• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

1. Proses Pendampingan

Berdasarkan tanya jawab sesi wawancara, Kak Wees maupun Bu Lusi mengungkapkan bahwa sekolah mendidik anak untuk menghafal, tidak mampu mengembangkan potensi peserta didik dan mengejar predikat. Padahal pendidikan yang seharusnya haruslah didalamnya ada pemahaman, pelatihan dan harus memperhatikan (kebutuhan) anak. Pada awal pertemuan juga mengungkapkan bahwa legalisasi tidaklah penting, namun kemampuan anak yang utama. Tetapi ketika pada kesempatan lain peneliti menanyakan kembali mengenai legalisasi khususnya ijasah, beliau mengungkapkan bahwa kemungkinan Hamdi akan mengikuti ujian dari pesantren yang sama dengan ujian kesetaraan.

Sedangkan Bapak Sahal mengungkapkan pendapat yang konsisten mengenai legalisasi homeschooling, yakni tidak akan melegalkan pendidikan yang diselenggarakannya dan tidak akan mengikuti ujian kesetaraan. Hal tersebut terkait dengan latar belakang Bapak Sahal menyelenggarakan sekolah rumah, dari hasil wawancara beliau mengungkapkan selama pendidikan yang diselenggarakan tidak menganut sistem ajaran agama Islam Bapak Sahal tidak akan melepas anak-anaknya di pendidikan formal.

Jika dicermati dari seting belajar homeschooling Kak Wees secara fisik lingkungan belajarnya cukup memenuhi. Keberadaan kamar belajar anak cukup memadai, ruang tamu atau ruang santai luas dan pengaturan sirkulasi udara dan cahaya cukup sehingga memberi kesan nyaman bagi siapa saja. Ruang tamu/santai merupakan ruang yang berfungsi sebagai tempat berdiskusi dan belajar bersama antara orang tua dan anak. Lingkungan sekitar rumah juga ditumbuhi pepohonan dengan halaman yang bersih. Tempat belajarnya tidak hanya di rumah, lingkungan sekitar rumah juga dimanfaatkan untuk bertanam dan memelihara binatang bahkan tidak jarang orang tua mengajak anak bepergian. Sedangkan pada homeschooling keluarga Bapak Sahal lingkungan rumah disesuaikan dengan kebutuhan belajar agar nyaman dan aman. Musa biasanya belajar di ruang tamu yang digunakan juga sebagai ruang santai atau di kamar, pencahayaannya cukup terang, sirkulasi udaranya pun bagus. Rumah terasa asri karena dibelakang rumah terdapat kebun serta sawah. Meski begitu anak juga dilatih untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan karena ada beberapa hal yang tidak dapat dirubah seperti

lingkungan belakang rumah yang yang masih kebun serta lokasi geografis yang berjauhan dengan pemukiman penduduk. Selain itu kebutuhan akan media belajar seperti buku, komputer, alat tulis dan sebagainya dilakukan secara swadana. Sarana belajar diadakan sesuai dengan kebutuhan belajar.

Orang tua sebagai fasilitator memiliki tugas mempersiapkan sarana bagi belajar anak. Dari pengamatan menunjukkan keberadaan sarana homeschooling diusahakan oleh kedua orang tua sesuai dengan kebutuhan belajar anak secara swadaya. Sarana yang dipergunakan Kak Wees disesuaikan dengan konteks belajar terutama seni menulis, yaitu seperti poster, gambar, hasil kerajinan, alat musik, buku-buku (buku dongeng, buku sains, buku pengetahuan, dan lainnya) serta berbagai media yang ada di lingkungan. Untuk sarana yang dipergunakan Pak Sahal yaitu sesuai dengan metode belajar Islam dan komputer, yaitu kitab Al-Quran, kitab tafsir, buku-buku Islami, buku-buku pengetahuan, buku-buku sejarah, perangkat komputer, buku-buku manual program, dan berbagai media di lingkungan. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat selalu terpenuhi orang tua berusaha untuk mencari alternatif. Alternatif yang ditempuh orang tua dengan menggunakan media pengganti. Demikian juga sumber belajar seperti tokoh atau media, orang tua memberikan jangkauan akses pendidikan luas dari tokoh-tokoh (teman dan kerabat orang tua) dan lingkungan yang mendukung pengembangan potensi anak.

