• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian menurut Erlina (2011:41-42) adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena – fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan dugaan sementara atau penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka

konseptual maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Leverage berpengaruh terhadap Tingkat Pengungkapan ntellectual Capital. H2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Intellectual Capital H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Tingkat Pengungkapan Intellectual

Capital

H4 : Usia perusahaan berpengaruh terhadap Tingkat Pengungkapan Intellectual Capital

H5 : Adopsi IFRS berpengaruh terhadap Tingkat Pengungkapan Intellectual Capital

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Persaingan perusahaan bisnis telah berkembang pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dekade terakhir ini. Pengaruh persaingan bisnis tergambarkan dengan cara perusahaan memanfaatkan modal semaksimal mungkin sehingga mampu mempertahankan bisnisnya. Modal merupakan faktor penting dalam rangka membangun, mengembangkan dan mempertahankan berdirinya sebuah perusahaan, sehingga dijadikan instrumen untuk mengantisipasi risiko kerugian perusahaan dan alat untuk melakukan ekspansi usaha (Ekowati dkk, 2012 : 1). Keberhasilan perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis seringkali hanya dilihat dari segi keuntungan yang dicapai oleh perusahaan. Namun, dari segi keuntungan yang dimiliki perusahaan saja tidak cukup untuk membuat para pelaku bisnis bertahan dalam persaingannya.

Perusahaan mampu mempertahankan bisnisnya didasarkan pada tenaga kerja (labour – based business) menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan mengutamakan ilmu pengetahuan sehingga ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dengan menerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono dan Kadir, 2003:1). Di dalam sistem manajemen yang berbasis ilmu pengetahuan, modal konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan, dan aset fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lain secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan memberikan keunggulan kompetitif. Berkurangnya atau bahkan hilangnya asset tetap dalam laporan posisi keuangan perusahaan tidak menyebabkan hilangnya perhargaan pasar terhadap mereka.Rupert (1998) mengungkapkan bahwa ini tercermin dari banyaknya perusahaan yang memiliki aktiva berwujud yang tidak signifikan dalam laporan keuangan namun penghargaan pasar atas perusahaan-perusahaan tersebut sangat tinggi.

Tabel 1.1

Market Value and Assets (in billions of dollars) Company Market

Value

Revenue Profits Net assets Hidden Value General Electric 169 79 7.3 31 138 (82%) Coca-cola 148 19 3.5 6 142 (96%) Exxon 125 119 7.5 43 82 (66%) Microsoft 119 9 2.2 7 112 (94%) Intel 113 21 5.2 17 96 (85%) Sumber : Roos, 1997

Berdasarkan tabel diatas dapat dikemukakan bahwa market value terjadi karena masuknya konsep modal intelektual yang merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan.Hal ini dapat kita lihat pada aplikasi komputer yang diproduksi oleh Microsoft, dimana produk yang dihasilkan dibuat berdasarkan kemampuan modal intelektual dari karyawannya.Pada umumnya kalangan bisnis masih belum menemukan jwaban yang tepat mengenai nilai lebih

produksi suatu perusahaan sampai pada loyalitas pelanggan terhadap perusahaan dan dapat berasal dari budaya pengembangan perusahaan maupun kemampuan perusahaan dalam memotivasi karyawannya sehingga produktivitas perusahaan dapat dipertahankan atau bahkan meningkat (Sawarjuwono dan Kadir, 2003 : 36).Nilai lebih atau hidden value ini yang dianggap para akuntan adalah intellectual capital.Intellectual capital memang masih baru dan belum banyak ditanggapi oleh para pelaku bisnis global, padahal adanya perbedaan antara nilai buku dengan nilai pasar saham (perbedaan ini mencolok untuk knowledge based business) menunjukkan adanya hidden value berupa intellectual capital.

Perusahaan yang masih berbasis tenaga kerja dan belum berpindah ke berbasis pengetahuan menyebabkan rendahnya pengungkapan laporan tahunan, perusahaan dianjurkan untuk menyajikan laporan tahunannya yang mengandung informasi yang diperlukan para stakeholder, tidak hanya terbatas pada laporan keuangan yang mandatory tetapi juga laporan yang bersifat voluntary.

Salah satu informasi penting yang bersifat voluntary adalah informasi tentang nilai lebih yang dimiliki perusahaan. Nilai lebih tersebut berupa adanya inovasi, penemuan, pengetahuan, perkembangan karyawan, dan hubungan yang baik dengan para konsumen, yang sering diistilahkan sebagai knowledge capital (Modal Pengetahuan) atau Intellectual Capital (Modal Intelektual).Para praktisi dan peneliti di bidang manajemen dan akuntansi sebagian besar meyakini bahwa munculnya istilah intellectual capitaldiperkenalkan oleh sebuah kelompok di swedia yang bernama Konrad Track yang terdiri atas para manajer.Manajer-manajer yang tergabung dalam kelompok Konrad Track mengembangkan sebuah metode penelitian kinerja non keuangan dengan menitikberatkan pada aset tidak berwujud.Intellectual capital merupakan sumber daya atau aset tidak berwujud

dalam perusahaan yang apabila dimanfaatkan dan dikelola dengan baik dapat menciptakan nilai bagi perusahaan baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Selain itu intellectual capital juga berguna untuk menjembatani adanya ketidaksesuaian informasi (information gap) yang timbul antara perusahaan dan pengguna laporan keuangan.

