• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan

Dalam dokumen SKRIPSI SURIANI MEISI P.S C131 14 312 (Halaman 77-90)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara pemberian latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric terhadap tingkat kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang, Kabupaten Mamasa. Data pada penelitian ini merupakan data primer dengan memperoleh data langsung dari sampel. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan, maka sampel dalam penelitian ini yaitu 24 orang dari keseluruhan populasi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 12 orang untuk kelompok latihan Zig-Zag Run dan 12 orang untuk kelompok latihan Plyometric. Berdasarkan tabel 2 di atas, penelitian ini memiliki jumlah sampel sebanyak 24 orang dengan kategori usia 16 dan 17 tahun dimana hal tersebut sesuai dengan kategori usia untuk anak jenjang pendidikan sekolah menengah atas khususnya yang berada pada kelas X dan XI.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kelincahan

Pelaksanaan pengukuran tingkat kelincahan dilakukan dengan instrumen pengukuran Illionis Agility Run Test. Berdasarkan tabel 3 hasil pre-test untuk kelompok Zig-Zag Run dan kelompok Plyometric rata-rata

sampel penelitian memiliki tingkat kelincahan pada kategori sangat kurang dan kurang. Hal tersebut terjadi karena sampel penelitian tidak pernah mendapatkan latihan khusus untuk kelincahan sehingga tubuhnya belum beradaptasi dengan gerakan-gerakan kaki yang berubah arah secara cepat seperti pada jalur yang diberikan saat pre-test. Hal tersebut juga bisa terjadi karena lambatnya proses pengantaran sinyal ke otak untuk melakukan pergerakan yang cepat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melalui jalur tersebut menjadi lebih lama. Hal ini sesuai dengan teori kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke SSP, penyampaian stimulus melalui saraf sampai terjadi sinyal, penghantaran sinyal dari sistem saraf pusat ke otot dan kecepatan otot menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerakan (Fitriani, 2016).

Setelah melakukan pre-test, dilanjutkan dengan pemberian latihan yaitu latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric selama 12 kali pertemuan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu dan intensitas latihan yang ditingkatkan setiap minggu. Intensitas ditingkatkan agar tubuh dapat beradaptasi terhadap latihan yang diberikan sehingga dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan secara berulang-ulang dapat membuat sistem saraf beradaptasi dengan baik sehingga gerakan yang semula sulit lama kelamaan akan menjadi mudah karena sistem saraf telah beradaptasi dengan baik.

Setelah sampel diberikan latihan sebanyak 12 kali, di akhir penelitian dilakukan post-test untuk melihat apakah ada peningkatan kelincahan dari hasil sebelumnya. Hasil post-test untuk kelompok Zig-Zag Run dan kelompok Plyometric menunjukkan bahwa rata-rata sampel penelitian memiliki tingkat kelincahan pada kategori sedang walaupun masih terdapat sampel yang berada pada kategori sangat kurang.

Dari hasil post-test terlihat bahwa adanya peningkatan tingkat kelincahan dari sebelum dan sesudah diberikan latihan. Walaupun pada kelompok latihan Plyometric masih terdapat 2 orang yang berada pada kategori sangat kurang. Namun jika dilihat dari waktu tempuh yang digunakan saat melakukan post-test terjadi peningkatan walaupun tidak berubah kategori tingkat kelincahannya. Hal tersebut juga bisa terjadi karena peneliti tidak mengontrol asupan gizi dan aktifitas fisik tiap responden diluar penelitian sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran tingkat kelincahannya.

Asupan gizi sangat penting dalam melakukan aktivitas fisik atau olahraga karena merupakan sumber energi yang akan digunakan oleh otot untuk berkontraksi saat melakukan latihan dan berperan dalam pembentukan massa otot. Aktifitas fisik diluar latihan juga sangat berpengaruh karena akan membuat responden kelelahan sehingga tidak maksimal saat melakukan latihan.

Terjadinya perubahan peningkatan kelincahan bisa disebabkan karena tubuh telah beradaptasi dengan latihan yang telah diberikan sehingga

tanggapan otak untuk melakukan pergerakan ditanggapi dengan cepat.

Selain itu, kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi, elastisitas otot dan sendi serta keseimbangan dinamis akan mengalami perubahan peningkatan secara fisiologis akibat dari latihan ini sehingga jika komponen tersebut mengalami peningkatan maka akan menyebabkan peningkatan terhadap kelincahan (Pradana, 2017).

3. Perbedaan Tingkat Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pemberian Latihan Zig-Zag Run

Dari hasil analisis data pre-test dan post-test pada tabel 4 didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan secara signifikan antara sebelum diberikan latihan dan setelah diberikan latihan sehingga latihan Zig-Zag Run memiliki pengaruh dalam meningkatkan kelincahan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2016) yang mengatakan terdapat pengaruh pemberian zig-zag run terhadap peningkatan kelincahan pada pemain PERSIS Makassar Usia 9-12 tahun.

