• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipotesis de Broglie

Dalam dokumen buku-mekanika-kuantum.pdf (Halaman 38-56)

(3.71)

dengan konstanta Rydberg, RH = 109677, 58 cm−1.

Rumus yang lebih umum untuk semua jenis garis spektrum hidro-gen adalah 1 λ = RH  1 n2 an12 b  (3.72)

[Teori atom Bohr di sini. untuk sementara baca foto copian]

3.5 Hipotesis de Broglie

Maurice de Broglie asal Francis (fisika eksperimen), memberitahu sau-daranya Louis de Broglie tentang fenomena cahaya yang bisa berprila-ku seperti gelombang dan partikel. Louis de Broglie kemudian mengu-sulkan bahwa sifat dualisme partikel-gelombang tidak hanya dimiliki

Hipotesis de Broglie 33 oleh cahaya tetapi juga materi. Hipotesis keberadaan gelombang ma-teri dikemukakan de Broglie pada tesis doktoral di tahun 1924. Sifat dualisme ini merupakan simetri dari alam.

Gelombang EM atau cahaya dengan frekuensi ν dan panjang ge-lombangλ memiliki sifat partikel dengan energi:

E = hν (3.73)

dan momentum

p = h/λ (3.74)

Konsep partikel berhubungan dengan kuantitas energi dan momen-tum, sedangkan konsep gelombang berhubungan dengan kuantitas pan-jang gelombang dan frekuensi. Dari persamaan (3.74, materi juga mempunyai sifat gelombang dengan panjang gelombang de Broglie:

λ = h/p (3.75)

Seperti halnya sifat gelombang, dua fenomena yang sering diamati adalah difraksi dan interferensi. Eksperimen yang digunakan untuk menunjukkan sifat gelombang materi adalah dengan melakukan eks-perimen difraksi. Pada ekseks-perimen Davidson dan Germer, elektron di-tembakkan ke sebuah kristal dan kemudian pola difraksinya diukur. Pada difraksi kristal, distribusi intensitas persamaan Bragg:

4

Keadaan Sistem

Keadaan sistem kuantum dideskripsikan oleh fungsi gelombang atau fungsi keadaan atau juga vektor keadaaan. Tiga sebutan ini akan digunakan silih berganti yang disesuaikan dengan konteksnya tan-pa menimbulkan ketidakmengertian. Sebagai contoh untuk sistem yang terdiri dari satu partikel fungsi gelombangnya dinotasikan de-ngan Ψ(r, t). Fungsi gelombang tergantung pada posisi r dan waktu t. Semua informasi mengenai sistem diberikan oleh fungsi-gelombang. Sifat-sifat fisis sistem dapat diperoleh dari fungsi gelombang.

Untuk menyederhanakan pembahasan, untuk beberapa bab awal buku ini akan mengggunakan sistem satu partikel saja. Sistem de-ngan partikel banyak akan dijelaskan kemudian. Jadi tanpa menye-butkan kembali bahwa sistemnya adalah satu partikel saja, jika hanya ada satu posisi saja r, maka sistem adalah sistem dengan satu partikel saja.

Perubahan atau evolusi dari fungsi gelombang diberikan oleh per-samaan gerak atau perper-samaan gelombang, untuk sistem yang tidak relativistik diberikan oleh persamaan Schr¨odinger.

Fungsi gelombang dari suatu sistem berkaitan dengan probabilitas menemukan partikel pada suatu daerah tertentu dengan hubungan,

P (r, t)d3r = |Ψ(r, t)|2d3r (4.1)

Tentuknya probabilitas menemukan partikel memiliki kondisi nor-malisasi yaitu Z S P (r, t)d3r = Z S|Ψ(r, t)|2d3r = 1 (4.2)

Batas integrasi pada persamaan di atas disesuaikan dengan sis-temnya, biasanya integrasi pada seluruh ruang (S). Pada kasus terten-tu di mana partikel terkekang di dalam sebuah volume maka integrasi dalam satu volume saja.

