• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hikmah yang Mendalam

Dalam dokumen At-Thariq ilal Quluub Bagaimana Menyentuh Hati (Halaman 132-137)

Salah seorang tokoh parti tertentu membangun masjid di sebuah kampung. Masjid itu dinamai dengan namanya. Melihat itu, para pemuda aktivis dakwah tidak menyia-nyiakannya. Mereka datang ke sana untuk melakukan shalat berjamaah, dan lebih dari itu mereka juga melakukan berbagai kajian di situ. Tidak lama kemudian pemilik masjid menghasut jamaah yang tua-tua dan menuduh bahwa anak-anak muda itu anak-anak ekstrem. Akhirnya mereka pun diusir dan masjid dan tidak dapat lagi melakukan shalat dan kegiatan lain di situ.

Memang demikianlah. Seharusnya para pemuda peka terhadap kecenderungan dan arah pemikiran jamaah masjid agar tidak berbenturan di awal langkah sehingga menghalangi hidayah masuk di hati kaum muslimin di han-hari benkutnya.

Agar tidak terjadi kasus serupa, mestinya sekelompok kecil pemuda rutin datang ke mesjid ini. Datang saja untuk beberapa pekan. Setelah itu, langkah berikutnya, misalnya membuat kegiatan baca Qur'an sendiri- sendiri setelah shalat maghrib, dengan tajwid yang bagus, hingga datang waktu isya'. Kegiatan ini terus saja dilakukan hingga beberapa bulan. Dengan kegiatan ini, diharapkan jamaah masjid akan tertarik lalu bergabung dan ikut membaca Al-Qur'an bersamanya. Untuk beberapa bulan, biarkan kegiatan seperti ini berlangsung, tanpa ditambah dengan kegiatan lain.

Setelah kegiatan ini berjalan beberapa waktu, bisa saja salah seorang dari mereka mengusulkan untuk membuat kajian tafsir Qur'an yang "ringan". Tentu usulan ini akan disambut oleh jamaah masjid dengan positif. Lama kelamaan diharapkan jumlah peserta kajian tafsir akan semakin banyak. Ketika itulah, dengan berlalunya waktu, kontak dan ikatan hati semakin kuat di antara para peserta. Mereka pun mulai berkenan mengundang untuk hadir di berbagai kegiatan. Bulan dan tahun silih berganti. Ketika itu masyarakat mulai mengenal lebih dekat akhlak dan kemampuannya. Ketika suatu saat imam masjid berhalangan datang di suatu shalat Jum'at, salah satu dari pemuda ini pun dipersilakan untuk menjadi imam atau bahkan menjadi khatib pengganti. Ketika itulah jalan dakwah terbentang di hadapannya. Itu semua berkat kearifan, kecerdasan, dan kesabaran dalam melangkah.

Keagungan Da'i

Ada empat orang akh mengunjungiku di kantor Jamaah. Sebagaimana biasanya, hal itu kita manfaatkan untuk menanyakan berbagai hal seputar kegiatan mereka. Empat akh tadi dipimpin oleh Al-Akh Syaikh Abdud Daim Dhoif, salah seorang penduduk 'Azbatul Bir Al-Qabali di Iskandaria.

Saya bertanya kepadanya, "Bagaimana Anda menge-nal Jamaah Ikhwanul Muslimin, wahai Syaikh Abdud Daim?"

Ahmadiyah, yang dinisbatkan kepada As-Sayyid Al-Badawi, tokoh ternama dan mem- punyai kedudukan terhormat di kota Thanta. Thariqat aliran im sangat terkenal. Saat itu tahun 1940.

