PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN ZIG-ZAG RUN DAN PLYOMETRIC TERHADAP TINGKAT KELINCAHAN PADA
ANGGOTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMA NEGERI 1 SESENAPADANG
SKRIPSI
SURIANI MEISI P.S C131 14 312
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN ZIG-ZAG RUN DAN PLYOMETRIC TERHADAP TINGKAT KELINCAHAN PADA
ANGGOTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMA NEGERI 1 SESENAPADANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana
Disusun dan diajukan oleh
SURIANI MEISI P.S
Kepada
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suriani Meisi Paulus Sudi
NIM : C131 14 312
Program Studi : Fisioterapi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Mei 2018 Yang Menyatakan
(Suriani Meisi Paulus Sudi)
vi
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah menganugerahkan berkat, tuntunan dan penyertaan-Nya, sehingga penulisan skripsi ini yang berjudul “Perbandingan antara Latihan Zig- Zag Run dan Plyometric terhadap Tingkat Kelincahan pada Anggota Ekstrakurikuler Bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang” dapat terselesaikan dengan baik yang sekaligus menjadi syarat untuk menyelesaikan studi di program studi Fisioterapi, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin. Banyak kendala yang dihadapi dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati, menyampaikan penghargaan dengan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtuaku yang teristimewa dan tersayang Ayahanda Yakub Sudin dan Ibunda Almh. Kory atas segala doa, perhatian, kasih sayang, dorongan moral dan materi serta segala nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Fisioterapi, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin.
2. Saudaraku Yasriani, Anna Dwita, Very Kristian, Juni Susanti yang selalu memberikan dukungan doa, motivasi, dan materi dalam bentuk apapun dan juga untuk Tri Yudha yang tidak pernah bosan meminjamkan printnya selama penyusunan skripsi ini
3. Ibu Salki Sadmita, S.Ft, Physio, M.Kes dan Ibu Andi Besse Ahsaniyah, S.Ft, Physio, M.Kes selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan dorongan, bimbingan, arahan, dan kerjasama selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Bustaman Wahab, S.Ft, Physio, PO.MM, Adm. Kes selaku penguji I dan Ibu Nur Hardiyanti, S.Ft, Physio, M.Sc selaku penguji II yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd, M.Kes selaku Ketua Program Studi Fisioterapi Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin yang senantiasa meluangkan waktu, membimbing, menasehati dan memotivasi selama proses perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staff Prodi Fisioterapi atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Kepala sekolah, guru dan seluruh pegawai SMA Negeri 1 Sesenapadang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat atas kerjasama dan bimbingannya selama melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
8. Anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat atas kerjasamanya sebagai sampel penelitian sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
9. Teman-temanku chatrin, vindy, keke, maria, dewi darwis, ulmi dan lina yang selalu membantu, mendukung dan memberikan motivasi baik selama perkuliahan maupun selama proses penulisan skripsi.
10. My bestfried tiffani, welna, poppi, wanti, felix, darmita dan titin yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan selalu memberikan bantuannya baik selama proses perkuliahan maupun dalam proses penyusunan skripsi.
11. Teman-teman Sc14tic yang begitu banyak memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan skripsi ini dan yang selalu mejadi penyemangat selama proses perkuliahan.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Akhirnya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik penulis sangat harapkan demi penyempurnaan penulisan ini.
Makassar, Juni 2018
Penulis
ix
ABSTRAK
SURIANI MEISI P.S Perbandingan antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric terhadap Tingkat Kelincahan pada Anggota Ekstrakurikuler Bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang (dibimbing oleh Salki Sadmita dan Andi Besse Ahsaniyah)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara latihan zig- zag run dan plyometric terhadap kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan desain penelitian two groups pretest-posttest design. Variabel independen adalah zig-zag run dan plyometric dan variabel dependen adalah kelincahan. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota ekstrakurikuler bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang yang berjumlah 24 sampel. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Illionis Agility Run Test. Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi tiga kali dalam seminggu.
Berdasarkan pengolahan data dan analisis data, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat pengaruh latihan zig-zag run terhadap peningkatan kelincahan anggota ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Sesenapadang dengan nilai p < 0,001 dimana p < 0,05. (2) Terdapat pengaruh latihan plyometric terhadap peningkatan kelincahan anggota ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Sesenapadang dengan nilai p < 0,001 dimana p < 0,05. (3) Tidak terdapat perbedaan antara hasil peningkatan kelincahan latihan zig-zag run dengan hasil peningkatan kelincahan latihan plyometric (p = 0,36, p > 0,05) namun jika ditinaju berdasarkan perbedaan rerata, latihan zig-zag run lebih baik jika dibandingkan dengan latihan plyometric
Kata Kunci : Zig-zag run, Plyometric, Kelincahan, Bulutangkis
x
ABSTRACT
SURIANI MEISI P.S The Comparison of Zig-Zag Run and Plyometric Exercise toward Agility Level in Students Member of Badminton Extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang (Supervised by Salki Sadmita and Andi Besse Ahsaniyah).
The aim of this study is to identify the comparison of zig-zag run and plyometric exercise toward agility level in students members of badminton extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang. This is an experimental study with two groups pretest-posttest design. The independent variable are zig-zag run and plyometric and dependent variable is agility. Population in this study are students member of badminton extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang with a total of 24 sample. Sampling technique using purposive sampling based on inclusive and exclusive criteria. Data collecting by Illionis Agility Run Test instrument. This study was conducted in 4 weeks with frequency 3 times a week.
Based on data analysis, the result of this study are : (1) There is an influence of zig-zag run exercise in increasing agility in students members of badminton extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang with value of significance p < 0,001, p < 0,05. (2) There is an influence of plyometric exercise in increasing agility in students members of badminton extracurricular at SMA Negeri 1 Sesenapadang with value of significance p < 0,001, p <0,05. (3) There is no difference between the result of increased agility of zig-zag run exercise and the result of increased agility of plyometric exercise (p = 0,36, p > 0,05) but based on mean differences, zig-zag run exercise better than plyometric exercise in increasing agility.
