• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

D. Penyakit dan Obat Kardiovaskuler

1. Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan

darah arterial (Dipiro,2005). Hipertensi merupakan penyakit yang serius karena

menyebabkan jantung bekerja lebih keras dan memberi kontribusi terhadap

kejadian artherosklerosis. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung, gagal

jantung kongestif, penyakit ginjal, kebutaan dan stroke (Roach, 2004).

Kebanyakan kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Apabila

tidak diketahui penyebabnya, maka disebut sebagai hipertensi esensial.

Hipertensi esensial telah dihubungkan oleh faktor resiko pola makan dan

gaya hidup. Hipertensi ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol.

Apabila penyebab langsung hipertensi dapat diidentifikasi, maka kondisi ini

dinyatakan sebagai hipertensi sekunder (Roach, 2004).

Tekanan darah arterial merupakan ukuran tekanan pada dinding

arteri dalam mmHg. Dua nilai tekanan darah arterial yang diukur adalah

tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Sistolik terjadi saat

kontraksi jantung, menggambarkan titik tertinggi. Diastolik terjadi setelah

kontraksi, saat bilik jantung terisi dan menggambarkan titik terendah.

Perbedaan antara sistolik dan diatolik disebut tekanan nadi dan menyatakan

tekanan dinding arteri.

Tekanan darah arterial dihasilkan dari pengaruh aliran darah dan

resistensi aliran darah. Secara matematis sebagai produk dari cardiac output

(CO) dan total perifer resistance (TPR).

BP = CO x TPR

Faktor resiko penyebab hipertensi adalah umur diatas 55 tahun (pria)

dan 65 tahun (wanita), diabetes mellitus, dislipidemia, mikroalbuminurea,

riwayat keluarga penyakit jantung, obesitas, jarang beraktivitas, perokok

(Dipiro, 2005).

Tabel VI. Klasifikasi tekanan darah menurut WHO

Tekanan

darah Grade 1 Grade 2 Grade 3

Sistolik

(mmHg) 140-159 160-179 >180

Diastolik

(mmHg) 90-99 100-109 >110

Tabel VII. Klasifikasi tekanan darah pada dewasa menurut JNC 7

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Stage 1 140-159 90-99

Stage 2 > 160 > 100

b. Patofisiologi

Berbagai faktor yang mengontrol tekanan darah memiliki peranan

penting terhadap perkembangan penyakit hipertensi. Hal ini termasuk malfungsi

baik humoral [contoh: Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS)] atau

mekanisme vasodepressor, mekanisme neuronal yang abnormal, kerusakan

autoregulasi perifer, dan ketidakseimbangan sodium, kalsium, dan hormon

natriuretik. Kebanyakan obat-obat antihipertensi tertarget pada mekanisme dan

komponen RAAS (Dipiro, 2005).

Renin merupakan suatu enzim yang diproduksi ginjal. Pelepasan renin

diatur oleh faktor internal (tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II)

dan faktor eksternal (sodium, klorida, potasium). Renin mengkatalisasi konversi

angiotensinogen menjadi angiotensin I di darah. Angiotensin I kemudian dirubah

menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzym (ACE). Setelah

berikatan dengan reseptor yang spesifik (AT

1

dan AT

2

), angiotensin II

menghasilkan efek biologis terhadap berbagai jaringan.

Sirkulasi dari angiotensin II dapat mengingkatkan tekanan darah,

termasuk vasokonstriksi secara langsung. Angiotensin II juga menstimulasi

sistesis aldosteron dari korteks adrenal, menyebabkan terjadinya reabsorbsi

sodium dan air yang akan meningkatkan volume plasma dan tekanan darah.

