• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu masalah penelitian yang menyangkut perilaku, gejala, kejadian, kondisi, dan fakta sesuatu hal yang telah terjadi maupun untuk masa yang akan datang, dan harus diuji kebenarannya.

Hipotesis kerja atau hipotesis alternatif (Ha) cenderung untuk mempermudah

pekerjaan peneliti serta menjadi panduan dalam rangka memecahkan masalah penelitian. (Suprapto, 2013:58). Dalam penelitian kualitatif, hipotesis kerja tidak diuji namun diusulkan sebagai suatu panduan dalam proses analisis data, hipotesis kerja merupakan hipotesis yang sebenarnya, yang asli, yang bersumber dari kesimpulan teoretik. (Tatang, 2000:84).

Adapun hipotesis kerja yang dirumuskan oleh peneliti, yaitu implementasi kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan mobilitas cerdas meliputi konten atau isi kebijakan, yaitu kepentingan yang dipengaruhi dengan adanya program, manfaat yang dihasilkan, jangkauan perubahan yang diinginkan, kedudukan pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumber daya yang dibutuhkan serta konteks implementasi, yaitu kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat serta karakteristik lembaga dan penguasa.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Melalui metode ini, penulis berusaha mendapatkan gambaran secara sistematis, faktual dan jelas mengenai fenomena-fenomena yang terjadi sehubungan dengan topik yang dibahas.

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan dan melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta (Moleong. 2008:6).

Metode penelitian kualitatif atau biasa disebut metode penelitian naturalistik adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono. 2010).

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut (Sugiyono 2015:9):

a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument kunci;

b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan angka;

c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome;

d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif;

e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Penelitian ini berusaha untuk mendapatkan data mengenai implementasi kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan mobilitas cerdas meliputi aspek konten kebijakan, yaitu kepentingan yang terpengaruh, jenis manfaat yang akan dihasilkan, jangkauan perubahan yang diinginkan, kedudukan pengambil keputusan, pelaksana program, dan sumber daya yang ada serta konteks implementasi, yaitu kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat serta karakteristik lembaga dan penguasa.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Provinsi DKI Jakarta, secara spesifik di Kota Administratif Jakarta Selatan. Penulis memilih lokasi di Kota Jakarta Selatan dikarenakan, kemacetan cukup parah kerap terjadi di daerah ini, seperti di daerah Pancoran, Kuningan, Mampang, dan Duren Tiga. Hal ini disebabkan tingginya jumlah kendaraan yang melintas, tidak hanya dari Jakarta sendiri, tetapi juga dari kota-kota lain seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang serta adanya beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan di daerah ini. Selain itu di Jakarta Selatan juga terdapat beberapa titik rawan banjir saat hujan yang dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian yang dianggap penulis relevan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah Kepala Unit Pelaksana Jakarta Smart City, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan, Pengamat Transportasi Jakarta, Masyarakat DKI Jakarta, serta dari pihak Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta.

Tabel 3.1: Matriks Informan Penelitian

No Status Informan

Informasi yang dibutuhkan Metode Instrumen Jumlah

1 Unit

implementasi smart

dihasilkan dengan adanya implementasi smart mobility dalam kebijakan Jakarta Smart City

3. Jangkauan perubahan yang diinginkan terkait dengan implementasi smart mobility

4. Kedudukan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dalam implementasi smart mobility.

5. Kemampuan dan

dukungan Dinas

Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dalam implementasi smart mobility?

6. Ketersediaan sumber

daya dalam

implementasi smart mobility?

b. Konteks Implementasi

4 Pengamat

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah yang ingin dipecahkan (Nazir 2003:174).

Dalam penelitian mengenai implementasi Kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan Mobilitas Cerdas di Unit Pelaksana Jakarta Smart City dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, penulis menggunakan metode wawancara dalam pengumpulan data. Menurut Burngin (2015:134) metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Sebelum ke lapangan, penulis terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara.

Lalu metode selanjutnya adalah observasi atau pengamatan, yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung tanpa perantara terhadap objek penelitian kemudian mencatat secara sistemik tentang fenomena-fenomena yang ada dan terjadi di lapangan (Suprapto 2013:82).

Sebelum ke lapangan, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman observasi.

