• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

5. Hubungan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran

dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012

Berdasarkan hasil penelitian, proporsi responden yang tidak merasa kesulitan dalam pelajaran ada 189 responden (65,6 %), jumlah ini lebih

banyak daripada responden yang merasa kesulitan dalam pelajaran. Banyaknya siswa yang tidak merasa kesulitan dalam pelajaran dapat disebabkan oleh kualitas dari proses belajar-mengajar di sekolah tersebut, karena diketahui bahwa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu sekolah unggulan yang ada di Kota Tangerang Selatan, maka standar kualifikasi dalam penerimaan siswa tergolong cukup tinggi, sehingga siswa yang belajar di sekolah tersebut memiliki kualitas yang baik pula. Kualitas yang baik ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka mengatasi stress dalam pelajaran.

Hasil analisa data menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara merasa kesulitan dalam pelajaran dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan (p = 0,000). Sebanyak 99 responden yang merasa kesulitan dalam pelajaran, 38 responden (38,4 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 189 responden yang tidak merasa kesulitan dalam pelajaran hanya 26 responden (13,8 %) diantaranya yang merokok. Nilai OR (Odds Ratio) juga menunjukkan siswa yang merasa kesulitan dalam pelajaran berpeluang 3,9 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak merasa kesulitan dalam pelajaran.

Adanya hubungan antara merasa kesulitan dalam pelajaran dengan perilaku merokok remaja ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sarafino (1994), dimana faktor psikologis seperti kesulitan belajar merupakan faktor yang dapat membuat remaja untuk merokok. Hal ini dikarenakan efek dari rokok itu sendiri, yaitu dapat menghasilkan

mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit (Nasution, 2007). Smet (1994) dalam Nasution (2007) menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan.

6. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Mencoba Merokok dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun

2012

Merujuk tabel 5.7, didapatkan gambaran umum karakteristik responden berdasarkan alasan psikologis : ingin mencoba merokok. Dimana menunjukkan bahwa 239 responden (83 %) tidak ingin mencoba merokok, jumlah ini lebih banyak daripada responden yang ingin mencoba merokok. Banyaknya siswa yang tidak ingin mencoba merokok sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dan tindakannya terhadap bahaya rokok. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan siswa yang tergolong baik cukup tinggi sehingga berbanding terbalik dengan rasa ingin tahu atau ingin mencoba merokok.

Hasil analisa data menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rasa ingin mencoba merokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan (p=0,000). Berdasarkan tabel 5.13 dapat dilihat dari 49 responden yang ingin mencoba merokok sebanyak 33 responden (67,3 %) yang akhirnya merokok. Sedangkan dari 239

responden yang tidak ingin mencoba merokok hanya 31 responden (13 %) yang merokok. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR (Odds Ratio) yang cukup tinggi yaitu 13,839. Artinya siswa yang merasa ingin mencoba merokok berpeluang 13,8 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak ingin ingin mencoba merokok.

Rasa keingintahuan remaja terhadap rokok membuatnya ingin mencoba untuk merokok, rasa ini muncul karena keadaan remaja yang sedang dalam fase transisi, dimana dalam setiap adanya transisi suatu perubahan, status individu menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa remaja individu bukan lagi seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Di sisi lain, status remaja yang tidak jelas ini memberikan keuntungan karena status tersebut memberi ruang dan waktu kepada seorang remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya (Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007).

Hubungan antara rasa ingin tahu tersebut dengan perilaku merokok remaja sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) dalam Nasution (2007), yaitu karakteristik masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Remaja mulai memusatkan pada perilaku yang dihubungkan pada status dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam perbuatan seks (Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007).

7. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Terlihat Keren dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun

2012

Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan alasan psikologis : ingin terlihat keren menunjukkan bahwa 198 responden (68,8 %) merasa tidak ingin terlihat keren, jumlah ini lebih banyak daripada responden yang merasa ingin terlihat keren. Tingginya jumlah siswa yang tidak ingin terlihat keren dapat disebabkan oleh persepsi dari individu terhadap keren itu sendiri. Saat ini banyak remaja yang menganggap bahwa bersikap ingin terlihat keren tidaklah perlu karena merupakan tindakan yang berlebihan, mereka cenderung untuk menjadi follower dari teman-teman mereka. Mungkin sebagian remaja juga berpikir bahwa mereka akan terlihat keren jika bergaul dan berperilaku mengikuti arus atau teman-teman mereka.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) dalam Nasution, (2007), yaitu salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman sebaya, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja

mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang popular, maka kesempatan untuk diterima menjadi anggota kelompok lebih besar.

