sama.

(24)

9. Ekonomis

Alat evaluasi pembelajaran akan lebih baik jika disusun tanpa memerlukan biaya yang besar dan tenaga yang banyak sehingga guru dapat dengan mudah untuk membuatnya sendiri (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015). b. Teknik Penilaian di dalam Alat Evaluasi Pembelajaran

Kegiatan evaluasi pembelajaran tidak dapat dilakukan tanpa adanya bantuan alat atau instrumen pengumpulan data evaluasi pembelajaran. Data ini dikumpulkan lewat kegiatan penilaian. Menurut Ratnawulan dan Rusdiana (2015), terdapat 2 teknik penilaian yang biasa digunakan, yaitu tes dan non tes. Pada prinsipnya, evaluasi pembelajaran dapat menggunakan kedua teknik penilaian agar didapatkan kesimpulan yang mencakup keseluruhan aspek dan ranah pembelajaran yang ada. Dalam hal ini, jika evaluasi dilihat dari pendekatan hasil belajar. Berikut adalah penjabaran dari kedua teknik penilaian tersebut.

1. Tes

Tes merupakan teknik penilaian untuk mengumpulkan data evaluasi pembelajaran terutama yang berkaitan dengan hasil belajar pada ranah kognitif dan psikomotorik. Ranah afektif juga dapat menggunakan teknik ini tetapi kurang dapat menggali ranah tersebut dengan detail. Teknik tes dapat disebut juga dengan penugasan dan ujian karena komponennya yang terdiri atas pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015). Contoh teknik tes berdasarkan bentuk jawabannya

(25)

adalah tes tertulis (dibagi lagi menjadi 2, yaitu uraian dan objektif), tes lisan, dan tes perbuatan (Arifin, 2012).

2. Non-Tes

Non-tes merupakan teknik untuk menilai kualitas proses dan hasil pembelajaran peserta didik khususnya pada ranah afektif. Hal ini dikarenakan hasil belajar ranah afektif lekat dengan perkembangan psikologis peserta didik. Adapun contoh teknik non-tes adalah observasi, wawancara, kuesioner, dan daftar cek (Arifin, 2012).

3. Model Pembelajaran Flipped Classroom a. Sejarah Munculnya Flipped Classroom

Flipped Classroom merupakan model pembelajaran yang pertama kali ditemukan dan dikembangkan oleh 2 guru kimia di sekolah menengah atas (SMA) dari Woodland Park, Colorado. Jonathan Bergmenn dan Aaron Sams awalnya mengembangkan model pembelajaran untuk mengatasi permasalahan peserta didik mereka yang sering ketinggalan pelajaran karena sibuk mengikuti kegiatan luar kelas. Untuk mengatasi hal ini, Bergemenn dan Sams merekam proses pembelajaran yang ada di dalam kelas dan menguploadnya ke beberapa platform berbasis online (pada waktu itu masih website berupa blog) atau pun membagikannya langsung kepada peserta didik lewat iPod, flash drive, maupun compact disc (CD). Model pembelajaran ini disenangi dan dianggap efektif menangani masalah tersebut. Hingga akhirnya, video rekaman pembelajaran yang mereka buat rupanya ditonton juga oleh peserta didik di seluruh dunia. Pada saat itu, model pembelajaran

(26)

flipped classroom mulai digemari dan dikembangkan menjadi beberapa tipe (Bergmann and Sams, 2012).

b. Pengertian Model Pembelajaran Flipped Classroom

Pada dasarnya flipped classroom adalah model pembelajaran yang membalik budaya belajar yang ada selama ini (Bergmann and Sams, 2012). Kemudahan menggunakan model flipped classroom juga didukung oleh kemajuan teknologi di abad ke-21. Kegiatan yang biasa dilakukan di dalam kelas dapat dilakukan di rumah (atau dimana saja, asal di luar kelas) karena peserta didik dapat mengakses hampir semua kegiatan pembelajaran secara online (Kurniawidi and Nakita, 2015). Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk menunjang Flipped Classroom adalah LMS (Ozdamli and Asiksoy, 2016).

Namun, kegiatan klasikal (di dalam kelas) masih harus ada pelaksanaannya. Kegiatan klasikal diisi dengan kegiatan pengerjaan tugas dan guru banyak meluruskan hal-hal miskonsepsi yang masih sering dilakukan oleh peserta didik. Dalam hal ini, guru tidak lagi menjelaskan materi di dalam kelas. Model pembelajaran ini membuat peserta didik jadi lebih percaya diri terhadap kemampuannya saat belajar karena guru berperan besar sebagai fasilitator (Hamdan et al., 2013). Bergmann dan Sams (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan isi kegiatan klasikal pada model tradisional dan flipped. Perbedaannya tersaji di dalam Tabel 2.1

(27)

Tabel 2. 1. Perbedaan Kegiatan Klasikal Model Tradisional dengan Flipped Classroom

TRADISIONAL FLIPPED

Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu

- Saat di rumah, peserta didik menonton video materi pembelajaran yang akan dibahas besok

H-1 Kelas Berlangsung

Pembukaan (apersepsi) 5 menit Pembukaan (apersepsi)