36 Keadaan Sistem

Dua konsep penting yang perlu diingat dalam mekanika kuantum yaitu (1) Posisi partikel pada waktu tertentu tidak dapat ditentukan secara pasti, yang bisa kita peroleh adalah probabilitas lokasi partikel. Walaupun sistem berada pada keadaan tertentu, kita hanya tahu pro-babilitasnnya saja. (2) Konsep probabilitas ada hubungannya dengan konsep observables (apa yang bisa di observasi atau dilihat). Fung-si gelombang Ψ(r, t) tidak dapat di observasi atau dilihat, walaupun demikian fungsi gelombang memainkan peranan yang paling penting. Perlu dimengerti bahwa fungsi gelombang memenuhi sifat superpo-sisi, sedangkan probabilitas tidak memenuhi. fungsi gelombang dise-but pula dengan amplitudo probabilitas. Sifat superposisi: Dua fungsi gelombang dapat dijumlahkan menghasilkan fungsi gelombang baru.

Ψ(r, t) = ΨA(r, t) + ΨB(r, t) (4.3)

Sedangkan probabilitas tidak memenuhi sifat superposisi.

P (r, t) 6= PA(r, t) + PB(r, t) (4.4)

Fungsi gelombang memiliki fase tertentu, ada dua jenis keadaan: pure state (keadaan murni) dan mixed state (keadaan campuran). [Je-laskan lagi perbedaan keduanya]

Buku ini hanya membahas keadaaan murni atau pure state saja. Keadaan campuran akan dibahas di buku statistika kuantum.

4.1 Observables

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa sifat-sifat fisis suatu sistem di-peroleh dari fungsi gelombangnya. Bagaimana caranya? Sebelum mengenal itu, kita perlu mengenal terlebih dahulu tentang pengerti-an ”observables” apa ypengerti-ang bisa diamati atau dilihat. Sifat-sifat fisis seperti posisi partikel, momentum, energi, momen dipol, yang dapat diukur secara eksperimental adalah merupakan variabel-variabel

ob-servables. Kunci kata yang perlu diingat untuk observables adalah sesuatu yang bisa diukur atau pengukuran atau yang bisa dilihat.

Dalam fisika klasik, sesuatu sudah bisa ditentukan, artinya me-miliki nilai yang pasti dan ditentukan dengan melihat nilai variabel-nya. Sedangkan pada teori kuantum, kita tidak bisa secara langsung mengetahui sifat-sifat fisis, tetapi kita harus melakukan semacam pe-ngukuran dengan menggunakan operator. Dengan kata lain suatu

Observables 37 sifat fisis suatu sistem, kita harus mengoperasikan operator yang se-suai pada fungsi gelombangnya.

Suatu operator jika dioperasikan pada sebuah fungsi gelombang akan menghasilkan sebuah fungsi gelombang yang baru. Sebagai con-toh sebuah operator ˆΩ (dinotasikan dengan tanda topi (hat)) untuk ope-rator dari observableΩ dioperasikan pada fungsi gelombang Ψ(r, t) ak-an menghasilkak-an sebuah fungsi gelombak-ang, sebagai contohnyaΦ(r, t),

ˆ

ΩΨ(r, t) = Φ(r, t) (4.5)

Perlu diingat notasi yang kita gunakan disini, variabel tanpa tanda topi, Ω merupakan observable, sedangkan jika diberikan tanda topi berarti sebuah operator, ˆΩ.

Sekarang bagaimana menentukan suatu operator yang sesuai un-tuk observable?

Tentunya sudah pasti operator tidak bisa diturunkan dari variable dalam fisika klasik karena fisika klasik tidak kompatible dengan teori kuantum. Tetapi ada teknik atau resep yang sudah terbukti sebagai jembatan antara fisika klasik dan teori kuantum. Ditemukan bahwa operator yang sesuai untuk posisiˆr dan momentum ˆpadalah

ˆr = r (4.6)

ˆ

p= −i~∇. (4.7)

Perlu diingat bahwa i adalah bilangan imaginer i = √

−1 dan ~ = h/(2π) di mana h adalah konstanta Planck. ∇ adalah operator gradien. Penggunaan representasi dua operator ini disebut dengan representasi koordinat. Cara lain adalah dengan representasi momentum di mana ˆ

p = p dan ˆr = i~∇. Buku ini akan menggunakan hanya representasi koordinat.

Operator dengan sendirinya tidak memiliki sifat apapun dan ha-nya berguna ketika dioperasikan pada suatu fungsi gelombang. Ingat bahwa operatorˆr merupakan operasi perkalian dengan r.