Selanjutnya, yang terakhir adalah dokumentasi. Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai variabel yang berupa catatan, landasan hukum, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa pengumpulan data dengan cara dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh menggunakan catatan-catatan atau dokumen, foto-foto, gambar dan sumber-sumber lain yang ada dilokasi penelitian yang terkait dengan objek penelitian sesuai dengan pedoman dokumentasi.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan untuk mengkategorikan data agar mendapatkan pola hubungan yang jelas dan relevan serta menaksirkan data yang bermakna, serta melaporkannya kepada orang lain yang berminat. Ada berbagai cara untuk menganalisis data, salah satunya seperti yang dipaparkan oleh Miles dan Huberman, yaitu (Usman 2011:85):

a. Reduksi Data

Merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengategorisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang terkumpul dapat diverifikasi. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, menulis memo, dan lain sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

b. Penyajian Data

Adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa dalam mencari makna, ia harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari kacamata key informan, dan bukan penafsiran makna menurut pandangan peneliti (pendekatan etik).

Gambar 3.1: Model Interaktif Miles dan Huberman 1994 (Usman 2011:88)

Teknik analisis data di atas menjelaskan bahwa reduksi data sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan topik penelitian. Reduksi data dalam pengumpulan data dilakukan agar dapat mempermudah penyajian data sehingga lebih mudah dipahami oleh orang lain dan kesimpulan serta kebenaran penafsiran data yang didapatkan sesuai dengan fakta di lapangan.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, keabsahan data dalam suatu penelitian perlu dipastikan, dalam hal ini peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Triangulasi adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang benar-benar absah Pengumpulan

data

Penyajian data

Reduksi data

Kesimpulan/

Verifikasi

dengan menggunakan metode ganda. Adapun 5 jenis teknik triangulasi, yaitu (Hamidi 2004:83):

1. Triangulasi metode : jika informasi atau data yang berasal dari hasil wawancara, misalnya perlu diuji dengan hasil observasi dan seterusnya.

2. Triangulasi peneliti : jika informasi yang diperoleh salah seorang anggota tim peneliti, diuji oleh anggota tim lain.

3. Triangulasi sumber : jika informasi tertentu misalnya ditanyakan kepada responden yang berbeda atau antara responden dan dokumentasi.

4. Triangulasi situasi : bagaiamana penuturan seorang responden jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan dalam keadaan sendirian.

5. Triangulasi teori : apakah ada keparalelan penjelasan dan analisis atau tidak antara satu teori dengan teori lain terhadap data hasil penelitian.

Kelima jenis triangulasi diatas mengarahkan peneliti untuk mengetahui dan memahami tentang implementasi kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan mobilitas cerdas dengan cara membandingkan hasil wawancara dari para informan yang berbeda, lalu membandingkan hasil wawancara dengan hasil yang didapat dari observasi dan dokumentasi, agar mendapatkan data yang kredibel dan mendalam berkaitan dengan topik penelitian ini. Triangulasi sumber data dalam penelitian ini membandingkan antara apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada. Triangulasi waktu digunakan untuk mendapatkan data yang sahih melalui observasi peneliti perlu mengadakan pengamatan tidak hanya satu kali pengamatan saja. Triangulasi teori digunakan untuk mendapatkanhasil yang lebih komprehensif melalui keterpaduan teori yang digunakan. Triangulasi peneliti digunakan untuk mempermudah analisis data melalui banyak perspektif.

Terakhir, triangulasi metode digunakan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pengecekan secara menyeluruh sehingga menemukan data yang absah.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kebijakan Jakarta Smart City

Kebijakan Jakarta Smart City merupakan program yang berada di bawah Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik Provinsi DKI Jakarta dan diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City. Program ini dibuat dalam rangka mengelola Jakarta dengan mengembangkan dan mensinergikan seluruh potensi dan sumber daya secara terintegrasi dengan memanfaatkan teknologi informasi guna mewujudkan Kota Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapih serta konsisten dengan rencana tata ruang wilayah, membangun budaya masyarakat perkotaan yang toleran sekaligus memiliki kesadaran dalam memelihara kota dan memba ngun pemerintahan yang bersih dan transparan serta berorientasi pada pelayanan publik.

Unit Pengelola Jakarta Smart City dipimpin oleh seorang Kepala Unit dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik.