5 menit Sesi membahas

pekerjaan rumah yang telah dikerjaan peserta

didik

10 menit Sesi tanya jawab berdasarkan video

yang diputar

10 menit

Pemberian materi baru oleh guru

30 menit Kegiatan latihan atau praktikum

mandiri dan terbimbing

60 menit

Kegiatan latihan atau praktikum mandiri dan

terbimbing 40 menit Penutup, penugasan berupa kewajiban untuk menonton video materi selanjutnya di rumah 5 menit Penutup, penugasan: pekerjaan rumah/ tugas

kelompok

5 menit

-

Sumber: Bergmann and Sams, 2012 Catatan: . Waktu telah disesuaikan dengan kebutuhan Jam Pelajaran (JP) di

Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu 40 menit/ JP

Durasi pada kegiatan latihan atau praktikum mandiri terbimbing di flipped classroom dilakukan lebih lama daripada kelas tradisional karena guru dapat lebih lama dalam berkeliling kelas untuk melihat kemampuan tiap peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat lebih lama berdiskusi dengan guru pada bagian yang mereka tidak mengerti (Bergmann and Sams, 2012).

(28)

Flipped Classroom memiliki empat pilar utama yang menjadi dasar pelaksanaannya. Empat pilar ini disingkat menjadi kata F-L-I-P. Adapun kepanjangan dari F-L-I-P antara lain, Flexible Environment (fleksibilitas di dalam lingkungan belajar), Learning Culture (adanya pergeseran budaya belajar dari guru sebagai pusat pembelajaran menjadi student centered approach), Inentional Content (pemaksimalan waktu di dalam kelas agar kemampuan peserta didik lebih berkembang), dan Professional Educator (guru dituntut secara kontinu untuk menjadi seorang fasilitator, evaluator, sekaligus manager kelas yang profesional) (Hamdan et al., 2013).

c. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Flipped Classroom

Menurut Ozdamli dan Asiksoy (2016), terdapat tiga tipe model pembelajaran flipped classroom. Berikut adalah penjabarannya.

1) Traditional flip

Flipped classroom tradisional merupakan model flipped classroom mula-mula yang dikembangkan oleh Bergmann & Sams. Pembelajaran dimula-mulai sehari sebelum kegiatan pembelajaran secara klasikal. Guru akan memberikan video materi pembelajaran yang akan dipelajari di pertemuan selanjutnya baik secara online ataupun tidak agar peserta didik dapat menontonnya di rumah. Kegiatan klasikal akan diisi dengan kegiatan diskusi bersama dan penugasan. Sayangnya pada flipped classroom tradisional guru masih belum bisa memantau kegiatan peserta didik saat di rumah.

(29)

Flipped classroom parsial memiliki model yang hampir sama dengan flipped classroom tradisional. Pembedanya adalah adanya kompromisasi pada peserta didik yang tidak menonton video materi pelajaran karena suatu kondisi tertentu. Guru justru memberikan waktu kepada peserta didik untuk menonton video materi sebelum atau setelah kegiatan klasikal berakhir.

3) Holistic flip

Flipped classroom holistik merupakan model yang sudah lebih terintegrasi dan termonitor. Kegiatan belajar peserta didik di luar kelas dapat dipantau melalui teknologi yang dapat diakses oleh guru, peserta didik, bahkan orang tua peserta didik. Teknologi yang digunakan tidak hanya untuk menonton materi, tetapi juga untuk kegiatan evaluasi pembelajaran seperti diskusi online, kuis online, bahkan pengumpulan tugas secara online. Efeknya, pembelajaran akan jauh lebih efektif dan efisien karena peserta didik dapat belajar dimana dan kapan saja.

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Flipped Classroom Sebagai salah satu model pembelajaran, flipped classroom juga memiliki kelebihan dan kekurangan pada saat diterapkan ke dalam pembelajaran. Berikut adalah penjabaran menurut Ozdamli dan Asiksoy (2016) serta Bergmann dan Sams (2012):

1) Kelebihan

Dalam penerapannya, flipped classroom menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, membuat susana kelas menjadi lebih interaktif karena

(30)

interaksi antara guru dan peserta didik jadi lebih banyak. Kedua, guru dapat lebih memahami kemampuan peserta didik yang berbeda-beda, sehingga guru dapat memenuhi kebutuhan peserta didik baik dari kegiatan pembelajaran, proses evaluasi yang baik, serta pendampingan emosional di sekolah. Ketiga, meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi karena kegiatan klasikal tidak terus berisi ceramah guru. Keempat, peserta didik yang ketinggalan materi tidak perlu kesulitan lagi untuk mengejar ketertinggalannya karena materi dapat diakses kapan pun dan diulang-ulang secara mandiri. Peserta didik dapat mengejar ketertinggalannya dalam waktu yang relatif cepat walaupun bobot materi tersebut tergolong besar. Kelima, membiasakan peserta didik untuk menjadi pribadi yang mau maju lewat kegiatan tugas kelompok. Tugas kelompok dapat memunculkan tutor-tutor sebaya yang dapat membantu temannya sendiri saat belajar di kelas.