ˆrψ(r, t) = rψ(r, t) (4.8)

sedangkan untuk operator momentum,

ˆ

38 Keadaan Sistem

Secara umum operator untuk observable merupakan sebuah fung-si dari operator ˆr dan ˆp atau operator dari fungsi ˆF dapat diperoleh dengan,

ˆ

F = F (ˆr, ˆp) = F (r, −i~∇) (4.10)

Sebagai contoh untuk operator energi kinetik, di manaT = 1/2mv2 = p2/(2m), maka dengan melakukan penggantian variabel p dengan ope-ratorpˆ diperoleh, ˆ T = p.ˆˆ p 2m = [−i~∇].[−i~∇] 2m = −~ 2 2m∇2 (4.11)

Operator untuk energi sistem yang ditentukan oleh fungsi Hamil-tonian H untuk sistem dengan potensial yang tidak tergantung pada kecepatan partikel adalah

ˆ

H = ˆT + ˆV (r) = −~

2

2m∇2+ V (r) (4.12)

Hubungan antara sifat observable dan fungsi gelombang diperoleh dengan menghitung nilai ekspektasi/harapan yaitu

hˆΩi = Z

ψ(r, t) ˆΩψ(r, t)d3r (4.13)

Persamaan ini menjadi dasar membandingkan prediksi dari ha-sil mekanika kuantum dengan haha-sil eksperimen. Posisi atau urutan operator pada persamaan di atas tidak boleh diubah, terkecuali pada kasus tertentu yang memang bisa diubah. Karena hasil dari operasi operator tergantung pada urutan operasinya. Sebagai contoh, untuk operator momentumpˆ = −i~∇,

ψ(r, t)ˆpψ(r, t) 6= ˆpψ(r, t)ψ(r, t) (4.14)

Kita perhatikan nilai ekspektasi untuk operator posisi:

hˆri = Z ψ(r, t)rψ(r, t)d3r = Z r|ψ(r, t)|2d3r = Z rP (r, t)d3r (4.15)

Observables 39 Ini sesuai dengan rumus nilai rata-rata untuk distribusiP (r, t). Ni-lai ekspektasi observable posisi r menghasilkan posisi rata-rata mene-mukan partikel.

Observable seperti posisi, momentum, dan energi adalah bernilai nyata, jadi nilai ekspektasi harus juga bernilai nyata untuk fungsi ge-lombang manapun. hˆΩi = hˆΩi Z ψ(r, t) ˆΩψ(r, t)d3r = Z ψ(r, t)[ ˆΩψ(r, t)]d3r Z ψ(r, t) ˆΩψ(r, t)d3r = Z [ ˆOψ(r, t)]ψ(r, t)d3r (4.16)

Ini menunjukkan bahwa sebuah operator tidak boleh berbentuk apa saja tetapi harus memenuhi syarat di atas. Operator yang meme-nuhi syarat di atas untuk semua fungsi gelombang disebut Hermitian atau self-adjoint. Perlu ditekankan lagi bahwa setiap operator untuk observable harus Hermitian.

Di samping Hermitian, operator observable juga harus linier,

ˆ

Ω[c1ψ1(r, t) + c2ψ2(r, t)] = c1Ωψˆ 1(r, t) + c2Ωψˆ 2(r, t) (4.17)

Kondisi Hermitian juga berlaku untuk dua keadaaan atau fungsi gelombang,

Z

φ(r, t) ˆΩψ(r, t)d3r = Z

[ ˆΩφ(r, t)]ψ(r, t)d3r (4.18)

Kita perhatikan setiap pengukuran atau operasi operator mengha-silkan nilai ekspektasi yang berbeda karena fungsi gelombang tergan-tung pada waktu.

Apakah ada fungsi keadaan yang menghasilkan nilai pengukuran yang selalu sama?

