• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Gambaran Subjek Penelitian

2. Homeschooling Keluarga Bapak Muhammad Sahal Siddiq . 49

Homeschooling yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses layanan pendidikan secara terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dimana proses belajar mengajar belangsung dalam suasana kondusif dengan gaya belajar yang dapat disesuaikan keinginan masing-masing bertujuan agar kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan maksimal.

3. Homeschool

Homeschool yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan istilah sekolah rumah.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Peranan Orang Tua Dalam Keluarga

1. Peranan Orang Tua Dalam Keluarga

Peranan orang tua sangat diperlukan terutama untuk memberikan dalam proses pembentukan karakteristik anak agar apat tumbuh berkembang seperti yang diharapkan. Hakikat peran orang tua sesungguhnya adalah peran orang tua secara keseluruhan dan konsisten yang meliputi peranan-peranan Ayah dan Ibu secara bersama-sama untuk kemajuan anak-anaknya, seperti pendapat Simandjuntak (1984: 130) yang mengemukakan:

Peranan Ayah adalah sumber kekuasaan, dasar identifikasi, penghubung dunia luar, pelindung terhadap ancaman-ancaman dari luar, pendidik segi rasional, sedangkan peranan Ibu adalah pemberi rasa aman-sumber kasih sayang, tempat mencurahkan isi hati, pengatur kehidupan rumah tangga, pendidik segi emosional dan penyimpan tradisi.

` Sejalan dengan pendapat diatas Tambunan (1987: 135) mengatakan tentang peranan orang tua yaitu:

a. Menciptakan lingkungan keluarga yang bisa memberikan kedamaian b. Menyediakan waktu untuk anak

c. Memenuhi kebutuhan akan pengetahuan dan kasih sayang d. Memberikan kebebasan yang wajar

e. Memberikan rasa aman

f. Memberikan dorongan pada anak-anak agar tidak pesimis g. Melibatkan anak pada suatu kegiatan yang bermanfaat

Dengan mengetahui peran orang tua dalam keluarga, maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi baik sesuai dengan harapan orang tua. Orang tua dalam melakukan peranannya harus memahami hakikat mendidik anak dengan tidak mengedepankan ego orang tua, karena anak merupakan seorang individu yang memiliki bakat dan karakter tersendiri.

Apabila seorang anak dididik dengan kemauan atau obsesi orang tua, maka hal tersebut berarti mematikan potensi dan karakter seorang anak.

B. Perhatian Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak 1. Perhatian Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak

Setiap orang tua menginginkan hidup anaknya lebih baik dari dirinya. Tradisi pemikiran orang tua terhadap pendidikan anak sebagai hal yang sangat penting berdasarkan orientasi untuk memperbaiki kapasitas keilmuannya yang akan memosisikan anak-anak mereka pada pola pikir positif. Perhatian orang tua terhadap pendidikan anak merupakan segala tindakan orang tua dalam mengupayakan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak terwujud dengan menyelenggarakan pendidikan yang terbaik bagi anak mereka. Banyak orang tua merasa tidak puas dengan sistem pendidikan di Indonesia di sekolah formal. Sebagian orang tua lalu mencari altenatif pendidikan. Salah satunya dengan bersekolah di rumah. Sarie Febriane (2009).

2. Pentingnya Orang Tua Dalam Pendidikan Anak

Perhatian dan kedekatan orangtua sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam mencapai apa yang diinginkan. Orangtua merupakan pemberi motivasi terbesar bagi anak, sehingga diharapkan orangtua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya kepada anak. Kedekatan antara orangtua dan anak memiliki makna dan peran yang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan keluarga. Iryanti (2009).

Beberapa peneliti mencatat bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak di sekolah berpengaruh positif pada hal-hal berikut yakni: 1) Membantu penumbuhan rasa percaya diri dan penghargaan pada diri

sendiri.