Keywords : Zig-zag run, Plyometric, Agility, Badminton
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN SEMINAR... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
A. Tinjauan Umum Tentang Kelincahan ... 9
B. Tinjauan Umum Tentang Zig-Zag Run ... 18
C. Tinjauan Umum Tentang Plyometric ... 25
D. Tinjauan Umum Tentang Bulutangkis ... 32
E. Tinjauan Hubungan antara Zig-Zag Run dan Plyometric.Terhadap kelincahan ... 35
F. Kerangka Teori ... 38
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 39
A. Kerangka Konsep ... 39
B. Hipotesis ... 39
BAB IV METODE PENELITIAN ... 41
A. Desain Penelitian ... 41
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 42
D. Alur Penelitian ... 45
E. Variabel Penelitian ... 46
F. Prosedur Prnrlitian ... 48
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 52
H. Masalah Etika ... 52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Hasil Penelitian ... 54
B. Pembahasan ... 61
C. Keterbatasan Penelitian ... 74
BAB VI PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
LAMPIRAN ... 82
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Parameter Penilaian Illionis Agility Run Test ... .. 18
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... .. 54
Tabel 3. Hasil Pre-Test dan Post-Test Latihan Zig-Zag Run dan
Plyometric ... .. 55
Tabel 4. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Zig-Zag Run ... .. 58
Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Plyometric ... .. 59
Tabel 6. Perbedaan Tingkat Kelincahan Latihan Zig-Zag Run dan
Plyometric ... .. 60
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Illionis Agility Run Test ... 17
Gambar 2. Zig-Zag Run Exercise ... 24
Gambar 3. Latihan Plyometric Lateral Cone Hop ... 31
Gambar 4. Bagan Kerangka Teori ... 38
Gambar 5. Bagan Kerangka Konsep ... 39
Gambar 6. Desain Penelitian ... 41
Gambar 7. Bagan Alur Penelitian ... 45
Gambar 8. Grafik Hasil Pre-Test dan Post-Test Latihan Zig-Zag Run... 56
Gambar 9. Grafik Hasil Pre-Test dan Post Test Latihan Plyometric ... 57
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 83
Lampiran 2. Surat Telah Melakukan Penelitian Formulir Penelitian... 84
Lampiran 3 Informed Consent... 85
Lampiran 4 Formulir Penelitian ... 86
Lampiran 5 Program Latihan .. ... 87
Lampiran 6. Hasil Analisis Data ... 89
Lampiran 7 Dokumentasi ... 94
Lampiran 8 Riwayat Hidup. ... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan sistem muskuloskeletal semata, namun juga mengikutsertakan sistem lain seperti sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem ekskresi, sistem saraf dan masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara kesehatan dan menyembuhkan tubuh yang tidak sehat (Baresti, 2016).
Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini dalam perkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur, menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi (Ramadhani, 2008).
Salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat adalah bulutangkis. Bulutangkis menjadi olahraga terpopuler kelima di dunia dan dimainkan lebih dari dua ratus juta orang (Heang et al., 2012). Bulutangkis merupakan olahraga yang paling sukses di Indonesia. Indonesia telah memenangkan medali emas pada cabang olahraga bulutangkis di setiap olimpiade sejak bulutangkis dimasukkan pada olimpiade pada tahun 1992 (Hakim, 2011). Permainan bulutangkis bersifat individual yang dapat dimainkan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang
melawan dua orang dengan menggunakan raket sebagai alat pemukul dan shuttlechock sebagai objek pukul, lapangan permainan berbentuk persegi dan dibatasi oleh garis dan net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan (Satriya, 2008).
Dalam pertandingan bulutangkis seorang atlet harus dapat menguasai lapangan dan dapat bergerak ke segala arah dengan cepat dan tepat untuk mengejar dan mengembalikan shuttlechock ke daerah lawan dengan baik.
Gerakan kaki yang baik diperlukan sekali dalam permainan bulutangkis agar dapat berpindah tempat ke semua bagian lapangan permainan. Maka dari itu olahraga bulutangkis merupakan olahraga yang menuntut kemampuan untuk bergerak dengan cepat kesegala arah, melompat, memukul dan mampu membaca permainan lawan (Hartanto, 2017). Komponen kondisi fisik meliputi kekuatan (strength), kecepatan (speed), daya tahan (endurance), daya ledak otot (muscular explosive power), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), kelentukan (flexibility), dan koordinasi (coordination). Pemain bulutangkis memerlukan komponen kondisi fisik kelincahan (agility) yang dipengaruhi kondisi fisik yang lain salah satunya power otot tungkai, karena setiap pemain dalam melakukan pukulan mereka harus mengejar shuttlechock dengan langkah kaki yang ringan dan lincah ke semua sudut lapangan (Ghaffar, 2014).
Melihat dari karakteristik permainan bulutangkis, komponen-komponen kondisi fisik yang menonjol adalah kelincahan (agility). Hal ini dikarenakan atlet harus bisa menguasai lapangan dan dapat bergerak dengan cepat dan
tepat ke berbagai arah (Amalia, 2015). Dalam setiap kejuaraan yang diselenggarakan oleh pengurus provinsi maupun pengurus kabupaten seperti kejuaraan Sleman “Open Badminton Championship” tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang diadakan pengururs kabupaten Sleman, banyak atlet yang mengikuti kejuaraan tersebut masih terasa berat langkah kaki dan kurang lincah dalam mengejar shuttlechock (Karyono, 2016).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti berpendapat bahwa agility sangat penting pada permainan bulutangkis karena dengan kelincahan yang baik, pemain dapat bergerak dengan lincah ke seluruh sudut lapangan tanpa kehilangan keseimbangan untuk mengejar shuttlechock yang diberikan oleh lawan sehingga penyebab kekalahan saat bermain dapat di minimalisir dan prestasi dapat ditingkatkan.
Program latihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan kelincahan (agility) pemain bulutangkis adalah latihan zig zag run dan latihan plyometric.
Latihan zig zag run adalah gerakan lari berkelok-kelok mengikuti lintasan.
Latihan zig zag run dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig zag run merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan dan keseimbangan (Wicaksono, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti (2012) menunjukkan bahwa metode latihan hexagon drill dan zig zag run berpengaruh dalam meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis dimana latihan zig zag run lebih efektif daripada latihan hexagon drill. Penelitian lainnya
yang dilakukan oleh Kinanti (2016) menunjukkan bahwa adanya pengaruh latihan zig zag run terhadap kelincahan pada pemain sepak bola usia 13-15 tahun.
Latihan plyometric adalah latihan yang memadukan beberapa unsur, dimana biasanya melibatkan gerakan melompat berulang-ulang, berlari, dan mengubah gerakan secara eksplosif. Gerakan-gerakan ini adalah komponen yang dapat membantu dalam meningkatkan kelincahan karena mengeksploitasi adaptasi stretch-shortening cycle melalui sistem neuromuscular dalam membantu meningkatkan kekuatan otot tungkai sehingga peningkatan kelincahan dapat tercapai (Heang et al, 2012).
Dalam bidang keolahragaan, banyak peneliti yang menemukan bahwa latihan plyometric efektif dalam meningkatkan kelincahan. Mereka juga menemukan bahwa latihan plyometric tidak hanya mencegah kebosanan terhadap latihan yang bersifat monoton tetapi juga membantu dalam meningkatkan kekuatan dan kecepatan yang berkontribusi terhadap peningkatan power yang merupakan kunci untuk peningkatan agility yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Heang et al (2012) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kelincahan (agility) kelompok eksperimen sebesar 7%
dari kelompok kontrol 2.5% pada atlet bulutangkis sehingga peneliti merekomendasikan latihan plyometric untuk meningkatkan kelincahan (agility).
