ii
EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS
FASE ADMINISTRASI dan DRUG THERAPY PROBLEMS
PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA
PERIODE AGUSTUS-SEPTEMBER 2008
(Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Kardiovaskuler)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan Oleh:
Olivia Ganeswati
NIM : 058114028
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
v
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu,
carilah, maka kamu akan mendapat,
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”
(Matius 7 : 7)
Kupersembahkan untuk
Tuhan Yesus Kristus, yang memberiku kehidupan dan selalu berkarya
dalam setiap nafas hidupku
Mama dan Papa tercinta, yang selalu mengajarkan aku arti hidup
serta berjuang untuk menjalani dan memaknainya
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsinya yang berjudul “EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN
MEDICATION ERRORS
FASE ADMINISTRASI dan
DRUG THERAPY
PROBLEMS
PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA PERIODE
AGUSTUS-SEPTEMBER 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem
Kardiovaskular)”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam
menyelesaikan jenjang studi guna meraih gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Direktur Rumah Sakit Bethesda yang telah memberikan ijin bagi penulis
untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
2.
Rita Suhadi, M.Si.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma yang telah memberi bimbingan, pengarahan, dukungan dan waktu
selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
3.
dr. Luciana Kuswibawati, M.,Kes., selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan, dukungan dan arahan selama proses penelitian
viii
4.
Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan yang sangat membantu dalam penyususnan
skripsi ini.
5.
Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt., selaku pembimbing lapangan yang
telah banyak membantu, memberikan pengarahan kepada penulis selama
penelitian berlangsung di Rumah Sakit Bethesda.
6.
Ibu Ana selaku farmasis klinis bangsal III RS Bethesda yang telah banyak
memberikan bantuan dan masukan, serta kritik yang membangun selama
dilangsungkannya penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
7.
Kepala dan staf Rekam Medik Rumah Sakit Bethesda yang telah memberi ijin
dan bantuan selama proses pengamatan
medical record
pasien Rumah Sakit
Bethesda.
8.
Bapak Rustamadji selaku kepala ruang D yang telah banyak membantu
penulis selama dilakukannya penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
9.
Ibu Endar selaku kepala ruang E yang telah banyak membantu penulis selama
dilakukannya penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
10.
Para perawat ruang D dan E, serta perawat-perawat bangsal III yang telah
banyak membantu selama dilakukannya penelitian di Rumah Sakit Bethesda.
11.
Mama dan Papaku tercinta yang selama ini telah memberiku begitu banyak
doa, cinta, kasih sayang, perhatian serta begitu banyak dukungan yang takkan
ix
12.
Adikku tersayang Nita, melalui doa, keceriaan dan perhatiannya telah begitu
banyak mewarnai hidupku dan membuat hidupku lebih berarti.
13.
Nenekku yang kusayangi, Mbah putri, yang telah banyak membantuku
melalui doa dan nasihat-nasihatnya yang sangat berarti bagiku.
14.
Mbak Tin yang selalu meberikan dukungan, keceriaan serta kasih sayangnya
padaku.
15.
Sahabat-sahabatku, Dewi, Vira, Christin, Dona, Ade yang telah memberiku
persahabatan yang indah, berbagi cerita suka dan duka bersamaku, serta selalu
mendukung dan mendoakan aku.
16.
Teman-temanku kelompok BALDY, Andin, Sekar, Bembi, Sisca, Stela,
Donal, Welli, Nolen, yang telah berjuang bersama-sama dalam penelitian ini,
yang selalu berbagi dukungan dan semangat dari awal hingga penelitian ini
dapat diselesaikan.
17.
Teman-temanku wisma Rosari atas, Dewi, Agnes, Esti, mbak Nice, mbak Uci,
Yeni, Della, mbak Tina, dek Susi, Vetri, mbak Jean, mbak Sri, Mella, Yesia,
Angel, Lina, mbak Tong-tong, mbak Tika atas kekompakan, kebersamaan,
keceriaan dan dukungan yang telah kalian berikan.
18.
Semua teman-teman Farmasi, kususnya FKK angkatan 2005, yang telah
memberikan keceriaan, kekompakan, kerjasama dan dukungan serta masukan
x
19.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang
telah banyak membantu, mendukung, dan mendoakan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skipri ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar skripsi ini
menjadi lebih baik lagi. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini
berguna bagi semua pihak, dan dapat menambah ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 19 Januari 2009
xii
INTISARI
Penggunaan obat–obat kardiovaskuler sering menjadi masalah yang
berkaitan dengan
medication error
.
Medication error (ME)
dan
Drug Therapy
Problems (DTP)
tentunya merugikan pasien dan dapat menyebabkan kegagalan
terapi, bahkan menimbulkan efek obat yang tidak diharapkan.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah utama
kejadian ME fase administrasi dan DTP penggunaan obat gangguan sistem
kardiovaskuler pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode
Agustus-September 2008. Selain itu, juga untuk mengetahui profil kasus (umur, jenis
kelamin, diagnosis, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan); profil terapi pasien
[secara umum dan secara khusus dalam penggunaan obat gangguan sistem
kardiovaskuler meliputi jumlah dan jenis obat gangguan sistem kardiovaskuler,
bentuk sediaan, aturan pakai obat (dosis/kekuatan obat dan frekuensi)]; serta
mengetahui ME fase administrasi dan DTP apa saja yang terjadi. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif
yang bersifat prospektif.
Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem kardiovaskuler
sebanyak 33 kasus. Usia pasien terbanyak adalah 35-64 tahun (63,6%), dengan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak (51,5%), diagnosis paling banyak adalah
Chronic Kidney Disease
(9,1 %). Obat gangguan sistem kardiovaskuler yang
paling banyak digunakan adalah antihipertensi. Dari hasil identifikasi ME dan
DTP, didapatkan DTP terbanyak adalah interaksi obat, sebanyak 17 kejadian, juga
terdapat ADR 6 kejadian, butuh obat tambahan 4 kejadian, dosis terlalu rendah 3
kejadian, ketidakpatuhan pasien 2 kejadian. Kejadian ME fase administrasi yang
terjadi adalah gagal mencek instruksi sebanyak 4 kejadian dan dosis keliru
sebanyak 3 kejadian. Masalah utama terjadinya ME dan DTP ini dimungkinkan
karena kurangnya jam kerja farmasis klinis dalam memonitor obat.
xiii
ABSTRACT
The use of drug in cardiovascular system disorder is often related to
medication error (ME) and drug therapy problem (DTP). Medication error and
drug therapy problem that happen can cause a fail of therapy even an unwanted
effects of drug.
The general purpose of this research is to know the main problem that
cause medication error in administration phase and drug therapy problem in the
use of drug in cardiovascular system disorder in patient at Bethesda hospital in
August-September 2008. Furthermore to know the profile of case (include age,
gender, diagnosis, education rate dan kind of job); the profile of therapy [in
general and special in the use of drug in cardiovascular system disorder, include
number and kind of drug in cardiovascular system disorder, dosage form, route of
administration (dosage/strength, frecuency)], and also to know ME in
administration phase and DTP that real happen. This research is includes in the
kind of non experimental research with evaluatif descriptive design which have
prospective characteristic.
The most age of patients is 35-64 years old (63,6%), man is more than
women (51,5%), the most diagnosis is
Chronic Kidney Disease
(9,1 %).