2) Meningkatkan capaian prestasi akademik, 3) Meningkatkan hubungan orang tua-anak,

4) Membantu orang tua bersikap positif terhadap sekolah, dan

5) Menjadikan orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap proses pembelajaran di sekolah. R.A. Rahabeat (2009).

C. Pandangan Kritis Mengenai Pendidikan Sekolah

Anak menempuh pendidikan pertama kali dalam lingkungan keluarga, kemudian menempuh pendidikan di sekolah (formal). Seiring berkembangnya jaman dan kemajuan pemikiran manusia, pendidikan sekolah dianggap belum mampu mendidik manusia dengan semestinya yakni memanusiakan manusia.

John Holt dalam bukunya yang berjudul “How Children Fail”, mengungkapkan keprihatinan atas kegagalan anak-anak dalam belajar. Selain menulis “How Children Fail” John juga menulis buku “How Childen Learn” dan “Escape from Childhood:The Right and Need of Childern”. Ketiga buku rinci ide-ide dasar filsafat Holt tentang pendidikan. Dia berpendapat bahwa alasan utama anak-anak tidak belajar di sekolah adalah rasa takut: takut mendapatkan jawaban yang salah, takut diejek oleh guru dan teman sekelas, takut tidak cukup baik. Dia menyatakan bahwa ini diperparah oleh anak-anak dipaksa untuk belajar hal-hal yang mereka tidak selalu tertarik. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya homeschooling. Mel Allen (2010).

Filosof lain yang memicu homeschooling adalah Ivan Illich yang mengenalkan konsep deschooling:

“Philosophically, it refers to the belief that schools and other learning institutions are incapable of providing the best possible education for some or most individuals. Some extend this concept beyond the individual and call for an end to schools in general. This is based on the belief that most people learn better by themselves, outside of an institutional environment, at a self-determined pace. This is the meaning of the term as used by Illich.” Tiffani (2010).

Dari filosofi yang dikemukakan Ivan Illich, sekolah dan institusi pendidikan lain tidak mampu menyediakan pendidikan terbaik untuk seseorang atau beberapa individu. Beberapa konsep yang berpusat pada individu dan sekolah harus diakhiri. Ini didasarkan kepercayaan akan lebih baik belajar sendiri, diluar lingkungan institusi, pada waktu yang ditentukan sendiri.

Menurut Freire (Aprinalistria, 8: 2007) proses pendidikan ini akan berhasil pendidik mempunyai pengetahuan mengenai citra dan pemuliaan manusia. Sayangnya pendidikan sekarang lebih mencerminkan “gaya bank”. Menurut Freire sistem ini memiliki ciri dan kebiasaan, yaitu:

1) Guru mengajar dan murid diajar.

2) Guru mengetahui segala sesuatu dan murid tidak tahu apa-apa. 3) Guru berpikir dan murid dipikirkan.

4) Guru bercerita dan murid mendengarkan. 5) Guru menentukan peraturan dan murid diatur.

6) Guru memilih dan memaksakan pilihannya, dan murid menyetujuinya. 7) Guru berbuat dan murid membayangkan dirinya melalui perbuatan gurunya. 8) Guru memilih bahan dan isi pelajaran, dan murid (tanpa dimintai

pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.

9) Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.

10) Guru adalah subjek dalam proses belajar anak, murid adalah objek belaka. Dalam pendapatnya Freire mengungkapkan bahwa pendidikan haruslah dilaksanakan secara partisipatif dan kritis. Partisipatif berarti proses keikutsertaan murid dan guru dalam pendidikan. Proses yang dilaksanakan tidak lagi proses belajar mengajar satu arah. tetapi proses komunikasi 2 arah (antara guru dan

murid) dalam berbagai bentuk kegiatan yang lebih memungkinkan terjadinya dialog semua yang terlibat dalam proses pendidikan. Sedangkan kritis yang dimaksud dalam konsep ini yakni tugas pendidikan dalam menciptakan daya kritis terhadap peserta didik.