Demikian juga orang tua telah melakukan pengkondisian lingkungan belajar secara psikis pada keluarga Kak Wees dan Bapak Sahal. Pihak orang

tua berusaha mempersiapkan mental anak, anak diberikan pengertian-pengertian mengenai hal-hal yang menjadi alasan orang tua melaksanakan homeschooling. Orang tua dan anak selalu ramah ketika ada tamu datang, bahkan orang tua kerap kali berbincang dengan gurauan. Apa yang dilakukan orang tua akan diteladani oleh anak, kebiasaan orang tua selalu ramah dan memiliki kebiasaan tersenyum kepada siapa saja yang datang ke rumah dan hal yang sama juga dilakukan oleh anak. Figur orang tua dalam penelitian baik dan mampu menyampaikan bahasa sayang dengan baik. Dalam berinteraksi orang tua dapat berperan seperti teman sebaya. saling berbagi cerita dan dalam memberi nasehat kepada anak disampaikan dengan bahasa yang halus dan bijaksana. Orang tua sangat menghargai anak dengan mendengarkan cerita ,pendapat maupun pengalaman anak sehingga anak merasa dihargai.

Konsep belajar yang diterapkan pada keluarga Kak Wees adalah belajar merdeka sehingga memberi ruang bagi orang tua dan anak untuk merancang sendiri jadwal, kurikulum, pola pembelajaran dan rangkaian kegiatan homeschooling. Dalam menentukan segala sesuatu hal yang akan dilaksanakan dalam homeschooling orang tua selalu mengajak anak untuk berdiskusi dengan anak. Diskusi juga berfungsi sebagai cara menjaga kedekatan antara orang tua dan anaknya. Melalui diskusi anak dirangsang untuk berpikir dan dapat mengemukakan pendapatnya sendiri. Keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan orang tua dan anak. dengan cara ini

anak dilatih bertanggung jawab tehadap segala kegiatan yang akan yang telah disepakati.

Konsep belajar yang dilakukan Bapak Sahal sedikit berbeda dengan Kak Wees dimana fokus pembelajarannya mengacu pada agama Islam, untuk pembelajaran yang lain tergantung minat dan kemampuan anak. Dengan konsep yang berbeda ini orang tua tidak melegalkan homeschooling ke Diknas. Belajar agama Islam sebagai dasar pedoman hidup, garis besarnya ada tiga hal yakni mengenal Allah, mengenal agama Allah dan mengenal utusan Allah(Rosullullah). Tiga garis besar ini harus dipelajari secara berurutan dan dari tiga poin tersebut pembelajarannya akan disesuaikan dengan hafalan, pemahaman serta penerapan (latihan). Untuk belajar hal lain sesuai dengan minat anak yaitu belajar komputer. Pada belajar komputer dilakukan dengan praktek langsung dengan pemberian contoh oleh orang tua, selanjutnya anak mengembangkan sendiri. Belajar komputer dilakukan bebas dengan jadwal, metode dan sumber orang tua, buku panduan atau teman yang lebih ahli.

Pada homeschooling keluarga Kak Wees, Hamdi memiliki jadwal masing-masing yaitu jadwal belajar agama rutin di pesantren dan jadwal belajar hal lainnya yang fleksibel. Jadwal pembelajaran yang dilakukan sering terjadi secara spontanitas atau menyesuaikan antara orang tua dan anak. Untuk jadwal belajar agama rutin sengaja dibuat agar tertata tidak berbenturan dengan jadwal kegiatan lain. Sedangkan keluarga Bapak Sahal, Musa memiliki jadwal tersendiri terdiri dari jadwal rutin ngaji serta jadwal

belajar hal lain yang disesuaikan dengan jadwal orang tua. Orang tua memberikan kebebasan bagi anak untuk menentukan sendiri jadwalnya, seringkali jadwal belajarnya spontanitas.

Metode dalam homeschooling Kak Wees menggunakan metode yang berbasis pada pengalaman. Demikian juga orang tua dalam menentukan metode yang digunakan sejalan dengan hal tersebut tetapi pada pelaksanaannya berjalan secara alami. Metode yang digunakan oleh orang tua sangat banyak, bervariatif dan pada saat tertentu dimodifikasi sendiri oleh orang tua. Metode yang digunakan yaitu metode tematik, metode Charlotte Mason, metode Montessori, metode unschooling, metode electic serta metode lainnya seperti metode partisipatif berupa diskusi. Pada keluarga Bapak Sahal metode yang digunakan sesuai dengan tiga garis besar yakni mengenal Allah, mengenal agama Allah dan mengenal utusan Allah. Selain itu orang tua menggunakan metode belajar siswa aktif. Metode-metode yang digunakan prinsipnya sama dengan metode homeschooling pada umumnya yang menenkankan pada pengalaman belajar anak. Metode yang digunakan lebih bersifat aplikatif berupa metode yang dapat dijalani anak serta dapat diterapkan dalam kehidupan mereka. Hal tersebut terlihat ketika anak belajar menghaluskan gagang pisau, anak langsung dihadapkan pisau dan ampelas yang selanjutnya diampelas gagangnya. Dengan hal tersebut secara langsung dihadapkan pada keadaan yang sesungguhnya.