2) Kekurangan

Model pembelajaran flipped classroom juga memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Pertama, guru harus bisa memastikan apakah peserta didik benar-benar belajar saat di luar jam klasikal. Jika peserta didik tidak belajar terlebih dahulu, maka proses pembelajaran klasikal akan terhambat. Kedua, adanya kemungkinan peserta didik tidak dapat mengakses bahan ajar karena keterbatasan teknologi pendukung atau pun akses untuk mendapatkan internet. Ketiga, proses adaptasi terhadap pergantian budaya belajar dari teacher-centered menjadi student-centered

(31)

membutuhkan waktu yang lama jika kelas sudah terbiasa dengan budaya teacher-centered. Keempat, guru membutuhkan tenaga dan waktu yang ekstra untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran baik untuk klasikal dan e-class.

4. Higher Order Thingking Skills (HOTS) a. Urgensi Kebutuhan Dunia Terhadap HOTS

Kegiatan industri yang memanfaatkan sistem cyber-fisik semakin sering dilakukan di abad ke-21. Dampaknya, akan banyak pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh manusia akan digantikan oleh robot atau mesin. Manusia lambat laun akan kehilangan banyak lapangan pekerjaan jika tidak mampu beradaptasi dengan perubahan era ini. Namun, hal ini dapat dicegah dengan mencetak sumber daya manusia (SDM) dengan keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21. Perlu adanya perubahan pada sistem pembelajaran di sekolah agar dapat mencetak SDM yang sesuai dengan keterampilan abad 21. Adapun keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21 antara lain: 1) kreativitas (creativity), kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kemampuan berkolaborasi (collaboration), dan kemampuan berkomunikasi (communication). Keterampilan ini biasa disebut dengan 4C. Salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan 4C adalah mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang biasa dikenal dengan Higher Order Thingking Skills (HOTS) (Sani, 2019). Keterampilan ini dapat diasah lewat kegiatan pembelajaran di sekolah.

(32)

b. Pengertian HOTS

Keterampilan berpikir seseorang akan membuat dirinya dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ia temui disekitarnya. Menurut Sani (2019) keterampilan berpikir terbagi menjadi dua, yaitu Lower Order Thingking Skills (LOTS) dan Higher Order Thingking Skills (HOTS). Keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dapat menuntun seseorang dalam menemukan solusi dari permasalahan lewat proses yang lebih sistematis dan bermakna. Informasi atau ide yang didapatkan nantinya akan dianalisis, digabungkan dengan fakta/ data yang ada, dijelaskan, hingga sampai pada tahap kesimpulan. Dalam mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) peserta didik, diperlukan alat evaluasi yang dapat menunjang hal tersebut. Artinya, alat evaluasi yang diperlukan tidak hanya untuk melihat nilai, tetapi juga dapat mencetak peserta didik yang memiliki kemampuan abad 21.

c. Pengertian PISA dan Kaitannya dengan HOTS

Pada tingkat internasional, kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik diukur melalui beberapa tes, salah satunya adalah Programme for International Student Assessment (PISA). PISA dibuat oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Tes PISA mencakup 3 materi pelajaran dasar yaitu, IPA (science), membaca (reading), dan matematika (mathematics). Tes ini diuji kepada peserta didik yang berumur 15 tahun atau berada pada kelas IX SMP setiap tiga tahun sekali. Tes ini mampu mengukur kecakapan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi.

(33)

Hasil dari tes PISA tidak hanya untuk memastikan apakah peserta didik dapat memproses ulang informasi yang diterima, tetapi juga menguji seberapa baik dirinya dalam mengaplikasikan hal-hal yang dipelajarinya pada suatu permasalahan kompleks (di dalam maupun luar sekolah) untuk menghasilkan solusi yang nyata (OECD, 2018).

Menurut Sani (2019), ada enam tingkatan atau level pada soal tes PISA. Penjelasannya dijabarkan di dalam Tabel 2.2.

Tabel 2. 2. Tingkatan Uji Pengetahuan IPA dalam Tes PISA 2012 Tingkatan

Kompetensi Deskripsi Kemampuan

Level 1 Peserta didik dapat menyatakan penjelasan ilmiah yang nyata dan memiliki bukti dasar. Tetapi pengetahuan ilmiahnya terbatas, sehingga hanya dapat menerapkan apa yang diketahuinya pada beberapa situasi yang diketahuinya.

Level 2 Peserta didik dapat melakukan penalaran langsung dan menginterpretasi/ berpendapat secara harafiah. Hal ini dikarenakan peserta didik memiliki pengetahuan ilmiah yang cukup sehingga dapat memberikan penjelasan pada situasi yang dikenalnya atau dari hasil investigasi sederhana pada suatu permasalahan.

Level 3 Peserta didik dapat memilih dan mengidentifikasi antara fakta (isu ilmiah) dan pengetahuan lalu mendeskripsikan serta mengkomunikasikan sebuah fenomena pada model yang sederhana. Hal ini membuat peserta didik dapat mengembangkan pernyataan singkat menggunakan fakta beserta konsep ilmiahnya, dan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan ilmiah dari pelajaran yang sama mauun berbeda.