D. Homeschooling

1. Pengertian Homeschooling

Homeschooling merupakan salah satu bentuk pendidikan alternatif. Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Namun secara hakiki, homeschooling adalah sebuah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan at home. Dengan pendekatan ini anak merasa nyaman . Mereka bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing, kapan saja dan dimana saja, sebagaimana tengah berada di rumahnya sendiri. (Saputra, 2007:36)

Secara prinsipil, homeschooling atau sekolah rumah adalah konsep pendidikan pilihan yang diselenggarakan oleh orang tua. Proses belajar mengajar diupayakan berlangsung dalam suasana kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak dapat berkembang secara maksimal.(Permana, 2007: 16)

Menurut Ella Yuliawati homeschooling atau sekolah rumah adalah proses layanan pendidikan secara teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dimana proses belajar mengajar belangsung dalam suasana kondusif dengan tujuan setiap potensi anak dapat berkembang secara maksimal. Dweehan (2009).

Dengan demikian homeschooling bertolak dari kewajiban orang tua dalam mendidik anak. Menurut Kartono (1985: 4) mengatakan bahwa orang tua berkewajiban untuk menyajikan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya, hingga mereka menjadi makhluk-makhluk dewasa dan bukan hak untuk memiliki, menentukan dan bahkan untuk memeras mereka!

Pendapat tersebut bermaksud bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan suatu kondisi yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak sebagai suatu pribadi yang memiliki karakteristik dan potensi tersendiri, orang tua tidak berhak untuk merasa memiliki dengan mendikte maupun menentukan hidup anak.

Pikiran bukanlah wadah untuk diisi, melainkan api yang harus dinyalakan. Plutarch (Mulyadi, 2007: 89). Hal ini mengungkapkan bahwa setiap anak merupakan subjek belajar yang telah memiliki bakat alamiah semenjak diciptakan sehingga orang tua yang berperan mengembangkan anak sesuai potensi yang ada.

Hal sependapat dungkapkan Lyne (2007: 30) bahwa bersekolah di rumah tidak akan menyulap seorang anak menjadi pandai musik atau pintar komputer. Tidak ada metode pendidikan yang mengubah tulip menjadi dafodil. Namun, bersekolah di rumah bisa membantu Anda mendidik anak-anak sehingga mereka menjadi diri sendiri.

Menurut Permana (2007: 48-49) bahwa dalam homeschooling, penekanan proses pendidikan pada partisipasi orang tua dalam merancang

pendidikan anaknya. Orang tua diharapkan mengenal karakter anak-anaknya dan merancang pola didik paling sesuai dengan karakter, minat dan bakat si anak. Konsekuensinya, orang tua harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi tentang metode belajar dan pembelajaran.

Belum ada penelitian secara khusus yang meneliti meneliti akar perkembangan homeschooling di Indonesia. Namun menurut Ella Yuliawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan dan Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, tumbuhnya homeschooling di Indonesia sejalan dengan kesadaran dan kesiapan keluarga untuk memberikan layanan pembelajaran bagi anak-anak di dalam rumahnya sendiri. (Verdiansyah, 2007: 7)

Masyarakat yang menerapkan homeschooling pun kian bertambah. Salah satu indikasinya adalah pencarian homeschooling lewat internet. (Widowati dan Nurdiana, 2009: 20) Hal ini menunjukkan perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi akses terhadap informasi yang semakin terbuka sehingga orang tua memiliki banyak pilihan pendidikan unuk anaknya.

Alasan orang tua memilih homeschooling diantaranya orang tua merasa bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dan ingin hubungan dengan anak lebih dekat; penekanan kepada pendidikan iman, pembentukan karakter dan nilai-nilai agama yang sesuai dan tidak setuju dengan kurikulum sekolah formal(diknas). Sumardiono (2009).

Dalam sistem pendidikan nasional kita, penyelenggaraan homeschooling didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20/2003), Pasal 1, Ayat 1. Bunyi undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara." (Mulyadi, 2007: 33-34).