Gambar 3. Aktivitas angiotensinogen dalam hubungannya

meningkatkan tekanan darah (Roars, 2004).

c. Terapi

Tujuan umum dari terapi hipertensi adalah untuk mengurangi hipertensi

yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sedangkan tujuan

tambahannya adalah untuk perawatan penderita hipertensi dalam mencapai target

tekanan darah yang dituju. Target tekanan darah yang dituju oleh JNC 7 :

• pada kebanyakan pasien < 140/90 mmHg.

• pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg.

• pasien dengan penyakit ginjal kronik < 130/80 mmHg (dengan perkiraan

GFR < 60 mL/menit, serum kreatinin > 1,3 mg/dL pada wanita atau > 1.5

mg/dL pada pria atau albuminemia > 300mg/ hari atau > 200 mg/g kreatinin).

1) Terapi nonfarmakologi

Joint National Comittee 7 (JNC 7) merekomendasikan perubahan

gaya hidup pada pasien dengan prehipertensi dan hipertensi, antara lain :

a) mengurangi berat badan. Memelihara berat badan normal (BMI :

18,5-24,9 kg/m

2

) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg setiap

penurunan 10 kg berat badan.

b) mengatur pola makan. Mengkonsumsi banyak buah, sayuran, makanan

rendah lemak, dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.

c) pembatasan konsumsi sodium. Pengurangan sodium dapat mengurangi

tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

d) aktivitas fisik. Berolah raga 30 menit/hari dapat mengurangi tekanan darah

sistolik sebesar 4-9 mmHg.

e) membatasi konsumsi alkohol. Batasi alkohol 30 ml untuk pria dan 15 ml

untuk wanita, dapat mengurangi tekanan darah sistolik sebesar 2-4 mmHg.

2) Terapi farmakologis

Ada beberapa tipe kelas antihipertensi, diantaranya : diuretik, β bloker,

ACE Inhibitor, angiotensin II receptor bloker (ARB) dan calsium channel bloker

(CCB). Agen-agen ini baik sendiri maupun kombinasi digunakan dalam terapi

hipertensi.

Tabel VIII. Algoritme terapi hipertensi (JNC 7, 2003)

Klasifikasi

tekanan

darah

Sistolik*

(mmHg)

Diastolik*

(mmHg)

Permulaan terapi obat

Tanpa keadaan

khusus

Keadaan

khusus

Normal <120 <80 Tidak ada

antihipertensi

dianjurkan

Obat untuk

keadaan

khusus±

Prehipertensi 120-139 80-89

Stage 1 140-159 90-99

Diuretik tipe

thiazid kebanyakan.

Dapat mem

pertimbangkan

ACEI, ARB, BB,

CCB atau

kombinasi

Obat untuk

keadaan khusus

±. Obat

antihiper

tensi lain

(diuretik, ACEI,

ARB, BB, CCB)

seperti yang

dibutuhkan

Stage 2 > 160 > 100

Dua kombinasi

obat

(biasanya

diuretik tipe thiazid

dan ACEI atau

ARB, BB atau

CCB

Keterangan :

* = terapi ditentukan berdasarkan kategori tekanan darah tertinggi

• = terapi kombinasi awal digunakan pada mereka yang mempunyai resiko

hipotensi ortostatik

± = terapi pasien dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, tujuan tekanan

darah < 130/80 mmHg

ACEI = angiotensin converting enzim inhibitor; ARB = angiotensin II reseptor

blocker ; BB = beta blocker ; CCB = calsium channel blocker

Tabel IX. Terapi hipertensi pada keadaan khusus (JNC 7, 2003)

Keadaan

Khusus

Rekomendasi obat antihipertensi

Diuretik Β-bloker ACEI ARB CCB Antagonis

aldosteron

Gagal jantung ● ● ● ● ●

Post Infark

Miokardia ● ● ●

Resiko tinggi

penyakit

koroner

● ● ● ●

Diabetes ● ● ● ● ●

Penyakit

ginjal kronis ● ●

Prevensi

stroke ● ●

a) Diuretik

Diuretik terutama tipe thiazid merupakan agen lini pertama dalam terapi

hipertensi. Empat subkelas diuretik dalam terapi hipertensi adalah : tiazid, loop,

potasium-sparing dan antagonis aldosteron. Potasium-sparing diuretik

merupakan agen antihipertensi lemah saat digunakan sendiri. Diuretik

menyebabkan pengurangan volume plasma dan stoke volume, yang akan

mengurangi cardiac output dan tekanan darah.