Untuk mengetahui ini, kita lihat dengan cara menentukan nilai penyebaran nilai observable Ω, yang didefinisikan

40 Keadaan Sistem [∆Ω]2 = Z ψ(r, t)[ ˆΩ − hˆΩi]2ψ(r, t)d3r = Z ψ(r, t)[ ˆΩ − hˆΩi][ˆΩ − hˆΩi]ψ(r, t)d3r = Z ([ ˆΩ − hˆΩi]ψ(r, t))[ ˆΩ − hˆΩi]ψ(r, t)d3r = Z |[ˆΩ − hˆΩi]ψ(r, t))|2d3r (4.19)

Kita memperoleh hasil yang selalu sama artinya nilai penyebaran-nya∆Ω = 0 atau Z |[ˆΩ − hˆΩi]ψ(r, t))|2d3r = 0 (4.20) atau [ ˆΩ − hˆΩi]ψ(r, t) = 0 (4.21) ˆ Ωψ(r, t)) = hˆΩiψ(r, t) = ωψ(r, t) (4.22)

Ingatω = hΩi adalah sebuah bilangan nyata.

Persamaan ini menunjukkan bahwa ada keadaan atau fungsi ge-lombang yang jika dioperasikan dengan sebuah operator ˆΩ akan meng-hasilkan fungsi gelombang yang sama yang dikalikan dengan sebuah konstantaω. Persamaan ini dinamakan persamaan eigen. Fungsi ge-lombang yang memenuhi kondisi ini disebut dengan fungsi eigen atau keadaan eigen dari operator ˆΩ. Sedangkan nilai konstanta pengalinya ω disebut dengan nilai eigen. Jadi jika sistem dalam keadaan atau de-ngan fungsi gelombang yang merupakan fungsi eigen suatu operator

ˆ

Ω, maka pengukuran observable Ω akan menghasilkan nilai eigen ω dari operator tersebut.

Umpama kita sudah mengetahui solusi persamaan eigen, dan mem-peroleh semua fungsi eigen {ψn} dan nilai eigen {ωn} untuk operator

ˆ Ω,

ˆ

Ωψn(r, t) = ωnψn(r, t) (4.23)

di mana ωn dan ψn(r, t) adalah nilai dan fungsi eigen dari operator ˆ

Ω, n = 1, 2, 3, ... dan ωn 6= ωmuntukn 6= m. Artinya tidak ada nilai eigen yang sama.

Observables 41 Jika kita kalikan persamaan (4.23) dengan ψ

m(r, t) dari sebelah kanan dan integralkan, kita memperoleh

Z

ψm(r, t) ˆΩψn(r, t)d3r = ωn Z

ψm(r, t)ψn(r, t)d3r (4.24)

Jika kita kompleks konjugat kedua sisi dan kemudian menukar in-deksn dan m, menghasilkan

Z

ψn(r, t)[ ˆΩψm(r, t)]d3r = ωm

Z

ψm(r, t)ψn(r, t)d3r (4.25)

Dari sifat operator Hermitian, diperoleh Z

ψm(r, t) ˆΩψn(r, t)d3r = ωm

Z

ψm(r, t)ψn(r, t)d3r (4.26)

Dari persamaan (4.24) dan (4.26) digabungkan menjadi,

ωm Z ψm(r, t)ψn(r, t)d3r = ωn Z ψm(r, t)ψn(r, t)d3r (4.27) atau (ωm− ωn) Z ψm(r, t)ψn(r, t)d3r = 0 (4.28)

Karenaωn6= ωm, maka haruslah kita mempunyai, Z

ψm(r, t)ψn(r, t)d3r = 0 (4.29)

Kondisi ini disebut sifat orthogonalitas. Artinya fungsi ψm dan ψn

adalah orthogonal. Z

ψm(r, t)ψn(r, t)d3r = 0 jika ωm 6= ωn (4.30)

Sebagai analogi, kita dapat membayangkan sebagai operasi perka-lian vektor ”dot” atau skalar. Jika dua vektor orthogonal atau tegak lurus maka perkalian dot atau skalar sama dengan nol.

Jika kita pertimbangkan sebuah vektor pada ruang tiga dimensi, kita mengetahui bahwa vektor apa saja bisa dibentuk kedalam pen-jumlahan komponen vektor basis. Seperti contohnya a= axi+ ayj+ azk dibentuk dengan komponen vektor basis (i, j, k). Seperti halnya vektor, fungsi gelombang apa saja juga dapat dibentuk dari kombinasi linier semua fungsi basis dalam hal ini fungsi eigen,

42 Keadaan Sistem φ(r, t) = X n=1 cnψn(r, t) (4.31)

di mana proyeksiφ(r, t) ke basis atau fungsi eigen,

cn = Z

φ(r, t)ψn(r, t)d3r (4.32)

Fungsi-fungsi eigen dari suatu operator dapat mempunyai nilai ei-gen yang sama (atau yang disebut deei-generate). Umpama dua fungsi eigen yang memiliki nilai eigen yang sama (ω1 = ω2 = ω) yaitu ψ1 dan ψ2, maka kombinasi linier dari dua fungsi eigen iniφ = c1ψ1+ c2ψ2 juga merupakan solusi persamaan eigen dengan nilai eigen yang samaω.