Dari hasil post-test pada tabel 3 terdapat 1 orang yang memiliki kelincahan yang sangat bagus, hal ini bisa diakibatkan karena dari awal responden ini memiliki kelincahan yang bagus sehingga saat diberikan latihan tingkat kelincahannya semakin meningkat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelincahan antara lain asupan gizi dan istirahat yang cukup. Asupan gizi sangat dibutuhkan seseorang untuk menghasilkan energi yang akan digunakan oleh otot untuk berkontraksi

saat latihan. Istirahat yang cukup juga berpengaruh agar pemain tidak merasa kelelahan saat melakukan latihan.

Dari hasil wawancara responden, diketahui bahwa responden tersebut sering mengikuti olahraga. Dari hasil post-test juga terdapat 2 orang yang tidak mengalami peningkatan kategori yaitu pada kategori sedang. Tetapi jika dilihat dari waktu tempuh yang digunakan saat melakukan pre-test dan post-test mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor misalnya aktifitas yang dilakukan responden diluar penelitian, kondisi psikologis dan motivasi responden saat latihan dan sebagainya.

Latihan Zig-Zag Run merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan gerakan berkelok-kelok melewati rintangan yang telah disediakan dengan tujuan untuk melatih kemampuan berubah arah dengan cepat dimana unsur gerak yang terkandung di dalamnya merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan dan keseimbangan sehingga dapat meningkatkan kelincahan (Sukma 2015). Latihan Zig-Zag Run dapat meningkatkan kelincahan karena pada saat latihan melibatkan lari secara sprint yang akan membuat kontraksi eksentrik-konsentrik oleh otot ekstensor yang dikenal dengan stretch shortening cycle (SSC) sehingga dapat meningkatkan kecepatan konduktifitas saraf dan meningkatkan koordinasi neuromuscular yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan reaksi sehingga hal ini akan membentuk suatu gerakan yang efektif dan efisien (Gutomo,

2016). Latihan Zig-Zag Run juga dapat meningkatkan unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kelincahan. Hal yang terjadi saat diberikan latihan Zig-Zag Run yaitu terjadinya adaptasi pada sistem neuromuscular berupa meningkatnya elastisitas otot dan terjadinya keseimbangan dinamis. Elastisitas otot dapat meningkat akibat adanya adaptasi dari otot saat melakukan latihan secara terus menerus sehingga nantinya akan meningkatkan fleksibilitas pada otot yaitu kemampuan suatu otot untuk melakukan gerakan secara maksimal dalam suatu ruang gerak sendi. Setiap perubahan yang terjadi di dalam otot selalu dideteksi oleh propioseptor utuk diinformasikan ke susunan saraf pusat kemudian dari susunan saraf pusat dikeluarkan instruksi untuk menyesuaikan kondisi otot. Begitupun dengan adaptasi terhadap keseimbangan dinamis juga dapat terbentuk apabila diberikan latihan Zig-Zag Run secara teratur sehingga seseorang dapat mengontrol posisi tubuhnya saat sedang melakukan gerakan. Keseimbangan dinamis dalam tubuh diatur pada aparatus verstibular dimana apparatus vestibular ini memiliki fungsi memberikan informasi penting untuk sensai keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala, gerakan mata, dan postur tubuh. Adaptasi yang terjadi pada keseimbangan dinamis ini akan mengakibatkan gerakan pada otot-otot tungkai meningkat sehingga dapat terjadi peningkatan kelincahan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa latihan Zig-Zag Run dilakukan dengan lari secepat-cepatnya dan kemudian mengubah arah lari tanpa kehilangan keseimbangan sehingga latihan ini mampu membuat pemain mengubah arah dari satu posisi ke posisi yang berbeda dalam kecepatan yang tinggi dengan koordinasi gerak yang baik. Dalam hal ini tungkai kaki dapat dikatakan sebagai tumpuan saat merubah arah dalam berlari dimana kemampuan merubah arah sangat penting untuk pemain bulutangkis saat ingin mengejar shuttlecock yang diberikan oleh lawan dan sangat penting untuk menguasai area lapangan permainan sehingga latihan ini dapat meningkatkan kelincahan.

4. Perbedaan Tingkat Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pemberian Latihan Plyometric

Dari hasil analisis data pre-test dan post-test pada tabel 5 didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan secara signifikan antara sebelum diberikan latihan dan setelah diberikan latihan sehingga latihan Plyometric memiliki pengaruh dalam meningkatkan kelincahan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Heang et al (2012) yang mengatakan terdapat pengaruh pemberian Plyometric terhadap peningkatan kelincahan pada mahasiswa Korea yang terdaftar di program bulutangkis.