Menurut peniliti, latihan zig-zag run sangat bagus digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena bentuk latihannya yang mengharuskan
pemain untuk mengubah arah secara cepat sehingga jika dilakukan secara terus menerus maka akan membuat pemain menjadi terbiasa untuk mengubah arah tanpa harus kehilangan keseimbangannya. Begitupun dengan latihan plyometric dimana gerakan dari latihan ini melatih keseimbangan dinamis yang akan meningkatkan gerakan pada otot-otot tungkai sehingga bisa meningkatkan kelincahan apabila dilatihkan secara rutin dan sesuai dosis yang tepat.
Dalam penelitian ini peneliti ingin membandingkan latihan zig-zag run dengan latihan plyometric karena sejauh ini belum ada penelitian yang membandingkan langsung antara latihan zig-zag run dengan plyometric terhadap kelincahan. Selain itu berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan pre test pada anggota klub bulutangkis SMA Negeri 1 Sesenapadang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat menunjukkan kurangnya kelincahan (agility) pada anggota klub bulutangkis. Hal itu diakibatkan karena tidak adanya latihan khusus untuk melatih kelincahan (agility) sebelum memulai latihan bulutangkis.
Hasil pre test menggunakan Illionis agility run test pada anggota klub bulutangkis juga menunjukkan hasil yang berbeda. Dari 24 orang anggota terdapat 1 orang yang memiliki kelincahan bagus, 6 orang yang memiliki kelincahan sedang, 8 orang yang memiliki kelincahan kurang dan 9 orang yang memiliki kelincahan sangat kurang. Dari segi prestasi, anggota klub bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang tidak pernah memenangkan pertandingan tingkat kabupaten melawan sekolah lain dan tidak pernah lolos
ke tingkat provinsi maupun nasional. Hal ini bisa diakibatkan karena kurangnya kelincahan pada pemain saat ingin mengejar shuttlechock ke sisi lain lapangan. Padahal seorang pemain bulutangkis haruslah memiliki kelincahan yang baik.
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan pengaruh pemberian latihan zig zag run dengan latihan plyometric terhadap tingkat kelincahan pada anggota klub bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat perbedaan tingkat kelincahan antara sebelum dan sesudah pemberian latihan zig zag run dan plyometric, sehingga pertanyaan peneliti yaitu : 1. Apakah ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah
pemberian latihan zig zag run pada anggota esktrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang?
2. Apakah ada perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian latihan plyometric pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang?
3. Apakah ada perbedaan antara latihan zig zag run dengan latihan plyometric dalam meningkatkan kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Diketahuinya perbedaan tingkat kelincahan antara sebelum dan sesudah pemberian latihan zig zag run dan latihan plyometric pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang 2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian latihan zig zag run pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang
b. Diketahuinya perbedaan tingkat kelincahan sebelum dan sesudah pemberian latihan plyometric pada anggota ekstraurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang
c. Diketahuinya perbedaan antara latihan zig zag run dengan latihan plyometric dalam meningkatkan kelincahan pada anggota ekstrakurikuler bulutangkis di SMA Negeri 1 Sesenapadang
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik
Sebagai bahan referensi serta kajian pustaka mengenai perbandingan pengaruh latihan zig zag run dengan latihan plyometric terhadap tingkat kelincahan bagi pembaca baik atlet, pelatih, fisioterapis maupun masyarakat umum.
2. Manfaat Aplikatif a. Fisioterapis
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi fisioterapis dalam mengembangkan latihan-latihan yang efektif untuk meningkatkan kelincahan.
b. Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan atau bahan pembanding bagi pihak yang akan meneliti masalah yang sama.
c. Siswa / Atlet
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi siswa/atlet untuk meningkatkan kelincahan dan prestasi dalam bidang olahraga.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kelincahan 1. Definisi Kelincahan
Kelincahan merupakan kemampuan tubuh untuk mengubah arah secara cepat tanpa adanya gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan (Kuswendi, 2012). Kelincahan merupakan kemampuan untuk mengubah posisi tubuh atau arah gerakan tubuh dengan cepat ketika sedang bergerak cepat tanpa kehilangan keseimbangan atau kesadaran orientasi terhadap tubuh. Dalam komponen kelincahan ini sudah termasuk unsur mengelak dengan cepat, mengubah posisi tubuh dengan cepat, bergerak lalu berhenti dan dilanjutkan dengan bergerak secepatnya (Halim, 2011).
Kelincahan adalah keterampilan untuk mengubah arah gerakan tubuh atau bagian tubuh secara tiba-tiba. Kelincahan merupakan kemampuan untuk mengubah posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuh. Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk berlari cepat dengan mengubah-ubah arahnya. Apabila seorang pemain bulutangkis memiliki kelincahan yang bagus, maka akan mempermudah pemain untuk mengejar dan menjangkau shuttlechock dengan posisi yang benar saat memukul shuttlechock (Wicaksono, 2014).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kelincahan merupakan kemampuan seseorang dalam mengubah arah gerakan tubuh secara cepat dan tepat tanpa adanya gangguan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuh sehingga seorang atlet dengan kelincahan yang baik dapat mengejar dan memukul shuttlechock dengan posisi yang benar.
2. Macam-macam Kelincahan
Menurut Mylsidavu dan Kurniawan (2015) kelincahan dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
a. Kelincahan Umum (General Agility) adalah kelincahan seseorang untuk menghadapi olahraga pada umumnya dan menghadapi situasi hidup dengan lingkungan.
b. Kelincahan Khusus (Special Agility) adalah kelincahan yang diperlukan sesuai dengan cabang olahraga yang diikutinya. Artinya, kelincahan yang dibutuhkan memiliki karakteristik tertentu sesuai tuntutan cabang olahraga yang ditekuni.
3. Manfaat Kelincahan
Fitriani (2016) berpendapat bahwa manfaat dari kelincahan adalah sebagai berikut:
a. Mengkoordinasi gerak-gerak ganda
b. Mempermudah berlatih dengan teknik-teknik tinggi c. Gerakan menjadi efisien dan efektif
d. Mempermudah daya orientasi dan antisipasi terhadap lawan dan lingkungan bertanding
e. Menghindari terjadinya cedera
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelincahan
Menurut Depdiknas (2000 dalam Kuswendi, 2012) faktor yang mempengaruhi kelincahan yaitu kekuatan otot, kecepatan, daya ledak otot, waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi. Selain itu, adapaun faktor lain yang mempengaruhi kelincahan yaitu :
a. Tipe Tubuh
Orang yang tergolong mesomorf (seseorang dengan tubuh yang mudah gemuk ataupun mudah kurus) lebih tangkas dari pada eksomorf (seseorang dengan tubuh kurus dan sulit gemuk) dan endomorf (seseorang dengan tubuh besar dan lebih mudah gemuk).
b. Umur
Kelincahan meningkat sampai kira-kira umur 12 tahun pada waktu mulai memasuki masa rapid growth. Selama periode tersebut kelincahan tidak meningkat bahkan tidak menurun. Setelah melewati masa rapid growth kelincahan meningkat lagi sampai anak mencapai umur dewasa dan kemudian menurun menjelang usia lanjut.
c. Jenis Kelamin
Anak laki-laki memiliki kelincahan sedikit lebih baik dari perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan kelincahannya lebih mencolok.
d. Berat Badan
Kelincahan dapat dipengaruhi oleh postur tubuh yang dimiliki oleh para pemain karena berat badan yang berlebih dapat mengurangi kelincahan. Seseorang dengan berat badan berlebih akan memiliki kelincahan yang kurang terlihat dari lambatya transisi merubah gerakan.
e. Kelelahan
Kelelahan dapat mengurangi kelincahan karena akan mengakibatkan otot tidak dapat bekerja maksimal selama latihan. Oleh karena itu, penting untuk memelihara daya tahan jantung dan otot agar kelelahan tidak mudah timbul. Sebelum melakukan latihan ada baiknya untuk mengukur vital sign sehingga kondisi fisik pemain dapat diketahui untuk memaksimalkan latihan.