(1) Diuretik thiazid

Diuretik thiazid merupakan tipe diuretik lemah sampai menengah.

Diuretik ini menghambat reabsorpsi sodium. Salah satu macamnya adalah

hidroklorothiazid, dengan keterangan sebagai berikut :

(a) indikasi : mengatasi hipertensi ringan sampai sedang, mengatasi edema

pada congestive heart failure dan sindrom nefrotik.

(b) mekanisme aksi : menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal,

yang akan meningkatkan ekskresi natrium dan air.

(c) efek samping : ortostatik hipotensi, hipotensi, hipokalemia, anoreksia,

reaksi alergi.

(d) dosis : edema → 25-100 mg/ hari, dalam 1-2 dosis, malsimal 200 mg/hari;

hipertensi dewasa → 12,5 – 50 mg/ hari, bila dosis ditingkatkan lebih dari

50 mg/ hari, respon hanya sedikit meningkat dan terjadi gangguan

elektrolit (Lacy, C.F, 2006).

Contoh diuretik thiazid lainnya adalah klortalidon,

bendrofluometazid, indapamid, siklopenthiazid, metolazon, xipamida

(Anonim,2006).

(2) Diuretik loop

Loop diuretik merupakan kelas diuretik kuat yang digunakan untuk

edema pulmonari, juga untuk pasien gagal jantung kronis dan digunakan

untuk mengurangi tekanan darah. Contoh dari diuretik loop adalah furosemid,

bumetanid, torasemid. Furosemid memiliki uraian sebagai berikut :

(a) indikasi : mengatasi edema dikarenakan congestive heart failure dan

penyakit ginjal atau hati, terapi hipertensi.

(b) mekanisme : menghambat reabsorpsi sodium dan klorida pada loop henle

dan tubulus distal, sehingga meningkatkan ekskresi sodium dan air.

(c) efek samping : ortostatik hipotensi, hipotensi, vertigo, dizziness, dermatitis,

hipokalemia, nausea, vomiting, iskemik hepatitis.

(d) dosis : Oral → 20-80 mg/ dosis, dapat ditambahkan 20-40 mg/ dosis dalam

interval 6-8 jam, dapat digunakan 600 mg/ hari untuk edema parah.

Hipertensi : 20-80 mg/hari dalam 2 dosis terbagi. Intravena → 20-40

mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam, sebagaimana dibutuhkan, dapat

ditingkatkan 20mg/dosis sampai efek yang diinginkan didapat. Interval

dosis : 6-12 jam untuk edema pulmonari,dosis yang biasanya digunakan

adalah 40mg-80mg (Lacy, C.F, 2006).

(3) Diuretik antagonis aldosteron

Salah satu contohnya adalah spironolakton dengan keterangan

sebagai berikut :

(a) indikasi : mengatasi edema, hipertensi, congestive heart failure,

hipokalemia, sirosis hati yang disertai edema dan ascites.

(b)mekanisme: berkompetisi dengan aldosteron pada tubulus ginjal,

meningkatkan ekskresi air, sodium, klorida, dan menghemat keluaran

potasium, dan memblok efek aldosteron pada otot polos arteriolar.

(c) efek samping: demam, fatigue, edema, urticaria, diare, vomiting,

hiperkalemia.

