Smart City atau kota pintar merupakan topik yang penting akhir-akhir ini di seluruh dunia, penyebabnya adalah urbanisasi yang terjadi di seluruh belahan dunia dalam jumlah besar dan akhirnya terjadi peningkatan jumlah penduduk di perkotaan. Populasi di perkotaan pada tahun 2014 menyumbang 54% dari total populasi global, meningkat dari 34% pada tahun 1960, dan terus tumbuh.
Diperkirakan pada tahun 2017, bahkan di negara yang kurang berkembang, mayoritas penduduk akan tinggal di daerah perkotaan (Global Health Observatory). Perhitungan menunjukkan bahwa jumlah urbanisasi akan terus meningkat seiring dengan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk global yang terus meningkat dan akan menambah 2,5 miliar orang ke populasi perkotaan pada 2050 dan hampir 90% peningkatan terjadi di Asia dan Afrika. (Dameri 2017:44).
Perkembangan internet dengan fitur World Wide Web-nya merupakan hal yang berpengaruh dalam perkembangan konsep Smart City ini di beberapa kota di negara maju. Awalnya penggunaan internet hanya terbatas pada akademisi dan pemerintahan, namun akhirnya perkembangannya begitu pesat sehingga mulai digunakan oleh banyak pihak dan berkembang menjadi media komunikasi dan transaksi massal yang mempengaruhi aspek kehidupan. (Coe et al.2001:2).
Konsep kota cerdas menjadi semakin popular dalam literatur ilmiah dan kebijakan internasional, yang menjadi fokus utama adalah peran teknologi dan sudah banyak
juga penelitian yang dilakukan terkait aspek modal manusia/pendidikan, modal sosial dan kepentingan lingkungan sebagai aspek penting untuk mendorong pertumbuhan perkotaan. (Nijkamp et al. 2009:48).
Smart city memiliki banyak definisi dari banyak penelitian yang telah dilakukan. Adapun salah satu definisinya yaitu, “A Smart City is a city well performing in a forward-looking way in these six characteristics, built on the
„smart‟ combination of endowments and activities of self-decisive, independent and aware citizens” (Giffinger et al. 2007:11). Definisi di atas menjelaskan bahwa Smart City merupakan kota yang berkinerja baik dan memiliki tujuan ke depan dalam ekonomi, masyarakat, pemerintahan, mobilitas, lingkungan, dan kehidupan, yang dibangun di atas kombinasi cerdas dari aktivitas warga yang mandiri dan memiliki kesadaran.
Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, Hall (dalam Berardi et al.
2012:4) mendefinisikan smart city sebagai berikut,
“A city that monitors and integrates conditions of all of its critical infrastructures, including roads, bridges, tunnels, rails, subways, airports, seaports, communications, water, power, even major buildings, can better optimize its resources, plan its preventive maintenance activities, and monitor security aspects while maximizing services to its citizens”
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa Smart City merupakan sebuah kota yang memantau dan mengintegrasikan semua infrastruktur fisik penting dalam rangka mengoptimalkan sumber daya, merencanakan kegiatan pemeliharaan, dan memantau aspek keamanan serta terus berusaha memaksimalkan layanan kepada warganya. Harrison mendefinisikan smart city yaitu, “A city connecting the physical infrastructure, the IT infrastructure, the
social infrastructure, and the business infrastructure to leverage the collective intelligence of the city” (Berardi et al. 2012:4). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa Smart City sebagai kota yang menghubungkan infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan sosial dalam rangka meningkatkan kecerdasan kolektif kota.
Beberapa definisi mengenai smart city yang lain yaitu,
”….a city to be smart when investments in human and social capital and traditional (transport) and modern (ICT) communication infrastructure fuel sustainable economic growth and a high quality of life, with a wise management of natural resources, through participatory governance”
(Caragliu et al, 2011:50).
“A smart city is a well-defined geographical area, in which high technologies such as ICT , logistic, energy production, and so on, cooperate to create benefits for citizens in terms of well-being, inclusion and participation, environmental quality, intelligent development; it is governed by a well-defined pool of subjects, able to state the rules and policy for the city government and development” (Dameri 2017:7)
Kedua pernyataan di atas menjelaskan bahwa sebuah kota dikatakan pintar apabila investasi pada sumber daya manusia dan modal sosial serta infrasturktur komunikasi dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menjamin kehidupan yang berkualitas dengan sistem pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana melalui tata pemerintahan yang baik dan partisipatif agar bermanfaat bagi masyarakat banyak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, keterbukaan dan partisipasi, kualitas lingkungan, dan kecerdasan pengembangan, dan tentu hal tersebut harus diatur oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang baik, berorientasi pada masyarakat dalam rangka pembangunan kota itu sendiri.
Dari beberapa pengertian mengenai Smart City di atas, dapat diketahui bahwa konsep Smart City merupakan konsep kota yang mengintegrasikan
teknologi informasi dengan infrastruktur fisik dan infrastruktur sosial dalam rangka pengelolaan sumber daya secara optimal. Melalui konsep ini memungkinkan pemerintah kota untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dan infrastruktur dalam rangka memantau perkembangan kota, menyelesaikan masalah yang terjadi di perkotaan, dan untuk menjamin keberlangsungan hidup perkotaan yang berkualitas.
Adapun beberapa indikator Smart City diantaranya (Giffinger et al.
2007:11):
a. Smart Economy (ekonomi cerdas) mencakup faktor-faktor di sekitar daya saing ekonomi sebagai inovasi, kewirausahaan, merek dagang, produktivitas dan fleksibilitas pasar tenaga kerja serta integrasi dalam pasar internasional.
b.Smart People (masyarakat cerdas) tidak hanya berkaitan dengan tingkat kualifikasi atau pendidikan warga, tetapi juga oleh kualitas interaksi sosial mengenai integrasi dan kehidupan publik dan keterbukaan terhadap dunia
"luar"
c. Smart Governance (pemerintahan cerdas) meliputi faktor-faktor seperti partisipasi politik, kualitas pelayanan dan administrasi publik
d.Smart Mobility (pergerakan/mobilitas cerdas) merupakan ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi, serta sistem transportasi perkotaan yang ramah lingkungan. Aksesibilitas lokal maupun internasional merupakan faktor-faktornya
e. Smart Environment (lingkungan cerdas) yang berkaitan dengan isu-isu perlindungan lingkungan alami dan Smart Living (pola hidup yang pintar) yang berkaitan dengan aspek kualitas hidup masyarakat kota juga merupakan dua elemen yang tidak kalah penting.
Beberapa aspek/indikator smart city menunjukkan bahwa konsep ini berusaha mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kota dan masyarakatnya menuju ke arah yang lebih baik lagi dengan pemanfaatan teknologi, namun tidak hanya mengutamakan pemanfaatan teknologi, namun masyarakat juga dituntut untuk merubah pola perilaku menjadi masyarakat yang cerdas, sehingga dapat mewujudkan lingkungan dan pola hidup yang cerdas serta dapat memenuhi tuntutan-tuntutan pembangunan berkelanjutan.