Adapun faktor yang mempengaruhi kelincahan menurut Ismayarti (2008) yaitu :
a. Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang singkat.
Kecepatan bukan hanya berarti menggerakan seluruh tubuh dengan cepat, akan tetapi dapat pula terbatas pada menggerakkan anggota- anggota tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya, yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time), dan fleksibilitas.(Anggita, 2015).
b. Koordinasi
Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks.Koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan (Nugroho, 2017).
c. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakkan sendi dalam jangkauan gerakan secara penuh dan bebas dengan tidak merasakan nyeri. Fleksibilitas diarahkan kepada kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas juga faktor penting yang mempengaruhi kelincahan. Semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang secara bersama-sama bekerja seperti sendi, ligamen, dan tendon akan didapat peningkatan kelincahan (Kisner, 2012).
d. Waktu Reaksi
Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan.Melalui rangsangan (stimulus) reaksi tersebut mendapat sumber dari pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun gabungan antara pendengaran dan rabaan. Neurofisiologis melibatkan potensiasi perubahan karakteristik kekuatan kecepatan komponen kontraktil otot disebabkan oleh bentangan aksi otot konsentris dengan menggunakan refleks regang. Refleks regang adalah respon paksa tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang otot (Nenggala, 2007).
e. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kemampuan jaringan kontraktil dalam menghasilkan tegangan dan tenaga berdasarkan beban yang diberikan pada otot. Kekuatan otot juga dapat diartikan sebagai kekuatan maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau grup otot dalam mengatasi tahanan yang diberikan dalam sekali usaha (Kisner, 2012).
5. Otot yang Berperan pada Kelincahan
Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan konstribusi terhadap kelincahan. Beberapa grup otot tersebut yaitu :
a. Grup Otot Quadriceps Femoris yang terdiri dari : 1) Otot Rectus Femoris
2) Otot Vastus Lateralis 3) Otot Vastus Medialis 4) Otot Vastus Intermedius
b. Grup Otot Hamstring yang terdiri dari : 1) Otot Biceps Femoris
2) Otot Semitendinosus 3) Otot Semimembranosus
c. Grup Otot Plantar Fleksor Ankle yang terdiri dari : 1) Otot Gastrocnemius
2) Otot Soleus
d. Grup Otot Dorsi Fleksor Ankle yang terdiri dari :
1) Otot Tibialis Anterior
2) Otot Ekstensor Digitorum Longus 3) Otot Ekstensor Hallucis Longus e. Grup Otot Gluteal
1) Otot Gluteus Maximus 2) Otot Gluteus Medius 3) Otot Gluteus Minimus
6. Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu komponen biomotorik yang unik, dimana keunikan kelincahan adalah memainkan peranan yang khusus terhadap mobilitas fisik. Kelincahan bukan merupakan kemampuan fisik tunggal, akan tetapi tersusun dari komponen koordinasi, power, kelentukan, dan kecepatan (Restu 2008).
Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot.Kecepatan otot tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot.Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan kecepatan transmisi impuls saraf.Seseorang yang mampu mengubah arah dari posisi ke posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik berarti kelincahannya cukup tinggi (Nugroho, 2017).
Mengubah arah gerakan tubuh secara berulang-ulang memerlukan kontraksi konsentris dan eksentris secara bergantian pada kelompokotot tertentu. Sebagai contoh saat berlari melintasi rintangan, seorang atlet
harus mengurangi kecepatan larinya saat atlet akan mengubah arah. Untuk melakukan ini, otot knee extensor dan hip extensor mengalami kontraksi eksentris (penguluran) saat otot ini memperlambat momentum tubuh yang bergerak ke depan. Kemudian dengan cepat otot-otot itu harus mengalami suatu konsentris pada saat otot tersebut memacu tubuh ke arah yang baru.
Gerakan-gerakan kelincahan menuntut terjadinya pengurangan kecepatan dan pemacuan momentum secara bergantian. Momentum sama dengan massa dikalikan kecepatan. Massa seorang atlet relatif konstan, tetapi kecepatan dapat ditingkatkan melalui latihan dan program pengembangan otot. Di antara dua atlet yang memiliki massa yang sama, atlet yang memiliki otot lebih kuat dalam tes kelincahan akan lebih unggul (Naufal, 2016).
Elastisitas otot sangat penting dalam kelincahan karena makin panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat otot dapat memendek atau berkontraksi. Dengan diberikan pelatihan, otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang.
Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan
meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami peningkatan (Nugroho, 2017).
7. Pengukuran Kelincahan
Pada penelitian ini, peneliti akan mengukur kelincahan pemain bulutangkis menggunakan metode pengukuran Illionis Agility Run Test karena berdasarkan uji reliabilitas memiliki nilai r = 0,965 (Heang et al., 2012). Dalam tes ini diperlukan stopwatch, delapan cone dan lapangan dengan luas 10m x 5m. Empat cone diletakkan di keempat sudut lapangan sedangkan empat lainnya diletakkan di tengah dengan jarak yang sama yaitu 3,3m.
Gambar 1.Illionis Agility Run Test
Sumber : Referee Fitness Test Protocol, 2014
Prosedur Pelaksanaan :
a. Peneliti mengukur lapangan dengan luas 10m x 5m kemudian meletakkan empat cone disetiap sudutnya dimana dua sudut sebagai titik start dan finish sedangkan dua sudut lainnya sebagai titik balik b. Letakkan empat cone lainnya di tengah lapangan membentuk garis
lurus dengan jarak masing- masing cone 3,3m
c. Peneliti menjelaskan jalur lintasan yang akan dilalui kemudian memberi contoh
d. Pemain berdiri di depan cone start untuk memulai tes namun sebelum memulai ada baiknya jika pemain mencoba jalur lintasan untuk latihan e. Saat peneliti memberikan aba-aba ”mulai” maka atlet berlari secepat
mungkin dari titik start sampai titik finish melalui lintasan tanpa menyentuh cone dan peneliti menjalankan stopwatch untuk menghitung waktu yang dilalui atlet sepanjang lintasan
f. Peneliti mencatat waktu yang dicapai oleh atlet kemudian mencocokkan dengan parameter illionis agility run test dalam satuan detik
Tabel 1. Parameter Penilaian Illionis Agility Run Test
No Klasifikasi Nilai (detik) 1 Sangat Bagus <15,2
2 Bagus 15,2 – 16,1
3 Sedang 16,2 – 18,1
4 Kurang 18,2 – 19,3
5 Sangat
Kurang
>19.3
Sumber : Referee Fitness Test Protocol, 2014
B. Tinjaun Umum Tentang Zig-Zag Run 1. Definisi Zig-Zag Run
Zig-zag run adalah suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan gerakan berkelok-kelok melewati rintangan yang telah disiapkan,
dengan tujuan untuk melatih kemampuan berubah arah dengan cepat
(Sukma 2015). Zig-zag run adalah gerakan lari berkelok-kelok mengikuti lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig-zag run merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak kelincahan (Fitriani, 2016).