Antihypertension is the most drug that patient used. The number of case that used
drug in cardiovascular system disorder is 33 cases. From the result of ME and
DTP identification, founded that the most kind of DTP that happen is drug
interaction (17 events), 6 ADR events, 4 need additional therapy events, 3 dosage
too low events, 2 uncompliance events. Medication error in administration phase
that happen is the fail of instruction checking (4 events) and 3 events of wrong
dosage. The main problem that cause this events is possible because of a minim
worktime of clinical pharmacist that monitoring therapy.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PUBLIKASI
vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi
INTISARI ...
xii
ABSTRACT ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
1.
Permasalahan ... 3
2.
Keaslian penelitian ... 4
3.
Manfaat penelitian ...
5
B. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum ... 6
2.
Tujuan khusus ... 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Medication Error ... 7
B. Drug Therapy Problems ... 10
C. Sistem Kardiovaskuler ... 14
D. Penyakit dan Obat Kardiovaskuler ...
16
xv
2.
Gagal jantung ... 27
3.
Aritmia ... 30
E. Keterangan Empiris ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34
B.
Definisi Operasional ... 34
C.
Subyek Penelitian ... 36
D.
Bahan Penelitian ... 37
E.
Instrumen Penelitian ... 37
F.
Lokasi Penelitian ... 38
G.
Tata Cara Penelitian ... 38
1.
Tahap orientasi ... 38
2.
Tahap pengambilan data ... 38
3.
Tahap penyelesaian data ... 39
H.
Tata Cara Analisis Hasil ... 40
I.
Kesulitan Penelitian ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Profil Pasien yang Menggunakan Obat
Gangguan sistem Kardiovaskuler di Bangsal
III RS Bethesda Periode Agustus- September2008
1.
Berdasarkan kelompok usia ... 47
2.
Berdasarkan jenis kelamin ... 49
3.
Berdasarkan diagnosis ...
50
4.
Berdasarkan tingkat pendidikan ... 52
xvi
B.
Profil Terapi Pasien yang Menggunakan Obat
Gangguan sistem Kardiovaskuler di Bangsal
III RS Bethesda Periode Agustus-September 2008
1.
Profil terapi secara umum ... 54
2.
Profil terapi secara khusus ... 57
C.
Permasalahan-Permasalahan Dalam Penggunaan Obat
Gangguan sistem Kardiovaskuler pada pasien di
Bangsal III RS Bethesda Periode Agustus-September 2008
1.
Drug therapy problem (DTP) ... 66
2.
Medication error (ME) ... 82
3.
Evaluasi masalah utama kejadian medication errors
dan drug therapy problems ...
84
4.
Dampak terapi ... 87
D.
Rangkuman Pembahasan ... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ... 92
B.
Saran ...
93
DAFTAR PUSTAKA ... 94
LAMPIRAN ...
96
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I
Bentuk-bentuk Medication error ... 9
Tabel II
Taksonomi & kategorisasi Medication error ...
9
Tabel III
Tingkat kepastian suatu
kejadian berhubungan dengan suatu obat ...
10
Tabel IV
Penyebab-penyebab drug therapy problems (DTPs) ... 12
Tabel V
Tingkat Signifikansi Interaksi Obat ... 13
Tabel VI
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO ... 18
Tabel VII
Klasifikasi tekanan darah
pada dewasa (JNC VII) ... 18
Tabel VIII
Algoritme terapi hipertensi (Menurut JNC VII) ... 21
Tabel IX
Terapi hipertensi pada
keadaan khusus (JNC VII) ... 22
Tabel X
Pengelompokan kasus
berdasarkan jenis diagnosis ... 51
Tabel XI
Jumlah keseluruhan obat yang diterima kasus ... 55
Tabel XII
Jenis keseluruhan obat
yang diterima pada kasus ... 56
Tabel XIII
Jumlah jenis obat gangguan sistem
kardiovaskuler yang diterima pada pasien di
Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus-September 2008 ... 57
Tabel XIV
Antihipertensi yang digunakan pada pasien
di Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus-September 2008 ...
59
xviii
Tabel XVI
Antiaritmia yang digunakan pada pasien
di Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus- September 2008 ... 60
Tabel XVII
Antiangina yang digunakan pada pasien
di Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus September 2008 ... 61
Tabel XVIII
Obat yang mempengaruhi sistem
koagulasi darah yang digunakan pada pasien
di Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus-September 2008 ... 61
Tabel XIX
Terapi kombinasi yang digunakan pada pasien
di Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus-September 2008 ... 62
Tabel XX
Bentuk sediaan pada jenis obat gangguan
sistem kardiovaskuler yang digunakan pada pasien di
Bangsal III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Agustus-September 2008 ... 62
Tabel XXI
Aturan pakai obat antihipertensi yang
digunakan pada kasus ... 63
Tabel XXII
Aturan pakai inotropik positif yang
digunakan pada kasus ... 64
Tabel XXIII
Aturan pakai antiaritmia yang
digunakan pada kasus ... 64
Tabel XXIV
Aturan pakai antiangina yang
digunakan pada kasus ... 64
Tabel XXV
Aturan pakai obat yang mempengaruhi
xix
Tabel XXVI
Aturan pakai terapi kombinasi
yang digunakan pada kasus ... 65
Tabel XXVII
Kelompok kasus dengan DTP
dosis terlalu rendah ...
66
Tabel XXVIII
Kelompok kasus dengan DTP
interaksi obat ... 68
Tabel XXIX
Kelompok Kasus dengan DTP ADR ...
72
Tabel XXX
Kelompok kasus dengan DTP
butuh obat tambahan ... 75
Tabel XXXI
Kelompok Kasus dengan DTP
ketidakpatuhan pasien ... 75
Tabel XXXII
Jumlah jenis kejadian DTP pada Kasus ... 77
Tabel XXXIII
Contoh analisis DTP pada kasus ... 78
Tabel XXXIV
Contoh analisis DTP pada kasus ... 79
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Jantung ...
15
Gambar 2
Sistem Kardiovaskular ...
16
Gambar 3
Aktivitas angiotensinogen dalam
hubungannya meningkatkan tekanan darah ... 19
Gambar 4
Skema Penelitian Payung “Evaluasi Masalah Utama
Kejadian Medication Errors Fase Administrasi
dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda
Periode Agustus–September 2008” ...
45
Gambar 5
Persentase usia kasus ...
47
Gambar 6
Persentase kasus berdasarkan jenis kelamin ...
49
Gambar 7
Persentase kasus berdasarkan tingkat pendidikan ...
52
Gambar 8
Persentase kasus berdasarkan jenis pekerjaan ...
53
Gambar 9
Persentase jumlah kasus yang mengalami DTP
dan yang tidak mengalami DTP ...
76
Gambar 10
Persentase jenis kejadian DTP pada pasien
yang menerima obat gangguan sistem
kardiovaskuler di Bangsal III RS Bethesda
periode Agustus-September 2008 ... 77
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data rekam medis kasus pasien di bangsal kelas III RS
Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat
Gangguan Sistem kardiovaskular
Periode Agustus-September 2008 ... 96
Lampiran 2
Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter
yang bertugas di Bangsal kelas III
RS Bethesda Yogyakarta ...
128
Lampiran 3
Rangkuman hasil wawancara dengan Apoteker
yang bertugas di Bangsal kelas III
RS Bethesda Yogyakarta ...
130
Lampiran 4
Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat
yang bertugas di Bangsal kelas III
RS Bethesda Yogyakarta ...