Level 4 Peserta didik dapat bekerja secara efektif dan mengintegrasikan penjelasan dari berbagai pelajaran sains dan teknologi beserta isu yang mencakup fenomena pelajaran tersebut. Penjelasan intra pelajaran ini juga dapat dihubungkan oleh peserta dalam aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat peserta didik pada akhirnya mampu untuk merefleksi tindakannya dan mengomunikasikan

(34)

Tingkatan

Kompetensi Deskripsi Kemampuan

keputusan yang diambilnya berdasarkan pengetahuan atau bukti ilmiah.

Level 5 Peserta didik dapat mengidentifikasi komponen ilmiah, menerapkan konsep dan pengetahuan sains pada permasalahan kompleks yang terjadi dalam kehidupan. Selain itu, peserta didik juga dapat membandingkan, memilih, dan mengevaluasi bukti ilmiah yang sesuai untuk solusi dari permasalahan terkait. Hal ini membuktikan bahwa peserta didik dapat menghubungkan pengetahuannya dengan baik dan mengkonstruksi argumen berdasarkan analisis kritis.

Level 6 Peserta didik dapat mengidentifikasi, menjelaskan, dan menerapkan pengetahuan umum ilmiah dan pengetahuan sains dalam permasalahan kompleks yang berbeda-beda secara terus menerus. Peserta didik sudah fasih dalam menghubungkan berbagai sumber informasi dan bukti yang berbeda-beda untuk mengambil sebuah keputusan/ kesimpulan. Selain itu, peserta didik mampu mendemonstrasikan bentuk pikiran dan penalaran yang ilmiah secara jelas dan terus menerus (konsisten) pada permasalahan kompleks yang tidak lumrah atau belum pernah ditemuinya. Bentuk kemampuan ini membuat peserta didik pada akhirnya mampu untuk mengembangkan argumen yang berpusat pada personal, sosial, dan situasi global.

Sumber: Sani, 2019 Pada dasarnya soal-soal PISA merupakan soal-soal HOTS yang mengambil tema berbasis global dan berasal dari lintas ilmu (Sani, 2019). Indonesia sendiri sudah berpartisipasi pada tes ini sejak tahun 2001. Sayangnya, capaian para peserta didik Indonesia pada tes PISA masih tergolong rendah. Pada tes PISA tahun 2015 yang diikuti oleh 70 negara, Indonesia menduduki peringkat 9 dari bawah (OECD, 2018). Hal ini diakibatkan karena masih banyak peserta didik yang tidak dibiasakan untuk mengasah HOTS-nya di sekolah.

(35)

Menurut Setiawan, dkk (2014), kaitan PISA dengan HOTS dapat dilihat pada karakteristik soal tipe PISA yang dibandingkan dengan karakteristik soal dengan level keterampilan berpikir menurut Bloom (Taksonomi Bloom). Pada Taksonomi Bloom level keterampilan berpikir yang tergolong kategori LOTS adalah C1-C3, sedangkan yang tergolong kategori HOTS adalah C4-C6. Jika soal tipe PISA dikaitkan dengan level keterampilan berpikir menurut Bloom, maka soal-soal level 1-3 tergolong keterampilan berpikir tingkat LOTS dan soal-soal level 4-6 tergolong keterampilan berpikir tingkat HOTS. Hubungan dari level PISA dan keterampilan berpikir menurut Taksonomi Bloom dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2. 3. Hubungan Level PISA dengan Taksonomi Bloom Level

PISA Taksonomi Bloom

Level Keterampilan Berpikir Level 1 C1 Mengingat Low Order Thingking Level 2 C2 Memahami Level 3 C3 Menerapkan Level 4 C4 Menganalisis High Order Thingking Level 5 C5 Mengevaluasi Level 6 C6 Menciptakan Sumber: Setiawan dkk, 2014

5. Learning Management System (LMS) a. Pengertian dan Karakteristik LMS

(36)

Learning Management System atau LMS merupakan sebuah portal daring untuk belajar yang cukup efektif dan efisien digunakan pada zaman sekarang (Adzharuddin and Ling, 2013). Pada era teknologi informasi seperti sekarang, internet dapat dengan mudah diakses oleh siapa pun. Adanya kemudahan akses internet menyebabkan munculnya budaya belajar secara daring. Hal ini biasa dikenal dengan e-learning. E-learning diminati oleh peserta didik karena dianggap praktis, mudah, dan lebih menarik (Krentler and Willis-Flurry, 2005). Hal ini juga didukung oleh adanya LMS sebagai salah satu sistem penunjang pembelajaran berbasis e-learning. Dengan adanya LMS, pembelajaran dapat diakses kapan dan dimana saja. (Sukari, 2014).

Sukari (2014) menuliskan karakteristik dasar sebuah LMS yang menjadi panduan dasar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengembangkan LMS di sekolah. Berikut adalah penjelasannya:

1. Memberikan layanan student self service. Peserta didik difasilitasi untuk belajar secara mandiri. Contohnya, bahan ajar dapat diakses atau diunduh setelah diunggah oleh guru melalui fitur sharing material pada LMS. 2. Memberikan layanan online learning. Fasilitas ini membuat seluruh bahan

ajar yang telah diunggah oleh guru dapat diakses oleh peserta didik secara daring.

3. Memberikan layanan online assessment. Peserta didik difasilitasi agar dapat mengetahui tingkat kemampuannya dalam menguasai materi pembelajaran terkait lewat fitur ini.