Latihan zig-zag run atau lari berkelok-kelok adalah suatu latihan melewati rintangan dengan mengejar waktu yang sesingkat-singkatnya dalam menempuh jarak tertentu serta mengandung komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah, mengubah posisi tubuh, kecepatan dan keseimbangan (Wicaksono, 2014). Keuntungan dan kerugian zig-zag run exercise yaitu kemungkinan cedera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah lebih kecil, yakni 45° dan 90° dan banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah dalam tes kelincahan. Sedangkan kerugiannya yaitu secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih dan atlet tidak biasa dengan ketajaman sudut lari sehingga pada saat melakukan tes kelincahan lebih sulit sehingga konsentrasi atlet akan terpusat pada arah belok dan bukan pada kecepatan larinya. Sesuai dengan tujuannya zig- zag run exercise dibedakan menjadi dua yaitu zig-zag run exercise untuk mengukur kelincahan seseorang dan zig-zag run exercise untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh (Fitriani, 2016).
2. Fisiologi Latihan Zig-Zag Run
Tujuan latihan zig-zag run adalah untuk menguasai keterampilan lari, menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada disekeliling. Latihan zig-zag run nantinya sangat membantu mereka bergerak dengan lincah, cepat, dan membalas pukulan dari lawan (Sukma, 2015). Pada saat latihan, zig-zag run melibatkan berlari secara sprint yang akan membuat kontraksi eksentrik-konsentrik oleh otot ekstensor yang dikenal dengan stretch-shortening cycle (SSC) yang akan menghasilkan kontraksi kosentrik lebih kuat dibandingkan dengan kontraksi kosentrik tanpa adanya gerakan eksentrik sebelumnya. Latihan ini dapat meningkatkan kecepatan konduktifitas saraf dan meningkatkan koordinasi neuromuscular yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan reaksi sehingga hal ini akan membentuk suatu gerakan yang efektif dan efisien (Gutomo, 2016).
Hal yang terjadi saat diberikan latihan zig-zag run yaitu terjadinya adaptasi pada sistem neuromuscular berupa meningkatnya elastisitas otot dan terjadinya keseimbangan dinamis. Elastisistas otot dapat meningkat akibat adanya adaptasi dari otot saat melakukan latihan secara terus menerus sehingga nantinya akan meningkatkan fleksibilitas pada otot yaitu kemampuan suatu otot untuk melakukan gerakan secara maksimal dalam suatu ruang gerak sendi. Setiap perubahan yang terjadi di dalam otot selalu dideteksi oleh propioseptor utuk diinformasikan ke susunan saraf pusat kemudian dari susunan saraf pusat dikeluarkan instruksi untuk
menyesuaikan kondisi otot. Dari kondisi ini timbul gerak tubuh baru untuk disesuaikan dengan seluruh rangkaian gerak tubuh secara sistemik.
Propioseptor ini terletak pada otot, tendon, kapsul, ligament dan selaput- selaput lainnya. Muscle propioseptor terdiri dari muscle spindle dan golgi tendon organ yang berperan terhadap daya regang otot sehingga setiap pergerakan tidak lepas dari peranan muscle spindle dan golgi tendon organ. Muscle spindle terletak di dalam otot yang merupakan suatu reseptor yang menerima rangsangan dari otot sehingga regangan yang cepat akan menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle yang kemudian muscle spindle akan mengirim impuls ke spinal cord menuju jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan kuat. Golgi tendon organ adalah stretch receptor yang terletak di dalam tendon otot. Jika terdapat tegangan otot yang berlebihan maka sinyal- sinyal dari golgi tendon organ merambat ke medulla spinalis yang menyebabkan terjadinya hambatan respon terhadap kontraksi otot yang terjadi. Hal ini untuk mencegah terjadinya robekan pada otot akibat tegangan yang berlebih.
Adaptasi keseimbangan dinamis juga dapat terbentuk apabila diberikan latihan zig-zag run secara teratur sehingga seseorang dapat mengontrol posisi tubuhnya saat sedang melakukan gerakan. Keseimbangan dinamis dalam tubuh diatur pada aparatus verstibular dimana apparatus vestibular ini memiliki fungsi memberikan informasi penting untuk sensasi keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala, gerakan mata, dan postur
tubuh. Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan 20 - 50 streosilia. Pada saat streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan meregangkan tip link , yang menghubungkan streosilia dengan kinosilium. Tip link yang teregang akan membuka saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak berlawanan arah dengan kinosilium maka tip link tidak teregang dan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut akan tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan bersinaps pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf vestibular. Saraf ini akan bersatu dengan saraf koklearis menjadi saraf vestibulokoklearis dan akan dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari nukleus vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan koordinasi, ke neuron motorik otot ekstremitas untuk pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, ke neuron motorik otot mata untuk kontrol gerakan mata, dan ke SSP untuk persepsi gerakan dan orientasi. Adaptasi yang terjadi pada keseimbangan dinamis ini akan mengakibatkan gerakan pada otot- otot tungkai meningkat sehingga dapat terjadi peningkatan kecepatan (speed) (Gerry, 2016).
Pelatihan zig-zag runini akan membuat otot mengalami kontraksi sebagai bentuk respon terhadap beban yang diberikan. Sebagai efek dari diberikan pelatihan adalah adanya perubahan sebagai bentuk adaptasi dari
tubuh terhadap pelatihan yang diberikan berupa peningkatan kemampuan kerja otot. Dengan diberikan pelatihan yang sesuai dengan prinsip pelatihan nantinya akan memberikan pengaruh secara fisiologis bagi otot khususnya otot tungkai dan dengan perubahan ini akan memberikan dampak terhadap peningkatan kecepatan dan kelincahan (Sukma, 2015).
Dengan pelatihan zig-zag run maka unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kelincahan kaki. Kekuatan merupakan kemampuan neuromuscular untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam.Akan terjadi peningkatan kemampuan dan respon fisiologis pada pelatihan ini yaitu hypertrophy (pembesaran otot), dan adaptasi persyarafan. Terjadinya hypertrophy disebabkan oleh bertambahnya jumlah myofibril pada setiap serabut otot, meningkatknya kepadatan kapiler pada serabut otot. Terjadinya adaptasi persarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan seseorang (Aulia, 2016).