(d)dosis : edema → 25-200 mg/ hari dalam 1-2 dosis terbagi; hipertensi →

25-50 mg/hari dalam 1-2 dosis tebagi.

b) Angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI)

Mekanisme aksi dari ACE inhibitor belum sepenuhnya diketahui. Namun

dipercaya bahwa ACEI menghambat aktivitas dari angiotensin converting enzym

(ACE), yang merubah angiotensin I menjadi angiotensin II, sebuah

vasokonstriktor kuat. Baik angiotensin I maupun ACE secara normal diproduksi

oleh tubuh, dan disebut sebagai substansi endogen. Aktivitas vasokonstriksi dari

angiotensin II adalah menstimulasi sekresi dari hormon endogen aldosteron oleh

korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan retensi air dan sodium, yang akan

menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Dengan mencegah konversi dari

angiotensin I menjadi angiotensin II, maka air dan sodium tidak lagi tertahan, dan

akan menurunkan tekanan darah (Roach, 2004). Berbagai macam contoh ACEI

adalah kaptopril, lisinopril, lamipril, imidapril, enalapril, quinapril, perindopril.

Keterangan mengenai kaptopril adalah :

(1) indikasi : mengatasi hipertensi, congestive heart failure, disfungsi ventrikel

kiri setelah infark miokardia, diabetes nefropati.

(2) efek samping : hipotensi, takikardi, nyeri dada, palpitasi, hiperkalemia, batuk,

pruritus, demam.

(3) interaksi: absorpsi kaptopril berkurang 30-40% dengan adanya makanan.

Dengan suplemen potasium dan diuretik antagonis aldosteron akan

meningkatkan efek hiperkalemia, efeknya akan berkurang dengan penggunaan

Non Steroid Antiinflamation Drug (NSAID).

(4) dosis : awal → 12,5 mg-25mg 2-3 x/ hari, range dosis → 25-100 mg/ hari

dalam 2 dosis terbagi (Lacy, C.F, 2006).

c) Angiotensin II receptor blocker (ARB)

Angiotensin II Receptor Blocker memblok reseptor angiotensin II tipe 1

(AT

1

) yang diketahui menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan

aldosteron, pelepasan anti diuretik hormon (ADH), namun tidak memblok

reseptor AT

2

, yang memiliki efek vasodilatasi, perbaikan jaringan dan

menghambat pertumbuhan sel. Tidak seperti ACEI, ARB tidak memblok

pelepasan bradikinin (Dipiro, 2005). Contoh ARB adalah : irbesartan, valsartan,

losartan, kandesartan, telmisartan. Keterangan mengenai losartan adalah :

(1) indikasi : terapi hipertensi, diabetes nefropati tipe 2, hipertrofi ventrikel kiri.

(2) efek samping : nyeri dada, fatigue, batuk, diare, hiperkalemia, ortostatik

hipotensi, hipotensi, nyeri abdominal.

(3) interaksi : NSAID akan mengurangi efek losartan, simetidin akan

meningkatkan absorpsi losartan.

(4) dosis : 25-100mg / hari (Lacy, C.F, 2006).

d) Calsium channel blocker (CCB) atau antagonis kalsium

Ada dua macam subkelas CCB, yaitu dihidropiridin dan

nondihidropiridin. Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) mengurangi

kecepatan jantung dan konduksi slow atrioventricular nodal. Semua CCB kecuali

amlodipin, mempunyai efek inotropik negatif. Dihidropiridin merupakan agen

vasodilator perifer yang poten. Contoh CCB adalah nifedipin, amlodipin,

verapamil, diltiazem (Dipiro,2005). Keterangan mengenai amlodipin adalah :

(1) indikasi : mengatasi hipertensi, terapi angina, prevensi angina.

(2) mekanisme : menghambat masukan ion kalsium, meningkatkan relaksasi otot

polos koroner dan vasodilatasi, meningkatkan pengangkutan oksigen

miokardium pada pasien dengan angina.

(4) dosis : hipertensi : 2,5-10 mg 1x sehari; angina : 5-10 mg/ hari (Lacy, C.F,

2006).

2. Gagal jantung

Dokumen terkait