• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN 1 Djumahir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu mengenai akurasi prediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan berbagai macam metode Altman

Z-Score’. Menghasilkan penilaian terhadap perusahaan yang diteliti dalam kondisi

Financial distress atau non-financial distress dengan variabel makro sebagai moderasi yang akan diuji.maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Diduga secara parsial ada pengaruh Net Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Asset, Earning Before Interest and Taxes to Total Asset dan Book Value of Equity to Book Value of Debt terhadap Financial Distress.

H2: Diduga secara simultan ada pengaruh Net Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Asset, Earning Before Interest and Taxes to Total Asset dan Book Value of Equity to Book Value of Debt terhadap Financial Distress.

H3: Diduga memiliki hubungan moderasi dalam memprediksi Financial Distress.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan didirikan dengan harapan akan menghasilkan profit sehingga mampu untuk bertahan dan berkembang dalam jangka waktu panjang. Hal ini berarti dapat diasumsikan bahwa perusahaan akan terus hidup dan diharapkan tidak akan mengalami likuidasi. Kenyataan yang ada pada saat ini tidak sesuai yang asumsi tersebut. Perusahaan bisa dide-listing dari Bursa Efek Indonesia (BEI) disebabkan karena perusahaan tersebut berada pada kondisi financial distressatau sedang mengalami kesulitan keuangan (Pranowo, 2010) yang berujung pada kebangkrutan.

Di Indonesia terdapat fenomena perusahaan-perusahaan yang masuk kategori mengalami financial distresskhususnya perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia bahkan financial distress yang sudah mencapai tataran yang memiliki ekuitas sudah pada kondisi negatif (insolvency bankcrupt). Dibawah ini digambarkan kondisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kondisi ekuitas negatif akibat masalah financial distress.

Tabel 1.1

Perusahaan Non Keuangan di BEI dengan ekuitas negatif (Periode 2004-2012)

Tahun Jumlah Perusahaan dengan ekuitas negatif

(Penambahan/ Pengurang-an) Perusahaan ekuitas negatif

2008 16

2009 9 -7

2010 13 4

2011 11 -2

2012 7 -4

Sumber : diolah dari Laporan Fact Book Bursa Efek Indonesia 2008-2012 Tabel 1.1 diatas menggambarkan adanya fenomena perkembangan ekonomi di Indonesia mulai dari 2008 sampai dengan tahun pengamatan 2012, yang memberi dampak pada terjadinya kecenderungan penurunan jumlah perusahaan yang mengalami financial distress dalam kondisi ekuitas yang negatif. Tren penurunan tersebut memberikan petunjuk adanya perusahaan yang berhasil lolos dari kondisi financial distressnamun ada juga yang tidak berhasil lolos dari kondisi financial distress.

Pada penelitian serupa oleh (Boedi dan Tiara, 2013) terdapat 5 perusahaan penyedia jasa telekomunikasi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia, disimpulkan 3 dari kondisi keuangan perusahaan tersebut mengalami nilai ekuitas negatif yang tergolong dalam kategori bangkrut dalam penilaian financial distress, dan 2 dari kondisi keuangan perusahaan tersebut berada batas wajar dengan penilaian rawan dengan waktu penelitian 2009-2011.

Perusahaan telekomunikasi berkembang dengan cukup pesat mulai tahun 1997 di mana pada saat itu telepon seluler mulai dikenalkan di pasar. Seiring perkembangan teknologi yang sangat cepat, pada tahun 2006 masyarakat di Indonesia sudah bisa menikmati layanan audio-visual yang lebih canggih dengan teknologi generasi ketiga (3G). Ada juga pilihan koneksi internet ke aplikasi

seluler dengan sistem UMTS, WiFi, dan WiMAX (Worldwide interoperability for Microwave Access). Aplikasiteknologi terbaru berkaitan dengan kecepatan akses sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa jaringan operator seluler antara lain berupa jaringan cepat yang dikenal dengan High-Speed Downlik PacketAccess (HSDPA) atau sering disebut dengan 3,5G; yaitu generasi yang merupakan penyempurnaan dari 3G. Terakhir, dunia telekomunikasi telah memperkenalkan vendor maupun operator seluler dengan teknologi NextGeneration Network (NGN) atau 4G.

Di Indonesiabisnis jasa telekomunikasi akan terus meningkat mengingat penetrasi pasar masih sangat luas untuk dikembangkan. Pertumbuhan penggunaan selular (GSM) diperkirakan telah mencapai angka lebih dari 150 juta pelanggan, yang berarti setengah dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar240 juta. Hingga saat ini, pemain-pemain industri selular terus bertambah banyak jumlahnya, meskipun masih dimonopoli oleh operator besar, seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Excelcomindo Pratama (XL), PT Telekomunikasi Indonesia Seluler (Telkomsel), PT Indosat, PT Bakrie Telecom, PT Hutchinson, PT Mobile-8, dan PT.SmartTelecom.