3. Bentuk Latihan Zig-Zag Run
Prosedur pelaksanaan latihan zig-zag run untuk meningkatkan kelincahan adalah sebagai berikut :
a. Peneliti mengukur lapangan dengan luas 5 x 3 meter, kemudian meletakkan empat cone pada setiap sudut lapangan. Ujung kiri lapangan yang terdapat sebuah cone diberi tanda start dan finish.
b. Letakkan satu cone lainnya pada area pertengahan lapangan.
c. Pemain berdiri di depan cone start, kemudian peneliti menjelaskan jalur lintasan yang akan dilakukan sampai finish.
d. Ketika peneliti memberi aba-aba “mulai” maka atlet berlari secepat mungkin mengikuti jalur lari sampai finish tanpa menyentuh cone
Gambar 2. Zig-Zag Run Exercise Sumber : Vovonews, 2017
Pemberian dosis pada latihan zig-zag run harus memperhatikan frekuensi latihan dan intensitas latihan. Intensitas adalah ukuran yang menunjukkan kualitas suatu rangsang atau pembebanan. Untuk menentukan besarnya ukuran intensitas antara lain dengan cara menggunakan denyut jantung, kecepatan, jarak tempuh, jumlah repetisi, pemberian waktu recovery dan interval. Frekuensi merupakan jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu dimana pada umumnya periode waktu yang digunakan adalah satu minggu. Frekuensi latihan ini bertujuan untuk menunjukkan jumlah sesi latihan pada setiap minggunya. Program latihan fisik dengan frekuensi 3 kali perminggu selama 4 minggu merupakan stressor fisik yang dapat dikondisikan, sehingga tubuh beradaptasi dan sekaligus mampu memperbaiki dan
meningkatkan fungsi sistem tubuh. Frekuensi latihan sebaiknya dilakukan minimal 3 kali seminggu dan diusahakan tidak ada tiga kali berturut-turut melakukan pelatihan dan harus diselingi istirahat sehari atau dua hari agar kekuatan yang telah dilatihkan tidak menurun lagi dari kekuatan semula (Wedana, 2014). Penentuan dosis dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan dosis penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fitriani (2016) dimana peneliti meningkatkan intensitas latihan setiap minggunya agar dapat meningkatkan kelincahan pada pemain.
C. Tinjauan Umum Tentang Plyometric 1. Definisi Plyometric
Plyometric merupakan sebuah bentuk latihan yang dirancang untuk menghasilkan kecepatan, kekuatan dan meningkatkan fungsi dari sistem saraf yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan prestasi dalam bidang keolahragaan (Shah, 2012). Latihan plyometric merupakan suatu metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesegaran biomotorik atlet, termasuk kekuatan dan kecepatan yang memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan olahraga dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Pola gerakan dalam latihan plyometric sebagian besar mengikuti konsep power chain dan sebagian besar latihan khusus melibatkan otot-otot anggota gerak bawah karena gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power (Karyono, 2016).
Menurut Radcliffe, plyometric adalah suatu metode untuk mengembangkan explosive power, yang merupakan komponen penting dalam pencapaian prestasi sebagian besar atlet. Plyometric berasal dari kata ”pleythyein” (Yunani) yang berarti untuk meningkatkan, atau dapat pula diartikan dari kata ”Plio” dan ”Metric” yang artinya more and measurerespectively yang artinya penguluran. Latihan plyometrics menunjukan karakteristik kekuatan penuh dari kontraksi otot dengan respon yang sangat cepat, beban dinamis (dynamic loading) atau penguluran otot yang sangat rumit (Alim, 2009).
Latihan plyometric adalah bentuk latihan explosive power dengan karakteristik menggunakan kontraksi otot yang sangat kuat dan cepat, yaitu otot selalu berkontraksi baik saat memanjang (eccentric) maupun saat memendek (concentric) dalam waktu cepat, sehingga selama bekerja otot tidak ada waktu relaksasi (Alim, 2009). Sebagai metode latihan fisik, latihan plyometric dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan yaitu latihan utuk anggota gerak bawah, latihan untuk batang tubuh, dan latihan untuk anggota gerak atas (Karyono, 2016).
2. Fisiologi Latihan Plyometric
Latihan plyometric merupakan olahraga jenis anaerobik yaitu aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu singkat, namun tidak dapat dilakukan secara terus-menerus dalam durasi lama. Latihan olahraga anaerobic membutuhkan interval istirahat agar adenosin trifosfat dapat diregenerasi, sehingga dapat
melanjutkan kegiatan kembali. Energi yang digunakan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini diperoleh melalui glikolisis glukosa secara anaerobik, serta melalui hidrolisis fosfokreatin. Proses metabolisme energi secara anaerobik dapat berjalan tanpa oksigen. Glikolisis merupakan salah satu bentuk dari metabolisme energi yang dapat berjalan secara anaerobik. Inti dari proses glikolisis yang terjadi didalam sel sitoplasma adalah mengubah molekul glukosa menjadi asam piruvat dimana proses ini disertai juga dengan pembentukan adenosine trifosfat. Jumlah adenosin trifosfat yang dihasilkan oleh proses glikolisis ini akan berbeda, bergantung pada asal molekul glukosa.
Molekul asam piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis dapat mengalami proses metabolisme lanjut secara aerobik maupun anaerobik, bergantung pada ketersediaan oksigen didalam tubuh. Pada saat latihan dengan intensitas rendah, dimana ketersediaan oksigen didalam tubuh cukup besar, molekul asam piruvat yang terbentuk ini diubah menjadi karbon dioksida dan air didalam mitokndria sel. Jika ketersediaan oksigen terbatas didalam tubuh atau pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat seperti saat melakukan lari cepat jarak pendek, maka asam piruvat tersebut akan terkonversi menjadi asam laktat (Chrisly et al, 2015).
Terdapat tiga fase dalam melakukan latihan plyometric yaitu fase pertama adalah gerakan pemanjangan otot secara cepat yang dikenal sebagai fase eksentrik, yang kedua melibatkan periode istirahat yang dikenal sebagai fase amortisasi dan fase ketiga yaitu atlet terlibat dalam
gerakan pemendekan otot secara eksplosif yang disebut fase konsentris.
Atlet mengulangi ketiga siklus ini secepat mungkin dengan tujuan untuk mengurangi waktu antara kontraksi eksentrik dan konsentris. Pengurangan waktu ini menyebabkan atlet menjadi lebih cepat dan lebih kuat karena akan meningkatkan fungsi otot, tendon dan saraf. Peningkatan kekuatan fisik membuat atlet dapat berlari lebih cepat, melompat lebih tinggi dan memukul lebih keras (Wang et al, 2016).