Dari hasil post-test pada tabel 3 terdapat 5 orang yang tidak mengalami peningkatkan, yaitu 3 orang yang masih tetap pada kategori sedang dan 2 orang pada kategori sangat kurang. Tetapi jika dilihat dari

waktu tempuh yang digunakan tetap mengalami peningkatan waktu yang hampir sama dengan peningkatan yang lainnya. Namun pada 2 orang yang tetap pada kategori sangat kurang, nilai pre-test yang dimiliki sangat rendah sehingga walaupun mengalami peningkatan yang sama tetap tidak mengubah kategori tingkat kelincahannya. Hal ini bisa diakibatkan karena peneliti tidak mengontrol aktifitas responden diluar penelitian sehingga dapat mempengaruhi hasil latihan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden, didapatkan bahwa rata-rata orang tua siswa memiliki perkebunanan atau persawahan sehingga kemungkinan setelah melakukan latihan, responden pergi ke sawah atau kebun untuk membantu orang tuanya yang akan mengakibatkan kelelahan pada anak tersebut. Aktifitas fisik yang terlalu melelahkan dapat mempengaruhi hasil tingkat kelincahan karena akan mengakibatkan responden tidak maksimal dalam melakukan latihan karena tidak memiliki energi yang cukup untuk berlatih.

Selain itu, faktor psikososial juga dapat mempengaruhi seperti motivasi respon saat mengikuti latihan dan responden yang disibukkan oleh berbagai hal sehingga responden kurang fokus saat mengikuti latihan. Hal lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan vital sign sebelum melakukan penelitian sehingga tidak diketahuinya kondisi pemain sebelum melakukan latihan dalam kondisi baik atau kurang baik dimana sebelum memulai latihan

peneliti hanya menanyakan kondisi para pemain secara individu dan tidak melakukan pemeriksaan.

Latihan Plyometric merupakan latihan yang dirancang untuk menghasilkan kecepatan, kekuatan dan meningkatkan fungsi dari sistem saraf yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan prestasi dalam bidang keolahragaan. Teknik yang digunakan dari latihan Plyometric ini yaitu lateral cone hop dimana sampel melompat menyamping melewati beberapa cone yang telah disiapkan. Pola gerakan dalam latihan Plyometric sebagian besar mengikuti konsep power chain dan latihan ini melibatkan otot-otot anggota gerak bawah karena secara nyata merupakan pusat power.

Terdapat tiga fase dalam melakukan latihan Plyometric yaitu fase pertama adalah gerakan pemanjangan otot secara cepat yang dikenal sebagai fase eksentrik, yang kedua melibatkan periode istirahat yang dikenal sebagai fase amortisasi dan fase ketiga yaitu atlet terlibat dalam gerakan pemendekan otot secara eksplosif yang disebut fase konsentris.

Atlet mengulangi ketiga siklus ini secepat mungkin dengan tujuan untuk mengurangi waktu antara kontraksi eksentrik dan konsentris.

Pengurangan waktu ini menyebabkan atlet menjadi lebih cepat dan lebih kuat karena akan meningkatkan fungsi otot, tendon dan saraf.

Peningkatan kekuatan fisik membuat atlet dapat berlari lebih cepat, melompat lebih tinggi dan memukul lebih keras (Wang et al, 2016).

Komponen penting dalam proses gerakan cepat adalah propioceptor yang terdapat di dalam otot berupa muscle spindle yang mengirirm informasi ke sistem saraf pusat tentang kontraksi otot, dan golgi tendon organ yang menerima perintah mengurangi beban otot atau berfungsi sebagai pelindung dari kemungkinan cedera karena melakukan peregangan yang kuat (Rangga, 2017).

Latihan Plyometric merupakan bentuk latihan explosive power dengan karakteristik menggunakan kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat sehingga latihan ini dapat meningkatkan kelincahan pemain bulutangkis melalui peningkatan kekuatan otot (Alim, 2009). Aktivitas otot yang kuat menyebabkan ukuran otot bertambah, garis tengah tiap serabut otot meningkat, sarkolema meningkat, dan serat-serat mendapat zat gizi serta zat antara metabolisme seperti adenosine trifosfat, keratin fosfat, glikogen lipid inter sel mitokondria bertambah, myofibril juga bertambah jumlahnya dan ukurannya. Hipertropi otot meningkatkan daya gerak otot dan mekanisme zat gizi untuk mempertahankan peningkatan daya gerak. Aktivitas otot yang lama meningkatkan ketahanan otot, menyebabkan peningkatan enzim-enzim oksidatif, mioglobulin, dan kapiler darah yang penting untuk peningkatan metabolisme otot.

Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot (Astrawan, 2016).