Unit Pengelola mempunyai tugas untuk melaksanakan pengendalian serta pengelolaan sistem Jakarta Smart City, untuk melaksanakan tugas tersebut, Unit Pengelola menyelenggarakan fungsi di antaranya (Peraturan Gubernur Nomor 306 Tahun 2016): Penyusunan pedoman, standar, prosedur, petunjuk pelaksanaan dan/atau petunjuk teknis pengelolaan Jakarta Smart City; Pelaksanaan pengelolaan pusat pemantauan operasi (monitoring room) Jakarta Smart City; Pengelolaan sistem/aplikasi Jakarta Smart City dan infrastrukturnya; Pengelolaan portal resmi

Pemerintah Provinsi Daerah - Khusus Ibukota Jakarta (www.jakarta.go.id);

Pelaksanaan fasilitasi penyampaian aspirasi/opini publik terhadap Pemerintah Daerah tentang informasi pemerintahan, ekonomi, lingkungan, mobilitas, pendidikan dan kesehatan serta informasi lainnya; Pengumpulan, pengolahan, pengkajian, pelaporan, penyajian dan tindak lanjut pengaduan, kendala dan permasalahan masyarakat; Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pengembangan dan pelaporan data dan informasi pernerintahan, ekonomi, lingkungan, mobilitas, pendidikan dan kesehatan serta informasi lainnya terkait Jakarta Smart City;

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi aspirasi/opini publik; Perencanaan, penelitian dan pengembangan pengelolaan Jakarta Smart City, serta;

Pengembangan koordinasi, kerja sama dan kemitraan serta desiminasi informasi dengan SKPD/UKPD, instansi pemerintah, swasta, masyarakat dan/atau pemangku kepentingan terkait lainnya dalam rangka pelaksanaan dan pengendalian informasi Jakarta Smart City.

Perencanaan Jakarta menjadi sebuah Smart City ada empat alur (interactive.smartcity.jakarta.go.id/ diakses pada 5 September 2018), yang pertama yaitu menentukan definisi Smart City bagi Jakarta. Kedua, menentukan kondisi tertarget (target state). Ketiga, mengidentifikasi kesenjangan. Keempat, mengusulkan solusi. Implementasi di bidang pemerintahan saat ini salah satunya adalah 82 membentuk Unit Jakarta Smart City, dengan Unit Pengelola Jakarta Smart City yang dibentuk oleh Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik maka tercapainya berbagai tujuannya Smart City yang dibangun berdasarkan enam pilar oleh Jakarta Smart City, yaitu Smart Governance, Smart People, Smart Living, Smart Mobility, Smart Economy, dan Smart Environment.

4.2. Smart Mobility dalam Kebijakan Jakarta Smart City

Smart Mobility atau mobilitas cerdas merupakan salah satu pilar yang berada di dalam Kebijakan Jakarta Smart City. Program yang diterapkan dalam Smart Mobility ini adalah Kanal Pengaduan dan Transjakarta Application, Electronic Parking, dan Ok Otrip (Wawancara 20 September 2018). Adapun tujuan dari diterapkannya progam ini adalah (interactive.smartcity.jakarta.go.id/

diakses pada 5 September 2018):

a. Akses moda transportasi yang beragam

b. Memprioritaskan angkutan yang ramah lingkungan dan bukan kendaraan bermotor

c. Terintegrasi dengan teknologi informasi dan komunikasi

Untuk mendukung berjalannya program integrasi teknologi dengan lalu lintas, Pemprov DKI Jakarta melalui Unit Pelaksana (UP) Jakarta Smart City telah bekerja sama dengan beberapa pihak penyedia layanan teknologi seperti Trafi, Qlue, dan Waze. Trafi merupakan aplikasi berbasis digital penyedia informasi seputar transportasi umum untuk melacak perjalanan Transjakarta dan mengetahui jadwal serta estimasi keberangkatan bus Transjakarta secara real time serta.

Sedangkan Waze merupakan aplikasi peta digital yang dapat memantau rute serta kondisi lalu lintas secara langsung, dan yang terakhir adalah Qlue, merupakan layanan aplikasi untuk melaporkan hal-hal terkait yang berkaitan dengan masalah lalu lintas seperti kemacetan, angkutan yang berhenti sembarangan, parkir liar, dan lain sebagainya. Ketiga aplikasi tersebut dapat diunduh melalui smart phone dan dapat digunakan oleh masyarakat banyak.