Ada dua jenis reseptor yang berfungsi pada refleks regang sebagai dasar kontraksi otot, yaitu muscle spindle dan organ tendon golgi. Reseptor utama yang bertangung jawab untuk mendeteksi pemanjangan serat otot secara cepat adalah muscle spindle, yang mampu merespon baik tingkat perubahan maupun besarnya panjang serat otot. Sedangkan organ tendon golgi, terletak pada tendon-tendon dan merespon tekanan yang berlebihan sebagai akibat dari kontraksi dan penguluran otot yang sangat kuat. Kedua reseptor ini berfungsi secara refleks, dari kedua jenis reseptor otot tersebut muscle spindle mungkin lebih penting pada plyometric dimana muscle spindle ini mampu mengemisikan dua jenis respon yaitu statis dan dinamis. Respon dinamis dari muscle spindle ini menjadi elemen fungsional penting dari gerakan plyometric (Alim, 2009).
Menurut Radcliffe, innervasi muscle spindle bersifat kompleks, baik saraf sensoris maupun saraf motorik terlibat disini. Inervasi sensor utama terletak pada pusat kantung inti serat intrafusal. Ujung serat intrafusal ini melekat kuat pada dinding sel dari serat otot rangka sehingga setiap
perubahan ukuran serat otot rangka diakibatkan oleh perubahan panjang pada intrafusal. Suatu respon statis dapat terjadi ketika serat intrafusal meregang secara perlahan akibat peregangan pada serat otot rangka atau dari stimulasi langsung intrafusal oleh sistem gamma-afferent. Dalam respon dinamis dari muscle spindle, reseptor primer diaktifkan oleh perubahan panjang serat intrafusal secara cepat yang terlilit disekitar muscle spindle kemudian reseptor primer mengirimkan banyak impuls pada saraf tulang belakang. Variabel penting dalam respon dinamis adalah kecepatan terjadinya peregangan otot. Fungsi utama muscle spindle yaitu untuk mendapatkan refleks myotatic atau yang sering disebut dengan refleks meregang dalam proses neuromuscular yang melambangkan dasar gerak plyometric. Ketika serat otot secara cepat diberikan pembebanan maka akan menyebabkan peregangan secara tiba-tiba sehingga pemanjangan serat otot yang terdeteksi oleh muscle spindle akan mengakibatakan respon dinamis (Alim, 2009).
Latihan plyometric telah terbukti efektif dan efisien dalam meningkatkan kekuatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Heang membuktikan bahwa latihan plyometric ketika dilatihkan secara teratur maka dapat meningkatkan kelincahan. Latihan plyometric dapat meningkatkan keseimbangan dan kontrol tubuh selama gerakan dimana hal tersebut dapat meningkatkan kelincahan. Latihan plyometric tidak hanya menguatkan sendi, tendon dan otot tetapi juga melatih sistem saraf untuk
bereaksi lebih efisien dimana semua efek tersebut dapat meningkatkan kelincahan (Heang et al, 2012).
Aktivitas otot yang kuat menyebabkan ukuran otot bertambah, garis tengah tiap serabut otot meningkat, sarkolema meningkat, dan serat-serat mendapat zat gizi serta zat antara metabolisme seperti adenosine trifosfat, keratin fosfat, glikogen lipid intersel mitokondria bertambah, myofibril juga bertambah jumlahnya dan ukurannya. Hipertropi otot meningkatkan daya gerak otot dan mekanisme zat gizi untuk mempertahankan peningkatan daya gerak. Aktivitas otot yang lama meningkatkan ketahanan otot, menyebabkan peningkatan enzim-enzim oksidatif, mioglobulin, dan kapiler darah yang penting untuk peningkatan metabolism otot. Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot (Astrawan, 2016).
3. Bentuk Latihan Plyometric
Plyometric memiliki banyak jenis latihan yang dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu latihan dengan intensitas rendah dan latihan dengan intensitas tinggi. Latihan dengan intensitas rendah meliputi skipping, rope jump, lompat rendah dengan langkah pendek, hops, melompat di atas bangku setinggi 25cm, melempar ball medicine 2-4kg, dan melempar bola tennis (bola yang relatif ringan) sedangkan latihan dengan intensitas tinggi meliputi long jumps, triple jumps, lompat tinggi dengan langkah panjang, melompat di atas bangku lebih dari 35cm,
melempar ball medicine 5-6kg, drop jumps, reaktif jumps, dan melempar benda yang relative berat (Alim, 2009).
Dalam penelitian ini akan digunakan metode latihan plyometric dengan intensitas yang rendah yaitu lateral cone hop. Prosedur pelaksanaannya yaitu :
a. Peneliti menyiapkan sepuluh buah cone yang diletakkan dalam satu garis lurus dengan jarak 50cm antar cone
b. Peserta berdiri menyamping dengan bahu lurus segaris dengan cone pertama
c. Peserta melompat kesamping melewati cone dengan dua kaki sampai cone terakhir
d. Ulangi sesuai dosis yang ditentukan
Gambar 3. Latihan Plyometric Lateral Cone Hop Sumber : Putra, 2013
Latihan plyometric akan efektif apabila pelatih dapat menyusun periodesasi latihan dengan tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis yaitu frekuensi, intensitas dan waktu latihan. Frekuensi merupakan berapa kali latihan akan diberikan dalam satu minggu.
Intensitas merupakan berapa repetisi dan set yang harus dilakukan pemain dalam satu kali pertemuan. Waktu adalah durasi yang dibutuhkan pemain
selama latihan dimana sebelum mengulangi repetisi latihan pemain harus diberikan waktu istirahat sekitar 2-3 menit. Penentuan dosis dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Heang et al (2012) dengan memberikan latihan plyometric sebanyak 6 kali didapatkan peningkatan kelincahan pada kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini diberikan frekuensi latihan 3 kali seminggu dengan intensitas yang ditingkatkan setiap minggunya.
D. Tinjauan Umum Tentang Bulutangkis 1. Definisi Bulutangkis
Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang melawan dua orang. Permainan ini menggunakan raket sebagai alat pemukul dan shuttlecock sebagai objek pukul, lapangan permainan berbentuk persegi panjang dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dengan daerah permainan lawan. Tujuan permainan bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttlecock di daerah permaianan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul shuttlecock dan menjatuhkannya di daerah permainan sendiri (Kusumawati, 2017).
Bulutangkis adalah permainan yang menggunakan shuttlecock sebagai alatnya yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan raket.
Permainan ini dilakukan dalam suatu lapangan yang berbentuk persegi
panjang dan dibagi menjadi dua bagian oleh net sesuai aturan yang berlaku (Amalia, 2015).
Bulutangkis merupakan salah satu jenis cabang olahraga yang dimainkan dengan menggunakan net, raket dan shuttlechock.Dalam cabang olahraga bulutangkis tedapat teknik pukulan shuttlechock yang bervariasi, mulai dari pukulan yang relatif lambat dengan menggunakan teknik dasar hingga teknik tingkat tinggi, dan pukulan yang dilakukan dengan gerakan tipuan maupun tanpa tipuan (Zhannisa, 2016).
Dalam pertandingan bulutangkis mempertandingkan beberapa nomor pertandingan yaitu, tunggal (single), ganda (double), dan ganda campuran (mixed double) (Naufal, 2016).