131
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Medication Error (ME) merupakan suatu kesalahan dalam proses
pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam
pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan (NCC MERP, 2008). Sedangkan
Drug therapy problem (DTP) adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan, yang
dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat, yang akan
mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan (Strand et.al., 2004).
The Institute of Medicine melaporkan setiap tahun medical error
menyebabkan kematian pada 44.000-98.000 pasien di Amerika Serikat. Prosentase
medical error yang disebabkan oleh obat (medication error) merupakan salah satu
penyebab yang umum untuk terjadinya medical error, yaitu sekitar 3,7% dari seluruh
pasien (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).
Kejadian medication error di rumah sakit cukup bervariasi, dilaporkan angka
kejadian berkisar antara 3-6,9% untuk pasien rawat inap. Selain itu juga dilaporkan
angka kejadian medication error yang lebih besar yaitu 4-17% dari seluruh pasien
yang dirawat di rumah sakit. Masih dari studi yang sama ditemukan bahwa
antibiotika, analgetika, dan obat-obat kardiovaskuler adalah yang paling sering
terdokumentasi, tetapi sedikit sekali studi yang berhubungan dengan masalah utama
yang menyebabkan ME tersebut (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).
Secara global, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama
kematian dan diperhitungkan kejadiannya akan terus meningkat. Menurut World
Health Organization (WHO) ditaksirkan 17,5 juta orang meninggal dikarenakan
penyakit kardiovaskuler pada tahun 2005, hal ini merepresentasikan 30% dari seluruh
kematian global. Jika hal ini terus terjadi dan meningkat, maka pada tahun 2015
diperkirakan 20 juta orang akan mati dikarenakan penyakit ini (Anonim, 2008).
Penggunaan obat–obat kardiovaskuler merupakan masalah yang sering
berkaitan dengan medication error. Suatu studi yang dilakukan oleh United state
Pharmacopeia, Center for the Advancement of Patient Safety (USP CAPS) dari
Januari 2001 sampai Agustus 2004 menunjukkan terjadi error yang berkaitan dengan
penggunaan obat kardiovaskuler. Pada fase prescribing terjadi 23,3%, fase
transcribing 26,3%, fase dispensing 26,6%, dan fase administrasi 23,3%. Dari
kejadian-kejadian tersebut, error yang terjadi dapat menyebabkan kefatalan
(Anonim,2005).
Medication error fase apapun dan masalah yang berkaitan dengan obat (drug
therapy problem) yang terjadi tentunya akan merugikan pasien dan dapat
menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul efek obat yang tidak diharapkan.
Oleh karena itu, penelitian ini mengangkat mengenai masalah medication errors
terutama pada fase administrasi dan drug therapy problems khususnya obat gangguan
Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma (USD) dengan pihak rumah sakit Bethesda Yogyakarta
dalam rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit. Rumah sakit ini
telah menandatangani MoU antara Direktur RS dan Rektor USD termasuk dalam
bidang penelitian. Selain itu, RS ini termasuk dalam RS swasta tipe B dengan
akreditasi ISO 9000 dan merupakan RS swasta terbesar di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), farmasis klinis pun telah dijalankan di RS ini. Penelitian ini akan
bersifat prospektif untuk dapat menemukan masalah utama timbulnya medication
errors pada fase administrasi dan drug therapy problems pada penggunaan obat
gangguan sistem kardiovaskuler.
1.
Permasalahan
Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: ”apakah
yang menjadi masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada
penggunaan obat gangguan sistem kardiovaskuler pasien di RS Bethesda?”
selanjutnya beberapa penelitian tambahan yang ingin diamati adalah:
a.
seperti apa profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem kardiovaskuler
meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan diagnosis?
b.
seperti apa profil terapi pasien yang menggunakan obat gangguan sistem
kardiovaskuler meliputi jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat
c.
apa saja masalah-masalah yang muncul pada penggunaan obat gangguan sistem
kardiovaskuler pada pasien RS Bethesda periode Agustus-September 2008?
Medication error dan DTP apa saja yang benar-benar terjadi pada pasien RS
Bethesda dalam penggunaan obat gangguan sistem kardiovaskuler periode
Agustus-September 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif)?
2.
Keaslian penelitian
Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai Evaluasi
Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy
Problems pada Pasien RS Bethesda Periode Agustus–September 2008
(Kajian
terhadap Obat Gangguan Sistem Kardiovaskuler)
belum pernah dilakukan. Namun,
ada beberapa penelitian lain yang terkait dengan error obat sistem kardiovaskuler dan
terkait dengan ME dan DTP adalah dengan judul sebagai berikut ini.
a.
Errors Involving Drug Product Used to Treat Cardiovascular Diseases (Anonim,
2005).
b.
Evaluasi
Medication Error Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Bethesda pada Bulan Juli Tahun 2007 : Tinjauan Fase
Dispensing oleh Erlin (2008).
c.
Studi potensial medication error pada peresepan bangsal anak di Rumah sakit
Bethesda Yogyakarta periode Februari-April 2003 : ditinjau dari aspek
transcribing : kesulitan membaca tulisan pada resep dan kesulitan membaca
d.
Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi Menyebabkan
Medication Error di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005
oleh Simbolon (1999).
Penelitian tersebut berbeda pada hal
tujuan penelitian, dan waktu
pelaksanaan penelitian, serta durasi
dan fase Medication error yang diteliti.
Pada penelitian yang dilakukan saat ini ingin
mengetahui dan mengevaluasi
masalah utama kejadian ME
fase administrasi dan
DTP pada pasien RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus–September 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan
Sistem Kardiovaskuler).
3.
Manfaat penelitian
a.
Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan menambah
referensi tenaga kesehatan untuk mendeskripsikan ME dan DTP dari penggunaan
obat gangguan sistem kardiovaskuler yang terjadi pada pasien di RS Bethesda
Yogyakarta.
b.
Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan
penggunaan obat gangguan sistem kardiovaskuler
oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care dan menerapkan isu
patient safety demi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di RS Bethesda
B.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah utama
kejadian ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat gangguan sistem
kardiovaskuler pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode
Agustus-September 2008.
2.
Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggambarkan
dan mengevaluasi :
a.
profil pasien di RS Bethesda periode Agustus-September 2008 yang
menggunakan obat gangguan sistem kardiovaskuler meliputi umur, tingkat
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan diagnosis.
b.
profil terapi obat gangguan sistem kardiovaskuler meliputi jumlah obat, jenis
obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat meliputi dosis/kekuatan obat dan
frekuensi pemakaian obat pada pasien di RS Bethesda periode
Agustus-September 2008.
c.
masalah-masalah yang muncul dalam pengobatan serta ME dan DTP yang
benar-benar terjadi pada pasien RS Bethesda dalam penggunaan obat gangguan sistem
kardiovaskuler periode Agustus-September 2008 (berdasarkan pengamatan
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Medication Error
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang
seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan dan
tanggung jawab profesi kesehatan (NCC MERP, 2008). Dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa
pengertian
medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat
dicegah.
Kejadian
medication error di rumah sakit cukup bervariasi, berkisar antara 3-6,9%
untuk pasien rawat inap. Penelitian lain melaporkan angka kejadian medication error
yang lebih besar yaitu 4-17% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit. Masih
dari studi yang sama ditemukan bahwa antibiotika, analgetika, dan obat-obat
kardiovaskuler adalah yang paling sering berkaitan dengan kejadian medication
error. Error yang terjadi akibat kekeliruan instruksi peresepan mencapai 16,9%.