Kerjasama dengan pihak penyedia layanan teknologi memungkinkan pihak UP Jakarta Smart City untuk mendapatkan data dari pihak penyedia layanan

teknologi tentang kondisi lalu lintas, titik kemacetan, arus Transjakarta, lalu selanjutnya menganalisis data yang didapat dan disampaikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Instansi yang terkait untuk dilakukan tindakan-tindakan guna mengatasi masalah yang terjadi. (Wawancara dengan UP Jakarta Smart City 20 September 2018).

Adapun penjelasan mengenai program-program yang ada di dalam Smart Mobility dalam Kebijakan Jakarta Smart City, antara lain:

a. Transjakarta Application dan Kanal Pengaduan Berbasis Aplikasi Pihak UP Jakarta Smart City bekerja sama dengan Trafi untuk menunjang program Aplikasi Transjakarta ini. Dengan aplikasi ini, masyarakat dimungkinkan untuk mendapatkan informasi mengenai Transjakarta seperti rute, posisi bus, estimasi waktu, dan durasi perjalanan. Mekanisme yang dilakukan adalah Trafi memasukan data GPS yang terpasang di dalam armada Bus Transjakarta ke dalam sistemnya, sehingga posisi bus dapat dipantau oleh masyarakat secara langsung (real time) melalui aplikasi Trafi yang ada di telfon genggam sehingga aksesibilitas Transjakarta menjadi semakin mudah, terutama bagi Bus Transjakarta yang berjalan di jalan raya biasa dan tidak melalui jalur khusus Transjakarta (Non-BRT). Dengan adanya aplikasi ini, ekspansi armada Bus Transjakarta ke jalur-jalur konvensional akan menjadi efektif dikarenakan akses masyarakat pengguna Transjakarta menjadi semakin mudah. Selanjutnya adalah kanal pengaduan masyarakat melalui Aplikasi Qlue, untuk melaporkan masalah-masalah terkait lalu lintas yang terjadi seperti kemacetan, angkutan yang berhenti sembarangan, dan parkir liar yang dapat ditindaklanjuti secara langsung oleh pihak terkait, dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta melalui Suku Dinas Perhubungan kota terkait.

b. OK OTrip

Merupakan program uji coba layanan angkutan umum terintegrasi dan berbiaya murah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Integrasi yang ada ini meliputi integrasi rute layanan, integrasi manajemen, dan integrasi pembayaran antara semua jenis moda angkutan umum yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Sistem pembayaran elektronik (non-tunai) menggunakan kartu yang dapat dibeli di seluruh halte Transjakarta seharga Rp.

40.000 dengan isi saldo kartu Rp. 20.000. Nantinya dalam waktu 3

jam sejak tap-in pertama hingga tap-out, warga hanya akan dikenakan tarif rata maksimal Rp. 3500 dan akan dikenakan Rp.

5000 jika masa uji coba selesai serta dapat berganti jenis moda transportasi.

Program-program untuk menunjang aspek Smart Mobility di dalam Kebijakan Jakarta Smart City sebenarnya sudah cukup baik, melihat bagaimana kemudahan akses masyarakat untuk melaporkan masalah terkait masalah lalu lintas yang terjadi akan semakin mudah dengan kanal pengaduan untuk selanjutnya ditindak lanjuti oleh Dinas terkait. Transjakarta Application juga akan mempermudah akses masyarakat terhadap angkutan umum, terutama Transjakarta dengan aplikasi yang dapat diunduh melalui perangkat telfon genggam yang dimiliki oleh masyarakat. Lalu yang terakkhir adalah OK OTRIP yang memungkinkan masyarakat mendapatkan harga layanan jasa angkutan umum yang terjangkau untuk melakukan aktivitasnya. Berkat bantuan teknologi, kemudahan akan didapatkan oleh masyarakat, khususnya di bidang lalu lintas dan angkutan umum.

4.3. Implementasi Kebijakan Jakarta Smart City dalam Mewujudkan Mobilitas Cerdas

Pada tahapan kebijakan publik, implementasi kebijakan publik merupakan tahapan yang penting dan harus di lalui demi tercapainya hasil dari sebuah kebijakan. Implementasi kebijakan publik merupakan pelaksanaan atau eksekusi dari sebuah kebijakan pemerintah yang berupa peraturan perundang-undangan sehingga tujuan dari kebijakan publik itu akan tercapai apabila dilalui dengan tahapan implementasi. Pada tahap implementasi ini, tentunya akan ditemukan variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah

implementasi kebijakan yang pada implementasi kebijakan lainnya akan sangat membantu perbaikan dan penyempurnaan tahapan Implementasi Kebijakan dimasa yang akan datang.