Pada suatu hari seorang teman dari anggota thariqat bercerita bahwa telah datang seseorang ke Thanta menyampaikan berbagai kajian dan ceramah pada orang-orang di masjid. Orang itu bernama Hasan Al-Banna. Menurut teman tadi, Hasan Al-Banna menuduh bahwa thariqat-thariqat sufi ditegakkan dengan berbagai kegiatan ritual dan amalan-amalan yang bertolak belakang dengan semangat Islam. Hal ltu membuat saya dan teman sethariqat tersinggung. Kami bertekad untuk mendebatnya bila ia datang lagi ke Thanta. Kami lalu menunggu-nunggu kehadirannya dengan penuh penasaran. Datanglah hari itu. Jamaah Ikhwanul Muslimin cabang Thanta mengumumkan akan mengadakan tablig akbar di lapangan. Yang akan memberikan ceramah adalah Syaikh Hasan Al-Banna. Kami bertekad untuk menghadiri acara tersebut. Dengan memakai seragam Thariqat Ahmadiyah, kami berangkat lebih awal dan duduk di deretan terdepan menunggu kehadiran Syaikh. Ketika ia datang, terdengarlah aplaus, 'Allahu Akbar wa lillahilhamd' (Allah Mahabesar dan Bagi-Nya Segala Puji). Ketika beliau lewat di hadapan kami, kami sengaja tidak menyambutnya, atau berdiri memberi hormat padanya. Namun justru beliau yang menyambut kami dengan hangat dan beseri-seri. Beliau mengulum senyum dan mengucapkan selamat datang kepada kami. Sedangkan kami tetap saja duduk dengan dingin meskipun beliau telah menunjukkan sikap hangatnya kepada kami. Ketika tiba saat beliau berbicara, beliau menuju mimbar dengan iringan aplaus lslami yang hangat dari para hadirin. Ia berdiri di mimbar dengan semangat yang menyala-nyala dan wajah yang bersinar. Beliau berbicara kepada kami dengan kata-kata yang demikian memikat tentang hakikat dakwah Islam yang dapat menggelora-kan harapan dan menghidupkan hati. Dengan ucapan-nya yang memukau beliau berkata:

'Ikhwan sekalian yang mulia, banyak orang mengira bahwa thariqat di Mesir didirikan secara sporadis, tanpa prinsip, tujuan, dan cita-cita besar untuk mem- bangkitkan kaum muslimin dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam dan membangun negara yang menerapkan Al-Qur'an. Banyak orang tidak mengetahui bahwa thariqat sufi mempunyai akar sejarah yang kuat di semua negeri Islam, baik Arab maupun non-Arab. Kalian melihat bagaimana mereka memiliki pakaian seragam resmi

yang menjadi ciri khas masing-masing aliran thariqat. Mereka berjalan di jalan-jalan besar dalam barisan yang tertata rapi dengan dikawal oleh tokoh-tokoh merekayang terkenal. Semua ini menjadi bukti akan rapinya organisasi mereka, dalam koordinasi pasukan jihad di jalan Allah. Mereka adalah aset besar bagi perjuangan Islam, di belahan bumi barat maupun timur.'

Selanjutnya Syaikh Abdud Daim berkata, "Sungguh, kami merasa begitu gembira dan bangga. Seolan-olah kami mendengar kata-kata ini untuk yang pertama kali dalam hidup kami. Karena itu, ketika Syaikh turun dan mimbar, kami menyambut beliau dengan memberi salam penghormatan. Kami berusaha untuk mencium tangannya, namun tidak berhasil. Demikianlah, kami datang sebagai musuh yang siap melawan, namun kini kami pulang sudah sebagai Ikhwan yang siap memperjuangkan."

la menambahkan, "Atas kehendak Allah, saya pindah dari Thanta ke Iskandaria tahun 1948 untuk berga-bung dengan cabang Ikhwan di Mahram Bik. Pemahaman saya tentang dakwah Ikhwanul Muslimin semakin luas, sampai ketika ada seruan jihad ke Palestina, April 1948, saya menjadi pasukan sukarelawan Ikhwan bersama akh yang lain. Kami turut serta dalam peperangan Islam melawan pasukan Yahudi. (la memperlihatkan sebagian foto kenang-kenangannya. Di foto itu ia memakai seragam militer dan berdiri di belakang meriam. Bersamanya dalam perang itu tiga akh yang lain, yakni: Al-Akh Muhammad Ar-Ris, Al-Akh Abdul Mun'im, dan Al-Akh Haj 'Isya Syahatah. Tiga orang itu yang dahulu ikut pertemuan dengan saya)."

Orang yang membaca kisah ini mempunyai kesan sekilas bahwa Imam Hasan Al-Banna seperti berbasa-basi untuk menarik hati pengikut thariqah yang hadir. Tentu prasangka itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya, bahkan merupakan prasangka dan pemahaman yang keliru.