Satu
studi di rumah sakit melaporkan bahwa 11% medication error terjadi dalam bentuk
pharmacy dispensing errors berupa pemberian obat atau dosis yang keliru. Laporan
yang dikompilasi oleh the United States Pharmacopeia pada tahun 1999
menunjukkan 3% dari 6224 medication errors berakhir dengan kegawatan pada
Suatu studi yang melibatkan 1116 rumah sakit menemukan kejadian
medication error sebanyak 5,07% yang 0,25% diantaranya berakhir fatal.
Dalam
studi tersebut juga dilaporkan bahwa kejadian medication error di rumah sakit
yang tidak memiliki afiliasi ataupun kerjasama dengan sekolah
pendidikan/fakultas farmasi ternyata 72% lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah sakit yang memiliki afiliasi dengan fakultas farmasi. Dampak dari
medication error sangat beragam mulai dari keluhan ringan yang dialami pasien
hingga kejadian serius yang memerlukan perawatan rumah sakit lebih lama atau
bahkan kematian (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).
Tabel I. Bentuk-bentuk Medication error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008)
Prescribing
Transcribing
Dispensing
Administration
Kontraindikasi
Duplikasi
Tidak terbaca
Instruksi tidak
jelas
Instruksi keliru
Instruksi tidak
lengkap
Penghitungan
dosis keliru
Copy error
Dibaca keliru
Ada instruksi
yang
terlewatkan
Mis-stamped
Instruksi tidak
dikerjakan
Instruksi
verbal
diterjemahkan
salah
Kontraindikasi
Extra dose
Kegagalan mencek
instruksi
Sediaan obat buruk
Instruksi pengguna-an
obat tidak jelas
Salah menghitung dosis
Salah memberi label
Salah menulis instruksi
Dosis keliru
Pemberian obat di luar
instruksi
Instruksi verbal
dijalankan keliru
Administration
error
Kontraindikasi
Obat tertinggal di
samping bed
Extra dose
Kegagalan mencek
instruksi
Tidak mencek
identitas pasien
Dosis keliru
Salah menulis
instruksi
Patient off unit
Pemberian obat di
luar instruksi
Instruksi verbal
dijalankan keliru
Tabel II.
Taksonomi & kategorisasi
Medication error
(Dwiprahasto dan Kristin,
2008)
Tipe error
Kategori
Keterangan
NO ERROR
A
Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan
terjadinya
error
ERROR-
NO HARM
B
Error
terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien
C
Error
terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak
menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan sudah terlanjut
diminum/digunakan
Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
diminum/digunakan
D
Error
terjadi dan konsekuensinya diperlukan
monitoring terhadap pasien, tetapi tidak menimbulkan
risiko (
harm
) pada pasien
ERROR-HARM
E
Error
terjadi dan pasien memerlukan terapi atau
intervensi serta menimbulkan risiko (harm) pada
pasien yang bersifat sementara
F
Error
terjadi & pasien memerlukan perawatan atau
perpanjangan perawatan di rumahsakit disertai cacat
yang bersifat sementara
Tabel III. Tingkat kepastian suatu kejadian berhubungan dengan suatu obat
(Nebeker, J.R., 2004)
Level
Kriteria
Pasti
Suatu kejadian klinis, termasuk hasil tes laboratorium yang
abnormal, yang terjadi pada saat waktu penggunaan obat dan tak
dapat dijelaskan melalui penyakit yang terjadi bersamaan atau obat
dan senyawa kimia lain. Respon pemutusan obat masuk akal secara
klinis. Kejadiannya harus pasti secara farmakologi.
Mungkin
Suatu kejadian klinis, termasuk ketidaknormalan hasil
laboratorium, yang terjadi berurutan dengan waktu pemberian obat,
yang tidak dapat dihubungkan dengan penyakit yang terjadi
bersamaan atau obat dan senyawa kimia lain. Respon pemutusan
obat masuk akal.
Agak mungkin
Suatu kejadian klinis, termasuk ketidaknormalan hasil
laboratorium, yang terjadi berurutan dengan waktu pemberian obat,
namun dapat dijelaskan dengan penyakit yang terjadi bersamaan
atau obat dan senyawa kimia lain.
Tidak mungkin
Suatu kejadian klinis, termasuk ketidaknormalan hasil
laboratorium, yang berhubungan sementara dengan penggunaan
obat yang membuat tidak mungkin terjadi hubungan dan dapat
dijelaskan oleh penyakit atau obat dan senyawa lain yang
menyertai.
B.
Drug Therapy Problems
1.
Definisi dan jenis
Drug therapy problem adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan, yang
dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat, yang
akan mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan. Drug therapy
problems termasuk dalam ruang lingkup praktek asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care). Tujuan mengidentifikasi drug therapy problems adalah
untuk membantu pasien mendapatkan outcome dan tujuan terapi yang diinginkan
(Strand et.al., 2004). Kategori–kategori dalam drug therapy problems :
b.
terapi obat tambahan yang diterima untuk mengatasi atau mencegah kondisi
medis pasien.
c.
produk obat tidak efektif dalam menghasilkan respon yang diinginkan.
d.
dosis yang terlalu rendah untuk mencapai respon yang diinginkan.
e.
obat menyebabkan reaksi yang merugikan pada pasien.
f.
dosis terlalu tinggi, yang akan menyebabkan efek yang tidak diinginkan
terjadi pada pasien.
g.
pasien tidak mampu atau tidak ingin mendapatkan terapi obat.
Kategori pertama dan kedua dalam DTP berhubungan dengan indikasi.
Kategori ketiga dan keempat berhubungan dengan efektivitas. Kategori kelima
dan keenam berhubungan dengan keamanan. Sedangkan kategori ketujuh
berhubungan dengan ketaatan pasien. Dalam hal ini, terdapat enam kategori dari
drug therapy problems yang menggambarkan masalah-masalah klinik yang
dijumpai pasien oleh karena aksi obat bagi kesehatannya, dan kategori yang
ketujuh, merupakan tindakan pasien mengenai kemauan dan kemampuannya
dalam menggunakan obat, seperti yang diperintahkan (Strand et.al., 2004).
Tabel IV. Penyebab-penyebab
drug therapy problems
(DTPs) (Strand et.al., 2004)
No. Drug therapy problems Penyebab utama
1. Obat tanpa Indikasi (unnecessary drug therapy)
• Tidak terdapat indikasi medis yang benar untuk terapi obat saat itu.
• Terapi obat yang berlebih digunakan untuk kondisi yang hanya menerima satu macam terapi obat.
• Kondisi medis lebih tepat diatasi tanpa menggunakan terapi obat.
• Terapi efek samping obat sebenarnya dapat diatasi dengan yang lebih aman.
• Terapi obat digunakan untuk mengatasi reaksi merugikan yang dapat dicegah yang berhubungan dengan pengobatan lain.
• Kondisi yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol, ataupun merokok.
2. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)
• Kondisi medis memerlukan terapi obat tambahan
• Pencegahan terapi obat yang diperlukan untuk mengurangi resiko pada perkembangan kondisi yang baru.
• Kondisi medis yang memerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai efek.
3. Pemilihan obat yang tidak efektif (wrong drug)
• Obat bukan yang paling efektif untuk masalah medis.
• Kondisi medis yang sukar sembuh dengan produk obat tersebut.