Kurikulum yang diterapkan dalam homeschooling sesuai dengan yang diinginkan anak. Kurikulum dalam homeschooling yang digunakan keluarga

Kak Wees tidak memakai kurikulum dari Diknas melainkan kurikulum yang disusun sendiri. Sementara itu kurikulum homeschooling Kak Wees menekankan pada sesuatu yang ingin dilakukan anak(keinginan anak untuk merubah sesuatu dari dirinya), orang tua berperan memberi arahan kepada anak tentang hal-hal yang dipelajari sesuai dengan kurikulum. Anak saat ini berkeinginan mahir menulis, photografi, cinematografi dan bermain musik.

Sedangkan kurikulum yang digunakan Bapak Sahal tidak menggunakan kurikulum diknas, materinya mengacu pada tiga poin yaitu mengenal Allah, mengenal agama Allah dan mengenal utusan Allah, nantinya dibagi beberapa hal untuk masing-masing poin. Kurikulum ini didasarkan pada kitab AL-Quran dan hadist serta berbagai referensi pendukung seperti tafsir. Kurikulum pendukungnya merupakan keinginan anak yaitu belajar komputer, meliputi dasar-dasar komputer, software dan hardware.

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran Kak Wees maupun ibu Lusi tidak mempersiapkan catatan maupun rencana secara khusus dan tertulis, persiapan-persiapan pembelajaran terjadi spontanitas dan alamiah. Pembelajaran dilakukan secara santai di atas karpet, oleh karena kedekatan orang tua dan anak maka proses belajar seperti berdialog. Ciri khas awal pembelajaran orang tua memulai dengan pembicaraan-pembicaraan sehingga anak merasa termotivasi. Semua yang dijalani anak dalam proses belajar dilakukan secara gembira tanpa keterpaksaan dan anak memang menyukai apa yang dia pelajari.

Seperti pada homeschooling Kak Wees tahap pelaksanaan pembelajaran bapak Sahal dilakukan secara spontanitas tanpa adanya rencana belajar secara tertulis, semua dilakukan secara spontan dan natural. Pada saat belajar Al-Quran persiapan yang dibutuhkan hanya mempersiapkan kitab serta lampu belajar, kemudian Bapak Sahal duduk bersama dengan Musa dengan gaya lesehan. Permulaan pembelajaran orang tua membaca Al-Fatihah lalu mulai membacakan sebuah ayat Al-Quran dengan menjelaskan arti dan pemahamannya. Keluarga Pak Sahal, ketika belajar tafsir Al Quran orang tua memberikan cerita-cerita dengan gaya bahasa yang lucu serta kemasan yang menarik, sehingga anak antusias untuk mempelajari AL-Quran lebih dalam. Saat belajar agama orang tua lebih banyak menuntun anak seperti guru dan murid di sekolah, dari sini pembelajaran terkesan agak formal dan khusu’. Sedangkan pada saat belajar komputer orang tua bertugas membimbing dan mengawasi anak. Pembelajaran dengan gaya santai (bahkan jauh lebih santai saat belajar agama) dilaksanakan secara bebas, anak mengutak atik sambil bertanya kepada abahnya juga tidak jarang pula orang tua belajar bersama anak-anaknya untuk hal tertentu yang kurang dimengerti. Untuk pengembangan belajar komputer lebih lanjut anak melakukannya sendiri atau belajar dari sumber/orang lain.

Proses belajar mengajar yang dilakukan mementingkan share orang tua kepada anak melalui penanaman ajaran agama. Metode yang digunakan lebih kepada tutorial dengan sedikit diskusi. Sedangkan untuk pembelajaran komputer dan ketrampilan, orang tua hanya memberi arahan selanjutnya

orang tua memberikan kesempatan untuk berkreasi. Kebebasan berekspresi terlihat pada kedua anak keluarga masing-masing. Hal tersebut terlihat dari sikap anak, penampilan anak dan hasil-hasil karyanya, hanya untuk Hamdi lebih menonjol dalam berkreasi dibanding Musa munkin dikarenakan orang tua yang berprofesi sebagai seniman.