(37)

4. Memberikan layanan collaborative learning. LMS menyediakan fasilitas kolaborasi pembelajaran antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, dan antar peserta didik. Hal ini dapat ditunjang melalui fitur berkirim pesan seperti forum and chat.

5. Menyediakan layanan training resources management. LMS mampu memberikan tutorial singkat sebelum memulai penggunaan LMS.

b. Edmodo

Terdapat berbagai macam platform LMS di dunia. Salah satu LMS yang cukup sering digunakan adalah Edmodo. Edmodo adalah platform LMS yang dapat diakses secara gratis dengan fitur-fitur pendukung yang tergolong interaktif dan cukup lengkap. Bentuk interface-nya (tampilan laman) yang seperti media sosial Facebook, membuat Edmodo sering disebut sebagai Facebook sekolah. Hal ini rupanya juga membuat guru atau pun peserta didik tidak merasa asing saat menggunakan Edmodo (Suriadhi et al., 2014). Tidak hanya dapat diakses oleh guru, orang tua peserta didik juga dapat mengakses Edmodo. Hal ini membuat orang tua dapat mengawasi kegiatan e-learning yang dilakukan oleh anaknya. Usman (2016) menyatakan ada beberapa fitur pada Edmodo yang dapat menunjang proses pembelajaran. Berikut adalah penjabarannya:

1. Polling. Fitur yang dapat digunakan guru untuk mengetahui tanggapan peserta didik terhadap pada suatu unggahan guru di laman e-class.

2. Gradebook. Fitur ini mirip dengan buku nilai. Setiap tes atau ujian yang sudah selesai dikerjakan pada laman e-class, secara otomatis akan

(38)

dikoreksi oleh sistem dan nilainya akan dimasukan ke dalam gradebook. Guru adalah pemegang akses penuh dari fitur ini, sedangkan peserta didik hanya dapat melihat rekapan nilainya sendiri dalam bentuk grafik ataupun angka. Nilai yang telah direkap dapat diunduh oleh guru dalam bentuk file .csv.

3. Quiz. Salah satu fitur evaluasi pembelajaran. Bentuk kuis yang disediakan memiliki jenis yang beragam. Ada yang berbentuk soal tes uraian (essay atau isian singkat) maupun soal tes objektif (pilihan ganda, menyocokkan, atau benar salah).

4. Library. Fitur ini membantu guru menampung bahan ajar yang nantinya akan diunggah ke dalam e-class. Bentuk bahan ajar yang dapat diunggah ke library ada berbagai macam, yaitu power point, dokumen, gambar, video, tautan (link), dan lain-lain.

5. File and Links. guru dapat mengunggah bahan ajar ke dalam e-classroom secara langsung (tanpa lewat library) lewat fitur ini. Bentuk dokumen yang dapat diunggah dalam fitur ini sama jenisnya dengan yang dapat diunggah ke dalam library.

6. Assignment. Selain kuis, fitur ini merupakan fitur yang membantu guru dalam melaksanakan proses evaluasi pembelajaran secara online. Pada fitur ini, siswa dapat melihat tugas apa yang diberikan guru dan mengumpulkan tugasnya juga ke dalam Edmodo. Guru dapat menambahkan tengat waktu pada fitur ini agar siswa dapat mengunggah tugas sebelum tengat waktu berakhir.

(39)

7. Messages. Guru dapat menggunakan fitur ini untuk bertukar pesan dengan guru lain, salah satu peserta didik, maupun dengan seluruh peserta didik pada kelasnya (lewat sistem broadcast atau siaran).

Edmodo dapat juga dijadikan sebagai tempat yang menunjang proses evaluasi pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan proses evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara online (Asromi dkk, 2016). Namun layaknya LMS pada umumnya, Edmodo juga memiliki beberapa kekurangan, seperti (Usman, 2016):

1. Edmodo hanya dapat diakses secara daring. Hal ini membuat ketersediaan koneksi internet menjadi kunci utama agar dapat mengakses Edmodo. 2. Peserta didik hanya dapat membuka e-class lainnya jika sudah

mendapatkan kode kelas yang hanya bisa disebarkan oleh guru.

6. Materi Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan

Materi Perkembangbiakan atau Sistem Reproduksi Tumbuhan dan Hewan adalah salah satu materi pelajaran IPA yang diajarkan pada kelas IX SMP di semester 1. Adapun kompetensi dasar dari materi ini adalah:

3.2. Menganalisis sistem perkembangbiakan pada tumbuhan dan hewan serta penerapan teknologi pada sistem reproduksi tumbuhan dan hewan 4.2. Menyajikan karya hasil perkembangbiakan pada tumbuhan

Secara garis besar, materi ini membahas tentang sistem reproduksi pada tumbuhan dan hewan baik secara generatif (kawin) dan vegetatif (tidak kawin). Tidak hanya belajar cara reproduksinya, peserta didik juga harus

(40)

dapat mengenali organ-organ reproduksi generatif maupun vegetatif pada tumbuhan dan hewan. Selain itu, peserta didik juga harus mengenali bentuk penerapan teknologi sistem reproduksi dan mempelajari sedikit tentang pembelahan sel pada kedua makhluk hidup tersebut.