Tidak ada pembatasan bahwa proses pendidikan hanya boleh melalui pendidikan formal dalam kelas, berkelompok, dan harus dengan satu atau dua guru yang berdiri di depan kelas. Pendidikan bisa juga diperoleh dengan cara informal, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dalam Pasal 27 Ayat (1) dikatakan: "Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri." Lalu pada Ayat (2) dikatakan bahwa:"Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan."(Permana, 2007: 49)

Masih menurut Permana (2007: 50) persekolahan di rumah dapat didaftarkan ke dinas pendidikan setempat sebagai komunitas pendidikan nonformal. Pesertanya kemudian dapat mengikuti ujian nasional kesetaraan paket A (setara SD), paket B (setara SMP), dan paket C (setara SMA).

2. Model Homeschooling

Homeschooling memiliki beberapa model yang masing-masing memiliki pendekatan tersendiri sesuai dengan kebutuhan, menurut Mulyadi (2007: 36-40) dan Permana (2007: 30-33) model homeschooling meliputi:

1) Homeschooling Tunggal

Homeschooling tunggal adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Dalam homechooling tunggal orang tua bertanggung jawab penuh mengelola seluruh aktifitas belajar anak. Orang tua melakukan kegiatan manajemen (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) penyediaan sarana belajar dan penentu metode atau pendekatan kurikulum. Hakikat orang tua adalah sebagai fasilitator yang bertugas mendampingi belajar dan memberikan apa yang dibutuhkan pada proes belajar anak.

Homeschooling tunggal memiliki fleksibilitas pada penggunaan metode dan kurikulum serta pelaksanaan. Segala aktifitas belajar yang akan dilakukan dapat dikompromikan dengan anak sehingga anak merasa nyaman dalam menjalani homeschooling. Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaan homeschooling tunggal segala tanggung jawab ada pada orang tua dan anak.

2) Homeschooling Majemuk

Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan masing-masing.

Keluarga-keluarga yang memutuskan untuk bergabung dalam homeschooling ini biasanya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan dalam kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga, keahlian seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama. Pada homeschooling majemuk para orang tua melakukan kompromi untuk menentukan jadwal, suasana, fasilitas dan pilihan kegiatan.

Ciri khas homeschooling majemuk adalah keharusan bagi para homeschooler untuk belajar mnenyesuaikan diri dengan lingkungan belajar mereka. Dengan melibatkan anak-anak lain proses belajar akan lebih dinamis. Dalam kelompok kecil semangat berkompetisi akan muncul. Masing-masing anak akan memacu diri untuk berprestasi dari yang lain. Masalah-masalah yang muncul dalam interaksi anak-anak akan berperan dalam pembentukan kepribadian anak yang tangguh. Dengan berhubungan dengan sesama anak sifat-sifat kepekaan sosial homeschooler akan tumbuh.

3) Homeschooling Komunitas

Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, seni, bahasa), sarana /prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.

Menurut Mulyadi (2007: 38) menegaskan bahwa alasan memilih komunitas homeschooling antara lain:

a) Terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasilbelajar.

b) Tersedia fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboraorium IPA/bahasa, auditorium, fasilitas olahraga dan kesenian.

c) Ruang gerak dan sosialisais peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan.

d) Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab umtuk saling mengejar keahlian masing-masing.

e) Sesuai untuk usia di atas sepuluh tahun.

f) Menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi-komunikasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standarisasi.

3. Metode Homeschooling

Menurut Sumardiono (2007: 34-36) dan Saputra (2007: 139-142) ada beberapa metode homeschooling, berkisar dari yang sangat terstruktur (seperti sekolah) sampai yang tidak terstruktur (unschooling):

a) School at home approach

School at home approach atau pendekatan tradisional atau pendekatan terstruktur yaitu model pendidikan yang serupa dengan yang diselenggarakan di sekolah atau metode homeschooling yang dimana

kurikulum dan pekerjaan rumah dari siswa sama atau mirip dengan yang diajarkan di sekolah umum atau sekolah privat, sebagai contoh buku teks yang digunakan pada sekolah konvensional sering digunakan.