ˆ

Ωφ = c1Ωψˆ 1 + c2Ωψˆ 2 (4.33) ˆ

Ωφ = c1ω1ψ1 + c2ω2ψ2 (4.34)

karena ω1= ω2 = ω atau degenerate maka ˆ

Ωφ = ω(c1ψ1 + c2ψ2) = ωφ (4.35)

Jadi terbukti bahwa kombinasi liniernya juga merupakan solusi persamaan eigen.

Jika adas banyaknya fungsi eigen yang independen linier yang me-miliki nilai eigen yang sama, di sebut dengan degenerate s-lipatan.

Fungsi-fungsi eigen dinyataan independen linier maksudnya ada-lah fungsi-fungsi eigen memenuhi persyaratan berikut ini.

s

X

n=1

cnψn(r) = 0 untuk semua r (4.36)

dan solusinya hanyac1 = c2 = c3 = · · · = cs= 0.

Fungsi-fungsi eigen yang degenerate tidak harus ortogonal satu sa-ma lain. Tetapi kita dapat membentuk fungsi-fungsi baru dari kombinasi-kombinasi linier fungsi-fungsi eigen tersebut sehingga fungsinya men-jadi ortogonal.

Di samping itu pula, fungsi eigen tidak harus ternormalisasi kare-na perkalian konstanta sembarang pada fungsi eigen juga merupakan solusi persamaan eigen. Jadi kita bisa memilih agar fungsi eigen yang didapatkan sehingga ternormalisasi dan saling ortogonal satu sama lain atau memenuhi kondisi berikut,

Observables 43

Z

ψmψnd3r = δmn (4.37)

di mana kita menggunakan kronecker delta yang didefinisikan se-bagai,

δmn = 1 if m = n,

0 if m 6= n (4.38)

Fungsi gelombang yang memenuhi sifat ini disebut ortonormal. Sifat penting dari sebuah operator Hermitian ˆΩ adalah semua fungsi-fungsi eigen solusi dari persamaan eigen yang ortonormal membentuk sebuah kumpulan/himpunan yang komplit/lengkap. Ini berarti bah-wa fungsi gelombang apa saja bisa dibentuk dengan kombinasi linier fungsi-fungsi eigen atau ekspansi ke fungsi basis.

φ(r, t) =X

n=1

cnψn(r, t) (4.39)

Koefisien ekspansi diperoleh dari proyeksiφ(r, t) ke basis atau fung-si eigen,

cn= Z

φ(r, t)ψn(r, t)d3r (4.40)

Di sini kita berasumsi bahwa kumpulan/himpunan nilai eigen ωn

adalah diskrit.

Sekarang kita perhatikan penggunaan ekspansi ini untuk menda-patkan nilai ekspektasi dariΩ dalam fungsi gelombang ψ(r, t),

hˆΩi = Z

ψΩψdˆ 3r (4.41)

44 Keadaan Sistem hˆΩi = Z " X m=1 c mψ m # ˆ Ω " X n=1 cnψn # d3r =X m=1 X n=1 cmcn Z ψmΩψˆ nd3r =X m=1 X n=1 cmcnωn Z ψmψnd3r =X m=1 X n=1 cmcnωnδmn =X n=1 ωn|cn|2 (4.42)

Ingat di sini kita menggunakan ˆΩψn = ωnψndan persamaan (4.37). Sekarang kita ingin menginterpretasikan hasil yang kita peroleh. Untuk itu kita menganggap untuk sementara bahwa sistem yang ki-ta bahas adalah sistem yang non-degenerate yang artinya pengukuran dari observable Ω dengan operator ˆΩ pada fungsi eigen ψn(r, t) meng-hasilkan nilai ekspektasi ωn. Kita bisa interpretasikan persamaan di atas bahwa

hˆΩi = X

n=1

ωnP (ωn) (4.43)

atau

Artinya pengukuran dari observableΩ pada sistem dengan ψ mem-punyai probabilitas P (ωn) = |cn|2 yang menghasilkan nilai ωn. Interp-retasi ini sesuai dengan sifat probabilitas bahwaP

n=1P (ωn) = 1 yang dapat dibuktikan dari sifat normalisasi fungsiψ,

Z ψ ∗ ψd3r = Z " X m=1 cmψm # " X n=1 cnψn # d3r =X m=1 X n=1 cmcn Z ψmψnd3r =X m=1 X n=1 cmcnδmn =X n=1 |cn|2 = 1 (4.44)