Walaupun jumlah siswa yang ingin terlihat keren tidaklah banyak, tapi hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antar alasan psikologis : ingin terlihat keren dengan perilaku merokok remaja (p=0,000). Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat dari 90 responden yang ingin terlihat keren sebanyak 35 responden (38,9 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 198 responden yang tidak ingin terlihat keren sebanyak 29 responden (14,6 %) diantaranya merokok. Nilai OR (Odds Ratio) penelitian ini adalah 3,708 artinya siswa yang ingin terlihat keren berpeluang 3,7 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak ingin terlihat keren.

Adanya hubungan antara perasaan ingin terlihat keren dengan perilaku merokok didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Leventhal & Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984), dimana motif seseorang merokok dapat disebabkan faktor psikologis yaitu reaksi emosi yang positif. Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan.

Hubungan yang bermakna antara perasaan ingin terlihat keren dengan perilaku merokok remaja menurut Hurlock (1999) dalam Nasution (2007) disebakan oleh karakteristik masa remaja yaitu masa

remaja sebagai masa mencari identitas. Salah satu cara memunculkan identitas diri adalah dengan menggunakan simbol status yang mudah terlihat seperti model pakaian, gaya, jenis kendaraan dan lain-lain. Cara ini dimaksudkan agar menarik perhatian dan dipandang oleh orang lain.

8. Hubungan Alasan Psikologis : Ingin Diterima dalam Semua

Pergaulan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012

Merujuk tabel 5.7, didapatkan gambaran umum karakteristik responden berdasarkan alasan psikologis : ingin diterima dalam semua pergaulan. Dimana menunjukkan bahwa 242 responden (84 %) tidak ingin diterima dalam semua pergaulan, jumlah ini lebih banyak daripada responden yang merasa ingin diterima dalam semua pergaulan. Banyaknya siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang merasa tidak ingin diterima dalam semua pergaulan menunjukkan karakteristik siswa berdasarkan hubungan sosial atau kelompok sosial. Hasil penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa banyak siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang lebih merasa nyaman hanya memiliki hubungan sosial dengan teman dekat dan kelompok kecil. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh cara pandang mereka terhadap kelompok besar, karena menurut Hurlock (1999 dalam Nasution, 2007) semakin besar kelompok sosial remaja, maka terdapat jarak sosial yang lebih besar juga di antara mereka.

Walaupun jumlah siswa yang ingin diterima dalam semua pergaulan tidaklah banyak, tapi hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara alasan psikologis : ingin diterima dalam semua pergaulan dengan perilaku merokok remaja (p=0,015). Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya pengaruh dari variabel lain yang membuat remaja tetap merokok.

Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat dari 46 responden yang ingin diterima dalam semua pergaulan sebanyak 17 responden (37 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 242 responden yang tidak ingin diterima dalam semua pergaulan sebanyak 47 responden (19,4 %) diantaranya merokok. Nilai OR (Odds Ratio) 2,432 artinya siswa yang ingin diterima dalam semua pergaulan berpeluang 2,4 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak ingin diterima dalam semua pergaulan.

Hubungan yang bermakna tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan Leventhal & Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984) tentang motif seseorang merokok, yaitu alasan sosial. Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok (umumnya pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang. Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya.

9. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Perilaku Merokok

Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan sarana dan prasarana menunjukkan sebanyak 266 responden (92,4 %) dikategorikan tersedia sarana dan prasarana, jumlah ini lebih banyak daripada responden yang tidak tersedia sarana dan prasarana. Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung perilaku merokok remaja ini disebabkan oleh karakteristik gaya hidup di lingkungan perkotaan yang cenderung konsumtif, sehingga dapat dengan mudah ditemukan toko atau warung di setiap lingkungan. Selain itu, kurangnya pengetahuan dan sikap kepedulian penjual terhadap bahaya rokok bagi anak-anak juga membuat rokok dapat dengan mudah dibeli oleh anak dibawah umur, dalam hal ini adalah siswa SMP. Para pedagang umumnya enggan mempersoalkan umur dan tujuan anak-anak yang membeli rokok di tempatnya, karena baginya mendapatkan keuntungan lah yang paling utama. Bentuk ketersediaan sarana dan prasarana ini juga dapat dilihat dari uang saku siswa SMP, hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar siswa SMP diberi uang saku lebih dari sepuluh ribu rupiah setiap harinya, ini juga memungkinkan anak untuk menggunakan uang saku tersebut untuk membeli rokok.

Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan sarana dan prasarana dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

(p=0,428). Dilihat dari 266 responden yang tersedia sarana dan prasarananya sebanyak 61 responden (22,9 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 22 responden yang kurang tersedia sarana dan prasarana 3 responden (13,6 %) diantaranya tetap merokok.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Lawrence Green, yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh reinforcing factors. Sarana dan prasarana merupakan bagian dari faktor pendorong atau reinforcing factors. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap perilaku merokok remaja, seperti faktor lingkungan, dan alasan psikologis. Selain itu, sarana dan prasarana hanya merupakan faktor pendorong dan bersifat eksternal maka pengaruhnya terhadap perilaku juga tidak terlalu banyak, karena perilaku adalah hasil bersama antara berbagai faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Notoatmodjo, 2007)

10.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Orang Tua yang

Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012

Berdasarkan tabel 5.7 diperoleh gambaran umum karakteristik responden berdasarkan pengaruh lingkungan sosial : orang tua yang merokok. Tabel tersebut menunjukkan bahwa 187 responden (64,9 %) memiliki orang tua yang merokok, jumlah ini lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki orang tua yang

merokok. Jumlah yang menunjukkan banyaknya orang tua murid yang merokok dapat disebabkan karena rata-rata siswa berasal dari keluarga pekerja (working class), dimana kelas pekerja umumnya memiliki perilaku merokok yang lebih tinggi, pendapat ini didukung oleh penelitian dari Asih (2010).

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara orang tua yang merokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan (p=0,000), dengan nilai OR sebesar 4,969 yang artinya siswa yang memiliki orang tua yang merokok berpeluang hampir 5 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak memiliki orang tua yang merokok. Tabel 5.17 menunjukkan 187 responden yang memiliki orang tua yang merokok sebanyak 56 responden (29,9 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 101 responden yang tidak memiliki orang tua yang merokok sebanyak 8 responden (7,9 %) diantaranya merokok.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2009) yang menyatakan bahwa responden yang orang tuanya merokok mempunyai kebiasaan merokok 1,38 kali dibandingkan yang orang tuanya tidak merokok. Hubungan ini juga sesuai dengan Teori dari Baer & Corado, yang mengatakan orang tua adalah figur contoh bagi anak-anaknya, misalnya orang tuanya adalah perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Sarafino (1994) juga mengatakan bahwa remaja merokok dipengaruhi setidaknya oleh salah satu orang tuanya perokok

dan pengaruh saudara kandung yang merokok. Penelitian Soemartono (1998 dalam Iqbal, 2008) juga menemukan adanya hubungan antara ayah, saudara yang lebih tua, dan teman terhadap prevalensi merokok remaja.

11.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Saudara Serumah yang

Merokok dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012

Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan pengaruh lingkungan sosial : saudara serumah yang merokok dapat dilihat pada tabel 5.7, dimana menunjukkan bahwa 159 responden (55,2 %) memiliki saudara serumah yang merokok, jumlah ini lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki saudara yang merokok. Tingginya responden yang memiliki saudara serumah yang merokok dapat disebabkan oleh banyaknya perilaku orang tua yang merokok. Sehingga mempengaruhi anak-anaknya untuk merokok.

Berdasarkan tabel 5.18 dapat dilihat dari 159 responden yang memiliki saudara serumah yang merokok sebanyak 48 responden (30,2 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 129 responden yang tidak memiliki saudara serumah yang merokok sebanyak 16 responden (12,4 %) diantaranya merokok. Analisa data menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara saudara serumah yang merokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan (p=0,001). Nilai OR (Odds Ratio) penelitian ini adalah 3,054 artinya

siswa yang memiliki saudara serumah yang merokok berpeluang 3,1 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak memiliki saudara serumah yang merokok.

Adanya hubungan yang bermakna ini didukung oleh penelitian dari Alamsyah (2009) yang mengatakan bahwa responden yang saudara serumahnya merokok mempunyai kebiasaan merokok 1,43 kali dibandingkan yang saudara serumahnya tidak merokok. Hubungan ini juga Remaja yang tinggal di dalam lingkungan yang mayoritas perokok, biasanya akan terpengaruh untuk merokok (Aditama, 1997). Sarafino (1994) juga mendukung hasil penelitian ini dengan teorinya yang mengatakan bahwa lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya, dalam hal ini adalah keluarga.

12.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Teman yang Merokok

dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012

Tabel 5.7 menunjukkan gambaran umum karakteristik responden berdasarkan pengaruh lingkungan sosial : teman yang merokok, menunjukkan bahwa 240 responden (83,3 %) memiliki teman yang merokok, lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki teman yang merokok. Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan dari 240 responden yang memiliki teman yang merokok

sebanyak 61 responden (25,4 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 48 responden yang tidak memiliki teman yang merokok sebanyak 3 responden (6,3 %) diantaranya merokok. Sehingga analisa data menyimpulkan ada hubungan yang bermakna antara teman yang merokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan (p=0,006). Nilai OR (Odds Ratio) penelitian ini adalah 5,112 artinya siswa yang memiliki teman yang merokok berpeluang 5,1 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang tidak memiliki teman yang merokok.