“All in one” curricula juga disebut school in a box, sering digunakan untuk metode homeschooling ini. Kurikulum ini adalah keseluruhan paket yang berisi semua buku yang dibutuhkan dan materi untuk seluruh tahun. Materi ini didasarkan pada subjek yang sama-lingkup seperti sekolah umum yang mempertimbangkan kemudahan untuk kembali ke sistem sekolah. Metode ini merupakan pilihan yang mahal untuk homeschooling, tetapi mereka memerlukan persiapan minimal dan mudah untuk digunakan. Dalam metode ini perintah langkah-demi langkah dan panduan mengajar yang luas telah disediakan. Sebagian tes atau akses informasi didalamnya untuk mengendalikan ujian yang akan dilaksanakan. Banyak dari metode ini yang mengizinkan siswanya untuk melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas yang diakui.

b) Unit studies approach

Unit studies approach yaitu model pendidikan dengan menerapkan berbagai mata pelajaran secara terpadu pada satu tema (unit study). Metode ini didasarkan atas kebutuhan yang muncul karena anak-anak menaruh minat khusus pada bidang tertentu atau orang tua yang memiliki gairah yang besar dan antuiasme pada hal-hal tertentu, sehingga para orang tua berkeinginan mengajarkan mata pelajaram tertentu secara lebih mendalam. Dalam pendekatan ini, siswa mempelajari berbagai mata

pelajaran tertentu (sejarah, seni, ilmu pengetahuan alam, matematika) melalui satu tema. Semua mata pelajaran dapat disampaikan melalui satu tema sekaligus. Metode ini berkembang atas pemikiran bahwa proses belajar seharusnya terintegrasi (integrated) bukan terpisah-pisah (segmented). Misalnya dengan tema tentang transportasi, anak-anak dapat belajar mengenal bentuk ban (matematika), kecepatan (IPA), profesi sopir/kernet (IPS), dan sebagainya.

c) Charlotte Mason approach

Metode Charlotte Mason Pendekatan ini disebut juga sebagai The living book approach yaitu model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Charlotte Mason tidak menyetujui sistem pendidikan yang seagam untuk puluhan anak berusia sebaya, dengan memakai buku pelajaran tebal yang tidak menarik. Charlotte menawarkan cara mengajar anak melalui buku-buku bacaan yang ditulis oleh para pengarang yang memiliki gairah yang mengebu-gebu pada apa yang ditulisnya (the living books). Dengan demikian anak dapat belajar melalui gairah yang ditularkan oleh para penulis tersebut. Charlotte mengajukan filosofi pendidikannya yang meliputi Narration, Copywork, Nature Notebook, Fine Arts, Languages dan Literature-Based Curiculum.

Berikut ini beberapa subjek dan metode yang digunakan:

i. Naration

Anak-anak diharapkan untuk menceritakan kembali tentang apa yang mereka telah baca, pengisahan dapat dilakukan secara lisan,

ditulis atau digambar. Dengan narasi ini anak akan mengerahkan seluruh kemampuan setelah membaca, mengorganisir pikirannya dan menentukan yang terbaik untuk berkomunikasi sesuai dengan kata-kata sendiri.

ii. Language dan copywork

Charlotte menggunakan dikte untuk mengajar ejaan dan menguatkan ketrampilan-ketrampilan tata bahasa dan komposisi. Di dalam dikte yang disiapkan, anak itu diberi suatu kalimat atau kata kunci untuk belajar sampai ia mengetahui semua ejaan, huruf kapital, dan pemberian tanda baca. Guru lalu mendikte kata kunci kepada murid, pada waktu yang sama, anak menangkap setiap kata yang dieja salah dan mengoreksinya dengan segera. Dengan cara ini, ejaan yang diajarkan dalam konteks pikiran anak menjadi besar dan kaya bahasa.