Observables 45 Hasil ini menunjukkan sifat diskrit dari hasil pengukuran untuk Ω. Pengukuran yang menghasilkan nilai selain ωn tidak pernah ter-jadi. Kesimpulan ini merupakan akibat dari fungsi-fungsi eigen dari observable membentuk himpunan yang komplit. Konsep diskrit ini ti-dak ditemukan pada teori klasik yang selalu menghasilkan sifat yang kontinyu. Inilah perbedaan mendasar dari teori kuantum dan klasik. Seperti yang ditunjukkan dari spektrum atom hidrogen yang berupa garis-garis spektrum.

Sebelumnya kita menganggap bahwa sistem adalah non-degenerate. Sekarang kita ingin tahu bagaimana jika ada sejumlah s fungsi eigen yang degenerate dengan nilai eigen ωk+1 = ωk+2 = · · · = ωk+s = ωd. Probabilitas menemukan ωd dalam pengukuran untuk sistem dengan fungsi gelombang ψ adalah jumlah dari semua probabilitas masing-masing fungsi eigen degenerate,

P (ωd) =

k+s

X

n=k+1

|cn|2 (4.45)

Seandainya kita melakukan pengukuran pada sistem non-degenerate dengan ψ(r, t) untuk observable Ω dan menemukan hasilnya adalah ωm. Ini menunjukkan setelah dioperasikan dengan operator ˆΩ dipero-leh fungsi gelombang,

ˆ

Ωψ(r, t) → ψm(r, t) (4.46)

Jika dilakukan pengukuran kedua langsung setelah pengukuran pertama akan menghasilkan nilai yang sama ωm. Jadi dengan kata lain, setelah pengukuran yang menghasilkan ωm, sistem berada pa-da keapa-daan dengan fungsi gelombang ψm. Pengukuran di sini menye-babkan ”collapse of wavefunction”, fungsi gelombang yang menyem-pit. Artinya sebelum pengukuran, fungsi gelombangnya adalah psi, tetapi setelah pengukuran fungsi gelombangnya psin. Fungsi gelom-bang sistem mengalami perubahan drastis (diskrit) yang disebabkan oleh pengukuran/pengamatan. Jika kita perihatikan bahwa fungsi ge-lombang berevolusi (perubahan terhadap) secara kontinyu, tetapi me-miliki perubahan yang diskontinyu jika pengukuran dilakukan. Kon-sep ”collapse of wavefunction” karena pengukuran tidak bisa dijelask-an ddijelask-an dimengerti. Walaupun kita bisa membuat formulasi kudijelask-antum yang dapat menjelaskan hasil eksperimen, tetapi kita tidak mampu mengerti implikasi dari teori kuantum.

46 Keadaan Sistem

Jika sistem mempunyai fungsi eigen yang degenerate untuk ope-rator ˆΩ, maka fungsi gelombang yang dihasilkan untuk energi yang degenerate pada pengukuran adalah

ˆ Ωψ(r, t) → k+s X n=k+1 cnψn(r, t) (4.47)

5

Persamaan Schr¨odinger

5.1 Fungsi Gelombang dengan Momentum

Ter-tentu

Sebelum mengkaji persamaan Schr¨odinger, mari kita meninjau terle-bih dahulu sebuah fungsi gelombang untuk sebuah partikel dengan momentum tertentu. Untuk itu kita menggunakan energi partikel yang berkaitan dengan prinsip kuantisasi Planck yaitu

E = hν (5.1)

dan momentum partikel yang berhubungan dengan panjang gelom-bang,

p = h

λ (5.2)

Selain menggunakan frekuensi (ν) dan panjang gelombang (λ) un-tuk menuliskan energi dan momentum, kita akan sering juga meng-gunakan frekuensi sudutω,