Hal ini didukung pernyataan Aditama (1995) bahwa diantara remaja perokok, 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok. Penelitian Iqbal (2008) menunjukkan bahwa 84% responden yang merokok memiliki teman yang berperilaku merokok. Mu’tadin (2002) menyebutkan berbagai fakta yang mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-temannya menjadi perokok juga. Hal ini dapat dilihat dari dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya sedangkan yang kedua, teman-temannya yang dipengaruhi oleh remaja tersebut sehingga akhirnya semua menjadi perokok. Fenomena ini dapat disebabkan karena lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya (Sarafino, 1994).

13.Hubungan Pengaruh Lingkungan Sosial : Iklan Rokok dengan

Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan Tahun

2012

Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan pengaruh lingkungan sosial : iklan rokok dapat dilihat pada tabel 5.7, dimana menunjukkan bahwa 228 responden (79,2 %) mengatakan bahwa tidak ada pengaruh iklan rokok, lebih banyak daripada responden yang mengatakan ada pengaruh iklan rokok. Hasil analisa data menunjukkan dari 60 responden yang mengatakan ada pengaruh iklan rokok 36 responden (60 %) diantaranya merokok. Sedangkan dari 228 responden yang mengatakan tidak ada pengaruh iklan rokok sebanyak 28 responden (12,3 %) diantaranya merokok. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pengaruh iklan rokok dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Nilai OR (Odds Ratio) adalah 10,714 artinya siswa yang mengatakan ada pengaruh iklan rokok berpeluang 10,7 kali untuk merokok dibandingkan siswa yang mengatakan tidak ada pengaruh iklan rokok.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Alamsyah (2009) yang menyebutkan 63 % remaja mengatakan ada pengaruh iklan rokok. Responden yang mengaku iklan rokok mempengaruhi kebiasaan merokok mempunyai kebiasaan merokok 1,42 kali dibandingkan yang mengaku iklan rokok tidak mempengaruhinya. Menurut Mu’tadin (2002), melihat iklan di media massa dan elektronik

yang menampilkan bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamor membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti iklan tersebut. Remaja rawan untuk terpengaruh iklan rokok karena iklan rokok dapat menjadi instrumen dalam masa inisiasi remaja untuk merokok. Masa inisiasi merupakan tahapan yang kritis pada seorang individu karena merupakan tahap coba-coba dimana ia beranggapan bahwa dengan merokok ia akan terlihat dewasa sehingga ia akan memulai dengan mencoba beberapa batang rokok (Leventhal dan Cleary, 1980 dalam Kintoko, 2004).

135

A. Kesimpulan

1. Gambaran karakteristik siswa yang merokok di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan :

a. Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan yang merokok berjumlah 64 (22,22 %) anak.

b. Lebih dari setengah siswa yang merokok yaitu sebanyak 35 responden (54,7 %) durasi merokoknya kurang dari 6 bulan.

c. Siswa menghisap 1 – 12 batang rokok perhari, dengan rata-rata rokok yang dihisap adalah 2 batang perhari.

d. Sebanyak 58 responden (90,6 %) biasa merokok di tempat main, sedangkan sisanya memilih rumah dan tempat lainnya untuk merokok.

e. 61 responden (95,3 %) biasa menghisap jenis rokok putih/filter, angka ini jauh lebih banyak dari siswa yang biasa merokok kretek dan cerutu.

f. Merek rokok yang paling banyak dihisap oleh siswa yang merokok adalah Sampoerna Mild yaitu sebanyak 28 responden (43,8 %). 2. Hubungan antara faktor predisposisi (predisposing factors) dengan

perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan :

a. Ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

b. Ada hubungan pengetahuan remaja tentang rokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

c. Ada hubungan sikap remaja terhadap rokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

d. Ada hubungan tindakan remaja terhadap perilaku merokok di sekitarnya dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

e. Ada hubungan alasan psikologis : merasa kesulitan dalam pelajaran dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

f. Ada hubungan alasan psikologis : ingin terlihat keren dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

g. Ada hubungan alasan psikologis : ingin diterima dalam pergaulan dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

h. Ada hubungan alasan psikologis : ingin mencoba merokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

3. Hubungan antara faktor penguat (reinforcing factors) dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan :

a. Ada hubungan pengaruh lingkungan sosial : orang tua yang merokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

b. Ada hubungan pengaruh lingkungan sosial : saudara serumah yang merokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

c. Ada hubungan pengaruh lingkungan sosial : teman yang merokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

d. Ada hubungan pengaruh lingkungan sosial : pengaruh iklan rokok dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

4. Hubungan antara pendukung/pemungkin (enabling factors) dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan :

a. Tidak ada hubungan sarana dan prasarana dengan perilaku merokok SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

Dokumen terkait