Latihan Plyometric jika dilatihkan secara teratur maka dapat meningkatkan kelincahan dimana latihan ini selain dapat meningkatkan kekuatan otot juga dapat meningkatkan keseimbangan dan kontrol tubuh saat melakukan gerakan melompat kesamping. Latihan Plyometric tidak hanya menguatkan sendi, tendon dan otot tetapi juga melatih sistem saraf untuk bereaksi lebih efisien sehingga kemampuan penerima rangsang penghataran stimulus ke SSP meningkat dimana semua efek tersebut dapat meningkatkan kelincahan.

5. Perbedaan Antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric Terhadap Tingkat Kelincahan

Dari hasil analisis data pada tabel 6 didapatkan hasil p > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil latihan Zig-Zag Run dan Plyometric dalam meningkatkan kelincahan. Hal tersebut berarti hasil peningkatan dari setiap latihan tidak berbeda jauh antara latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric. Tetapi jika dilihat dari hasil rata-rata selisih pre-test dan post-test kedua kelompok latihan, didapatkan latihan Zig-Zag Run lebih tinggi (1,56) dibandingkan latihan Plyometric (1,34) dengan selisih nilai rata-rata yaitu 0,22.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, latihan Zig-Zag Run merupakan bentuk latihan lari berkelok-kelok melewati rintangan yang telah disiapkan dan mengubah posisi dan arah gerakan dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan tubuh sedangkan latihan Plyometric merupakan bentuk latihan melompat dengan dua kaki ke samping

melewati beberapa cone yang telah disediakan. Jika kedua latihan ini dilatihkan secara terus menerus dengan dosis yang tepat maka akan membuat pemain dapat beradaptasi dalam mengontrol posisi tubuh sehingga lama kelamaan akan membuat pemain memiliki keseimbangan yang baik yang sangat dibutuhkan dalam aspek kelincahan yaitu saat melakukan gerakan yang cepat pemain tetap dapat mengontrol posisi tubuhnya.

Latihan Zig-Zag Run dapat meningkatkan kelincahan dengan cara adaptasi pada sistem neuromuscular berupa peningkatan fleksibilitas otot dan peningkatan keseimbangan dinamis melalui stretch-shortening cycle (SSC). SSC yaitu terjadinya kontraksi eksentrik yang kemudian secara langsung diikuti dengan kontraksi konsentrik sehingga nantinya akan mengakibatkan kontraksi konsentrik meningkat. Sedangkan latihan Plyometric dapat meningkatkan kelincahan dengan cara meningkatkan respon dinamis oleh muscle spindle dan meningkatkan kekuatan otot yang dapat terjadi melalui refleks myotatic. Refleks ini terjadi karena dalam melakukan latihan Plyometric mengandung unsur explosive power atau daya ledak dimana dibutuhkan kecepatan kontraksi yang tinggi.

Sehingga selama latihan akan mengakibatkan pengurangan waktu antara kontraksi eksentrik dan konsentrik. Kedua latihan ini walaupun memiliki gerakan yang berbeda, tetapi memiliki efek yang sama dalam meningkatkan kelincahan yaitu dengan mengurangi waktu antara

kontraksi eksentrik dan konsentrik walaupun dengan metode yang berbeda.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hardiyanti (2012) menunjukkan bahwa metode latihan hexagon drill dan zig-zag run berpengaruh dalam meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis dimana latihan zig-zag run lebih efektif. Penelitian lainnya yang juga dilakukan oleh Kinanti (2016) menunjukkan bahwa adanya pengaruh latihan zig-zag run terhadap kelincahan pada pemain sepak bola usia 13-15 tahun. Heang et al (2012) juga mendapatkan hasil bahwa adanya peningkatan kelincahan kelompok eksperimen sebesar 7% dari kelompok kontrol pada atlet bulutangkis sehingga peneliti merekomendasikan latihan Plyometric untuk meningkatkan kelincahan.

Berdasarkan hasil analisis data statistik dalam penelitian ini, tidak terdapat perbedaan antara latihan Zig-Zag Run dan latihan Plyometric dalam meningkatkan kelincahan, dimana hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah dosis latihan yang diberikan selama penelitian yaitu intensitas yang diberikan pada kedua latihan tidak seimbang dimana intensitas pada latihan Plyometric jauh lebih berat dibandingkan intensitas pada latihan ZIg-Zag Run. Pada minggu pertama, intensitas untuk kelompok Zig-Zag Run adalah 1 set dengan 2 kali repetisi sedangkan pada kelompok Plyometric intensitasnya 2 set dengan 10 kali repetisi sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi hasil penelitian.

Dalam dokumen SKRIPSI SURIANI MEISI P.S C131 14 312 (Halaman 77-90)

Dokumen terkait