Banyaknya materi yang dibahas pada materi pelajaran ini membuat peserta didik cukup sering mengalami miskonsepsi. Selain itu, bobot belajarnya dianggap cukup besar serta kurang efisien jika harus dipelajari semuanya hanya lewat kegiatan klasikal. Hal ini diketahui setelah melakukan kegiatan wawancara dengan 5 guru IPA SMP di Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk membuat peserta didik dapat paham dengan isi materi, guru akhirnya harus menyediakan waktu untuk mengulang-ulang isi materi terkait. Akibatnya, penilaian secara tatap muka dirasa kurang efektif dilaksanakan karena guru sudah cukup kehabisan banyak waktu saat mengulang-ulang isi materi terkait saat di kelas. Kegiatan evaluasi pembelajaran jadi terasa hanya sebagai formalitas agar peserta didik bisa mendapatkan nilai atau skor.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian R&D ini didasari dengan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan. Hasil penelitian terdahulu dianalisis dan menjadi ide dasar untuk membuat alat evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan dari permasalahan yang diangkat. Relevansi antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dikembangkan dituliskan pada literature map di Gambar 2.1. Berikut adalah tiga penjabaran dari hasil penelitian yang relevan:

(41)

1. Penelitian Alanda dkk (2019) berjudul Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis Matematis Melalui Model Flipped Classroom dengan Media Edmodo Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Penelitian eskperimen bidang pendidikan yang dilakukan oleh Alanda dkk (2019) melibatkan peserta didik kelas VIII SMPN 1 Pakis dengan kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen (menggunakan model Flipped Classroom dengan media Edmodo) dan kelas VIII-A sebagai kelas kontrol (menggunakan model konvensional). Adapun tujuan dari penelitian mereka antara lain: 1) untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematis siswa antar kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi pembelajaran terkait, 2) untuk mengetahui manakah yang lebih baik kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematis antara kelas eskperimen dan kelas kontrol, dan 3) untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada penelitian tersebut, kesimpulan yang diambil adalah: 1) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis matematis siswa antar kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi pembelajaran terkait, 2) siswa-siswi di kelas eksperimen memiliki kemampuan lebih baik dalam pemecahan masalah dan berpikir kritis matematis, dan 3) Siswa kelas eksperimen mampu memenuhi indikator kemampuan pemecahan masalah dan berpikiri kritis, sedangkan siswa kelas kontrol hanya memenuhi beberapa indikator saja (Alanda dkk, 2019).

(42)

2. Hasil penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Suriadhi dkk (2014) dengan judul Pengembangan e-Learning Berbasis Edmodo pada Mata Pelajaran IPA Kelas VIII di SMP Negeri 2 Singaraja. Penelitian ini berjenis penelitian pengembangan pendidikan (R & D for Education). Sasaran penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII semester genap tahun ajaran 2013/2014 di SMP Negeri 2 Siangaraja. Sampel penelitiannya adalah siswa kelas VIII.13 dan VIII.14. Tujuan dari penelitian Suriadhi dkk (2014) antara lain: 1) untuk menghasilkan e-learning berbasis Edmodo pada materi IPA kelas VIII semester genap di SMP Negeri 2 Siangaraja, 2) untuk mengetahui kualitas e-learning berbasis Edmodo pada materi dan sekolah terkait, dan 3) untuk mengetahui efektifitas e-learning berbasis Edmodo pada materi dan sekolah terkait. Berdasarkan penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah media e-learning berupa Edmodo berbentuk grup, 2) kualitas e-learning berbasis Edmodo pada mata pelajaran IPA berdasarkan hasil evaluasi expert judgement dan uji coba produk menunjukkan kualifikasi sangat baik, dan 3) penggunaan e-learning berbasis Edmodo efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas VIII di SMP terkait. Kesimpulan poin ketiga dibuktikan berdasarkan hasil uji t dari nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh thitung

> ttabel (22,87 > 1,992) dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian Ho

(43)

3. Hasil penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian R & D yang dilakukan oleh Salamah dkk (2017). Judul penelitian mereka adalah Pengembangan Alat Evaluasi Materi Tata Surya untuk Mengukur Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Subyek penelitian mereka adalah siswa-siswi kelas VII SMP N 41 Semarang. Dalam penelitian, Salamah dkk (2014) mengembangkan intrumen tes berupa soal pilihan ganda sebanyak 20 soal dan instrumen lembar validasi. Soal pilihan ganda yang dibuat kemudian dibandingkan kesejajarannya dengan soal PISA (uji validitas kesejajaran) dan diuji validasi isinya oleh dosen ahli. Setelah itu, soal diuji coba secara terbatas. Pada penelitian ini diambil kesimpulan bahwa alat evaluasi sudah tergolong valid dari segi isi maupun kesejajaran dengan soal PISA. Tetapi kemampuan literasi sains siswa sampel hanya tergolong cukup pada aspek sains sebagai batang tubuh pengetahuan, untuk aspek kemampuan literasi sains lainnya masih dalam kategori kurang. Adapun saran dari peneliti adalah diperlukannya pengembangan lebih lanjut terhadap alat evaluasi berbasis literasi sains dengan tema yang lain dan juga pada saat pembuatan soal harus menyesuaikan indikator soal literasi sains dengan soal PISA (Salamah dkk, 2017).