Konsep dari Intellectual Capital telah mendapatkan perhatian besar dari para kalangan terutama dari para akuntan. Fenomena ini menuntut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan Intellectual Capital. Pengelolaan tersebut meliputi cara pengidentifikasian dan pengukurannya di dalam laporan tahunan perusahaan. Di Indonesia, fenomena intellectual capital (IC) berkembang setelah muncul PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang aset tidak berwujud. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai intellectual capital (IC), namun lebih kurang intellectual capital (IC) telah mendapat perhatian. Banyak perusahaan yang mulai memperhatikan aset tidak berwujud sebagai strategi bisnisnya untuk mencapai keunggulan kompetitif. Hal ini yang menyebabkan perusahaan menerapkan knowledge based business.

Model intellectual capital muncul pertama kali di barat, terutama di Eropa dan negara-negara Skandinavia, kemudian konsep ini mulai dikenal diAsia pada tahun 2000 dan sampai sekarang masih menjadi ranah yang banyak memberikan peluang untuk dieksplorasi.Bidang kajian yang banyak mengeksplorasi intellectual capital adalah akuntansi dan manajemen.Penelitian bidang akuntansi biasanya ditujukan untuk mengeksplorasi pengungkapan laporan keuangan yang terkait dengan intellectual capital.

Konsep aset tidak berwujud seringkali digunakan dengan istilah intellectual capital, hal ini terjadi karena dalam PSAK tidak ditemukan konsep intellectual

capital .Menurut PSAK No. 19 ( 2009 : 6) tentang intangible assets, entitas sering kali mengeluarkan sumber daya maupun menciptakan laibilitas dalam perolehan, pengembangan, pemeliharaan atau peningkatan sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk dan judul publisitas).Dalam pernyataan PSAK No 19 tidak terdapat bagaimana perlakuan akuntansinya (pengukuran, penilaian, dan pelaporannya), sehingga diharapkan laporan keuangan yang tersaji lebih relevan untuk pengambilan keputusan baik investor, kreditor, maupun manajemen.

Intellectual capital terus berkembang di Indonesia ditandai dengan banyaknya perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan strategi berbasis pengetahuan. Kesadaran perusahaan terhadap pentingnya Intellectual Capitalmerupakan landasan bagi perusahaan untuk lebih unggul dan kompetitif. Keunggulan perusahaan tersebut dengan sendirinya akan memberikan value added bagi perusahaan.

Melalui pengungkapan intellectual capital dalam laporan keuangan, investor dapat menilai apakah pengelolaan dan pemanfaatan intellectual capital dalam rangka menciptakan nilai perusahaan berkelanjutan dalam jangka panjang sehingga investor dapat menggunakan informasi ini untuk mengoptimalkan portofolio investasi mereka dan memaksimalkan keuntungan jangka panjang. Terlebih jika perusahaan mampu mengungkapkan intellectual capital secara kuantitatif dalam laporan keuangan sehingga investor bisa menggunakan informasi ini untuk mengetahui undervalue atau overvalue dari harga saham perusahaan yang dapat berguna untuk meningkatkan kualitas keputusan investasi mereka.

Beberapa manfaat pengungkapan intellectual capital antara lain dapat membantu organisasi merumuskan strategi perusahaan, menilai eksekusi strategi, membantu dalam keputusan diversifikasi dan ekspansi, digunakan sebagai dasar untuk kompensasi dan mengkomunikasikan langkah-langkah bagi stakeholder eksternal.

Penelitian menegenai pengungkapan intellectual capital sudah dilakukan di negara maju dan berkembang beberapa tahun ini meskipun masih terbatas.Seperti penelitian yang dilakukan oleh White et al. (2007) yang meneliti faktor-faktor pemicu (drivers) pengungkapan intellectual capital dan menginvestigasi luasnya pengungkapan sukarela intellectual capital pada perusahaan publik sektor bioteknologi di Australia.Penelitian ini menemukan bahwa komisaris independen, umur perusahaan, leverage, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dalam pengungkapan intellectual capital.

Penelitian lain mengenai pengungkapan intellectual capital di Indonesia dilakukan oleh Mari Wardhani (2010) yang meneliti tentang pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian ini menunjukkan ukuran perusahaan, profitabilitas berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan intellectual capital, sedangkan leverage dan umur perusahaan tidak berpengaruh dalam pengungkapan intellectual capital.

Penelitan Nugroho (2012) yang meneliti pengaruh ukuran perusahaan, umur perusahaan, komisaris independen, leverage, dan konsentrasi kepemilikan terhadap intellectual capital disclosure.Hasil yang ditunjukkan bahwa tidak ada pengaruh variabel ukuran perusahaan, umur perusahaan, komisaris independen, leverage, dan

konsentrasi kepemilikan terhadap intellectual capital disclosure baik secara simultan maupun parsial.

Dari beberapa penelitian di atas terdapat inkonsistensi dari hasil penelitian-penelitian tersebut. Peneliti mencoba melanjutkan penelitian-penelitian dengan variabel yang sama dengan peneliti sebelumnya untuk mengetahui apakah ada peningkatan pengungkapan intellectual capital setelah adanya peraturan pengadopsian IFRS yang harus dipatuhi oleh seluruh perusahaan agar laporan keuangan perusahaan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, maka penelitian ini diberi judul “PENGARUH LEVERAGE, PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, USIA PERUSAHAAN, DAN ADOPSI IFRS TERHADAP PENGUNGKAPAN INTELLECTUAL CAPITAL”.

Dokumen terkait