Tulisan tangan adalah juga diajarkan dalam konteks gagasan-gagasan, tulisan harus tegas dan tidak boleh diulangi lebih dari satu garis atau satu halaman. Untuk copywork, anak-anak diberi suatu ungkapan, kalimat, atau alinea untuk menyalin didalam tulisan tangan terbaik mereka. Latihan itu perlu mengambil hanya sedikit beberapa menit setiap hari agar supaya mendorong kebiasaan-kebiasaan perhatian dan eksekusi sempurna tanpa menjadi melelahkan.

iii. Nature notebook

Mason mengajakan bahwa anak-anak perlu diberikan waktu keluar rumah. Untuk mempelajari alam, anak membawa sket untuk menggambar dan mencitrakan aspek yang berbeda dari alam yang diobervasi. Studi alam yang dilakukan rutin akan menyiapkan jalan untuk pengetahuan yang penuh arti.

iv. Fine art

Seni adalah tempat lain dimana gagasan-gagasan hidup diemukan. Ide besar dari para laki-laki dan perempuan dari sejarah diungkapkan di dalam pekerjaan-pekerjaan mereka, apakah lukisan atau tulisan atau musik. Charlotte juga mengajarkan puisi sebagai bagian integral tentang hidup sehari-hari. Karya seni puisi tidak diperkenankan untuk diteliti, dikritik dan diberitau apa yang harus dipikirnya.

v. Literature Based Curriculum

Dalam subjek ini Charlotte Mason menggunakan Living books dan narasi sebagai acuan untuk pelaksanaan kurikulum. d) The classical approach

The classical approach adalah model pendidikan yang dikembangkan dengan pendekatan kurikulum yang distrukturkan pada tiga tahap perkembangan anak yang disebut trivium. Trivium terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Tahap pertama adalah gramatika, yaitu tahap mengumpulkan dan mengingat informasi.

2. Tahap kedua adalah dialektika, yaitu tahap menganalisa informasi dan penalaran dikembangkan

3. Tahap terakhir rhetorika, yaitu tahap dimana kemampuan anak dimatangkan.

Pencarian jati diri dan kemampuan mengekspresikan diri dikembangkan dengan mengapilkasikan informasi yang didapat dari dua tahap sebelumnya.

e) The Waldorf approach

The Waldorf approach adalah model pendidikan yang bertumpu pada anak secara keseluruhan (the whole child). Metode ini memberikan pemahaman bahwa anak telah memiliki potensi dengan berusaha untuk tidak menanamkan materi intelektual, tetapi membangkitkan kemampuan anak untuk mencari pengetahuan dan menikmati proses belajar. Waldorf menerapkan pendekatan membantu para siswa mengembangkan suatu perasaan untuk berkompetensi, tanggung jawab dan manfaat, untuk membantu perkembangan suatu pemahaman prinsip etis dan untuk membangun perasaan dari tanggung jawab sosial. Hal yang khas diterapkan Waldorf adalah Eurythmy yaitu suatu seni gerakan yang biasanya menyertakan teks-teks atau musik yang mana terdapat elemen dari bermain peran dan tari dan didesain untuk menyediakan individu dan kelas-kelas dengan “sense of integration and harmony”. Seni-seni secara

umum memainkan suatu peran yang penting sepanjang ilmu pendidikan anak (pedadody) dan pendidikan Waldorf mengintegrasikan dari seni ke dalam isi tradisional.

f) The Montessori approach

The Montessori approach adalah model pendidikan yang

dikembangkan oleh Maria Montessori. Pendekatan ini memberikan pemahaman bahwa anak mempunyai kemampuan untuk belajar. Orang dewasa bertugas mendukung proses belajar anak melalui penciptaan situasi nyata dan natural, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya secara fisik, mental dan

Dokumen terkait