Pada bagian pembahasan ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle mengenai konten kebijakan dan konteks implementasi yang akan mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Pelaksanaan kebijakan yang mengacu pada konten kebijakan dan konteks implementasi, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan telah membuat sebuah kebijakan seperti diharapkan, juga dapat diketahui bagaimana lingkunga implementasi sebuah kebijakan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan bisa terwujud.

Penelitian Implementasi Kebijakan Jakarta Smart City dalam Mewujudkan Mobilitas Cerdas ini dianalisis dengan model implementasi kebijakan dari Merille S. Grindle yang disebut dengan Implementation as A Political and Administration Process. Model ini terdiri dari beberapa variabel yakni:

A. Isi Kebijakan (Content of Policy), dengan indikator sebagai berikut;

a. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, b. Jenis manfaat yang dihasilkan.

c. Derajat perubahan yang diinginkan.

d. Kedudukan pengambilan keputusan.

e. Pelaksana program.

f. Sumber daya yang digunakan.

B. Konteks Implementasi (Context of Policy), dengan indikator sebagai berikut;

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari aktor yang terlibat.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

4.3.1 Isi Kebijakan (Content of Policy)

Isi kebijakan yang dimaksud dalam teori implementasi kebijakan publik Grindle pada penelitian ini terbagi atas beberapa kategori yang dijelaskan di bawah ini.

4.3.1.1. Implementasi Kebijakan Jakarta Smart City dalam Mewujudkan Mobilitas Cerdas Berkaitan Dengan Kepentingan yang Dipengaruhi Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tentunya bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan-permasalah yang terjadi di tengah masyarakat.

Dalam proses implementasi, tentunya akan ada kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi dengan diterapkannya sebuah kebijakan, kepentingan-kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan tentu saja adalah sasaran dari kebijakan tersebut, seperti masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, berkaitan dengan berbagai kepentingan yang dipengaruhi suatu Implementasi Kebijakan, hal ini berarti bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai indikator kepentingan yang mempengaruhi dalam implementasinya.

Dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 306 Tahun 2016 mengenai Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City, Mobilitas/Pergerakan menjadi sebuah hal yang termasuk ke dalam pilar Jakarta Smart City yang disebut dengan Smart Mobility yang memiliki program

pendukung diantaranya Kanal Pengaduan dan Transjakarta Application, Electronic Parking, dan yang baru adalah OK OTrip. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Divisi Monitoring dan Evaluasi Jakarta Smart City, menyatakan bahwa:

“Kalo Kepentingan jelas publik agar dapat menyampaikan laporan terkait masalah lalu lintas dan bisa lebih mudah untuk pergi kemana-mana, seperti Trafi misalnya, orang bisa tau bus nya dimana, mau ke suatu tempat naik ini, naik itu. Trafi ini kan mendukung kita lewat informasi rute, prediksi waktu tempuh dan semacamnya” (Wawancara 20/09/2018. Transkrip wawancara, halaman 1)

Hal ini juga senada dengan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Staff Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta terkait dengan program OK OTrip yang merupakan program pendukung Smart Mobility, menyatakan bahwa:

“Jelas seluruh kepentingan masyarakat, mulai dari ibu-ibu yang mau ke pasar, orang-orang yang hendak ke kantor., jadi dari mereka keluar rumah dan jalan sedikit saja sudah ada angkutan umumnya. Untuk pengusaha angkutan juga, karena pengusaha ini banyak yang melakukan kredit kendaraan di bank, belum lagi mereka kejar setoran, ketika sudah bergabung dengan OK OTrip, mereka diberi jaminan usaha dan yag membayar mereka nanti subsidi pemerintah lewat Transjakarta dan semua sudah termasuk…….” (Wawancara 23/09/2018.

“Jelas seluruh kepentingan masyarakat, mulai dari ibu-ibu yang mau ke pasar, orang-orang yang hendak ke kantor., jadi dari mereka keluar rumah dan jalan sedikit saja sudah ada angkutan umumnya. Untuk pengusaha angkutan juga, karena pengusaha ini banyak yang melakukan kredit kendaraan di bank, belum lagi mereka kejar setoran, ketika sudah bergabung dengan OK OTrip, mereka diberi jaminan usaha dan yag membayar mereka nanti subsidi pemerintah lewat Transjakarta dan semua sudah termasuk…….” (Wawancara 23/09/2018.

Dokumen terkait