Suatu perusahaan dapat dikategorikan mengalami financial distress dimana jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang melakukan merger (Brahmana, 2007). Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas,

dimana ditunjukkan dengan semakin turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Hanifah, 2013).

Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Menurut Platt dan Platt (2002), menyatakan bahwafinancial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi. Menurut Brigham dan Daves (2003), kesulitan keuangan terjadi atas serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang kurang tepat dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta kurangnya upaya pengawasan kondisi keuangan perusahaan sehingga dalam penggunaannya kurang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Menurut Wruck (1990) financial distressmerupakan suatu keadaan dimana arus kas operasi tidak cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya seperti hutang dagang ataupun biaya bunga. Financialdistressitu bisa berarti mulai dari kesulitan likuidasi (jangka pendek), yang merupakan financialdistressyang paling ringan sampai ke pernyataan kebangkrutan, yang merupakan financialdistressyang paling berat (Brahmana, 2007). Adapun kesulitan keuangan jangka pendek yang biasanya bersifat sementara dan mungkin tidak begitu parah, jika tidak ditangani secepat mungkin akibatnya dapat berkembang menjadi kesulitan keuangan yang besar dan jika terjadi berlarut-larut, perusahaan bisa dilikuidasi ataupun direorganisasi.

Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah

satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomis. Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk penelitian mengenai manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksikan kinerja suatu perusahaan seperti kebangkrutan dan financial distress. Penurunan kinerja keuangan dapat dialami oleh berbagai perusahaan besar ataupun kecil dari berbagai sektor indutri (Shcuppe,2005). Dalam siklus hidup perusahaan, penurunan kinerja keuangan dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal (Francis&Desai,2005).

Pengaruh eksternal perusahaan yang dapat menetukan prediksi kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat melalui penelitian-penelitian yang dilakukan, Penelitian yang dilakukan oleh Arnab Bhattacharjee dan Jie Han (2010) menguji faktor mikro dan makro ekonomi terhadap financialdistresspada perusahaan bursa efek di China selama periode transisi ekonomi 1995-2006. Hasilnya mengindikasikan bahwa variabel makro ekonomi dan faktor institute berdampak pada financialdistress. Variabel mikro ekonomi yang diteliti oleh Jie han (2010) menggunakan ukuran perusahaan/profitabilitas, struktur keuangan, dan cash flow sedangkan variabel makro ekonomi dalam penelitian ini menggunakan siklus bisnis, tingkat suku bunga dan kurs.

Plat dalam Luciana (2004) menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distresssebagai berikut :

1. Mempercepat tindakan manajemen mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan.

2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau take over agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.

3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.

Menurut Luciana (2004), prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor, auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti: penundaan pengiriman, masalah kualitas produk, hilangnya kepercayaan dari para pelanggan, tagihan dari bank atau kreditur, dan lain sebagainya.

Untuk mendeteksi kesulitan keuangan/financial distresssuatu perusahaan dapat digunakan analisis rasio keuangan. Secara umum rasio-rasio seperti profitabilitas, likuiditas, leverage dan cakupan arus kas berlaku sebagai indikator yang paling signifikan dalam memprediksi kesulitan keuangan maupun kebangkrutan. Banyak model atau teknik yang dapat digunakan dalam memprediksi tentang potensi kebangkrutan. Rasio keuangan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kinerja perusahaan. Salah satu teknis yang digunakan dalam analisis kebangkrutan perusahaan adalah dengan menggunakan analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, dan menggunakan

model yang dinilai (Z). Z-Score adalah skor yang ditentukan dari tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Metode Z-Score mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang terdapat pada laporan keuangan menjadi model prediksi dengan teknik statistik. Metode ini juga dikenal dengan Multiple Descriminant Analysis.

Seiring dengan perkembangan zaman, dan juga perubahan kondisi ekonomi, serta perilaku pasar, maka Altman memodifikasi formula Z-Score dengan mengubah beberapa nilai koefisien dan variabelnya. Variabel yang digunakan yaitu Net Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, dan Book Value of Equity to Book Value of Debt. Hal ini dilakukan oleh Altman karena Analisis Z-Score yang pertama kali dikembangkan oleh Altman pada tahun 1968 tersebut dinilai kurang relevan karena ada kalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan obyek penelitian yang berbeda.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kategori (sehat, rawan ataukah financiaal distress) dari keadaan keuangan pada perusahaan telekomunikasi setelah menganalisis laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan metode Altman Z”-Scoredengan memperhatikan kondisi makro ekonomi Indonesia sebagai variabel moderasi. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel Net Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, dan Book Value of Equity to Book Value of Debt terhadap financial distress.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Prediksi Financial DistressDengan Menggunakan Model Altman Z-Score Dengan Ekonomi Makro Sebagai Variabel Moderating(Pada Perusahaan Jasa Telekomunikasi Yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014)”.

Dokumen terkait