• Bentuk sediaan dari produk obat tidak tepat.
• Produk obat bukan produk yang efektif untuk indikasi yang sedang diatasi.
4. Dosis terlalu rendah (dosage too low)
• Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
• Interval dosis terlalu jarang untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
• Interaksi obat mengurangi jumlah dari obat yang aktif.
• Durasi terapi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
5. Reaksi obat yang merugikan dan interaksi obat (adverse drug reaction)
• Produk obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan, yang tidak tergantung dosis.
• Dibutuhkan produk obat yang lebih aman untuk mengatasi faktor resiko.
• Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak tergantung dosis.
• Pengaturan dosis yang diberikan terlalu rapat.
• Produk obat menyebabkan reaksi alergi.
• Produk obat dikontraindikasikan dikarenakan beberapa faktor resiko.
6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high)
• Dosis terlalu tinggi.
• Frekuensi dosis terlalu pendek.
• Durasi terapi obat terlalu lama.
• Interaksi obat yang menghasilkan reaksi toksik pada produk obat.
• Dosis obat yang diberikan terlalu rapat. 7. Ketidaktaatan
(uncompliance)
• Pasien tidak mengerti instruksi.
• Pasien lebih senang tidak menerima pengobatan.
• Pasien lupa menerima pengobatan.
• Produk obat terlalu mahal untuk pasien.
• Pasien tidak dapat menelan atau menggunakan produk obat dengan benar.
2.
Interaksi obat
Interaksi obat merupakan respon klinis pada pemberian kombinasi obat
yang berbeda. Tingkat signifikansi interaksi obat berdasarkan pustaka yang
digunakan berupa angka 1 sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut:
Tabel V. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2006)
Tingkat
signifikansi
Keparahan
Laporan
1
Berat (major) Terbukti
2
Sedang (moderate) Terbukti
3
Ringan (minor) Terbukti
4
Berat/Sedang
(major/moderate)
Mungkin terjadi
5
Ringan Mungkin
terjadi
Tidak ada
Tidak mungkin terjadi
Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan
tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat
yang berinteraksi, dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek
interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang
berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2006).
yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara
signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2006).
C.
Sistem Kardiovaskuler
Secara sederhana, sistem kardiovaskuler merupakan serangkaian tabung
(pembuluh darah) yang penuh dengan cairan (darah) yang tersambung ke jantung.
Tekanan terjadi saat jantung memompa darah secara terus–menerus. Darah
mengambil oksigen dari paru-paru dan nutrisi dari usus, kemudian mengirimkan
substansi-substansi ini ke sel-sel tubuh. Selain itu, sistem kardiovaslular
memainkan peranan yang penting dalam komunikasi sel ke sel dan dalam
mempertahankan tubuh melawan agen asing (Ober, C.,W.,2007).
Gambar 1. Jantung (Anonim, 2008)
Jantung dibagi menjadi bagian kanan dan kiri, serta dinding pusat atau
septum. Kedua belahan masing – masing sebagai pompa yang berdiri sendiri,
yang terdiri dari atrium dan ventrikel. Atrium menerima kembalian darah dari
jantung dari pembuluh darah, ventrikel memompa darah keluar ke pembuluh
darah. Sisi kanan dari jantung menerima darah dari jaringan dan mengirimnya ke
paru–paru untuk oksigenasi. Sisi kiri dari jantung menerima darah oksigenasi baru
dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Gambar 2. Sistem Kardiovaskuler (Anonim, 2008)
D.
Penyakit dan Obat Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler berefek pada jantung dan pembuluh darah, yang
termasuk dalam penyakit kardiovaskuler diantaranya adalah Cardiopulmonary
resuscitation, hipertensi, gagal jantung, ischemic heart disease, acute coronary
syndrome, aritmia, diastolic heart failure dan cardiomyopathy, venous
tromboembolism, hiperlipidemia, peripheral arterial disease, hypovolemic shock
(DiPiro, 2005).
ini merepresentasikan 30% dari seluruh kematian global. Jika hal ini terus terjadi
dan meningkat, maka pada tahun 2015 diperkirakan 20 juta orang akan mati
dikarenakan penyakit ini (Anonim, 2008).
1.
Hipertensi
a.
Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah arterial (Dipiro,2005). Hipertensi merupakan penyakit yang serius karena
menyebabkan jantung bekerja lebih keras dan memberi kontribusi terhadap
kejadian artherosklerosis. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung, gagal
jantung kongestif, penyakit ginjal, kebutaan dan stroke (Roach, 2004).
Kebanyakan kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Apabila
tidak diketahui penyebabnya, maka disebut sebagai hipertensi esensial.
Hipertensi esensial telah dihubungkan oleh faktor resiko pola makan dan
gaya hidup. Hipertensi ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol.
Apabila penyebab langsung hipertensi dapat diidentifikasi, maka kondisi ini
dinyatakan sebagai hipertensi sekunder (Roach, 2004).
Tekanan darah arterial dihasilkan dari pengaruh aliran darah dan
resistensi aliran darah. Secara matematis sebagai produk dari cardiac output
(CO) dan total perifer resistance (TPR).
BP = CO x TPR
Faktor resiko penyebab hipertensi adalah umur diatas 55 tahun (pria)
dan 65 tahun (wanita), diabetes mellitus, dislipidemia, mikroalbuminurea,
riwayat keluarga penyakit jantung, obesitas, jarang beraktivitas, perokok
(Dipiro, 2005).
Tabel VI. Klasifikasi tekanan darah menurut WHO
Tekanan
darah
Grade 1
Grade 2
Grade 3
Sistolik
(mmHg)
140-159 160-179 >180
Diastolik
(mmHg)
90-99 100-109 >110
Tabel VII. Klasifikasi tekanan darah pada dewasa menurut JNC 7
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi 120-139
80-89
Stage 1
140-159
90-99
Stage 2
> 160
> 100
b.
Patofisiologi
natriuretik. Kebanyakan obat-obat antihipertensi tertarget pada mekanisme dan
komponen RAAS (Dipiro, 2005).
Renin merupakan suatu enzim yang diproduksi ginjal. Pelepasan renin
diatur oleh faktor internal (tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II)
dan faktor eksternal (sodium, klorida, potasium). Renin mengkatalisasi konversi
angiotensinogen menjadi angiotensin I di darah. Angiotensin I kemudian dirubah
menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzym (ACE). Setelah
berikatan dengan reseptor yang spesifik (AT
1dan AT
2), angiotensin II
menghasilkan efek biologis terhadap berbagai jaringan.
Sirkulasi dari angiotensin II dapat mengingkatkan tekanan darah,
termasuk vasokonstriksi secara langsung. Angiotensin II juga menstimulasi
sistesis aldosteron dari korteks adrenal, menyebabkan terjadinya reabsorbsi
sodium dan air yang akan meningkatkan volume plasma dan tekanan darah.
c.
Terapi
Tujuan umum dari terapi hipertensi adalah untuk mengurangi hipertensi
yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sedangkan tujuan
tambahannya adalah untuk perawatan penderita hipertensi dalam mencapai target
tekanan darah yang dituju. Target tekanan darah yang dituju oleh JNC 7 :
•
pada kebanyakan pasien < 140/90 mmHg.
•
pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg.
•
pasien dengan penyakit ginjal kronik < 130/80 mmHg (dengan perkiraan
GFR < 60 mL/menit, serum kreatinin > 1,3 mg/dL pada wanita atau > 1.5
mg/dL pada pria atau albuminemia > 300mg/ hari atau > 200 mg/g kreatinin).