ω = 2πν (5.3)

dan bilangan gelombang k,

k =

λ (5.4)

dan

konstanta Planck yang terreduksi (~),

~= h

48 Persamaan Schr¨odinger

Dengan frekuensi sudut dan bilangan gelombang, energi dan mo-mentum menjadi

E = ~ω dan p = ~k (5.6)

Sekarang kita pertimbangkan sebuah partikel bebas bergerak ke arah sumbu x positif dengan momentum p = pxxˆ di mana px > 0. Da-lam buku ini kita menggunakan notasi vektor satuan untuk koordinat kartesius,x,ˆ y, danˆ ˆz.

Fungsi gelombang berjalan yang sesuai dengan pergerakan parti-kel bebas ini adalah sebuah gelombang bidang yang diberikan oleh

Ψ(x, t) = A exp[i(kxx − ωt)] (5.7)

Menggunakan relasi kx = px/~ dan ω = E/hbar, gelombang bidang menjadi

Ψ(x, t) = A exp[i(pxx − Et)/~] (5.8)

Fungsi gelombang ini, kita akan gunakan untuk memformulasikan persamaan Schr ¨dinger. Agar lebih paham mari kita operasikan fung-si ini dengan melakukan derivatif atau turunan terhadap pofung-sifung-si dan waktu. Operasi derivatif (atau turunan parsial) terhadap x (∂/∂x) di-peroleh ∂ ∂xΨ(x, t) =  ipx ~  A exp[i(pxx − Et)/~] (5.9)

atau dengan mengembalikan fungsi gelombangnya, dihasilkan ∂ ∂xΨ(x, t) =  ipx ~  Ψ(x, t) (5.10)

Jadi, fungsi gelombang (Pers. (5.8) memenuhi persamaan diferen-sial,

−i~∂x Ψ(x, t) = pxΨ(x, t) (5.11)

Ini menyatakan, operasi−i~

∂x pada fungsi gelombang Ψ(x, t) meng-hasilkan nilai momentumpx dikali fungsi gelombangnya.

Selanjutnya, kita operasikan turunan parsial terhadap variabel t padaΨ atau ∂Ψ/∂t, ∂ ∂xΨ(x, t) =  −iE~  A exp[i(pxx − Et)/~] (5.12)

Fungsi Gelombang dengan Momentum Tertentu 49 atau ∂ ∂tΨ(x, t) =  −iE~  Ψ(x, t) (5.13)

atau bisa dituliskan lebih berarti yaitu

i~

∂tΨ(x, t) = EΨ(x, t). (5.14)

Ini menunjukkan bahwa operasii~

∂t pada fungsi gelombang Ψ(x, t) menghasilkan nilai energiE dikali fungsi gelombangnya.

Persamaan (5.11) dan (5.14) merupakan persamaan eigen. Kita bi-sa simpulkan dari perbi-samaan (5.11) dan (5.14) bahwa operator−i~

∂x

 dan i~

∂t menghasilkan nilai momentum dan energi. Sehingga kita dapat mendefinisikan operator momentum dan energi:

ˆ px = −i~ ∂x (5.15) dan ˆ E = i~ ∂t (5.16)

Fungsi gelombang bidang yang lebih umum untuk momentum p = ~kdengan arah yang sembarang dan energiE adalah

Ψ(x, t) = A exp[i(p · x − Et)/~] (5.17)

Seperti prosedur sebelumnya, kita mendapatkan operator momen-tum yang lebih umum pada ruang tiga dimensi yaitu

ˆ p = −i~∇ = −i~  ˆ x ∂ ∂x + ˆy ∂ ∂y + ˆz ∂ ∂z  (5.18)

Operator momentum dan energi kita peroleh dengan memproses fungsi gelombang bidang. Tentunya fungsi gelombang ini hanya sesuai untuk partikel bebas. Untuk partikel dalam kondisi yang lebih umum, postulat kuantum mekanik menyatakan bahwa operator yang sama juga berlaku. Jadi dalam formulasi kuantum variabel dinamis p dan E direpresentasikan dengan operator ˆpdan ˆE (pers. (5.11) dan (5.14)).

50 Persamaan Schr¨odinger

Dalam dokumen buku-mekanika-kuantum.pdf (Halaman 38-56)

Dokumen terkait