2. Footwork dalam Bulutangkis
Footwork merupakan dasar untuk bisa menghasilkan pukulan berkualitas, yaitu apabila dilakukan dalam posisi baik.Untuk bisa memukul dengan posisi baik, seorang atlet harus memiliki kecepatan gerak.Kecepatan gerak kaki tidak bisa dicapai kalau footwork-nya tidak teratur.Sikap dan langkah kaki yang benar dalam permainan bulutangkis, sangat penting dikuasai secara benar oleh setiap pemain.Ini sebagai syarat untuk meningkatkan kualitas ketrampilan memukul shuttlechock (Hartini, 2012). Melakukan langkah kaki dengan kelincahan yang tinggi dibutuhkan kemampuan fisik yang bagus, semakin dini seorang atlet bulutangkis dapat menguasai langkah kaki dengan kelincahan tinggi akan semakin baik dalam mengantisipasi shuttlecocks yang datang. Pemain agar menguasai
teknik langkah kaki yang baik, selain kondisi fisik, dibutuhkan pula kemampuan untuk mengontrol gerak bagian-bagian tubuh bawah maupun gerak tubuh secara keseluruhan, dengan kata lain dibutuhkan gerak otomatisasi yang baik untuk melakukan langkah kaki dengan kelincahan tinggi (Karyono, 2011).
Kesalahan pada pelaksanaan gerakan footwork tidak akan memberikan hasil yang maksimal, baik untuk peningkatan kekuatan otot tungkai ataupun kelincahan yang berimbas pada cepatnya mengalami kelelahan saat latihan atau pertandingan. Terjadi pula penurunan keterampilan kelincahan gerak kaki saat bermain, terlihat pada gerakan yang dilakukan kurang efektif dan masih belum terkoordinasi dalam praktek di lapangan.Footwork yang baik mutlak diperlukan oleh seorang pemain bulutangkis, karena seorang pemain akan mampu bergerak seefisien mungkin ke semua bagian dalam lapangan. Melakukan pelatihan footwork yang sesuai dengan prinsip pelatihan nantinya akan memberikan pengaruh secara fisiologis bagi tingkat keterampilan, khususnya kelincahan dan dengan perubahan ini akan memberikan dampak terhadap peningkatan kelincahan pemain sehingga bisa menggapai shuttlecock ke penjuru lapangan dengan lincah (Astrawan, 2016).
Beberapa faktor yang harus diperhatikan agar dapat menguasai sikap dan langkah kaki dalam bulutangkis yaitu senantiasa berdiri dengan sikap dan posisi yang tepat di atas lapangan, melakukan gerak langkah ke depan, ke belakang, ke samping kanan dan kiri pada saat memukul shuttlechock,
sambil tetap memperhatikan keseimbangan tubuh, melangkah sambil meluncur cepat, sangat efektif sebagai upaya untuk memukul shuttlechock, dan hindari berdiri dengan telapak kaki di lantai (bertapak) pada saat menunggu datangnya shuttlechock atau pada saat bergerak untuk memukul shuttlechock (Hartini, 2012).
E. Tinjauan Hubungan antara Latihan Zig-Zag Run dan Plyometric Terhadap Kelincahan
Dalam permainan bulutangkis, kelincahan sangat dibutuhkan oleh pemain. Seorang pemain bulutangkis harus dapat menguasai lapangan dan dapat bergerak ke segala arah dengan cepat dan tepat untuk mengejar shuttlechock dan mengembalikannya ke daerah lawan. Gerakan kaki yang baik sangat diperlukan dalam permainan bulutangkis agar dapat berpindah tempat ke semua bagian lapangan permainan (Hartanto, 2017).
Latihan zig-zag run merupakan gerakan lari berkelok-kelok mengikuti lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zig-zag run merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak kelincahan (Fitriani, 2016).
Pada saat latihan, zig-zag run melibatkan berlari secara sprint yang akan membuat kontraksi eksentrik-kosentrik oleh otot ekstensor yang dikenal dengan stretch-shortening cycle (SSC) yang akan menghasilkan kontraksi kosentrik lebih kuat dibandingkan dengan kontraksi kosentrik tanpa adanya
gerakan eksentrik sebelumnya. Latihan ini dapat meningkatkan kecepatan konduktifitas saraf dan meningkatkan koordinasi neuromuscular yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan reaksi sehingga hal ini akan membentuk suatu gerakan yang efektif dan efisien (Gutomo, 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti (2012) dengan membandingkan antara latihan hexagon drill dan zig zag run terhadap 16 atlet putri PB PWS dan 16 atlet putri PB Pancing Slemanmenunjukkan bahwa metode latihan hexagon drill dan zig zag run berpengaruh dalam meningkatkan kelincahan atlet bulutangkis dimana latihan zig zag run lebih efektif dari latihan hexagon drill.
Latihan plyometric merupakan suatu metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesegaran biomotorik atlet, termasuk kekuatan dan kecepatan yang memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan olahraga dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Pola gerakan dalam latihan plyometric sebagian besar mengikuti konsep power chain dan sebagian besar latihan khusus melibatkan otot-otot anggota gerak bawah karena gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power (Karyono, 2016).
Gerakan plyometric dimana otot mengalami pembebanan kemudian berkontraksi dengan cepat yang melibatkan kekuatan, elastisitas dan persarafan dari otot dan jaringan di sekitarnya untuk melompat lebih tinggi, berlari lebih cepat, melempar lebih jauh atau memukul lebih keras tergantung dari tujuan latihan yang diinginkan. Latihan plyometric juga digunakan untuk
meningkatkan kecepatan atau kekuatan kontraksi otot (Shah, 2012). Aktivitas otot yang kuat menyebabkan ukuran otot bertambah, garis tengah tiap serabut otot meningkat, sarkolema meningkat, dan serat-serat mendapat zat gizi serta zat antara metabolisme seperti adenosine trifosfat, keratin fosfat, glikogen lipid intersel mitokondria bertambah, myofibril juga bertambah jumlahnya dan ukurannya. Hipertropi otot meningkatkan daya gerak otot dan mekanisme zat gizi untuk mempertahankan peningkatan daya gerak. Aktivitas otot yang sangat kuat walaupun hanya beberapa menit terjadi setiap hari.Aktivitas otot yang lama meningkatkan ketahanan otot, menyebabkan peningkatan enzim- enzim oksidatif, mioglobulin, dan kapiler darah yang penting untuk peningkatan metabolisme otot. Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot (Astrawan, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Heang et al (2012) dengan judul
“Effect of Plyometric Training on the Agility of Students Enrolled in Required College Badminton Programme” yang dilaksanakan sekali dalam seminggu selama enam minggu terhadap 42 orang menunjukkan bahwa adanya peningkatan kelincahan (agility) kelompok eksperimen sebesar 7%
dari kelompok kontrol 2.5% sehingga peneliti merekomendasikan latihan plyometric untuk meningkatkan kelincahan (agility).