1)
Terapi nonfarmakologi
Joint National Comittee 7 (JNC 7) merekomendasikan perubahan
gaya hidup pada pasien dengan prehipertensi dan hipertensi, antara lain :
a)
mengurangi berat badan. Memelihara berat badan normal (BMI :
18,5-24,9 kg/m
2) dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg setiap
penurunan 10 kg berat badan.
b)
mengatur pola makan. Mengkonsumsi banyak buah, sayuran, makanan
rendah lemak, dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.
c)
pembatasan konsumsi sodium. Pengurangan sodium dapat mengurangi
tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
e)
membatasi konsumsi alkohol. Batasi alkohol 30 ml untuk pria dan 15 ml
untuk wanita, dapat mengurangi tekanan darah sistolik sebesar 2-4 mmHg.
2)
Terapi farmakologis
Ada beberapa tipe kelas antihipertensi, diantaranya : diuretik,
β
bloker,
ACE Inhibitor, angiotensin II receptor bloker (ARB) dan calsium channel bloker
(CCB). Agen-agen ini baik sendiri maupun kombinasi digunakan dalam terapi
hipertensi.
Tabel VIII. Algoritme terapi hipertensi (JNC 7, 2003)
Klasifikasi
tekanan
darah
Sistolik*
(mmHg)
Diastolik*
(mmHg)
Permulaan terapi obat
Tanpa keadaan
khusus
Keadaan
khusus
Normal <120 <80
Tidak
ada
antihipertensi
dianjurkan
Obat untuk
keadaan
khusus±
Prehipertensi 120-139
80-89
Stage 1
140-159
90-99
Diuretik tipe
thiazid kebanyakan.
Dapat mem
pertimbangkan
ACEI, ARB, BB,
CCB atau
kombinasi
Obat untuk
keadaan khusus
±. Obat
antihiper
tensi lain
(diuretik, ACEI,
ARB, BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan
Stage 2
> 160
> 100
Dua kombinasi
obat
●(biasanya
diuretik tipe thiazid
dan ACEI atau
ARB, BB atau
CCB
Keterangan :
*
= terapi ditentukan berdasarkan kategori tekanan darah tertinggi
•
= terapi kombinasi awal digunakan pada mereka yang mempunyai resiko
hipotensi ortostatik
±
= terapi pasien dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, tujuan tekanan
darah < 130/80 mmHg
Tabel IX. Terapi hipertensi pada keadaan khusus (JNC 7, 2003)
Keadaan
Khusus
Rekomendasi obat antihipertensi
Diuretik
Β
-bloker
ACEI
ARB
CCB
Antagonis
aldosteron
Gagal jantung
●
●
●
●
●
Post Infark
Miokardia
●
●
●
Resiko tinggi
penyakit
koroner
●
●
●
●
Diabetes
●
●
●
●
●
Penyakit
ginjal kronis
●
●
Prevensi
stroke
●
●
a)
Diuretik
Diuretik terutama tipe thiazid merupakan agen lini pertama dalam terapi
hipertensi. Empat subkelas diuretik dalam terapi hipertensi adalah : tiazid, loop,
potasium-sparing dan antagonis aldosteron. Potasium-sparing diuretik
merupakan agen antihipertensi lemah saat digunakan sendiri. Diuretik
menyebabkan pengurangan volume plasma dan stoke volume, yang akan
mengurangi cardiac output dan tekanan darah.
(1)
Diuretik thiazid
Diuretik thiazid merupakan tipe diuretik lemah sampai menengah.
Diuretik ini menghambat reabsorpsi sodium. Salah satu macamnya adalah
hidroklorothiazid, dengan keterangan sebagai berikut :
(a) indikasi : mengatasi hipertensi ringan sampai sedang, mengatasi edema
pada congestive heart failure dan sindrom nefrotik.
(c) efek samping : ortostatik hipotensi, hipotensi, hipokalemia, anoreksia,
reaksi alergi.
(d) dosis : edema
→
25-100 mg/ hari, dalam 1-2 dosis, malsimal 200 mg/hari;
hipertensi dewasa
→
12,5 – 50 mg/ hari, bila dosis ditingkatkan lebih dari
50 mg/ hari, respon hanya sedikit meningkat dan terjadi gangguan
elektrolit (Lacy, C.F, 2006).
Contoh diuretik thiazid lainnya adalah klortalidon,
bendrofluometazid, indapamid, siklopenthiazid, metolazon, xipamida
(Anonim,2006).
(2)
Diuretik loop
Loop diuretik merupakan kelas diuretik kuat yang digunakan untuk
edema pulmonari, juga untuk pasien gagal jantung kronis dan digunakan
untuk mengurangi tekanan darah. Contoh dari diuretik loop adalah furosemid,
bumetanid, torasemid. Furosemid memiliki uraian sebagai berikut :
(a) indikasi : mengatasi edema dikarenakan congestive heart failure dan
penyakit ginjal atau hati, terapi hipertensi.
(b) mekanisme : menghambat reabsorpsi sodium dan klorida pada loop henle
dan tubulus distal, sehingga meningkatkan ekskresi sodium dan air.
(c) efek samping : ortostatik hipotensi, hipotensi, vertigo, dizziness, dermatitis,
hipokalemia, nausea, vomiting, iskemik hepatitis.
mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam, sebagaimana dibutuhkan, dapat
ditingkatkan 20mg/dosis sampai efek yang diinginkan didapat. Interval
dosis : 6-12 jam untuk edema pulmonari,dosis yang biasanya digunakan
adalah 40mg-80mg (Lacy, C.F, 2006).
(3)
Diuretik antagonis aldosteron
Salah satu contohnya adalah spironolakton dengan keterangan
sebagai berikut :
(a)
indikasi : mengatasi edema, hipertensi, congestive heart failure,
hipokalemia, sirosis hati yang disertai edema dan ascites.
(b)
mekanisme: berkompetisi dengan aldosteron pada tubulus ginjal,
meningkatkan ekskresi air, sodium, klorida, dan menghemat keluaran
potasium, dan memblok efek aldosteron pada otot polos arteriolar.
(c)
efek samping: demam, fatigue, edema, urticaria, diare, vomiting,
hiperkalemia.
(d)
dosis : edema
→
25-200 mg/ hari dalam 1-2 dosis terbagi; hipertensi
→
25-50 mg/hari dalam 1-2 dosis tebagi.
b)
Angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI)
angiotensin II adalah menstimulasi sekresi dari hormon endogen aldosteron oleh
korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan retensi air dan sodium, yang akan
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Dengan mencegah konversi dari
angiotensin I menjadi angiotensin II, maka air dan sodium tidak lagi tertahan, dan
akan menurunkan tekanan darah (Roach, 2004). Berbagai macam contoh ACEI
adalah kaptopril, lisinopril, lamipril, imidapril, enalapril, quinapril, perindopril.
Keterangan mengenai kaptopril adalah :
(1)
indikasi : mengatasi hipertensi, congestive heart failure, disfungsi ventrikel
kiri setelah infark miokardia, diabetes nefropati.
(2)
efek samping : hipotensi, takikardi, nyeri dada, palpitasi, hiperkalemia, batuk,
pruritus, demam.
(3)
interaksi: absorpsi kaptopril berkurang 30-40% dengan adanya makanan.