(44)

Gambar 2. 1. Literature Map Relevansi Penelitian (Alanda, 2019)

- Flipped classroom merupakan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. - Diperlukan pengembangan alat evaluasi agar model pembelajaran flipped classroom dapat maksimal dan bermakna.

(Suriadhi dkk, 2014)

LMS Edmodo dapat membantu model pembelajaran flipped classroom khususnya dalam membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri dan membantu guru maksimal dalam menggunakan jam tatap muka dan mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik.

Penelitian Relevan 3 (Salamah dkk, 2017)

Pengembangan terhadap alat evaluasi berbasis literasi sains harus menyesuaikan indikator soal literasi sains dengan soal PISA

Penelitian yang Dikembangkan (Erista Rebeca, 2020)

Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran Model Flipped Classroom Berbantuan LMS Edmodo

Pada Materi Sistem

Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan Kelas IX SMP

(45)

C. Kerangka Berpikir

Adanya perkembangan dan pergeseran budaya belajar di abad 21, membuat budaya belajar berubah ke arah yang lebih modern serta peserta didik dituntut agar dapat menjadi pribadi yang menguasai keterampilan 4C (Creativity, Crtical Thingking, Collaboration, and Communication). Untuk menguasai keterampilan ini, peserta didik harus dibiasakan untuk dilatih keterampilan berpikir tingkat tinggi saat proses pembelajaran. Keterampilan ini bisa dilatih pada materi pelajaran apa saja, salah satu contohnya adalah pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan. Sayangnya materi ini tergolong materi yang memiliki bobot belajar cukup besar. Tidak hanya itu, peserta didik masih sering mengalami miskonsepsi pada materi ini. Akibatnya, guru terlalu menghabiskan waktu dalam mengulang materi dan kesulitan untuk mencapai IPK saat pembelajaran klasikal. Imbas dari hal ini adalah hasil evaluasi pembelajaran juga dirasa kurang bermakna karena tidak cukup mengatasi masalah miskonsepsi peserta didik.

Padahal, masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan model pembelajaran alternatif seperti flipped classroom. Flipped classroom memberikan banyak kemudahan pada peserta didik dan guru. Model pembelajaran seperti ini juga memaksimalkan fasilitas IT baik di dalam maupun luar sekolah. Efeknya, pembelajaran klasikal dapat lebih maksimal dilaksanakan dan kejadian miskonsepsi peserta didik dapat lebih diminimalisir. Akan tetapi model pembelajaran flipped classroom perlu didukung dengan alat evaluasi yang dapat maksimal mengevaluasi proses pembelajaran peserta

(46)

didik. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran benar-benar mengatasi masalah yang ada dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik khususnya pada literasi sains. Untuk memaksimalkan proses evaluasi pembelajaran, maka alat evaluasi yang disusun dipadupadankan dengan learning management system (LMS) agar dapat dilaksanakan dimana dan kapan saja. Banyak sekali jenis LMS yang tersedia dewasa ini, akan tetapi penelitian menggunakan platform Edmodo karena mudah untuk dioperasikan. Hal ini didukung dengan bentuk interface-nya yang mirip dengan media sosial Facebook. Selain itu, pada saat menurut hasil wawancara analisis kebutuhan, guru menyatakan lebih mengenal Edmodo dibandingkan dengan platform LMS lainnya.

(47)

Keadaan Awal :

• Budaya belajar bergeser ke arah yang lebih modern dan keterampilan 4C adalah keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik di abad ke-21 sehingga perlu pembiasaan melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik saat kegiatan pembelajaran

• Materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan cukup sering mengalami miskonsepsi oleh peserta didik ditambah lagi dengan bobot belajar yang besar permasalahan miskonsepsi tidak dapat diatasi jika hanya belajar secara tatap muka • Hasil evaluasi pembelajaran pada materi Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan dirasa kurang bermakna karena guru menghabiskan banyak waktu di bagian yang masih kurang dipahami peserta didik saat kegiatan klasikal

• Pemberdayaan pembelajaran dengan berbantuan IT (e-learning) di sekolah sudah difasilitasi, tetapi belum maksimal penerapannya

Penelitian Relevan :

• .Flipped classroom merupakan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik (Alanda dkk, 2019).

• LMS Edmodo dapat membantu model pembelajaran flipped classroom khususnya dalam membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri dan membantu guru maksimal dalam menggunakan jam tatap muka dan mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik (Suriadhi dkk, 2014).

• Diperlukan pengembangan alat evaluasi agar model pembelajaran flipped classroom dapat maksimal dan bermakna (Alanda dkk, 2019).

• Pengembangan terhadap alat evaluasi berbasis literasi sains harus menyesuaikan indikator soal literasi sains dengan soal PISA (Salamah dkk, 2017).