Peran keluarga Kak Wees dan Bapak Sahal sangat terlihat dalam keseluruhan proses homeschooling yang berusaha memberi motivasi belajar dan mengusahakan kebutuhan belajar anak. Sehingga anak merasa didukung bahkan mampu belajar mandiri meski tanpa orang tua

Berdasarkan pengamatan orang tua dalam menggunakan sarana belajar sudah sesuai dengan materi belajar. Sarana buku bacaan, cerpen, novel, majalah photgrafi, kitab AL-Quran, buku tutorial, komputer dan lainnya sangat membantu anak untuk merangsang pola pikir anak dalam berkarya.

Perbedaan paradigma tentang proses pendidikan diselenggarakan, jika sekolah formal guru hanya memberikan ilmu di homeschool guru memberikan keteladanan, membangun kemauan belajar serta mengembangkan potensi dan kreatifitas siswa. Dalam hal ini orang tua sudah melakukan hal tersebut.

Proses belajar mengajar merupakan upaya pemberdayaan anak didik yang dilakukan melalui interaksi pengajar dan anak. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi pemberdayaan kemampuan hidup dan pemberdayaan sikap mental anak. Pemberdayaan sikap mental anak bertujuan membentuk

sikap-sikap positif anak dengan bimbingan terarah dan berkelanjutan oleh orang tua, hal ini bersifat mendasar. Orang tua mengupayakan hal tersebut dengan memberi bekal agama. Sedangkan pemberdayaan kemampuan hidup diwujudkan dengan merangsang kemauan belajar, dengan begitu anak dapat belajar mengembangkan kemampuannya.

Selain itu proses belajar mengajar yang dilakukan lebih mementingkan proses anak dalam berkreatifitas serta bagaimana peran orang tua. Kemampuan setiap anak berbeda-beda dan anak adalah unik, ia dapat menentukan mana yang terbaik bagi dirinya. Peran orang tua diuntut sebagai fasilitator yaitu memfaslilitasi hal-hal yang mampu merangsang kreatifitas anak, dengan menyediakan sarana-sarana dan sumber belajar.

Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan pilihannya sendiri. Orang tua menyadari bahwa anak adalah unik, beragam dan berbeda satu sama lainnya. Pada diri anak yang kaya inisiatif terdapat kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri mana hal yang terbaik.

Tahap akhir dari homeschooling adalah evaluasi. Homeschooling menerapkan evaluasi secara bebas, orang tua diperkenankan memakai evaluasi tertulis, lisan dan pemberian contoh melalui perbuatan. Evaluasi yang dilakukan oleh keluarga adalah evaluasi secara langsung dengan melihat dan memahami peningkatan pola pikir anak, cara bersikap anak maupun hasil karya anak, orang tua juga langsung mengoreksi apabila terjadi sesuatu yang tidak benar. Saat belajar seni orang tua mengevaluasi secara tertulis dengan memberi tugas untuk menuliskan puisi, kemuadian orang tua

mengevaluasi secara lisan tentang apa dan maksud dari puisi yang ditulis. Evaluasi perbuatan dilakukan setiap saat ketika orang tua mengetahui anak tidak bersikap dengan baik, lalu orang tua juga secara langsung memberi contoh melalui perbuatan. Sesuai dengan orientasi belajar yaitu bertujuan mengembangkan potensi anak maka evaluasinya pun tidak mengikuti ujian kesetaraan. Namun jika suatu saat kebutuhan ijasah dibutuhkan, Hamdi akan mengikuti ujian kesetaraan.

Sedangkan pada keluarga Bapak Sahal evaluasi homeschooling menerapkan evaluasi secara bebas, orang tua memakai evaluasi tertulis, lisan dan pemberian contoh melalui perbuatan. Oleh karena orientasi belajarnya berbeda evaluasi keluarga ini tidak berdasarkan diknas yang menggunakan ujian kesetaraan. Saat belajar agama seperti hafalan surat, baca tulis arab orang tua mengevaluasi tertulis dan lisan dan secara langsung orang tua membenarkan. Untuk belajar ketrampilan komputer, membuat pisau serta pengamalan agama orang tua mengevaluasi melalui perbuatan, apabila anak berbuat salah maka orang tua memberikan contoh yang benar. Melalui cara-cara tersebut orang tua mengetahui peningkatan hasil belajar anak. Orang tua tidak pernah menilai dengan angka-angka seperti yang dilakukan pendidikan formal, bagi orang tua yang terpenting adalah cara berpikir anak, cara bersikap dan kemampuan (skil) dari anak.

Dokumen terkait