Dengan suplemen potasium dan diuretik antagonis aldosteron akan
meningkatkan efek hiperkalemia, efeknya akan berkurang dengan penggunaan
Non Steroid Antiinflamation Drug (NSAID).
(4)
dosis : awal
→
12,5 mg-25mg 2-3 x/ hari, range dosis
→
25-100 mg/ hari
dalam 2 dosis terbagi (Lacy, C.F, 2006).
c)
Angiotensin II receptor blocker (ARB)
Angiotensin II Receptor Blocker memblok reseptor angiotensin II tipe 1
(AT
1) yang diketahui menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan
menghambat pertumbuhan sel. Tidak seperti ACEI, ARB tidak memblok
pelepasan bradikinin (Dipiro, 2005). Contoh ARB adalah : irbesartan, valsartan,
losartan, kandesartan, telmisartan. Keterangan mengenai losartan adalah :
(1)
indikasi : terapi hipertensi, diabetes nefropati tipe 2, hipertrofi ventrikel kiri.
(2)
efek samping : nyeri dada, fatigue, batuk, diare, hiperkalemia, ortostatik
hipotensi, hipotensi, nyeri abdominal.
(3)
interaksi : NSAID akan mengurangi efek losartan, simetidin akan
meningkatkan absorpsi losartan.
(4)
dosis : 25-100mg / hari (Lacy, C.F, 2006).
d)
Calsium channel blocker (CCB) atau antagonis kalsium
Ada dua macam subkelas CCB, yaitu dihidropiridin dan
nondihidropiridin. Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) mengurangi
kecepatan jantung dan konduksi slow atrioventricular nodal. Semua CCB kecuali
amlodipin, mempunyai efek inotropik negatif. Dihidropiridin merupakan agen
vasodilator perifer yang poten. Contoh CCB adalah nifedipin, amlodipin,
verapamil, diltiazem (Dipiro,2005). Keterangan mengenai amlodipin adalah :
(1)
indikasi : mengatasi hipertensi, terapi angina, prevensi angina.
(2)
mekanisme : menghambat masukan ion kalsium, meningkatkan relaksasi otot
polos koroner dan vasodilatasi, meningkatkan pengangkutan oksigen
miokardium pada pasien dengan angina.
(4)
dosis : hipertensi : 2,5-10 mg 1x sehari; angina : 5-10 mg/ hari (Lacy, C.F,
2006).
2.
Gagal jantung
a.
Definisi
Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis yang dikarenakan
ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung merupakan jalan akhir menuju beberapa
penyakit jantung, termasuk diantaranya mempengaruhi perikardium, katup
jantung dan miokardium. Dahulu, penyakit ini disebut congestive heart failure
(CHF), namun sekarang disebut sebagai heart failure, karena pasien bisa memiliki
sindrom klinis tanpa penyumbatan. Gagal jantung dapat terjadi karena penurunan
masukan darah pada ventrikel (disfungsi diastolik) dan kontraksi miokardia
(disfungsi sistolik). Penyakit kardiovaskuler yang umum menyebabkan gagal
jantung adalah miokardiac infarction (MI) dan hipertensi (Dipiro,2005).
b.
Patofisiologi
Hipertrofi ventrikel juga terjadi pada gagal jantung, hal ini ditandai
dengan pembesaran massa otot ventrikel. Remodelling kardia atau ventrikel terjadi
sebagai perubahan sel miokardia dan matriks ekstraselular yang mengakibatkan
perubahan ukuran, bentuk, struktur dan fungsi jantung. Hipertrofi vetrikel dan
remodeling ini dapat menyebabkan terjadinya luka pada miokardium, termasuk
miocardium infark, kardiomiopati, hipertensi dan penyakit katup jantung.
Gejalanya adalah dypsnea, tidak dapat berolah raga, tachypnea, batuk,
fatigue, nocturia, hemoptysis, nyeri abdomen, anorexia, mual, ascites, perubahan
mental. Tandanya adalah pulmonary rales, edema pulmonari, takikardia,
kardiomegali, edema perifer, hepatomegali.
c.
Terapi
Tujuan dari terapi gagal jantung adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien, mengurangi gejala, memperlambat keparahan proses penyakit dan
memperpanjang harapan hidup.
1)
Terapi nonfarmakologi
a)
Cardiac resynchronization therapy (CRT).
Studi terbaru menunjukkan bahwa terapi resinkronisasi jantung
(CRT) memberikan harapan hidup bagi penderita gagal jantung kronis.
b)
Implantable cardioverter defibrillator (ICD)
2) Terapi farmakologi
a)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor merupakan terapi lini
pertama bagi penderita gagal jantung. Melalui blokade konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II melalui ACE, produksi angiotensin II dan aldosteron
berkurang. Angiotensin II dan aldosteron menyebabkan terjadinya fibrosis
miokardia, miosit apoptosis, hipertrofi kardia, pelepasan NE, vasokonstriksi,
retensi natrium dan air.
b)
β
- blocker
Mekanisme obat ini adalah memblok beta adrenoreseptor yang
terdapat di jantung, perifer vaskular, bronkus, pankreas dan hati. Guideline
ACC/AHA merekomendasikan beta bloker untuk manajeman pasien gagal
jantung dengan sistolik yang stabil. Pada penggunaan obat ini, perlu
diedukasikan kepada pasien mengenai keberhasilan terapi. Pengobatan dengan
obat ini akan berlangsung lama, dan kemungkinan terjadi perasaan bertambah
buruknya penyakit pada tahap awal pengobatan. Contoh golongan beta bloker
diantaranya adalah propranolol, bisoprolol, carvedilol. Keterangan mengenai
propranolol adalah :
(1)
indikasi : Mengatasi hipertensi, angina pectoris,
pheochromocytoma,
tremor esensial, aritmia, pencegahan MI.
(3)
dosis : angina : 80-320 mg/hari, dalam 2-4 dosis terbagi; hipertensi :
40-160 mg/hari dalam dua dosis terbagi. Profilaksis MI : 180-240 mg/hari.
c)
Diuretik
Tujuan utama terapi diuretik pada gagal jantung adalah untuk
mengurangi gejala yang berhubungan dengan retensi cairan dan penyumbatan
pulmonari, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi keparahan gagal
jantung.
d)
Digoksin :
(1)
indikasi : terapi congestive heart failure , takiaritmia, takikardia
supraventrikular, cardiogenic shock.
(2)
mekanisme : menghambat pompa sodium, potasium ATPase, yang akan
meningkatkan pertukaran sodium-kalsium intraselular sehingga
meningkatkan kontraksi.
(3)
efek samping : blokade jantung, ketidakmampuan visual, pusing, nausea,
muntah, diare, nyeri abdomen, ansietas, depresi, demam.
(4)
dosis : 0,125-0,5 mg/hari (Lacy, C.F, 2006).
3.
Aritmia
a.
Definisi
1)
atrial flutter : kontraksi yang cepat dari atrium (mencapai 300 bpm),
sangat cepat sehingga membuat ventrikel tak dapat memompa secara
efisien.
2)
atrial fibrilasi : kontraksi atrium yang cepat dan tidak beraturan,
menyebabkan kontraksi ventrikel yang tidak beraturan dan tidak efisien.
3)
ventrikuler takikardia : denyut jantung yang cepat, kecepatannya lebih dari
100 bpm, biasanya berasal dari ventrikel.