Sesungguhnya Hasan Al-Banna adalah da'i seluruh umat manusia, dengan berbagai tingkatan dan kefahaman mereka terhadap Islam. Seorang da'i harus berbi- cara dengan hati nurani yang bersih dan pemahaman yang utuh tentang tujuan dakwah yang mengatakan, "Kami adalah kaum yang menghimpun bukan memecah belah, membangun bukan merobohkan." Hasan Al-Banna ingin menghimpun tingkatan berbagai umat ini dalam satu pemahaman Islam yang benar.

"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian; agama yang satu, dan Aku adalah Tuhan kalian, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya': 92)

Karenanya seorang da'i harus senantiasa mendekati masyarakat dan menjalin kasih sayang dengan mereka. Inilah pemahaman yang benar sebagai seorang da'i dan inilah misi, manhaj, dan fitrah yang telah melebur dengannya.

Seluruh manusia pada hakikatnya adalah objek dakwah, kecuali yang terlepas dari kita karena kelalaian atau keteledoran. Sungguh, perhatian Hasan Al-Banna yang dalam dan ketulusannya dapat mengubah mereka dari sikap pasif menjadi dinamis di medan jihad Palestina. Kepedulian dan perhatian seorang da'i kepada sesama akan melahirkan simpati. Demikianlah seharusnya seorang da'i, ia terpatri dengan cita- cita: membuka pintu hati dengan getaran-getaran yang lembut, pembicaraan yang indah, atau sikap yang dapat menggerakkan hati dan perasaan.

"Allah memberi hidayah kepada seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik daripada apa yang matahari terbit dan terbenam di atasnya." (Al-Hadits)

Ketika Hasan Al-Banna memasuki forum ceramah dan menjumpai beberapa pengikut thariqat yang datang untuk menentangnya, ia tunjukkan wajah yang berseri- seri dan lapang dada karena mengmginkan mereka. Ini adalah kesempatan yang tidak mungkin terulang. Ia yakin akan firman Allah swt.,

"...sedangkan kalian mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan." (An- Nisaa': 104)

Begitulah, misi seorang da'i jauh lebih luas dan lebih agung daripada kepentingan pribadi, ego, atau kaumnya.

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara." (Al-Hujurat: 10)

Kearifan Rasulullah saw

.

Rasulullah saw. memiliki beberapa ekor unta yang digembalakan di pinggir hutan. Tempat penggembalaan terbaik di Madinah. Salah seorang pemimpin Ghathafan, 'Ayin bin Hishn Al-Fuzari, merampas unta-unta tersebut dan membunuh penggembalanya. Ia menggiring dua puluh unta Rasul dan menculik seorang wanita

yang ada di sekitar tempat penggembalaan. Bersama sebagian kaumnya, ia membawa unta dan wanita tersebut ke kampungnya. Salah seorang sahabat Rasul, Salamah Al- Akwa', mendengar hal tersebut. Dia seorang yang cepat larinya. la naik ke bukit yang menghadap ke Madinah lalu berteriak-teriak minta pertolongan penduduk Madinah. Segera saja penduduk Madinah mengejar mereka hingga dapat menyusul dan melepaskan unta-unta itu. Sedangkan wanita tawanannya mampu melepaskan diri dengan menggunakan unta Rasulullah pada hari berikutnya.

Wanita itu akhirnya tiba di Madinah dan segera saja menemui Rasulullah saw. yang saat itu tengah ber-bincang-bincang dengan para sahabat. Wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah bernadzar kepada Allah, bila Allah menyelamatkan saya, maka saya akan menyembelih unta ini."

Mendengar ini Rasulullah saw. tersenyum dan berkata, "Sungguh buruk balasanmu kepadanya. Betapa tidak. Allah swt. telah menaikkanmu ke atas punggung- nya dan dengannya engkau selamat, akan tetapi engkau malah akan menyembelihnya. Sungguh, tidak ada nadzar bagi siapa pun untuk bermaksiat kepada Allah, dan untuk sesuatu yang bukan miliknya. Ketahuilah, unta itu milikku!"

Dengan jawaban itu, Rasulullah saw. telah mengu-capkan "kata putus" yang penuh hikmah dan tidak dapat dibantah oleh siapa pun.

Dalam dokumen At-Thariq ilal Quluub Bagaimana Menyentuh Hati (Halaman 132-137)