Tindakan :

Pengembangan alat evaluasi pembelajaran model flipped classroom berbantuan LMS pada materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX SMP

(48)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau yang biasa dikenal dengan Research and Development (R&D). Lewat R&D, dapat dilakukan kegiatan analisis kebutuhan, merancang, menghasilkan dan menguji kelayakan suatu produk pendidikan tertentu lewat beberapa model pengembangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan alat evaluasi berbantuan LMS yang dapat mendukung model pembelajaran flipped classroom pada pembelajaran IPA di materi Sistem Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan kelas IX. Adapun produk yang dikembangkan mengadaptasi metode penelitian R&D 4-D dari Thiagarajan. Berdasarkan Sugiyono (2017), metode penelitian tersebut meliputi empat tahapan yang langkah-langkahnya dapat dilihat pada gambar 3.1.

Alasan digunakannya metode 4-D karena metode ini biasa digunakan untuk mengembangkan produk alat evaluasi. Pada tahap develop, hanya akan dilakukan uji kelayakan (validasi) produk oleh 4 validator. Penelitian tidak

Define (Pendefini-sian) Dessimination (Penyebaran) Design (Peranca-ngan) Develop (Pengemba-ngan)

Gambar 3. 1. Langkah-langkah Model R&D 4-D milik Thiagarajan (Sugiyono, 2017)

(49)

dilanjutkan ke tahap uji coba terbatas (masih di dalam tahap develop) dan tahap dessimination dikarenakan penelitian dilakukan pada saat sekolah sedang menempuh pembelajaran di semester II, sedangkan materi pembelajaran yang dijadikan fokus penelitian R&D terdapat di semester I.

B. Langkah-Langkah Penelitian Pengembangan

Penelitian pengembangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan langkah-langkah yang diadaptasi dari model penelitian R&D 4-D milik Thiagarajan (Sugiyono, 2017). Langkah-langkah penelitian R&4-D 4-4-D kemudian disesuaikan dengan cakupan waktu yang tersedia di dalam penelitian. Hal ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmawati dan Listiyadi (2014). Langkah-langkah penelitian pengembangan yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2.

Pendefinisian

Wawancara Studi Literatur

Perancangan

Pengembangan

Telaah dan validasi produk oleh para ahli

Penyempurnaan produk

Pembuatan produk yang telah dirancang

Gambar 3. 2. Langkah-langkah Penelitian Pengembangan Alat Evaluasi Pembelajaran Model Flipped Classroom Berbantuan

LMS Pada Materi Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan Kelas IX SMP dengan metode 4-D

(50)

Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci mengenai langkah-langkah penelitian R&D yang dilakukan:

1. Pendefinisian

Pada tahap ini, dilakukan analisis kebutuhan melalui kegiatan wawancara dan studi literatur. Wawancara dilakukan dengan empat guru IPA kelas IX di empat SMP yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Proses wawancara dilakukan pada akhir Oktober sampai awal November. Pada tahap wawancara, digali berbagai potensi dan masalah yang dihadapi guru dan peserta didik di sekolah yang masih terkait dengan tujuan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berfokus pada 5 aspek yaitu, 1) materi pembelajaran IPA yang memiliki bobot besar serta terkendala dengan jam tatap muka yang terbatas, 2) alat evaluasi pembelajaran yang biasa digunakan guru, 3) pengetahuan guru tentang model pembelajaran flipped classroom, 4) pengalaman guru menggunakan alat evaluasi pada materi yang pembelajarannya berbantukan IT, dan 5) media pembelajaran berbasis LMS. Selain wawancara, dilakukan juga studi literatur untuk mendukung ide dasar terhadap produk alat evaluasi yang akan dikembangkan.

2. Perancangan

Pada tahap perancangan, dilakukan perancangan gambaran penelitian dan produk alat evaluasi pembelajaran untuk model pembelajaran flipped classroom berbantukan LMS Edmodo. Hasil perancangan (Draft-1) kemudian dibawa ke tahap selanjutnya untuk dibuat

Gambar

Tabel 2. 1. Perbedaan Kegiatan Klasikal Model Tradisional dengan  Flipped Classroom
Tabel 2. 2. Tingkatan Uji Pengetahuan IPA dalam Tes PISA 2012  Tingkatan
Tabel 2. 3. Hubungan Level PISA dengan Taksonomi Bloom  Level
Gambar 2. 1. Literature Map Relevansi Penelitian (Alanda, 2019)
+7

Referensi

Dokumen terkait

asam amino akan membentuk polinukleotida (protein). Melalui protein ini kemungkinan kehidupan paling sederhana muncul. COVID-19 adalah RNA rantai tunggal asam nukleat

// Berperahu mengelilingi waduk dan mendatangi rumah makan terapung menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.// Mereka dengan mudah juga bisa mendapatkan ragam ikan segar

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 dan Dokumen Pengadaan,

Akor ada banyak sekali jenisnya, yang paling dikenal adalah akor mayor, minor, dan dominant 7.Akor-akor yang digunakan dalam musik tradisi hampir semuanya

11 Periksa pandangan Achmad Sodiki mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2010-2013) juga sebagai guru besar emeritus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Jika banyaknya buah yang diambil pada keranjang besar harus tiga kali lebih banyak dari banyaknya buah yang diambil pada keranjang kecil, maka agar dijamin

The division of land (apple garden land and rice lands [ sawah ]) relied on the timing of a child’s marriage, in other words, if a child married it would be given garden land and

[r]