4)
ventrikel fibrilasi : kekacauan kontraksi dari ventrikel menghasilkan
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke tubuh, dimana akan
menjadi kematian bila tidak ditangani. (Roach, 2004).
b.
Patogenesis
Aritmia kemungkinan terjadi dikarenakan penyakit jantung atau dari
penyakit yang mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Kondisi seperti stres
emosional, hipoksia, dan ketidakseimbangan elektrolit juga merupakan pemicu
aritmia.
Electrocardiogram (ECG) dapat menggambarkan aktivitas electrikal dari
jantung. Otot jantung (miokardium) mempunyai perlengkapan baik saraf maupun
otot. Beberapa kardia aritmia dikarenakan abnormalitas impuls electrikal
(stimuli). Abnormalitas impuls ini kemungkinan dihasilkan dari nodus sinoartrial
atau kemungkinan dihasilkan dari area miokardium.
c.
Terapi
efeknya pada aksi potensial dari sel kardia dan perkiraan mekanisme aksinya.
Obat-obat pada masing-masing kelas memiliki persamaan khusus, juga setiap obat
mempunyai perbedaan tersendiri. Klasifikasi agen antiaritmia :
1)
kelas 1 beraksi pada blokade kanal sodium. Obat antiaritmia kelas I, seperti
moricizine, mempunyai efek stabilisasi membran atau anestesi pada sel
miokardium, membuatnya mampu mengatasi kardia aritmia. Karena aksinya
sedikit berbeda, maka dibagi menjadi kelas IA, IB, dan IC.
2)
kelas 2 beraksi sebagai simpatolitik. Obat-obat dengan aksi ini mengurangi
aktivitas
β
-adrenergik di jantung.
3)
kelas 3 beraksi melalui perpanjangan durasi potensial aksi. Kebanyakan
obat-obat dengan aksi ini memblok komponen dengan cepat dan menghambat
aliran potasium secara langsung.
4)
kelas 4 beraksi pada blokade kalsium kardia secara langsung.
Keterangan mengenai obat antiaritmia kelas III (Amiodaron) adalah :
1)
indikasi : mengatasi ventrikuler fibrilasi yang mengancam nyawa, ventrikuler
takikardia.
2)
mekanisme aksi : menghambat stimulasi adrenergik, memperpanjang aksi
potensial dan memeperpanjang periode refraktori dari jaringan miokardia,
mengurangi konduksi atrioventrikuler (AV) dan fungsi nodus sinus.
4)
dosis : ventrikel artimia
→
800-1600mg/hari, pengaturan
→
400mg/hari;
pencegahan atrial fibrilasi
→
200-600 mg/hari (Lacy, C.F, 2006).
E
.
Keterangan Empiris
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors
Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda
Periode Agustus-September 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan Sistem
Kardiovaskuler) merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.
Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari
lembar catatan medik kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan
dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi. Penelitian ini bersifat
prospektif karena data yang digunakan diambil dengan mengamati keadaan pasien
selama mendapatkan perawatan di RS dengan melihat lembar catatan mediknya serta
mengamati penggunaan obat pada pasien setelah keluar dari rumah sakit yaitu
dilakukan dengan home visit (selama periode penelitian).
B.
Definisi Operasional
1.
Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan menggunakan
obat gangguan sistem kardiovaskuler di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda
2.
Obat gangguan sistem kardiovaskuler yang diteliti sebagian besar adalah obat
antihipertensi/lebih fokus ke antihipertensi, karena sebagian besar pasien
mengalami hipertensi baik prehipertensi maupun hipertensi stage 1 dan 2.
3.
Fase administrasi merupakan suatu tahap dimana obat diberikan dan digunakan
oleh pasien.
4.
Masalah utama adalah masalah yang paling sering muncul pada kasus yang
ditemukan dalam penelitian.
5.
Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah setiap
masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat sistem kardiovaskuler, yang
meliputi butuh tambahan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, efek
samping obat yang berbahaya dan interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien.
6.
Periode penelitian dimulai dari tanggal 04 Agustus 2008 sampai bulan September
2008.
7.
Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang
memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,
diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil
laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume pasien dewasa yang menerima
obat gangguan sistem kardiovaskuler di RS Bethesda Yogyakarta periode
8.
Karakteristik pasien meliputi distribusi umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, diagnosis dan penyakit penyerta.
9.
Karakteristik peresepan obat meliputi unsur jumlah obat, jenis obat, bentuk
sediaan obat dan aturan pemakaian obat yang meliputi dosis/kekuatan dan
frekuensi pemberian.
10.
Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information
Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006), bila tidak didapatkan
pada buku tersebut, maka sumber lain yang digunakan adalah British National
Formulatory (Anonim, 2006), Therapeutic Drugs (Dollery, 1999) dan “MIMS
petunjuk konsultasi” (Anonim,2008).
11.
Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan
obat gangguan sistem kardiovaskuler berdasarkan sumber referensi Drug
Interaction Fact (Tatro, 2006) dan Drug Information Handbook (Lacy,
Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006).
12.
Home visit adalah pengamatan kondisi pasien dan penggunaan obat gangguan
sistem kardiovaskuler setelah keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi,
yang dilakukan pada pasien yang menyetujui informed consent.
C.
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap di bangsal
subyek adalah pasien yang dirawat di bangsal kelas III RS Bethesda yang dilayani
oleh farmasis klinis RS Bethesda yang menerima terapi obat gangguan sistem
kardiovaskuler pada bulan Agustus–September 2008.
Kriteria eksklusi subyek adalah subyek yang tidak menggunakan obat
gangguan sistem kardiovaskuler dan tidak bersedia bekerjasama dan memberikan
informasi selama penelitian berlangsung, untuk subyek home visit adalah subyek
yang tidak bersedia menandatangani informed consent dan mengundurkan diri
tiba-tiba ditengah proses penelitian. Jumlah subyek penelitian dengan penggunaan obat
gangguan sistem kardiovaskuler adalah 33 kasus, 5 diantaranya adalah subyek home
visit. Untuk subyek wawancara, selain pasien juga meliputi dokter, perawat, dan
apoteker.
D.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien rawat
inap di bangsal kelas III RS Bethesda yang menerima resep obat gangguan sistem
kardiovaskuler periode Agustus-September 2008 yang ditulis oleh dokter, perawat,
dan apoteker mengenai data klinis pasien.
E.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan (1). Alat-alat untuk monitoring tanda vital dan
digital, alat pengukur kadar gula (Gluco Dr
®), dan alat pengukur kadar kolesterol
(Easy Touch
®); (2). Form pemantauan pasien; (3) Form penggunaan obat pasien; (4).
Panduan wawancara terstruktur.
F.
Lokasi Penelitian
Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase
Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan Sistem Kardiovaskuler)
dilakukan di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta dan di tempat tinggal pasien
untuk pasien yang bersedia menerima home visit.
G.
Tata Cara Penelitian
Ada tiga tahapan yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi,
tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.
1.
Tahap orientasi
Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari teknis pengambilan data
yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas di RS Bethesda serta mencari informasi
mengenai penggunaan resep obat gangguan sistem kardiovaskuler di RS Bethesda.
Selain itu, juga dilakukan presentasi kepada panitia patient safety RS Bethesda
mengenai penelitian yang akan dilakukan di RS Bethesda.
2. Tahap pengambilan data
Pada tahap ini, subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pasien di bangsal dan
mencatat lembar catatan medis pasien. Data yang dikumpulkan meliputi identitas,<